Ponsel Ji
Ho berdering, Ji Ho mengangkat dengan speaker. Karena tak menyimpan ponselnya
Ji Ho bertanya siapa itu. Bok Nam mengaku sebagai cowo yang ada digang. Ji Ho
mengingat kalau orang itu yang ditemuinya saat mencari Bok Nam. Bok Nam
membenarkan. Ji Ho pun bertanya ada apa menelpnya.
“Ada yang
mau kukatakan. Apa Ada kertas di sampingmu?” ucap Bok Nam. Ji Ho mencari note.
Bok Nam meminta pulpen. Ji Ho bisa menemukanya.
“Kalau
pacar? Apa.... Pacar, punya?” ucap Bok Nam. Ji Ho terdiam dan Se Hee yang duduk
di kursi menatapnya terlihat kaget.
Ji Ho
dengan tegas mengatakan kalau ia tak punya pacar, dengan menatap Se Hee. Se Hee
mendengar jawawab Ji Ho memilih untuk pamit pergi, seperti tak ingin mencampuri
urusanya.
Ji Ho
bertanya pada kenapa menanyakan itu padanya. Bok Nam emngaku kalau memlihat lihat
Bok Nam *anjing* di gang dan berjalan sendirian lagi. Ji Ho kaget berrpikir
kalau Bok Nam kabur dari rumah lagi, Tapi menurutnya sudah tidak ada
hubungannya dengan dirinya sekarang.
“Lagipula
kafe itu pasti sudah dapat pekerja sambilan yang baru. Apa harus kuberitahu
nama kafenya? Kau bisa langsung menghubungi mereka.” Kata Ji Ho
“Gang
yang sama waktu kita bertemu kemarin... Datanglah ke sana jam setengah 12
siang... Saat itu, carilah si Bok Nam.” Kata Bok Nam lalu menutup telpnya. Ji
Ho binggung kenapa ia harus melakukanya, tapi Bok Nam sudah menutup telpnya.
Akhirnya
Ia bicara pada Kitty, mengingat Jam berapa tadi harus datang. Berpikir kalau
sebelas. Tapi Ia mencoba mengingat kalau itu jam setengah 12 dan berpikir
seperti tak peduli. Menurutnya kalau anjing itu memang sendirian. Kitty
memberikan suaranya kalau Ji Ho untuk pergi saja.
“Ya, ini
karena aku tidak punya pekerjaan.. Aku punya banyak waktu luang.” Kata Ji Ho.
Kitty kembali mengeluarkan suara dengan
seperti nada mengajak.
“Apa? Kau
saja selalu tidur siang.” Keluh Ji Ho seperti Kitty mengejeknya yang selalu
tidur siang.
Di kantor
Semua
mengerubingi meja Bom, seperti menganggui wajah seorang pria yang dianggap
sebagai selebriti, karena tampan sekali. Se Hee datang melihat semua berkumpul
bertanya Ada apa ini. Sang Goo menjelaskan mereka tengah menyaring profil. dan
ada anggota terkeren yang baru mendaftar.
“Daebak.
Dia dapat nilai tertinggi...” ungkap Bo Mi. Beberapa pria mengaku iri dan Si
pria terlihat berhasil. Wajah Bok Nam terlihat close up.
“Bukankah
itu skor tertinggi yang kita miliki sejauh ini? Anggota yang daftar aplikasi kita
paling tinggi cuma dapat sembilan.” Kata Sang Goo. Semua pria membenarkan kalau
Bok Nam orang pertama yang dapat nilai
tertinggi.
“Ini
artinya dia tipe orang yang disukai anak muda belakangan ini. Dia seperti anak
anjing.” Ungkap Sang Goo dan ingin tahu umurnya. Bo Mi memberitahu kalau
umurnya 24.
“Berarti
aku dua tahun lebih tua.” Kata Sang Goo percaya diri melihat dilayar [Skor
Diamond: 9.18]
Ji Ho
mencoba mencari Bok Nam *anjing* di tempat gang pertama kali bertemu. Bok Nam
menepuk pundak Ji Ho, tapi Ji Ho yang ketakutan langsung berteriak kaget. Bok
Nam pun juga ikuta kaget karena teriakan Ji Ho.
“Makanya
kenapa kau pasang wajah jelek begitu? Buat kaget orang saja.” Keluh Bok
Nam. Ji Ho pikir Bok Nam juga seperti
itu.
“Lalu Bok
Nam-nya mana?” tanya Ji Ho tak melihat ada anjing. Bok Nam menyuruh Ji Ho untuk
ikut dengannya.
Ji Ho
yang ditarik tanganya, menahan Bok Nam sebelum masuk ke restoran karena ingin
tahuk keberadaan anjing itu maka kenapa harus masuk ke sana. Bok Nam menyuruh
Ji Ho agar masuk jadi bisa menemukannya.
Ji Ho menolaknya karena gagal melamar kerja sambilan direstoran itu.
“Apa?!!!Bukankah
pemiliknya menyuruhmu mencari si Bok Nam?” kata Bok Nam heran.
“Ya,
makanya... Saat pertama kali bertemu, aku disuruh cari anjingnya, setelah itu,
dia tidak pernah menghubungiku lagi. Artinya aku gagal dapat pekerjaan itu.”
Ucap Ji Ho
“Tapi
kenapa? Bagaimana kau bisa gagal, padahal kau lulusan sarjana?” ucap Bok Nam
heran.
“Aku
tentu bisa gagal... Mungkin Bisa jadi karena umurku atau kurangnya
pengalamanku. Bos kafe ini mungkin merasa tidak nyaman.” Kata Ji Ho.
“Tidak
nyaman apaan. Menurutmu Merasa tidak nyaman denganmu karena apa ? Dari sekali
lihat saja, kau pasti orang yang mudah disuruh-suruh. Jadi Bisa-bisanya dia
tidak menerimamu? Dia itu memang tak bakat mempekerjakan orang.” Kata Bok Nam
marah-marah sendiri.
“Apa ini
pujian?” pikir Ji Ho binggung karena dianggap orang yang mudah disuruh-suruh.
Bok Nam membenarkan kalau itu pujian.
“Kau
bekerja keras hari ini karena Bok Nam lagi. Bos kafe ini memang mengerikan. Padahal
dia duluan yang menyuruhmu cari anjingnya. Betapa Teganya dia tak menerimamu jadi
pekerja sambilan?” kata Bok Nam mengajak Ji Ho untuk masuk.
Ia pikir
harus mencari tahu kenapa bos cafe itu tak menerimanya. Ji Ho pikir kenapa
harus masuk tapi Bok Nam sudah menariknya lebih dulu.
Si Bos
melihat Bok Nam memarahinya kalau sibuk dan bertanya kemana saja. Ji Ho
binggung, Si Bos memanggil nama Bok Nam dan mencari-cari anjing disekitar cafe.
Bok Nam mengatakan kalau sengaja membawa pekerja paruh waktu untuk membantu.
“Hei, Bok
Nam. Aku tidak menyuruhmu seperti ini.”kata si Bos. Ji Ho makin binggung dimana
Bok Nam itu.
“Dia akan
kujadikan asistenku mulai besok.” Kata Bok Nam sambil memakai celemek. Ji Ho
bisa melihat nama Bok Nam yang ada dicelemek.
“Rambutnya
cokelat berbulu, Baju Merah muda. Jadi Bok Nam itu orang?” kata Ji Ho kaget
karena salah mengira.
“Jika dia
tidak dipekerjakan disini, maka aku akan mengundurkan diri.” Kata Bok Nam. Ji
Ho dan si Bos berteriak kaget.
Ji Ho
keluar dengan Bos, di depan cafe si bos
mengaku tadinya mau menelepon Ji Ho tapi
toko lagi sibuk sekali. Ji Ho bisa mengerti, lalu bertanya apakah ia memang
kurang cocok berkerja di cafe tapi terpaksa menerima karena Bok Nam.
“Tidak.
Asal Bok Nam menyukaimu, aku tak masalah. Orang harus menyukai rekan mereka... Kalau
begitu, sampai ketemu besok.” Kata Bos. Ji Ho pun mengucapkan terimakasih.
Ji Ho
melihat Bok Nam sedang merokok di parkiran dan mendekatinya, Bok Nam bertanya
apakah Ji Ho sudah diterima kerja. Ji Ho menganguk. Bok Nam berkomentar kalau
itu bagus,
“Kenapa
kau begini padaku?” tanya Ji Ho. Bok Nam balik bertanya begini apa maksudnya.
Ji Ho terlihat binggung menjelaskanya.
“Apa
Maksudmu, aku menghubungimu Atau tidak memberitahu namaku,Atau soal
mencarikanmu pekerjaan? Yang mana yang kau maksud?” ucap Bom Nam. Ji Ho menjawab
kalau itu ketiga-tiganya.
“Hii..
Bok Nam! Kirim pesanannya sekarang juga.” Teriak Bos dari depan pintu. Bok Nam
mengerti lalu naik motornya.
Ji Ho
hanya menatap dari jauh. Bok Nam menyuruh Ji Ho untuk mendekat, lalu
memasangkan helm. Ji Ho binggung kenapa harus mengunakan helm. Bok Nam pikir Ji
Ho tadi menanyakan hal itu, karena sekarang diminta mengirim pesanan jadi menyuruh
Ji Ho naik motor.
Setelah
itu Ia pikir Nanti bisa menjawab pertanyaanya kalau sudah sampai. Ji Ho tak percaya begitu saja.
Bok Nam dengan tatapanya menegaskan kalau serius jadi menyuruhnya agar naik
karena sangat sibuk.
Se Hee
dkk baru saja makan siang dan akan kembali ke kantor, Bo Mi tiba-tiba melihat
istrinya Se Hee yang dibonceng motor oleh seorang pria dan berhenti diseberang
jalan. Sang Goo dkk melihat dari kejauhan saat Ji Ho turun melepaskan helm dan
Bok Nam ingin merapihkan rambutnya. Ji Ho pun berusaha menghindar. Bok Nam
pikir Ji Ho tak perlu canggung.
“Sekarang,
jawablah. Kenapa kau melakukannya?” tanya Ji Ho tak ingin berlama-lama.
“Ya
menurutmu kenapa? Itu karena aku menyukaimu.” Ucap Bok Nam blak-blakan. Ji Ho
kaget karena ada orang yang menyukainya. Bok Nam pikir siapa lagi yang harus
disukai selain Ji Ho yang ada didepanya.
Ia
berbicara pada pelanggan di telp, kalau sudah dekat jadi meminta izin lebih
dulu untuk datang, setelah menutup telpnya pamit pergi pada Ji Ho dan akan
bertemu besok. Ji Ho lebih dulu bicara sebelum
Bok Nam masuk.
“Kurasa
aku membuatmu jadi salah paham... Mengenai Pacar, memang aku tak punya..., tapi
aku punya suami.” Kata Ji Ho.
Dari
seberang jalan, mereka melihat Ji Ho yang berbicara dengan pria yang lebih
muda. Sang Goo menenangkan kalau pria itu adiknya, karena kelihatan mirip. Bo
Mi mengeluh kalau mereka sudah pernah
lihat adiknya di pesta pernikahan. Sang Go memberikan kode agar Bo Mi jangan
membuat temanya panik.
Bok Nam
mendengar Ji Ho yang punya suami malah bertanya “Lalu kenapa?” seperti tak ada
masalah. Ji Ho kaget dengan komentar Bok Nam.
“Kalau
kau punya suami, lalu aku bisa apa. Kalau kau punya suami, Apa kau tak boleh
punya pacar?” ucap Bok Nam santai. Ji Ho kaget karena baru pertama kali melihat
pria yang menyukainya bahkan setelah mengetahui memiliki suami.
[Episode 6: Karena ini YOLO (You Only Live
Once=Hidup Hanya Sekali) Pertamaku]
Di
kamar, Soo Ji kaget mengulang kalau Bok
Nam mengatakan "Kalau kau punya
suami, apa kau tak boleh punya pacar?" dan ingin tahu apa yang dikatakan
temanya setelah mendengar kalimat itu.
JI Ho mengaku kalau Tidak ada, karena terlalu tertegun untuk membalas
ucapan Bok Nam.
“Anak-anak
zaman sekarang memang begitu berani. Kau bilang Berapa umurnya? Apakah 24?”
kata Soo Ji. Ji Ho membenarkan.
“Dan
Bisa-bisanya dia main-main denganku? Soo Ji, bekerja keraslah menekuni
pekerjaanmu, Walaupun sulit, tetaplah bertahan. Karena aku berhenti menjadi
penulis, maka aku tak bisa apa-apa lagi.” Kata Ji Ho lalu membaringkan tubuhnya
dengan helaan nafas.
“Bahkan
Umurku sudah setengah jalan menjadi 60, tapi aku bekerja sama pria yang lebih
muda dari adikku sendiri, dan aku dikerjai sama dia.” Kata Ji Ho merasa
dipermainkan hatinya oleh Bok Nam.
“Menurutku,
kau tak boleh bilang begitu denganku yang, selalu dikerjai sama pria-pria tua
tiap hari.” Keluh Soo Ji. Ji Ho pun meminta maaf pada temanya.
“Lalu Ho
Rang mana? Bukannya restoran tutup hari ini?” tanya Ji Ho mengingat satu
temanya.
“Dia lagi
uring-uringan sekarang.” Kata Soo Jin. Ji Ho kaget ingin tahu kenapa temanya
bisa seperti itu.
Ho Rang
membalikan tubuhnya ke kanan dan kiri seperti tak bisa tidur nyenyak, dalam
pikiran teringat kata-kata Won Seok “Tapi kau mencintaiku. Tentu saja. Kau tahu
sendiri, aku mana bisa hidup tanpamu. Tapi aku tidak tahu apa menikah itu sama
halnya dengan mencintai.”
“Pernikahan
itu soal merawat anak-anak dan bertanggung jawab Jadi mana bisa aku memikirkan
soal pernikahan sekarang? Cinta dan pernikahan kurasa dua hal yang berbeda.”
Ho Rang
akhirnya bangun dari tempat tidurnya mencoba menyadarkan diri, kalau Tidak ada
waktu baginya jadi seperti ini.
Soo Ji
membuka kotak ayam goreng di meja makan, lalu mendengar suara bel rumah. Ia
pikir kalau kurir lupa mengirim lobak, Ji Ho pikir tidak, karena lobaknya ada
ditangannya. Soo Ji akhirnya bertanya siapa yang datang. Ho Rang berteriak
kalau ia yang datang dan bergegas masuk setelah Soo Ji membuka pintu.
“ Ada
apa? Kukira kau tidak bisa datang.” Ucap Soo Ji melihat temanya langsung duduk
di meja makan.
“Rekomendasikanlah
beberapa buku buatku.” Kata Ho Rang. Soo Ji heran apakah buku untuk dibaca.
“Kenapa
kau butuh buku?” tanya Soo Ji sinis. Ji
Ho seperti bisa menebak temanya lagi uring-uringan, langsung bertanya buku apa
yang dibutuhkan temanya.
“Tentang
reproduksi umat manusia dan kebutuhan akan pernikahan.” Ucap Ho Rang. Ji Ho
pikir ini berhubungan dengan Won Seok dan Soo Ji ingin tahu keadan temanya
sekarang.
“Apa
pikiranmu terasa mau meledak karena mendengar alasan dia?” kata Soo Ji
“Tidak.
Pikiranku jadi lebih jernih sekarang. Dia mencintaiku, tapi dia tidak yakin
soal pernikahan? Jika dia bilang begitu, apa dia pikir aku bakal langsung...
mengatakan "Jika kau mencintaiku...,kenapa aku tidak berada di masa
depanmu?" Haruskah aku menangis sendirian di kamarku? Memangnya dia anggap
aku ini apa?” ucap Ho Rang dengan nada tinggi.
“Aku
mulai merinding. Kalau seperti ini
terus, maka dia bisa-bisa pergi ke Cannes.” Komentar Soo Ji
“Kalian
tahu, kan? Butuh waktu tujuh tahun memperbaiki Won Seok si lugu menjadi pacar
yang sempurna seperti sekarang ini. Tapi aku hanya melatihnya untuk menjadi
pacar sampai sekarang. Jadi sekarang, aku harus mengubahnya menjadi calon
suami. Aku mau ke toko buku, jadi SMS aku judul bukunya.” Kata Ho Rang. Soo Ji
menyuruh Ho Rang makan dulu.
“Tak
perlu. Aku tidak punya waktu mengobrol dengan kalian.” Kata Ho Rang bergegas
pergi.
“Seorang
pria kelahiran tahun 1994 minta nomornya si Ji Ho.” Kata Soo Ji. Ji Ho
berteriak kesal pada temanya.
Ho Rang
berhenti melangkah langsung bertanya jadi berapa umurnya. Soo Ji menjawab kalau
umurnya 24 tahun. Ho Rang kembali duduk
meminta Soo Ji agar mengeluarkan soju. Soo Ji terlihat bahagia.
Se Hee
melihat Ji Ho pulang lebih telat, Ji Ho berjongkoak melihat Se Hee sedang
membersihkan lantai dan bertanya apakah kucingnya muntah. Se Hee pikir seperti
itu karena baru melihatnya setelah pulang kantor. Ji Ho seperti panik berpikir Kitty sakit.
“Terkadang,
kucing muntah tanpa alasan..., tapi aku harus membawanya ke dokter hewan buat
berjaga-jaga.” Ucap Se Hee
“Kalau
kau besok lembur, maka aku bisa, besok sore yang bawa dia...” kata Ji Ho lalu
teringat ucapan Se Hee sebelumnya. “Aku
hanya merasa sedikit tidak nyaman. Dia
'kan kucingku..., tapi orang lain memanggilnya pakai nama lain. Jadi rasanya
tidak nyaman.”
Se Hee
melihat Ji Ho terdiam bertanya sore besok kenapa, Ji Ho mengaku kalau besok ia
sudah berkerja. Se Hee mengetahui kalau itu Kafe YOLO di dekat kantornya karena
melihat Ji Ho di dekat kantor siang tadi dan naik motor.
“Ya, tadi
aku pergi ke dekat situ. Kau melihatnya, kan? Pekerja sambilan di sana
menyuruhku ikut juga karena kami sibuk. Tapi dia itu suka mengerjai-ku. Sejak
hari pertama bertemu...” ucap Ji Ho langsung disela oleh Se Hee.
“Kau
sepertinya sejak hari pertama, sudah dekat dengannya... Si pekerja sambilan
itu.” Kata Se Hee seperti terdengar cemburu.
“Yah..
itu karena kami bekerja di kafe yang sama.” Pikir Ji Ho
“Kalian
hanya bekerja di sana, tapi sepertinya kau sangat dekat dengan si pekerja
sambilan itu. Kalau begitu, beristirahatlah.” Ucap Se Hee akan kembali ke
kamar. Ji Ho ingin bicara dengan Se Hee.
“Apa
mungkin kau marah padaku?” tanya Ji Ho. Se Hee mengaku tidak karena tak ada
alasan dirinya marah lalu kembali ke kamar.
“Benar
juga. Kenapa dia harus marah? Lagipula Mana mungkin dia marah. Mungkin dia
kecewa karena si kucing.” Komentar Ji Ho melihat Se Hee kembali ke kamar.
Se Hee
duduk dikamar dengan kucingnya, melihat foto profile Bok Nam, [Datanglah ke
Kafe YOLO, Usia 24, Tinggal di Seoul, Mahasiswa]
Flash Back
Se Hee
membuat kopi di pantry mendengar teman-temanya mengetahui kalau Bok Nam yang mendapatkan nilai panggil
tinggi yang sebelumnya bertemu diseberang jalan. Temanya melihat kalau
pria Mungkin kerja sambilan di Kafe
YOLO, karena kafe itu baru buka.
“Kudengar
Ji Ho juga lagi mencari pekerjaan sambilan Berarti, mereka pasti rekan kerja.”
Kata Sang Goo seperti tak ingin membuat temanya resah
“Tapi
pekerja sambilan macam apa yang mengendarai motor keren seperti itu. Bukankah
motor itu harganya kira-kira 40 juta?” kata pekerja yang lainya. Bo Mi pikir Bisa
jadi 2 kali lipat harganya.
“Kenapa
dia kerja sambilan, padahal dia punya motor mahal ini? Ini Tak masuk akal.”
Kata Bo Mi
Se Hee
terdiam dikamar kembali melihat foto yang diunggal Bok Nam didepan motornya,
dengan bertuliskan [Datanglah ke Kafe YOLO, Usia 24, Tinggal di Seoul,
Mahasiswa]
Won Seok
sibuk menyelesaikan formulir [Pendaftaran Tempat Hunian] lalu bertanya pada Ho
Rang apakah lampu kamar mau dimatikan,
Ho Rang menjawab nanti setelah menyelesai selesai menonton video. Won
Seok ingin tahu apa yang ditonton pacarnya.
Ho Rang memperlihatkan para pria yang sedang melakukan fitness.
“Ho
Rang.. Kenapa kau menonton itu? Kau bukan seperti biasanya.” Kata Won Seok
heran
“Maaf,
harap maklum... Aku lagi dalam masa suburku.” Ucap Ho Rang. Won Seok binggung
bertanya Apa hubungannya dengan video itu.
“Wanita
mengalami peningkatan hormon Luteinizing yang tajam pada saat seperti ini.”
Kata Ho Rang terlihat jenius dengan kacamatany. Won Seok binggung Hormon apa
yang dimaksud.
“Artinya,
menyebabkan kenaikan kadar estrogen. Itu Mungkin karena aku ingin sekali
menghasilkan keturunan, sampai-sampai secara naluriah aku ingin melihat pria
berotot ini.” Kata Ho Rang. Won Seok langsung membuka kancing piayamanya. Ho
Rang bingung apa yang akan dilakukan Won Seok.
“Jadi
barusan 'kan kau bilang, estrogenmu lagi banyak-banyaknya, 'kan? Jadi pacar
yang kuat seperti aku ada di sini, untuk mengeluarkan hormonmu. Aku harus
mencaritahu alasan keberadaanku malam ini.” Ucap Won Seok sudah siap menariknya
ke kasur.
Ho Rang
malah membuat Won Seok terlempar ke kasur, meminta maaf karena ia tidak bisa
melakukannya malam ini. Won Seok binggung untuk kesekian kalinya. Ho Rang
menjelaskan, kalau Memang benar hasrat seksual wanita lagi tinggi-tingginya
pada saat masa subur. Tapi tetap saja,
wanita tidak mengizinkan pria sebagai pasangan mereka.
“Secara
psikologis, para wanita mencari, seorang pria yang aman dan stabil yang bisa
melindunginya. Kita saja tidak punya niat untuk menikah, jadi kurasa tubuhku
secara naluriah menganggapmu sebagai faktor berbahaya.”kata Ho Rang
“Burung
tertentu juga seperti itu. Burung betina meninggalkan pasangan mereka jika si jantan
tidak membangun sarang yang stabil.” Kata Ho Rang memberikan perumpaanya.
“Aku tidak
tahu ada burung seperti itu... Berarti ini tentang binatang... Tapi kau dan aku
bukan burung.”ucap Won Seok
“Manusia
juga binatang. Apa Kau belum pernah baca "The Selfish Gene"? Tertulis
disana "Manusia merupakan mesin bertahan hidup yang diprogram secara
membabi buta untuk melestarikan molekul egois yang disebut sebagai gen."”
Kata Ho Rang
Won Seok
tak percaya kalau Ho Rang sudah membacanya. Ho Rang pun meminta Won Seok untuk
bisa maklum selama masa suburnya karena butuh sarana untuk melepaskan
keinginannya. Won Seok seperti sedih bertany pada Ho Rang, apakah mencintainya.
“Tentu
saja. Kau tahu sendiri, aku mana bisa hidup tanpamu.” Kata Ho Rang. Won Seok
pun meminta Ho Rang berhentilah menonton itu, dan tidurlah dengannya.
“Aku juga
mempertimbangkannya setelah mendengar pendapatmu. Ada kemungkinan aku bakal
hamil, jika aku tidur denganmu. Kita harus mempertimbangkan kemungkinan
risikonya. Tapi aku tidak bisa melakukan hal seperti itu dengan orang yang
tidak yakin. Jadi... Hanya karena aku mencintaimu, maka aku tidak akan tidur
denganmu.” Kata Ho Rang. Won Seok melonggo kaget.
“Ini
sungguh berat... Pikiran ini terlintas di benakku dari waktu ke waktu.
"Apa cinta dan hasrat seksual itu hal yang sama?"” kata Ho Rang.
“Ho
Rang... Dari mana kau beli kacamata itu?” tanya Won Seok. Ho Rang mengatakan baru
beli hari ini.
“Ada
pekerja baru di optik itu. Dia mirip seperti orang di video ini.” Kata Ho Rang.
Won Seok seperti kesal memilih pergi ke kamar mandi. Ho Rang seperti senang
karena Won Seok masuk ke dalam rencananya.
Ji Ho
keluar dari kamar bertemu dengan Se Hee yang akan berangkat ke kantor. Se Hee
melihat Ji Ho yang bangun pagi juga. Ji Ho mengataakn harus kerja mulai hari
ini. Keduanya akhirnya duduk di bus bersebelahan tanpa banyak bicara.
“Aku belum
sempat sarapan tadi.” Ucap Ji Ho memakan cookies bar, Se Hee menganguk
mengerti. Ji Ho pun memberikan satu buah untuk Se Hee karena enak sebagai
pengganti sarapan.
Se Hee
menerimanya dengan mengucapkan terimakasih dan menaruh dalam jaketnya. Ji Ho
ingin menekan bel kalau akan turun, tapi Se Hee lebih dulu membantu menekan bel
karena jaraknya yang dekat.
“Apa Kau
turun di halte berikutnya?” kata Se Hee setelah menekan bel. Ji Ho membenarkan.
“Kafe-mu
dekat perusahaanku.” Kata Se Hee. Ji Ho tahu lalu berpikir kalau memang Se Hee
ada waktu bisa datang, lalu kembali teringat perkataan Se Hee.
“Aku
ingin menghindari situasi di mana kita harus bertindak seperti pasangan yang
sudah menikah.” Akhirnya Ia pikir Se Hee tak perlu melakukanya dan bergegas
turun saat bus berhenti.
Se Hee
mendengar suara memanggil Nunna, melihat Bok Nam sudah menunggu Ji Ho di halte
bus dan bus pun pergi meninggalkan halte.
Ji Ho
kaget karena Bok Nam sudah memanggilnya “Nunna”. Bok Nam pikir apakah ia harus
memanggilnya “Hyung” menurutnya Ji Ho itu
manis, jadi Noona dan untuk selanjutnya
akan memanggil seperti itu. Ji Ho tak percaya Bok Nam memang benar-benar
berani.
“Tetap
saja, jangan terlalu santai padaku... Aku ini lebih konservatif dari yang kau
kira. Aku tidak ingin teman kencanku memperlakukanku dengan santai.” Kata Bok
Nam lalu pergi menaiki motornya.
“Apa ada pelajaran
privat yang mengajari orang keterampilan menggoda seperti itu? Daebak sekali
dia.” Kata Ji Ho tak percaya melihat sikap Bok Nam bisa mengambil hati wanita.
Ji Ho
mencuci bahan-bahan makanan, Bok Nam memberikan sekeranjang paprika meminta Ji
Ho agar mencucinya. Ji Ho menganguk mengerti dengan sekali menahan rambutnya
agar tak terkena air. Tiba-tiba Bok Nam yang sedari tadi melihatnya langsung
mengikat rambut Ji Ho. Ji Ho kaget, berpikir kalau ia bisa melakukanya sendiri.
“Aku
sudah hampir selesai.” Kata Bok Nam yang terlihat rapih mengikat rambut Ji Ho
dengan pita dibagian atas.
“Dari
mana kau dapat ikat rambutnya?” tanya Ji Ho. Bok Na mengatakan kalau tadi beli
waktu saat berangkat kerja.
“Noona,
kau kelihatan lebih cantik kalau rambutnya diikat seperti ini.” Puji Bok Nam.
Ji Ho pikir Bok Nam belum pernah lihat saat mengikat rambutnya. .
“Aku
belum pernah mengikat rambutku di sini sebelumnya.” Kata Ji Ho
“Itu...
aku bilang begitu karena kau mungkin terlihat jauh lebih cantik. Jadi Ikatlah
rambutmu, karena bagian Lehermu bagus.” Goda Bok Nam kembali yang membuat Ji Ho
terdiam.
Ji Ho
berdiri di belakang restoran, membaca pesan dari Soo Ji di grup
“Apa Kau
lagi kerja? Bagaimana si pekerja sambilan ABG itu?” tulis Soo Ji
“Apa dia
kaget waktu kau bilang sudah menikah?” tulis Ho Rang
“Tidak, dia
sama sekali tidak kaget.” Balas Ji Ho
“Apa?
Apakah dia masih mencoba menggodamu?” tulis Soo Ji
“Entahlah.
Aku tidak tahu apa dia hanya ingin main-main atau memang menyukaiku. Tadi saja,
dia membelikanku ikat rambut dan mengikat rambutku.” Cerita Ji Ho pada
teman-temannya dalam grup.
“Apa?
Hei. Bukankah itu namanya pelecehan seksual? Beraninya dia?”balas Soo Ji dengan
emoticon marah.
“Dasar
cabul... Kita harus kasih dia pelajaran.” Tulis Ho Rang dengan gambar wanita
marah
“Ji Ho,
tunggu sebentar... Kami sebentar lagi sampai.” Balas Soo Ji tak sabar melawan
laki Abg yang mengoda temanya.
Soo Ji
dan Ho Rang sudah sampai di cafe, tapi wajahnya langsung melonggo tak berdaya
melihat ketampanan Bok Nam. Bok Nam meminta maaf karen tadi Ho Rang yang pesan
tak pakai krim kocok, tapi lupa jadi
akan membuatnya lagi.
“Tidak
perlu. Tak apa... Berat badanku mudah turun. Jadi aku tak masalah pakai krim
kocok... Terima kasih banyak, Akan kuminum ini sampai habis.” Ucap Ho Rang
menebar senyum terkesima.
“Ini teh
lavender pesanan Anda. Itu masih panas, jadi pelan-pelan minumnya. Selamat
menikmati.” Kata Bok Nam pada Soo Ji. Ji Ho melihat temanya terpana akhirnya
mendekatinya.
“Hei.
Kalian tadi bilang pelecehan seksual dan mau
memberikan pelajaran.” Keluh Ji Ho kesal melihat sikap temanya.
“Kawan,
inilah kesempatanmu membuat kenangan seumur hidupmu.” Ucap Soo Ji terus menatap
kearah Bok Nam. Ji Ho menyuruh temanya diam karena perkataanya benar-benar
gila.
“Apa aku
tidak menikah saja? Aku rasa pengalamanku tidak cukup akan dunia ini.” Kata Ho Rang
Ji Ho
benar-benar tak habis pikir dengan dua temanya, Bok Nam memberikan senyumanya.
Soo Ji dan Ho Rang langsung melambaikan tangan Ji Ho terlihat malu melihat
sikap temanya.
Semua
pegawai mengupcakan Terima kasih, CEO Ma atas traktiranya. Sang Goo pikir tak
perlu seperti itu karena bos mereka, jadi hanya itu yang bisa dilakuakn bahkan
Biayanya pun tak sampai sejuta.
“Dan
makanan penutupnya, Nam Se Hee yang bayar.” Ucap Sang Goo. Se He melotot pada
temanya karena tiba-tiba ditunjuk.
“Kalau
begitu, ke tempat kafenya si Ji Ho kerja sambilan saja.” Kata Bo Mi. Se Hee pun
melotot kaget pada Bo Mi. Semua langsung setuju bergegas pergi dan Se Hee
seperti tak bisa menolak.
Ji Ho
melihat Se Hee dkk datang, sempat memberikan salam dengan membungkuk pada suami
kontraknya. Bo Mi dkk sibuk memilih cake yang akan dipesan lalu bertanya pada
Ji Ho mana yang special dari cafenya karena Se Hee yang bayar.
“Cheesecake
dan kue coklat sangat populer.” Kata Ji Ho. Bo Mi dkk sibuk memilih kue dari
blueberry cheesecak, cholcoate mousse, cheesecake, Tiramisu. Se Hee berjalan didepan kasir, Bok Nam bertanya apa yang mau dipesan.
“Tujuh
cangkir Americano.”kata Se Hee. Semua melonggo mendengarnya.
“Apa kau
mau memesan kuenya?” tanya Bok Nam. Se Hee dengan wajah datarnya mengaku tidak.
“Siapa
yang mau es kopi?” tanya Se Hee. Semua hanya diam. Se Hee pikir tak ada yang
mau.
Semua
duduk dengan wajah menahan malau, Sang Goo heran malihat Se Hee benar-benar tak
punya malu, karena harga kue tidak semahal itu dan tega tak mau mentraktir
mereka padahal gajinya yang paling besar menurutnya itu sangat memalukan
sekali.
“Sayangnya,
pengeluaranku untuk bulan ini juga paling besar. Kalau angsuranku rumahku lunas,
barulah...aku akan mentraktir makan malam perusahaan. Aku akan membelikan
kalian daging sapi.” Kata Se Hee. Semua terlihat bersemangat.
“Kapan
itu?” tanya Sang Goo. Se Hee dengan santai menjawab Tahun 2048. Ji Ho diam-diam
mendengar pembicaran sambil membersihkan meja.
“Apa
nanti aku bisa mengunyah dagingnya dengan semestinya? Apa kau pikir nanti masih
hidup?” ejek Sang Goo.
“Masih
ada 31 tahun lagi sampai 2048. Bukankah kau perlu hidup untuk mentraktir makan
malam perusahaan?” keluh pegawai lainya.
Bok Nam
datang membawakan piring-piring berisi kue, Bo Mi binggung melihatnya. Bok Nam
mengatakan Ini layanan dari mereka. Sang Goo pun mengucapkan terimakasih memuji
Bok Nam memang orang yang baik dan iSecara pribadi, ada yang ingin ditanyakan
pada Bok Nam.
“Apa kau dari
keluarga yang penuh kasih, bahagia, dan kaya? Aku lihat motormu di luar dan Motor
itu bukan hal yang dibeli, pakai uang sendiri karena harganya mahal. Apa kau
anak dari keluarga yang terkenal dan kaya raya? Kau mungkin kerja disini hanya
untuk cari pengalaman saja.” Kata Sang Goo.
“Tidak,
bukan seperti itu.. Aku baru pindah ke ruang semi-basement, agar bisa beli
motor itu.” Kata Bok Nam. Semua melonggo tak percaya.
“Kau
mengorbankan rumahmu demi sepeda motormu. Kau memang menjalani hidup YOLO... Kau
menjalani hidupmu.” Ungkap Sang Goo
“Aku hanya
hidup sekali. Aku tidak ingin menyia-nyiakan hidupku Untuk bayar angsuran
rumah. Kurasa orang yang "House Poor" agak menyedihkan” kata Bok Nam
seperti mengejek Se Hee.
“Kau tak
perlu berpendapat orang house poor agak menyedihkan. Setiap orang punya tujuan
yang berbeda.” Balas Se Hee.
“Mana
bisa itu disebut tujuan hidup. Itu artinya kau hanya tidak mengurus hidupmu. Bisa-bisanya
kau mengorbankan hidupmu demi punya rumah? Hidup itu harus dinikmati.” Kata Bok
Nam.
“ Kau
ingin percaya bahwa menikmati setiap saat dalam hidupmu. YOLO sendiri itu pola
belanja nihilistik. Penghasilanmu tak banyak dan kau tidak bisa menabung sama
sekali. Jadi kau hanya ingin menghabiskan semuanya, untuk melupakan situasi
menyedihkanmu.” Ucap Se Hee,
Bok Nam
seperti terdiam mendengar kata “Melupakan” lalu berkomentar kalau Pendapat Se
Hee yang sangat berbeda darinya, jadi
merasa kalau Se Hee pasti banyak belajar dan akhirnya menyuruh mereka agar
menikmati kue dan melupakan stres mereka hari ini. Semua pun terlihat senang
menikmati kue gratis dari Bok Nam.
Ji Ho
mengantar Se Hee sampai ke depan pintu, Se Hee berkata kalau mereka akan
bertemu dirumah. Ji Ho bertanya Apa nanti Se Hee pulang telat. Se Hee pikir Jika
tidak ada kerjaan mendadak, maka bisa langsung pulang. Ji Ho mengerti dan
mengucapkan juga kalau akan bertemu dirumah.
“Ji Ho ,
kau sendiri pulang telat?” tanya Se Hee seperti peduli dengan Ji Ho.
“Aku
juga, kalau tak ada kerjaan mendadak, maka aku bisa langsung pulang. Kenapa?”
kata Ji Ho. Se Hee mengaku cuma tanya saja lalu keluar dari restoran.
Bo Mi
keluar belakangan bertanya pada Ji Ho,
ingin tahu apakah kalau pria YOLO itu punya pacar. Ji Ho mengaku tak
tahu, tapi menurutnya tidak. Bo Mi mengangguk mengert lalu pamit pergi dan
memberikan semangat pada Ji Ho.
Bo Mi
jalan dengan Se Hee bertanya Apa yang akan dilakukan rekan kerjanya itu. Se Hee
sibuk melihat ponselnya tak mengerti maksud Bo Mi. Bo Mi memberitahu kalau Pria
Si YOLO itu menyukai Ji Ho, menurutnya Se Hee perlu mengkhawatirkannya. Se Hee
malah balik bertanya kenapa harus seperti itu.
“Kau 'kan
suaminya.” Ucap Bo Mi heran melihat sikap Se Hee yang datar.
“Meskipun
aku suaminya, bukan berarti aku berhak menyuruh istriku apa yang harus dilakukan
dengan kehidupan pribadinya. Bagaimanapun juga, itu tempat kerja yang dipilih
Ji Ho. Apapun yang terjadi di sana, itu tentang kehidupan kerja Ji Ho. Aku
tidak bisa menceramahinya karena aku suaminya.” Ucap Se Hee.
“Sudah
kuduga kau seperti ini, tapi pernikahanmu... mirip sekali dengan kau, Tuan Se
Hee.Walau begitu, kau harus menunjukkan rasa kecemburuan. Wanita terkadang suka
kekasihnya cemburu.” Saran Bo Mi. Se Hee binggung.
“Kau
bilang Kecemburuan? Apa Kau yakin sedang berbicara denganku sekarang?” kata Se
Hee heran
Bo Mi
pikir Se Hee itu sedari tadi cemburu, Se Hee mengatakan tidak. Bo Mi mengejak
kalau Se Hee hanya bolak balik baca ramalan cuaca selama satu jam. Se Hee
mengatakan Ada banyak hal yang perlu dibaca kalau soal ramalan cuaca. Bo Mi
bisa mengerti dengan nada mengejek berjalan pergi.
“Heii..
Apa-apaan sikapmu barusan? Bo Mi.., aku ingin kau minta maaf... Ini ramalan
cuacanya.. Aku bukan membaca ramalan cuaca Korea saja.” Tegas Se Hee
memperlihatkan ponselnya. Bo Mi berjalan cepat seperti tak bisa percaya begitu
saja.
Bersambung
ke Part 2
PS; yang udah baca
blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 &
Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar