So So
bahagia melihat foto Ma Roo yang ada di ponselnya, tiba-tiba Ma Roo datang yang
membuat So So kaget dan panik. Ma Roo heran melihat So So terlihat sangat
kaget, So So balik bertanya kenapa Ma Roo ada diluar. Ma Roo beralasan kalau So
So akan bosan sendirian.
“Bagaimana
dengan museumnya?” tanya So So menyembunyikan ponsel ditangannya.
“Aku
melihat Mona Lisa lalu segera keluar.” Kata Ma Roo seperti tak tertarik .
“Kau
tidak boleh berkeliling museum dengan setengah hati.” Keluh So Si Ma Roo mengoda
kalau takut So So akan bosan.
“Apa kau
akan menghiburku?” ucap So So. Ma Roo menganguk dan meminta So So memberikan
ponselnya karena akan memotretnya.
Sementara
di dalam Museum, semua hanya bisa melonggo karena banyak orang yang di depan
lukisan. Tuan Oh mengeluh sambil bertanya-tanya apa ini satu-satunya Mona Lisa
yang ada, bahkan semua orang berkerumun untuk melihat.
Kyung Jae
dan yan lainya berusaha mengambil gambar dari bagian belakang mengunakan
ponsel, sementara yang lainya mencoba melompat untuk melihat lukisan yang di
penuhi oleh pengunjung.
Ma Roo
mengambil foto So So dengan gaya seperti bersandar di dinding besar. So So melihat hasil foto hanya bisa mengeluh.
Ma Roo dengan bangga kalau itu bagus untuk foto pertamanya. So So menyuruh Ma
Roo untuk kembali mengambil fotonya. Ma Roo mengeluh karena So So ternyata
pemilih.
So So
mulai bergaya dan Ma Roo pun memberikan arahan yang benar, tapi karena terlalu
mundur membuat So So terjatuh. Ma Roo malah memuji So So yang sangat imut lalu
mengajak selfie dan memberikan ciuman di pipi pacarnya.
“Kau tidak
bisa memotret seperti itu. Cepat Hapus itu!” keluh So So kaget.
“Ini kan
teleponmu. Jadi Jangan menghapusnya, oke? Dan Sudah waktunya untuk berkumpul”
kata Ma Roo bergegas pergi. So So pun melihat jam tanganya kalau mereka sudah
terlambat.
Di
kantor, Nona Oh akan pulang dan sempat berjalan ke depan meja Ma Roo, sudah
kosong hanya tertinggal pohon kaktus yang dibiarkan diatas meja. Seperti masih
merasa sedih tapi demi perkerjaan harus melakukanya.
“Notre-Dame
de Paris hancur saat Revolusi Perancis abad ke-18. Itu dibiarkan sendiri sampai
awal abad ke-19.Tapi terlihat sangat mengerikan, sehingga kota ini
meruntuhkannya. Saat itulah seorang penulis yang ingin melindungi tradisi
katedral... dia mulai menulis. Hasilnya adalah...” ucap So So
“Dia menulis
"Notre-Dame de Paris," yang dikenal sebagai "The Bongkok
Notre-Dame." Novel Victor Hugo membawa banyak perhatian ke katedral. Dan
warga dikumpulkan bersama untuk melindungi katedral. Pada akhirnya, katedral
tersebut dibangun kembali, dan kita ada di sini untuk pemberhentian terakhir
kita. Sekarang, kita akan pergi ke pusat kota Paris.” Jelas So So
So So
mengajak mereka untuk berdiri melingkar dan saling berpegangan tangan, mereka merasa canggung tapi karena sudah
bersama-sama akhirnya saling pergengan tangan. So So memberitahu mereka
sekarang berada Titik nol dan juga disebut Point Zero dalam bahasa Perancis,
yaitu pusat kota Paris.
“Orang-orang
bilang, jika kau menginjak Point Zero, kau akan kembali ke Paris. Semuanya,
terima kasih sudah datang ke Paris. Dan aku bersyukur bahwa aku adalah pemandu kalian,
dari sekian banyak pemandu lainnya. Dan aku harap kalian menghargai dan
menyukai waktu yang kalian habiskan di Paris. Kuharap kita bisa bertemu lagi.” Ucap
So So
Semua pun
menjawab ya dan menaruh kaki diatas titik Nol, tapi hanya Nyonya Han yang tak
menaruh kakinya. Tuan Oh heran istrinya yang tak mau melakukanya. Nyonya Han
hanya bergumam kalau tidak bisa kembali
lagi. Tuan Oh menyuruh Nyonya Han agar segera menaruh kakinya.
“Berhentilah
berpikir bahwa kau akan mati.” Gumam Tuan Oh.
Flash Back
Tuan Oh
turun dari mobil menemukan baju pakaian istrinya yang dibuang, Ia langsung
mengambil baju-baju tebal istrinya ke dalam rumah.
“Apa kau tahu betapa gilanya aku? Aku
berdoa agar kau bisa hidup lama. Tapi kau sudah bersiap untuk mati sebelum
musim dingin. Kau tidak akan mati. Tidak semua orang meninggal karena kanker.”
Nyonya
Han menatap sedih karena penyakitnya tak mungkin bisa kembali lagi. Tuan Oh
akhirnya berjongkok menaruh pelahan kaki Nyonya Han agar menginjak titik
Nol. Semua pun terlihat bahagia karena berharap
bisa kembali ke Paris dengan foto saling berpasangan.
Ma Roo
menemui So So di lobby hotel menagih janjinya kalau akan menjawabnya hari ini Tentang lamarannya
kemarin dan menunggu sepanjang hari. So So bertanya apakah Ma Roo merasa lelah.
Ma Roo mengelengkan kepala.
“Apa kau
punya SIM internasional?” tanya So So. Ma Roo mengaku punya satu untuk
berjaga-jaga.
“Ada
suatu tempat yang ingin aku datangi, tapi aku terlalu lelah untuk menyetir.” Ucap
So So
“Kau
tidak akan naik bus, kan?” pikir Ma Roo. So So dengan bangga memperlihatkan
kunci kalau sudah meminjam mobil.
Direktur
masuk kembali ke dalam kantor sambil mengeluh karena tak menemukan kunci
mobilnya. Salah satu pegawai memberitahu kalau So So meminta jadi mengirimkan
kepadanya.
“Kenapa
kau mengirim mobilku ke So So?” ucap Direktur. Salah satu pegawai dari Prancis
menjawab dengan bahasanya. Direktur menyuruh mengunakan bahasa Korea.
“Dia
bilang Bos sudah mengizinkannya.” Ucap Si pria singkat.
“Keduanya
sungguh membuatku gila. Noonanya mengancam dan si adiknya berbohong. Lalu Apa
kode area nya?” kata Direktur. Si Pria korea menjawab 02. Tuan Oh terlihat
kesal heran karena itu nomor kode negara Seoul.
So So
berbicara di telp dengan Bosnya mengucapkan terimakasih dan berjanji anak terus
menjaganya. Tapi Direktur berteriak marah memanggil So So tapi So So langsung
menutup telpnya. So So memberitahu Ma Roo kalau Bosnya itu hanya menyuruh untuk
menjaga mobilnya.
“Apa ada
tempat yang ingin kau datangi?” tanya Ma Roo
“Tempat
dimana kita pertama kali bertemu.” Kata So So. Ma Roo pikir itu Bandara. So So
hanya mengubar senyuman.
Ponsel Yeon
Sung terus bergetar, Na Hyun melihat ponsel ayahnya hanya biarkan begitu saja. Yeon Sung keluar dari kamar
mandi dan akan memakai kaos kakinya. Telp Yeon Sung terus saja bergetar, Na
Hyun akhirnya memberikan ponsel pada ayahnya untuk mengangkatnya.
“Jangan
melakukan hal yang tak berguna.” Ucap Yeon Sung sinis dan keluar dari kamar. Na
Hyun hanya bisa melonggo diam karena ayahnya masih marah.
So So dan
Ma Roo sudah berada di dalam mobil di malam hari. Keduanya hanya terdiam, Ma
Roo melihat So So yang gugup memegang tanganya, So So pun mengengam tangan Ma
Roo yang mengemudikan mobil di tempat mereka pertama kali bertemu.
Kyung Jae
mempersiapkan kejutan di dalam kamar, lalu mengetuk pintu kamar mandi bertanya
apakah So Ran sudah selesai, So Ran mengatakan sudah selesai dan akan segera
keluar. Kyung Jae meminta So Ran agar segera keluar saja. So Ran keluar binggung,
karena Kyung Jae mematikan lampu kamar.
“Terima kasih
sudah berkencan denganku. Ini adalah layanan kamar anniversary ke-7.” Ucap Kyung
Jae memberikan sebuket bunga dan juga kue serta wine diatas meja.
“Aku
merasa seperti di Perancis. Terima kasih.” Ungkap So Ran dengan mata
berkaca-kaca.
“Aku
bersyukur kepadamu selama 7 tahun terakhir ini Dan aku akan terus bersyukur.” Ungkap
Kyung Jae duduk bersama pacarnya. So So juga merasakan hal yang sama.
“Ayo
keluar dan letakkan ini saat kita selesai. Apakah itu namanya Pont Neuf? Rupanya,
semua orang menempatkan gembok di sepanjang jembatan.” Ucap Kyung Jae
memperlihatkan foto dari internet.
“Aku
tidak yakin” kata So So melihat gembok berwarna merah. Kyung Jae memang tahu di
mana tempat dan alamatnya.
“Tidak..
Maksudku.. Apa cinta adalah sesuatu yang harus dikurung? Aku tidak yakin apa
itu benar untuk mengunci cinta seperti itu.” Jelas So Ran.
“Tentu
kita harus menguncinya. Ayo kita meniup lilin.” Kata Kyung Jae tapi saat itu
telpnya berdering sebelum meniup lilin.
Kyung Jae
langsung berteriak bahagia kalau dirinya sudah berhasil, dan yang menelp adalah
investornya. Ia dengan bahagia mengangkat telp dari seniornya kalau sedang
menunggu teleponya, tapi saat itu wajahnya langsung berubah kaget dan bergegas
masuk ke kamar mandi. So Ran hanya bisa menatapnya.
“Hyung,
Kau bilang aku melewati semua putaran.” Ucap Kyung Jae tak percaya
“Aku
yakin saat ini, tapi CEO kami menolaknya pada saat-saat terakhir.
kata si Seniornya.
kata si Seniornya.
“Tunggu,
Hyung-nim, masalahnya... Aku baru saja akan melamar. Untuk menceritakan
semuanya berhasil, dan kami bisa menikah sekarang...” kata Kyung Jae.
Seniornya
itu seperti tak peduli, berkata kalau sangat yakin orang lain akan memberitahu
saat kembali. Ia pun mengingatkan dengan
30 juta won yang dipinjamkan. Kyung Jae pikir seniornya itu
menginvestasikan uangnya. Seniornya mengatakan Kyung Jae ada kesalahpahaman
kalau ia meminjamkannya kepada Kyung Jae
dalam bentuk investasi.
“Bagaimanapun,
aku ingin kau membayarnya kembali. Aku
sedang membutuhkannya.” Kata Senior langsung menutup telp. Kyung Jae terlihat
frustasi ternyata semua yang diimpikan itu gagal.
Kyung Jae
duduk di dalam kamar mandi, So Ran hanya terdiam melihat lilin yang akhirnya
mati sendiri lalu berdiri didepan pintu menanyakan kedaaan Kyung Jae. Kyung Jae
meminta maaf dan meminta So Ran agar bisa menunggu dan bertanya apakah So Ran
bisa makan tanpanya.
“Aku
baik-baik saja, kau bisa keluar.” Ucap So Ran. Kyung Jae langsung menahan
gagang pintu agar tak terbuka.
“Tunggu.
Aku perlu menelepon lagi.” Kata Kyung Jae menahan tangisnya.
“Apa kau
ingin aku pergi? Apa kau butuh waktu sendiri? Aku akan pergi jalan-jalan.” Kata
So Ran lalu keluar dari kamar. Kyung Jae akhirnya hanya bisa menangis sendirian
tanpa So Ran mendengarnya.
So Ran
duduk di tepi sungai, Kyung Jae keluar dari kamar mandi melihat kue yang belum sempat mereka tiup. So Ran mulai berjalan.
Sebuah pesan masuk “Ini adalah hari terakhirmu. Ingatlah untuk mengendarai kapal
pesiar. Kau tahu pelayaran sungai Seine adalah yang terbaik bila kau sendiri,
bukan? Kudengar ada yang bisa menjadi pemimpin dalam sebuah film di kapal itu.” Kepala timnya terlihat semangat mengirimkan pesan
pada So Ran.
Ma Roo
sudah berhenti menyetir melihat So So tertidur dengan tangan yang terus di
gengam, lalu akhirnya So So terbangun dan melihat kalau mereka sudah sampai. Ma
Roo seperti tak yakin kalau disini mereka pertama kali bertemu. So So melihat
sebuah gereja seperti ada dibukit.
Nyonya
Han mengeluh sangat lelah, Tuan Oh pikir
istrinay bukan pengemudi perahu jadi hanya duduk saja. Nyonya Han mengaku tidak
dalam suasana hati yang baik dan mau
istirahat. Tuan Oh tak peduli menyuruh Nyonya Han segera masuk ke dalam kapal
persiar saja. Nyonya Han pun mengalah untuk mengikuti suaminya.
“Orang
harus lebih lembut seiring bertambahnya usia. Kau terus menjadi keras kepala.” Keluh
Tuan Oh diatas kapal persiar
“Apa Kau
senang?” tanya Nyonya Han. Tuan Oh mengaku sudah pasti bahagia.
“Jika
kita ke Perancis, maka harus naik ini.” Kata
Tuan Oh sinis.
“Maksudku,
apa kau bahagia karena kau selalu menang?” keluh Nyonya Han.
“Aku
tidak menang. Tapi Kaulah yang menang sambil
berpura-pura kalah.” Ucap Tuan Oh.
“Aku
harap kau berhenti mencoba untuk menang” keluh Nyonya Han. Tuan Oh menyuruh
istrinya agar menikmati saja pemandangannya.
“Wow,
kita harus benar-benar membuat restoran ikan mentah disini.” Ungkap Tuan Oh
bahagia.
“Aku akan
segera mati.” Kata Nyonya Han. Tuan Oh tak ingin membahasnya meminta istrinya
berhenti bicara.
“Aku akan
mati dan menderita kanker... Aku bilang aku sekarat.” Ucap Nyonya Han. Tuan Oh
menyakin kalau itu hanya omong kosong.
“Kau
tidak sekarat dan Siapa juga yang sekarat?” kata Tuan Oh marah
Nyonya
Han sudah tahu kalau Tuan Oh akan marah. Tuan Oh pikir mana mungkin tidak marah
dan ingin tahu kenapa Nyonya Han harus pergi dan terkena kanker, karena Seharusnya
memberitahuku lebih awal, tapi malah membuang pakaian, Mengambil foto
pemakaman, dan menangis sendirian.
“Kau
tidak pantas melakukan ini!” ucap Tuan Oh. Nyonya Han kaget karena ternyata
suaminya sudah mengetahuinya.
“Apa kau
menganggapku bodoh?!” kata Tuan Oh dengan nada tinggi. Nyonya Han tak habis
pikir dengan sikap suaminya sudah tahu tapi tetap saja keras kepala.
“Lalu,
bagaimana seharusnya? Apa Kau pikir aku akan menggendongmu ke mana-mana?” keluh
Tuan Oh.
“Ya, Aku
pikir kau akan melakukannya! Aku pikir kau akan menggendongku jadi aku tidak akan sakit lagi!” ucap Nyonya Han
“Dengan Merawatmu
dengan hatiku sudah cukup! Aku bukan kakakmu! Kenapa aku melakukan itu untuk
istriku?” ucap Tuan Oh sinis
Nyonya
Han benar-benar tak habis pikir dengan Tuan Oh yang tak tahu malu karena
mengatakan dirinya yang sedang sekarat dan melihat suaminya tidak sedih sama
sekali. Tuan Oh pikir Haruskah seorang pria, terisak di jalanan atau mencari
Tuhan dan Buddha lalu berdoa, menurutnya
Suami adalah langit dan istri adalah bumi jadi perlu untuk memenuhi perannya
sebagai kepala rumah tangga.
“Jika aku
menangis setiap hari...Jika aku menangis juga... kau akan merasa semakin lemah
untuk memenangkan pertempuran. Itulah sebabnya aku akan lebih sering tersenyum.
Aku... Ingin kau tersenyum sekali lagi. Aku tidak ingin kau sakit.” Ucap Tuan
Oh sambil menangis.
“Apa yang
harus aku lakukan? Aku belajar bahwa pria tidak seharusnya menangis. Aku menjalani
hidupku... seperti orang bodoh. Apa yang harus aku lakukan? Jika kau
meninggalkanku... Apa yang harus aku lakukan?” ungkap Tuan Oh yang memendam
rasa sedihnya sendiri.
“Kau
sudah belajar dengan baik. Siapa yang mengajarimu hal seperti itu?” keluh
Nyonya Han yang ikut menangis. Tuan Oh masih terus menangis tanpa henti. Nyonya
Han meminta suaminya untuk berhenti dan mengaku kalau itu memang salahnya.
“Aigoo...
Aku sudah menyuruhmu berhenti.” Ucap Nyonya Han memegang wajah suaminya yang
terus menangis.
“Jangan
sampai sakit.” Ucap Tuan Oh. Nyonya Han berjanji kalau tidak akan sakit.
“Benar!..
Benar begitu. Jangan sakit!” kata Tuan Oh terisak. Nyonya Han pun akhirnya
memberikan ciuman pada suaminya. Mereka berciuman diatas kapal persiar.
Flash Back
Tuan Oh
menuliskan doa dalam buku geraja “Sayang, jangan sampai sakit. Mari kita hidup bahagia, untuk waktu yang sangat lama. Aku ingin
melihat wajah sehatmu setiap hari Aku berharap hanya ada hari-hari bahagia yang tersisa.”
Ma Roo dan
So So menaiki tangga bersama, lalu So So memberitahu kalau ditempat itu mereka pertama
kali bertemu. Ma Roo pikir mereka pergi ke tempat ini pada hari ketiga. So So menceritakan kalau diberitahu
bahwa akan bertemu cinta sejatinya di tempat ini.
“Mereka
bilang ia akan membawaku ke kaki
malaikat. Aku pikir itu omong kosong. Tapi... aku bertemu orang itu.” Ucap So
So. Ma Roo bertanya Siapa itu orangnya.
“Kau...”
jawab So So. Ma Roo binggung kalau ia dianggap sebagai cinta sejatinya. So So
pikir seperti itu .
“Kau bilang
tidak percaya pada takdir.” Kata Ma Roo. So So mengaku kalau akan
mempercayainya sekarang.
“Lalu... Kita
mungkin 2 orang yang harus bertemu. Itulah kenapa... Kita akan bisa bertemu lagi,
meski kita putus.” Ucap So So
Ma Roo
kaget kalau mereka berdua akan putus. So
So mengaku selama ini merasa seperti sedang bersama pacarnya sepanjang hari dan
sangat senang karena ingin kembali ke Korea bersamanya. Ia tidak tahu rasanya
nyaman, dan merasakan kekuatan takdir.
“Tapi...
ada sesuatu yang lebih penting daripada takdir.. Yaitu .. Aku.. Aku masih perlu
lebih mencintai diriku sendiri... Jika aku tidak bisa mencintai diri sendiri,
maka Aku akan mencoba mengisi kekosongan itu... Dengan cinta dari orang lain.” Ucap
So So
So So
mengutip kalimat "Berikan lebih banyak perhatian padaku. Cintailah aku
sedikit lagi. " Ia pikir akan berakhir bersembunyi di balik cinta Tanpa
bisa melakukan apapun. Ma Roo bertanya apakah So So ingat ketika ia mengatakan
bahwa So So adalah wanita yang keren.
“Tapi kau
bertindak bodoh. Apa yang kau takutkan?” ucap Ma Roo
“Jatuh
cinta.... Aku takut cinta ini akan menyakitkan.” Kata So So. Ma Roo pikir itu tak
benar da tak akan pernah.
“Aku akan
sering meneleponmu, dan mengunjungimu ke Perancis kapanpun aku bisa.” Kata Ma
Roo.
“Jangan
telepon aku, karena Ini akan dimulai dengan panggilan setiap hari. Tapi
kemudian akan seminggu sekali, sebulan sekali. Aku tidak ingin memudar...
Seperti itu.” Ucap So So
“Lalu...
apa kita putus sekarang?”tanya Ma Roo menahan rasa sedihnya. So So mengangguk
dengan mata berkaca-kaca.
“Jika
kita... kebetulan benar-benar bertemu, seolah itu takdir. Lalu... saat itu... Aku
tidak akan takut lagi.” Ucap So So. Ma Roo menjawab dengan anggukan. So So
meminta agar Ma Roo mengatakan sesuatu.
“Tolong
jangan hapus fotoku.” Kata Ma Roo. So So menganguk setuju. Ma Roo pun menerima
keputusan So So untuk mereka mengakhiri hubungan ditempat mereka pertama kali
bertemu.
Bersambung
ke episode 12
Tidak ada komentar:
Posting Komentar