PS : All
images credit and content copyright : SBS
Baek Ah mengambar diatas bukunya dengan melihat keadaan
pasar dari sebuah restoran. Setelah selesai mengambar satu halaman, terdengar
suara seseorang memberitahu ada sebuah perkelahian, beberapa anak ikut berlari
mengikutinya, akhirnya Baek Ah mengemas buku dan penanya mengikuti ke tempat
perkelahian.
Orang-orang sudah berkerumun melihat dua orang yang
sedang berkelahi, Baek Ah langsung mengambar dengan cepat yang dilihatnya,
akhirnya lawannya pun jatuh dan tak bisa berdiri lagi. Ternyata Wang Jung
sengaja berkelahi dan terlihat bangga bisa mengalahkan orang lain. Ketika
membalikan badan terkejut melihat sang kakak sudah ada didepanya.
Wang Jung merengek pada kakaknya agar memberikan buku
gambarnya itu, Baek Ah tetap mendekap erat bukunya. Wang Jung pun menghalangi
langkah kakaknya sampai akhirnya Baek Ah mengangkat tinggi-tinggi bukunya agar
sang adik tak bisa meraihnya.
“Jangan pernah berani menyentuhku” ucap Baek Ah
“Kalau begitu jual lukisan itu.” Kata Wang Jung, Baek Ah pikir bisa membawa langsung ke
istana nanti.
“Lalu... aku tidak akan
membiarkanmu membawanya. Kau
berpakaian dengan pakaian biasa dan keluar hanya untuk senang-senang.” Ucap Wang Jung melihat kakaknya.
“Hei.... Tidak seperti itu! Raja menyuruhku untuk keluar dan
menggambar suasana orang-orang yang ada diluar istana.
Kau tidak
tahu apapun, jadi Tunggu
saja.” Kata Baek Ah menjewer kuping adiknya.
Wang Jung merengek meminta pada kakaknya, Baek Ah
berteriak marah menyuruh adiknya yang tak boleh mengikutinya karena akan
ke suatu tempat yang penting. Wang Jung tahu kakaknya
itu hanya pergi ke rumah Wang Wook. Baek Ah langsung menendangnya, Wang Jung merasakan
sakit dibagian selengkanganya, Baek Ah panik mendekatinya. Ternyata hanya trik
adiknya saja, Wang Jung bisa mengambil buku gambarnya lalu kabur.
Di rumah Wang Wook
Wang Jung memainkan alat musik tradisional dengan Nyonya
Hae yang menikmatinya sambil memejamkan matanya. Setelah selesai Nyonya Hae merasa punya
banyak kenangan saat mereka
bersama dari masih kecil. Wang Jung merasa pada hari itu seperti
mimpi, karena ia menjadi sedikit membenci Wang Wook. Nyonya
Hae menatapnya.
“Mungkin kalau dia membuka hatinya
untukmu sedikit saja, Noonim.” Kata Wang Jung merasa menyesal
“Aku bilang untuk tidak
memanggilku seperti itu lagi. Nanti Kakakmu akan mendengarnya” kata Nyonya Hae
“Sebelum kau menjadi saudara iparku, aku memanggilmu seperti itu. Aku mengenalmu sebelum Wang Wook. Dia tidak akan bisa
mengatakan apapun..” Kata Baek Ah
Nyanya Hae yakin suaminya itu akan baik
pada Baek Ah dengan berpura-pura tidak
mendengar jadi meminta Baek Ah untuk lebih berhati-hati saat
berucap, Baek Ah menolak karena menurutnya sekali “Noonim” tetap “Noonim”.
Nyonya Hae pun tak bisa berkata-kata lagi, Baek Ah tersenyum melihat istri dari
kakaknya.
Hae Soo terlihat sedang belajar bahasa formal zaman
Goryeo. Baek Ah melihat Hae Soo dari kejauhan. Hae Soo berlatih mengatakan “baiklah”
lalu dengan nada tinggi menirukan gaya putri Yeon Hwa yang sombong. Keduanya
tertawa melihat tingkah Hae Soo yang bicara sendirian di depan pohon.
“Aku dengar dia terluka dibagian kepalanya. Dia sepertinya benar-benar sangat berbeda dari yang aku kenal
sebelumnya Bahkan
saat berkelahi dengan Pangeran ke-10. Dia
yang paling menarik akhir-akhir ini.” kata Baek
Ah
“Ingatannya tidak kembali, tapi
dia lebih hangat dari sebelumnya. Sekarang Dia
sering mengejutkanku.” Cerita Nyonya Hae dalam
senyuman, Hae Soo tetap terus berlatih tak sadar dua orang sedang melihatnya.
“Walaupun kemampuan merawatnya
menjadi lebih anak. Anak itu... dia sangat mirip dengan mu, Baek Ah.” Kata Nyonya Hae,
“Kenapa kau mengatakan hal seperti
itu?” kata Baek Ah kesal
“Tidak ada yang menahannya. Dia mengatakan hal yang tidak orang
pikirkan. Dia
sangat bebas dan menikmati
hal menyenangkan. Dia
benci kalah dan mudah marah. Aku akan percaya kalau dia adalah
kakakmu.
Hei... Baek Ah, kakakmu
bukan aku, tapi Hae Soo.” Ucap Nyonya Hae dengan senyuman manis.
“Jangan bicara seperti itu. Kau tahu apa perasaanku padamu, Noonim. Kau tahu dengan sangat baik.”kata Baek Ah
seperti menyimpan perasaan pada kakak iparnya, Nyonya Hae hanya bisa diam saja.
Saat itu Hae Soo sadar melihat Nyonya Hae lalu melambaikan tangan pada sang
kakak.
Ji Mong menutup hidungnya, karena didepanya ada mayat
yang berjejer. Wang Mo membuka kain pertama dan melihat mayat dibagian kepala
dan membuka mulutnya, wajahnya langsung terkejut. Sang adik ikut melihatnya,
matanya langusng melotot. Wang Mo memeriksa mayat yang lain dengan membuka
mulutnya, begitu juga Wang So. Ji Mong ingin melihat satu mayat baru membukanya
langsung keluar ruangan karena langsung mual.
Ketiga berkumpul dalam ruangan, Ji Mong mondar mandir tak
percaya karena semua kehilangan lidah mayat menghilang, bertanya-tanya apa yang dijanjikan dan
siapa yang memotong lidah-lidah mayat tersebut. Wang So melihat ke arah lukisan
seperti api yang membakar orang.
“Bukankah kelompok pembunuh profesional yang bersedia melakukan
itu?” kata Wang Mo, Ji Mong menebak-nebak Seperti
Gum Gye atau Chil Sal tapi tak mungkin Heuk Sal
Wol...
“Aku satu-satunya yang berpikir
disini jadi kalian harus berpikir juga” kata Ji Mong frustasi
“Ini Neraka Daegyuhwan. Mereka memotong lidah orang yang melakukan pembunuhan atau
perselingkuhan.” Kata Wang Mo, Ji Mong
merasa ini semua seperti sebuah kemalangan.
Wang So hanya diam saja mendengar perkataan keduanya, Ji
Mong pikir mereka tidak memiliki lidah, lalu menduga kalau lidah
mereka tidak dipotong, tapi mereka memang tidak memiliki lidah karena mendengar ada biksu yang melakukan hukuman seperti
ini. Wang Mo meminta Ji Mong meneruskan penjelasanya. Wang So
ikut mendengar sambil menerawang.
Wang So seperti bisa membayangkan kalau yang melakukanya
itu kakaknya, Wang Yo dengan pedangnya. Setelah mendengar ceritanya, ia
bertanya siapa dalah dibalik semua kejadian ini. Wang Mo yakin itu Seseorang
yang punya kekuasaan yaitu Seseorang
yang bisa bertemu dengan biksu tak berlidah itu tanpa ada orang yang tahu.
“Ji Mong, cari tahu siapa yang
paling sering keluar masuk kota beberapa bulan terakhir ini.” kata Wang Mo, Ji Mong mengerti perintah putra mahkota.
Wang So mendorong kakaknya keluar dari kamar, Wang Yo
dengan wajah marah apa yang dilakukan adiknya itu. Wang So yakin pelakunya
pasti Wang Yo yang ingin membunuh putra mahkota. Wang Yo mengumpat
memperingatkan adiknya Jangan coba-coba menuduhnya dan bertanya apakah memiliki bukti.
“Kau memanfaatkan pembunuh dari para biksu dan membunuh mereka
semua. Bukankah begitu?” ucap Wang So, Wang Yo menyangkal semua omong kosong dan
meminta adiknya untuk melepaskan cengkramannya.
“Apakah Ibu yang melakukanya?”kata Wang So menatap mata kakaknya, Wang Yo terdiam
karena adiknya bisa menebak.
“Aku tanya apakah Ibu dalang di balik semua ini!” teriak Wang So
“Berani-beraninya kau menuduh ibu
kita!” teriak Wang Yo ikut marah dengan membela sang ibu dan
bisa melepaskan cengkraman adiknya.
Wang Jung memberikan lenganya agar sang ibu bisa
berpegangan ketika menuruni tangga, Ratu Yoo terlihat senang mengangeng lengan
anaknya saat menuruni tangga. Wang So melihat dari kejauhan keduanya tertawa
bahagia. Wang Jung menceritakan saat berkelahi di pasar, Ibunya meminta anaknya
tak melakukan karena bisa terluka. Wang So sengaja bersembunyi dibalik dinding
melihat keduanya.
Beberapa pelayan mengeluarkan banyak pakaian dari
ruangan, Hae Soo melihatnya kebinggungan kenapa banyak pakaian yang
dikeluarkan. Nyonya Hae juga memberikan pakaian yang lama diberikan pada
pelayan. Hae Soo bertanya untuk apa semua pakaian itu dikeluarkan.
“Pangeran menyumbangkan beberapa makanan dan
barang-barang ke sebuah
kota yang dilanda
cuaca dingin.” Jelas Nyonya Hae, Hae Soo mengerti lalu
bertanya apakah Nyonya Hae tidak ikut
“Aku? Entahlah.... Pangeran biasanya pergi sendiri.” Ucap Nyonya Hae tak ingin mencampuri urusan suaminya.
“Apa?!! Kalau begitu kau harus pergi dengan dia. Kau bisa membantunya dan pergi
jalan-jalan bersamanya. Itu Pasti
menyenangkan. Aku akan membantu merias wajahmu.” kata Hae Soo penuh semangat. Nyonya Hae merasa tak enak
berpikir akan menjadi masalah..
Nyonya Hae gugup saat melihat Hae Soo mencoba semua alat
make up yang dipersiapkan. Hae Soo mencoba semua alat make up yang tak biasa
digunakan dari pensil alis, bedak yang masih kuno dan juga pemerah bibir dan
pipi. Ia memulai dengan membentuk alis dengan pensil alis,
“Aku bermimpi.. Aku berkerja menjual riasan dalam mimpiku itu. Aku merias banyak orang, pelanggan
dan teman-teman. Tapi Itu tidak membosankan sama
sekali. Bagaimana
yah mengatakannya? Rasanya seperti aku orang
penting.” Cerita Hae Soo
sambil merias wajah Nyonya Hae.
Flash Back
“Aku suka kalau ada
orang jadi istimewa, karena diriku, Perasaan bahwa aku dibutuhkan... Itu pemikiran yang gila bahwa
aku bisa membuat seseorang senang.”
Dikamarnya terlihat foto Hae Soo dengan sang pacar, Hae
Soo membantu temanya merias wajah sampai cantik, bahkan berpelukan dengan
bahagia. Lalu berkerja di toko parfum dengan menyemprotkan tester ditangan
pelanggan agar bisa mencium aroma mawar dalam parfum yang dijualnya.
“Ini produk yang baik bagi orang
yang mengalami
kesulitan memilih warna baju.” Jelas Hae Soo.
Pacarnya lewat didepan toko, Hae Soo melihat dari jendela
berusaha memanggilnya, tapi sang pacar seperti tak mendengarkanya, sibuk
menatap ponselnya. Hae Soo tersenyum lalu mengambil ponselnya, ketika ingin
menelp melihat temanya yang memeluk dari belakang pacarnya, lalu keduanya
memberikan sapaan dengan ciuman lalu berjalan sambil berpelukan. Ponsel Hae Soo
langsung jatuh padahal terlihat foto pacarnya yang memeluk erat dari belakang.
“Tapi, aku membantu
temanku menjadi cantik... lalu dia pergi
menemui kekasihku. Aku merasa terkhianati.”
“Kau harus cepat-cepat melupakan mimpi buruk seperti itu.” Kata Nyonya Hae
“Yah.. Benar... Mungkin semua itu adalah mimpi
buruk.” Kata Hae Soo sambil mengoleskan perwarna bibir dan
menyelesaikan semuana
“Aku belum biasa pakai riasan
seperti ini, jadi masih
agak canggung.” Ungkap Hae Soo memberikan cermin
meminta pendapat Nyonya Hae pasti terasa cantik.
“Ahh... Bagaimana... Bagaimana kau membuat kulitku jadi sehat begini? Apa Kau memang punya bakat seperti ini?” ucap Nyonya Hae tak percaya karena wajahnya yang pucat
jadi terlihat cerah setelah di make up. Hae Soo tersenyum melihatnya.
Di daerah yang terkena musibah, Wang Wook, Chae Ryung dan
pelayan membagikan bahan makanan seperti beras dan juga kacang. Nyonya Hae dan
Hae Soo disisi lain memberikan baju dan juga kue pada wanita yang ikut
mengantri.
Wang Woo menatap istrinya yang terlihat berbeda dari
wajah yang berseri dan tak pucat. Hae Soo melihat anak kecil terlihat kusam,
lalu memanggilnya dan memberikan kue beras. Salah satu anak laki-laki langsung
mengambil kue dari tangan temanya, Hae Soo langsung berteriak dan mengejarnya,
Wang Wook melihat Hae Soo memang benar-benar berbeda.
Hae Soo berhasil menangkapnya, bertanya apakah mengambil
makanan orang lain itu perilaku baik atau tidak. Si anak mengeleng, sambil
mencubit gemas pipi si anak, Hae Soo meminta agar tak melakukan lagi lalu
mengajaknya untuk mengembalikanya.
Wang Wook tersenyum, mengelengkan kepala melihat tingkah
Hae Soo. Saat itu Hae Soo melihat Wang Wook menatapnya sambil melambaikan
tangan, tanpa sadar Wang Wook ingin membalas lambainya, sampai akhirnya sadar
berpura-pura sedang mengusir lalat.
Hae Soo mencium semua obat-obatan yang dijual pada tabib,
Wang Wook masuk mendekatinya, berkomentar tidak
menyangka ternyata suka obat-obatan seperti ini. Hae Soo berkata saat tiba di zaman ini, lalu meralatnya
setelah kepalanya terluka senang
melihat hal yang bisa diingat.
“Ini Bombycis, kacang hijau, bunga mangkok, dan akar lengkuas.” Ucap Hae Soo menunjuk semua yang dalam kotak.
“Kapan kau belajar semua ini? Aku bahkan tidak tahu semua ini.” kata Wang Wook heran
“Aku pernah membuat sabun.” Ucap Hae Soo, Wang Wook binggung apa maksudnya “sabun”,
Hae Soo teringat zamannya sekarang belum ada sabun mandi ataupun wajah.
“Oh... yang biasa digunakan untuk mandi... Maksudku.. Itu perlengkapan mandi. Ini semua adalah bahan yang
digunakan untuk
membuat produk perawatan kulit. Jika
kau menggunakan ini untuk membasuh kulitmu, maka kulitmu akan sangat bagus. Aku harus membuatnya untuk Nyonya Hae.” Jelas Hae Soo
Tabib memberika dua kotak obat untuk Nyonya Hae dan juga
memberikan obat yang dicari oleh Pangeran. Wang Wook menerimanya, lalu
memberikan salah satu obat pada Hae Soo meminta agar memakainya. Hae Soo
terdiam karena Wang Wook seperti perhatian padanya.
“Seorang wanita harusnya tidak boleh punya bekas luka di
tubuhnya.” Kata Wang Wook menunjuk ke arah leher.
Hae Soo pun mengucapkan terimakasih, lalu sambil duduk
mencoba mengoleskan pada lehernya. Wang Wook melihat Hae Soo kesusahan
memakainya saat tak melihat cermin, lalu mendekat untuk membantunya. Hae Soo
gugup saat Wang Wook memegang rambutnya agar tak terkena obat,.
“Aku hanya khawatir bekas lukanya semakin parah dan bisa memanggil tabib jika kau tidak mau.” Jelas Wang Wook melihat tatapan Hae Soo gugu lalu mencoba mengoleskan dengan tanganya di
luka pada leher. Hae Soo makin gugup saat Wang Wook berada sangat dekat
denganya, Wang Wook pun jadi ikut merasakan gugup tapi berusaha untuk tenang
saat mengoleskan obat.
Hae Soo berjalan melewati danau menatap Wang Wook dari
belakang, seperti mengharapkan sosok pria yang sangat perhatian dan juga baik
hati. Wang Wook berjalan terlihat sangat tenang. Di sisi jalan, Nyonya Hae
terlihat khawatir karena suaminya belum datang juga.
Chae Ryung memberitahu Nyonya Hae bahwa Pangeran sudah
datang, Nyonya Hae menyambut suaminya. Hae Soo berjalan disamping Chae Ryung
menatap Nyonya Hae yang mengelap keringat Wang Wook seperti menyadarkan kalau
itu adalah suami dari sepupunya sendiri.
Hae Soo membantu membuka selimut saat masuk kamar, Wang
Wook membaringkan istrinya yang tertidur perlahan, lalu memakaikan selimut. Hae
Soo merapihkan selimut dibagian kaki, tak sengaja tangan Wang Wook menyentuh
sedikit tangan Hae Soo, lalu Hae Soo buru-buru menariknya dan melangkah mundur,
memilih untuk keluar dari kamar sepupunya.
Wang Wook terdiam karena merasakan hal yang aneh saat tak
sengaja menyentuh tangan Hae Soo, lalu duduk menatap sang istri yang sudah
tertidur lelap. Hae Soo keluar ruangan memegang tanganya masih gugup karena
terkena sentuhan Wang Wook, tapi berusaha untuk melupakanya.
Hae Soo pergi ke tumpukan batu dengan menaruh batu
diatasnya, beberapa lilin menyala di atas batu. Ia mulai berdoa seperti yang
dilakukan Nyonya Hae.
“Ibu.... Kau pasti banyak menangis
sekarang. Tak perlu
menangis Bu, aku
baik-baik saja. Sejujurnya....hatiku
bimbang. Aku
meyakinkan diri sendiri kalau aku tak boleh bimbang tapi, keyakinanku goyah.” Akui Hae Soo seperti tak bisa membendung perasaanya
dengan Wang Wook.
Hae Soo berjalan pulang melihat Wang So yang duduk
sendirian, lalu menatapnya dan tanpa
menyapanya langsung berjalan kembali ke kamarnya. Di pagi hari, Wang So sudah
menunggangi kudanya melewati hutan sendirian, sementara Ji Mong dan Putra
Mahkota keluar dari istana dengan pengawal, karena Ji Mong telah
menemukan tempat persembunyian sang pembunuh.
Wang So sampai di sebuah rumah yang dibangun diatas
tebing, saat masuk ke dalam seperti kosong tapi api unggun masih menyala. Ia
masuk ke bagian tengah rumah, matanya lalu menutup. Ketika membuka mata seorang ninja melembar
belati, Wang So bisa menangkis dengan pedangnya. Sebuah tombak hampir mengenai
tubuhnya. Dua orang datan dari atap dengan mudah Wang So bisa membunuh dengan
pedangnya.
Akhirnya puluhan orang datang mengepungnya dari dalam
kamar, Wang So bertanya siapa pemimpin ditempat itu, memintanya agar segera
keluar. Semua malah semakin mendekat untuk menyerang Wang So.
Wang Soo bertanya
apakah tak ada satu orang pun bisa bicara dengannya. Seorang dengan tutup cadar
berusaha menyerang Wang So, tapi Wang So dengan ilmu bela dirinya bisa langsung
membunuhnya.
“Siapa yang mendirikan tempat
menjijikkan ini? Siapa orangnya?!!”teriak
Wang So dengan darah yang menempel di pipinya.
Perkelahian terjadi, Wang Soo dengan pedangnya melawan
belasan orang, Ji Mong dan Putra Mahkota Mo dalam perjalanan ke tempat si
pembunuh. Sementara Wang So berusah untuk melawan semua orang yang denga pedang
dan pisau belati.
Wang Mo dan Ji Mong memacu kudanya agar lebih cepat
sampai tujuan. Wang So bisa membunuh semuanya hanya dengan sekali ayunan pedang
saja. Akhirnya semua orang pun mati, makin banyak darah yang menempel diwajah
Wang So. Saat itu juga keluar biksu denga tongkatnya, keduanya saling berhadapan
dan Biksu menyapanya lebih dulu.
“Apa kau yang bertanggung jawab atas tempat
ini?” tanya Wang So
“Orang-orang ini dibebani oleh dosa-dosa mereka. Mereka dihukum dan
lidahnya dipotong. Aku
telah ditugaskan untuk mengawasi
orang-orang ini.” jelas Biksu.
“Kalau begitu, maksudmu yang harus
aku lakukan adalah menyingkirkanmu.” Kata Wang So
“Siapa kau yang berani melakukan ini? Apa ibumu tahu soal ini, Yang Mulia?” kata Biksu menatap sinis
“Inilah tempat di mana orang seharusnya tidak bisa bicara. Tapi kau orang banyak bicara
malah ada di sini.” ucap Wang So memperlihatkan
masih ada bekas darah yang sangat banyak.
Saat Wang So mengayunkan pedangnya, Biksu bisa melawan
dengan tongkatnya. Tapi Wang So yang jago bela diri bisa melawan sampai
akhirnya bagian perut biksu terkena pedang dan bertahan untuk berdiri dengan
tongkatnya, Wang So tanpa ampun langsung menusukan pedangnya ke bagian perut.
“Kau telah hidup dengan bantuan Ratu
rupanya. Jadi,
matilah saja demi
Ratu.” Bisik Wang So lalu semakin memasukan pedang dan menarik. Biksu pun akhirnya mati ditangan
Wang So.
Wang So meninggalkan tempat itu dengan pedang yang masih
ada bekas darah dan menetes, terlihat rumah sudah terbakar dengan api yang
berkobaran. Ji Mong datang dengan Putra mahkota melihat rumah sudah terbakar.
“Ji Mong, apa kau yakin ini tempatnya?” tanya Wang Mo, Ji Mong sangat yakin lalu binggung
melihat yang terjadi didepan matanya.
“Padamkan apinya sekarang! Temukan korban kalau masih hidup!”
perintah Putra mahkota. Pengawal langsung bergegas masuk ke dalam rumah yang
terbakar. Ji Mong melihat itu seperti Neraka
Daegyuhwan
Seseorang masuk ke dalam kamar Ratu Yoo, Ratu Yoo terlihat tertidur nyenyak terbangun
melihat bayangan masuk ke dalam kamarnya. Sebuah pedang penuh darah terlihat,
Ratu Yoo langsung bangun bertanya siapa yang datang. Wang So memberitahu kalau
ia yang datang ke tempat ibunya.
“Beraninya kau datang ke sini?” ucap Ratu ketakutan bergerak mundur melihat Wang So
mendekat. Wang So tersenyum melihat ibunya dengan wajah masih ada bekas darah.
bersambung ke episode 4
FACEBOOK : Dyah Deedee TWITTER @dyahdeedee09
INSTRAGRAM dyahdeedee09 FANPAGE Korean drama addicted
Makin seru aja
BalasHapuslebih seru dri vers cinanya lw menurut aku
semangat ya buat episod 4nya
Ditunggu sinopsis episode 4 mbak dee..soalnya sub title hilang di tengah2.. Jdi kurang puasss..thank u
BalasHapus