Ji Ho
keluar kamar menerima telp dari ibunya, terlihat kaget karena di malam
hari. Orang tua Ji Ho sudah menunggu
dirumah sakit dengan wajah gugup melihat Ji Ho akhinya datang. Ji Ho bertanya
apakah belum lahir. Ibunya memberitahu
kalau adiknya baru saja masuk jadi mungkin Sebentar lagi lahir anaknya.
“Bayi Ny.
Lee Eun Sol sudah lahir.” Ucap Perawat mengendong seorang bayi dari ruangan.
Mereka semua menyapa bayi mungil yang lahir keduanya.
“Pasti
susah datang ke dunia ini.” Ucap Ibu Ji Ho melihat cucunya adalah laki-laki.
“Ayah,
matamu... “ucap Ji Ho melihat ayahnya seperti terharu.
“Apa Kau
menangis?” ejek istrinya. Ayah Ji Ho mengelak kalau menangis dengan menahan air matanya.
Tiba-tiba
terdengar suara isakan tangis dari belakang, ternyata Adik Ji Ho menangis
sambil berjongkok, seperti tak percaya kalau memiliki anak dari istrinya.
Ji Ho dan
ibunya melihat si bayi depan jendela. Ji Ho menyadarkan kepala pada ibunya
kalau sekarang sudah jadi nenek sekarang. Ibu Ji Ho juga sadar kalau sudah menjadi
nenek. Ji Ho pikir Sungguh hal baik bisa
punya anggota keluarga baru.
“Memang
hal baik. Inilah hadiah terbesar yang bisa
kau dapatkan dalam hidup.” Kata Ibu Ji Ho bahagia.
“Ibu...
Kami akan bercerai. Kami rasa keputusan ini, hadiah yang tak sebanding dengan
ini.” Ungkap Ji Ho. Ibu Ji Ho menatap tak percaya.
Ibu Ji Ho
terlihat shock hanya diam saja. Ji Ho heran melihat ibunya tak memberikan
komentar. Ibu Ji Ho pikir ia harus
bilang sesuatu, menurutnya Kalau Ji Ho sudah membulatkan tekad, maka tak mana
pernah mengubah keputusannya.
“Kau juga
pasti bersikukuh dengan keputusan seperti ini dan keputusan itu pun akan menyulitkanmu
sesudahnya. Jadi Ibu bisa bilang apa lagi?” ucap Ji Ho
“Ibu....kenapa
tidak menceraikan Ayah saat itu? Waktu
itu aku umur 10 tahun. Ibu membawa Ji Seok dan aku ke rumah Kakek Nenek dan meninggalkan Ayah.”
Kata Ji Ho. Ibu Ji Ho tak percaya anaknya masih mengingat hal itu.
“Kau
tidak tahu 'kan kalau Ayah dan Ibu... menikah meski orang tua kami sangat
menentangnya? Kami ini bagaikan Romeo dan Juliet.” Ucap Ibu Ji Ho. Ji Ho tak
percaya dengan cerita orang tuanya.
“Kami
sangat dimabuk cinta. Ayahmu dan Ibu berjanji kami akan mati kalau kami tak
bisa bersatu. Saat itu, menikah, berat rasanya. Tapi setelah beberapa saat,
kami bahkan mempertimbangkan untuk
berpisah.” Cerita Ibu Ji Ho. Ji Ho ingin tahu alasan tak terjadi seperti itu.
“Ibu awalnya
berencana menceraikanny tapi aku tiba-tiba
melihat ayahmu yang sedang tertidur. Lalu Ibu tiba-tiba teringat akan hari pacaran kami. Jika Ibu berpisah
dengannya, maka pasti merindukannya
seumur hidup. Dia pasti akan selamanya
bersemayam dalam hatiku dan Ibu pasti sangat merindukannya.” Cerita Ibu
Ji Ho tetap mencintai suaminya.
“Pria
itu... Begitu Ibu mulai berpikir seperti itu, maka aku putuskan harus tinggal
bersamanya... Jadi Ji Ho.. Semua orang
hidup dengan cara yang sama dan Tak ada bedanya. Namun menyimpan dengan baik saku
bintangmu itu hal terpenting. Itulah yang terpenting.” Pesan Ibu Ji Ho.
Ji Ho
binggung apa maksdunya "Saku bintang".
Ibunya menjelaskan Meskipun hidup mereka hampir sama, terkadang ada momen yang
berkilauan, jadi Kapan pun itu terjadi, jangan disia-siakan. Ia berpesan agar
Ji Ho menyimpan moment itu di saku
bintangnya.
“Dengan
begitu, bila keadaan menjadi berat, atau
kau mulai jenuh..., maka kau bisa mengambil satu bintang dari saku bintang itu..., dan mendapatkan
kekuatan untuk bertahan.” Pesan Ibu Ji
Ho. Ji Ho pikir itu sebabnya.
“Aku akan
bercerai agar tidak akan kehilangan
bintang itu. Karena aku ingin saku bintangku dipenuhi oleh bintang yang
bersinar.” Kata Ji Ho dengan senyuman.
“Kau
sudah mulai bicara omong kosong... Hei, kau sebaiknya jangan kasih tahu ayahmu
soal perceraianmu. Aku yakin dia akan menggundulimu dan melemparmu ke ruang bayi yang baru lahir.” Ucap Ibu Ji
Ho berdiri dan mulai marah.
“Jadi
kapan aku bisa memberitahunya?” tanya Ji Ho binggung. Ibunya pikir tak mungkin
tahu.
“Kaulah
yang urus sendiri... Dasar bocah...kau bilang
Cerai ?!!!” keluh Ibu Ji Ho berjalan pergi.
“Ini
Sungguh sakit. Perkataan indah Ibu isinya kalau keluarga itu hadiah. Tapi rasanya
aku malah dimarahi. Pernikahan itu suatu hal yang bersinar.” Gumam Ji Ho hanya
bisa menyadarkan kepalanya.
Ia akan
melihat adiknya di dalam ruangan, Sang Adik sedang menemani istrinya yang masih
tertidur dan memberikan ciuman di dahinya. Ji Ho hanya melihat dari kejauhan
seperti bisa tahu kalau adiknya sangat bahagia.
Ibu Ji Ho
melihat suaminya yang lelah duduk diruang tunggu sambil terkantuk dan
mengajaknya pulang, tapi Ayah Ji Ho seperti
manja langsung berbaring di pangkuan istrinya. Ibu Ji Ho pun membiarkan
suamianya tertidur di pangkuanya.
“Pernikahan itu...suatu hal yang
membuatmu mengingat lagi kenanganmu walau kau benci pernikahan.Kami terlalu
gampang memutuskan untuk menikah.”
Ji Ho
pulang dengan menaiki bus sambil melamun, lalu melihat surat Kontrak Pernikahan
Berjangka Dua Tahun di kamarnya. Saat itu Se Hee datang melihat Ji Ho yang
membereskan semua barang dalam tasnya.
“Untuk pertama kalinya...,aku
merasa malu karenanya.”
Ji Ho
akan pergi dengan membawa tasnya, lalu mengajak Se Hee agar berjabat tangan. Se
Hee pun menjabat tangan Ji Ho. Ji Ho berharap Semoga berhasil Untuk mereka
berdua Karena ini perceraian pertama. Se Hee menyetujuinya agar Ji Ho juga bisa
berhasil.
“Karena
hubungan kami bermula dari jabat tangan..., maka kurasa untuk mengakhirinya
juga harus dengan jabat tangan. Bagian
pertama dari hubungan kami memang
pernikahan..., tapi aku ingin bagian kedua kami adalah cinta.” Gumam Ji Ho naik
bus dengan memegang foto pernikahan dengan Se Hee yang saling berjabat tangan.
[Episode 16: Karena ini Kehidupan Pertamaku]
Manager
Park berjalan bersama dengan 3 orang anak buahnya, bertemu dengan Sang Goo yang
akan naik lift. Keduanya saling menyapa
karena sudah lama ta bertemu. Sang Goo melihat hidung Manager Park yang
diberikan plester.
“Aku
jatuh waktu mau pulang karena habis minum-minum.” Kata Managar Park. Sang Goo
hanya tersenyum seperti tahu itu akibat dari pukulan Soo Ji. Akhirnya keduanya
masuk ke dalam lift bersama.
Manager
Park mengetahui Sang Goo yang sudah dapat dana dan mengucapkan selamat. Sang
Goo mengucapkan terimakasih, lalu berkomentar kalau tidak lihat Asisten Woo.
“Dia
mengundurkan diri. Apa Kau belum tahu?”
Manager Park. Sang Goo seperti baru mengetahuinya.
“Ya.
Makanya aku benci kerja sama wanita. Mereka hanya bekerja sampai mereka menikah. Mereka tidak tahu tanggung
jawab untuk menopang keluarga.” Komentar Manager Park mengejek pekerja wanita.
Keduanya
keluar dari gedung. Sang Goo pikir merkea
sudah lama tak bertemu adi mengajak untuk merokok saja. Manager Park
setuju menyuruh anak buahnya untuk pergi lebih dulu saja lalu mengeluarkan
rokoknya. Sang Goo menolak kalau sudah berhenti.
“Aku juga
tidak pernah suka merokok sejak awal.”
Akui Sang Goo. Manager Park menganguk mengerti.
“Tetap
saja, itu mungkin tidak menguntungkan dalam kehidupan kerjamu. Percakapan dan
sebagainya pasti lewat merokok.” Kata Manager Park
“Percakapan
dan kerugian seperti apa? Apa Maksudmu aku tidak akan menjadi bagian dari
percakapan konyolmu selama waktu merokokmu?” ucap Sang Goo. Manager Park
terdiam mendengarnya.
“Aku juga
tahu. Kau mungkin merasa seolah dikenali... jika kau bertingkah sok hebat dan
membuat lelucon seksual ke orang lain. Tapi bukankah hal seperti itu
harusnya sudah tak dilakukan lagi dari
SMP?.. Ahh.. Tidak. Anak SMP zaman sekarang sudah tak begitu lagi karena mereka
cukup pintar bisa membedakan mana perbuatan baik dan buruk.” Sindir Sang Goo.
Manager
Park binggung tak mengerti maksud ucapan Sang Goo. Sang Goo melihat seseorang dengan motor gede
memberitahu kalau pacarnya sudah datang dan menawarkan manager Park untuk
menyapanya. Manager Park kaget ternyata yang ada dibalik helm adalah Soo Ji
“Kau
keluar lebih cepat rupanya.” Sapa Soo Ji dengan gayanya.
“Ya...
Aku tadi bicara penting dengan Jin Ho..
Benar, 'kan?” kata Sang Goo berani mengunakan bahasa banmal. Soo Ji pun berani
menyapa Manager Park dengan panggilan Jin Ho.
“Hei..
Jin Ho, aku ini tiga tahun lebih tua
darimu. Jaga dirimu. Sampai jumpa lagi.” Kata Sang Goo lalu pergi dengan
dibonceng oleh Soo Ji. Manager Park hanya bisa melonggo.
Soo Ji
memilih beberapa bra dalam sebuah toko memastikan kalau yang dipilih bukan bra
berkawat. Sang Goo pun menemaninya dengan banyak tas belanja di tanganya. Soo
Ji akan mencoba bra pilihan di dalam kamar pas. Sang Goo melihat patung dengan
bra macan dan mengajaknya bicara.
“Cuacanya
dingin sekali, kau pasti kedinginan.. Aku
Ma Sang Goo. Senang bertemu denganmu... Wahh Kau pasti sering olahraga... Fighting
buatmu, ya.” Ucap Sang Goo seperti merasa bosan jadi mengajak bicara patung.
Sang Goo
sangat lelah merasa senang karena sudah selesai penelitian pemasaran dan memuji
Soo Ji yang sudah bekerja keras. Soo Ji pikir
masih banyak yang harus dilakukan yaitu harus mempersiapkan website... dan
mendiskusikan sampel-nya dengan desainer.
Pintu
lift terbuka, Soo Ji masuk membawa semua barang belanjan dari tangan Sang Goo,
lalu Sang Goo mengucapkan selamat tinggal. Soo Ji pun memuji Sang Goo yang sudah
bekerja keras.
“Dan
juga... kau jangan lupa makan.. Freelancer itu harus banyak makan.” Ucap Sang
Goo sebelum pintu lift tertutup. Soo Ji menekan kembali pintu lift agar
terbuka.
“Oppa...
Apa Kau mau makan ramyeon di rumahku?” ucap Soo Ji yang artinya mengajak Sang
Goo untuk menginap.
“Aku
tidak akan mudah tertipu lagi.” Kata Sang Go. Soo Ji menyakinkan kalau kali ini
serius. Sang Goo menjerit bahagia dan langsung masuk ke dalam lift.
Won Seok
berdiri dalam ruangan kamarnya yang sudah kosong, Bibi Pemilik datang
memberitahu Tidak ada orang yang datang untuk melihat-lihat kamarnya dan nanti
kalau ada orang yang mau menyewa kamar. Won Seok menganguk mengerti.
“Kau
kenapa selama beberapa bulan terakhir
ini? Mukamu capek sekali. Pulanglah ke rumah orang tuamu dan makanlah makanan
ibumu. Jadi Cepat sembuh, dan kembalilah” pesan Bibi lalu pergi.
Won Seok
terdiam akhirnya keluar dari rumah dan duduk disofa luar, seperti sangat
terpaksa untuk keluar dari rumahnya.
Se Hee
mengendong Woo Ri dengan tiga orang yang ada dirumahnya. Si Penjual membawa
sepasang pria dan wanita menjelaskan Se Hee yang sudah tinggal selama sekitar tiga tahun dan memuji kalau Rumahnya bersih
sekali.
“Ini rumah
terbaik dengan dua kamar yang tersedia
sekarang. Kalian bisa menggunakan ruangan ini
untuk menyimpan pakaian kalian atau untuk anak kalian kelak.” Ucap si
penjual masuk ke dalam kamar Ji Ho.
“Ruangan
ini kelihatan sangat bersih dan Ventilasinya juga bagus.” Komentar sepasang
pria dan wanita.
“Tentu
saja, tak ada tempat yang seperti ini. Ayo lihat-lihat lagi.” Kata si penjual
mengajak keluar.
Si wanita
melihat ada sesuatu yang terselip dibawah kasur, lalu segera menaruh diatas
kasur karena suaminya sudah memanggil.
Akhirnya Se Hee pun mengantar mereka keluar dari rumah setelah
melihat-lihat.
Se Hee
menatap di ruang makan, seperti melihat bayangan Ji Ho yang duduk sambil makan
bimbimbap. Lalu ia menatap ke ruang Tv, bisa melihat bayangan Ji Ho yang
menonton TV lalu berbicara dengan Kitty kalau clubnya kalah.
Ia juga
bisa melihat Ji Ho keluar dari kamar mandi bergegas masuk kamar karena wajahnya
jadi kaku sekali. Se Hee pun membuka pintu kamar JI Ho, seperti bisa melihat Ji
Ho yang sibuk mengetik dan melakukan sesuatu diatas tempat tidurnya.
Se Hee masuk
kamar melihat ada amplop diatas kasur lalu mulai membacanya.
“Untuk Se Hee... Apa hari ini juga
kau menonton bola? Apa Kabar si Kucing, baik-baik saja? Sudah berapa lama waktu
terlewat sampai akhirnya kau menemukan surat ini? Pasti saat kau masuk ke kamar
ini setelah aku pergi.”
“Sebenarnya, aku pernah sekali
masuk ke kamarmu. Lalu aku melihat buku puisi kesukaanmu. Dan aku juga tahu
kalau CEO Ko pemilik buku itu. Maafkan aku.”
Ji Ho
menuliskan surat untuk Se Hee sebelum pergi dari rumah dan sengaja membiarkan
agar bisa ditemukan sendiri.
“Se Hee.. Konon, orang Mongolia
kalau mereka mati, jenazah mereka tidak dikubur atau dikremasikan. Tapi,
jenazah mereka diangkut dengan gerobak dan ditaruh di suatu tempat yang tidak
diketahui. Kemudian, orang Mongolia pergi ke tempat itu lagi dan memeriksa
jenazahnya.”
“Mereka berkabung jika mayatnya masih di sana. Tapi kalau tulang
putihnya masih ada..., mereka kembali dengan rasa kebahagiaan. Aku juga kalau kembali
lagi ke kamar ini setelah pergi..., aku penasaran apa yang akan tersisa dalam
hatiku.”
Won Seok
heran melihat Se Hee yang tak suka makan bersama tapi mengajaknya makan. Se Hee
mengaku Karena yang libur hari ini hanya mereka berdua. Won Seok pikir benar juga tapi heran karena
Se Hee. biasanya tidak suka makan di luar.
“Karena
aku tak ingin makan di rumah sendirian.” Akui Se Hee.
“Itu
Susah ‘kan, melupakan orang yang sering makan bersamamu?” ucap Won Seok lalu
membahas kalau rumah Se Hee yang akan dijual. Se Hee membenarkan.
“Lalu kau
nanti pindah kemana? Apa Kau sudah cari rumah baru?”tanya Won Seok.
“Yah,
pasti ada beberapa rumah di luar sana. Asal bukan rumah it, maka aku tidak
peduli dengan lokasinya.” Ucap Se Hee. Won Seok menegur Se Hee saat akan makan
daging yang belum matang.
“Aku
tidak peduli asalkan perutku terisi.” Kata Se Hee tetap makan daging yang belum
matang di panggang
“Tapi, Ji
Ho berlibur kemana?” tanya Won Seok.
Flash Back
Keduanya
saling berjabat tangan, lalu Se Hee bertanya apakah Ji Ho akan pergi ke tempat
yang jauh. Ji Ho menjawab itu Mungkin seperti itu.
“Apa Ji
Ho pergi ke tempat yang jauh?” tanya Won
Seok. Se Hee membenarkan.
“Kurasa
dia ada di Mongolia.” Kata Se Hee. Won Seok kaget mendengarnya.
“Ji Ho
memang tangguh. Apa Dia benar-benar
pergi ke Mongolia?” kata Won Seok.
Sementara
Ji Ho dan Ho Rang sedang ada di sauna sambil membaca komik, keduanya terlihat
bahagia. Ji Ho ingin memecahkan telur, Ho Rang menyuruh mengunakan kepalanya
saja. Ji Ho tak enak hati, tapi karena Ho Rang memaksa akhirnya memukul telurnya.
Ho Rang sempat kesakitan tapi wajahnya terlihat bahagia.
“Sudah
lama sekali kita tak menghabiskan waktu bersama seperti ini.” Ucap. Ji Ho. Ho
Rang membenarkan.
“Apa tak
masalah menghabiskan waktu denganku? Bukankah seharusnya kau liburan? Apa kau
tak ingin pergi, paling tidak ke Jeju?”
ucap Ho Rang
“Hei, aku
ini besar di dekat laut. Jadi Mana bisa aku liburan ke tempat yang mirip kampungku.” Ucap Ji Ho
“Benar
juga. Liburan tak perlu mewah-mewah dan Liburan seperti ini juga lumayan. Lalu
Bagaimana guest house itu? Apa Tak nyaman?” tanya Ho Rang
“Disana
Cukup menyenangkan. Aku jadi punya banyak teman
dari berbagai negara. Aku sekamar dengan orang lain, jadi tidak bisa tidur nyenyak.Tapi Selain itu, aku
baik-baik saja. Aku merasa seperti liburan
ke luar negeri.” Cerita Ji Ho merasa kalau sangat menyenangkan.
“Ji Ho...
Apa kau ingin tinggal di rumah atap kami sampai kau dapat tempat tinggal? Won Seok sudah pindah ke rumah orang tuanya.”
Ucap Ho Rang.
Ji Ho
pikir itu bagua karena Won seok bisa
makan bersama keluarganya. Ho Rang tahu kalau Kontrak tempat itu juga masih lama habisnya dan juga tidak terburu-buru
untuk mengambil depositnya jadi kalau tak keberatan maka Ji Ho bisa tinggal di
rumah atapnya.
Sang Goo
melihat sekeliling kamar Soo Ji dengan mencium sarung bantal. Soo Ji sudah siap
dengan panci ramyun diatas meja makan dan mengajak pacarnya untuk segera
memakanya. Sang Goo duduk di meja makan merasa
beruntungnya aku mencicipi ramyeon
buatan Woo Soo Ji.
“Kurasa
keinginanku dalam hidup ini sudah terpenuhi. Terima kasih makanannya.” Kata
Sang Goo bangga, tapi wajahnya langsung berubah ketika melihat ramyun yang
masih mentah di dalam panci dan berusaha untuk memakanya.
“Apa
rasanya Enak?” tanya Soo Ji. Sang Goo mengaku kalau rasanya enak walaupun
merasakan mie yang masih mentah. Soo Ji teringat kalau masih menyimpan kimchi
di kulkas.
“Kenapa
mie ini masih belum matang? Padahal ramyeon 'kan tak susah memasaknya.” Keluh
Sang Goo heran.
Soo Ji
memberikan sekotak kimchi agar Sang Goo bisa memakan dengan ramyun. Sang Goo
berusaha tersenyum sambil makan ramyun yang belum matang dan kimchi. Soo Ji membahas tentang Se Hee menjual rumahnya dan ingin tahu kemana
akan pindah.
“Aku juga
tidak tahu dan sudah lama tak ketemu dia. Dia ambil cuti 20 hari untuk
menyelesaikan liburan. Jadi perusahaan kami sekarat karena Se Hee. Aku tidak
tahu apa yang dia lakukan.” Ucap Sang Goo.
Soo Ji
menganguk mengerti lalu menyuruh Sang Goo agar menghabiskan makanya. Sang Goo
mengajak Soo Ji untuk makan juga. Soo Ji menolak menyuruh Sang Goo saja yang
menghabiskanya.
Se Hee
mambuk sambil terlentang nonton bola dan mengeluh kalau Sanchez sering sekali
mencetak gol. Lalu mengajak bicara Woori ingin tahu apakah memakai kalung itu sendiri, ata kakaknya si Ji Ho
yang mengalungkannya. Woori hanya menjawab sambil mengeong.
“Kenapa
kakakmu pergi padahal dia mengalungkannya ke kau? Apa alasannya? Apa Kau tahu
alasannya? Apa kau tahu bagaimana perasaannya?” ucap Se Hee yang mengajak
bicara kucingnya.
Ji Ho menonton
siaran bola dari ponselnya, salah satu temanya datang menyapa Ji Ho yang menonton
bola lagi hari ini. Ji Ho dengan bahasa inggris menajwab kalau kali ini pertandingan
penting. Nancy ingin tahu alasan Ji Ho suka sekali menonton bola karena
menurutnya agak membosankan
“Kau
Membosankan? Tidak seperti itu... Jadi
begini... Menonton saja itu tak penting.” Ucap Ji Ho lalu mulai kebingungan
dengan bahasa inggris untuk menjelaskanya.
“Jadi..
Sepak bola bukan soal sekedar menonton saja. Yang penting dengan siapa kau menontonnya.” Ucap Ji Ho akhirnya
mengunakan bahasa korea.
Ia
mengingat saat pertama kali bertemu dengan Se Hee menonton di ponsel, bahkan
tanpa sadar memukul pundak suaminya saat gol. Keduanya juga menonton di ruang
TV dengan wajah tegang saat akan mencetak gol.
“Kau jadi
bisa mengingat pertandingannya, tergantung kau menontonnya dengan siapa.” Ucap
Ji Ho
“Aku sama
sekali tidak mengerti omonganmu.” Komentar Nancy karena Ji Ho mengunakan bahasa
korea.
“Inilah
hasil mengerikan cara belajar bahasa Inggris di Korea... Coba saja kau tahu
bahasa Korea.” Kata Ji Ho
Nancy
seperti tak peduli karena memang tak mengerti lalu bertanya apa yang akan
dilakukan Ji Ho besok. Ji Ho dengan bahasa inggris menjawab mau buat kue. Nancy
heran ingin tahu kue untuk siapa. Ji Ho dengan bahagia kalau itu untuk mantan
suaminya lalu bergegas pamit pergi saat melihat Nancy yang melonggo binggung.
Seorang
guru mengajarkan dari depan counter untuk membuat adonan kue dari telur, tepung
dan gula dsb.
“Pikirkan
orang yang akan menerima kuenya. Kue itu bisa menjadi hadiah yang bagus untuk banyak kesempatan termasuk pengakuan
cinta.”ucap sang guru.
Ji Ho pu
mulai menghias dengan cream putih, lalu memberikan potongan strawberry, bubuk
coklat dan juga sebuah coklat yang dibuat seperti kucing.
“Wah...
Cantik sekali!.. Gambar rakunnya bagus sekali.” Ungkap si guru. Ji Ho melirik
sinis karena yang dibuatnya itu adalah kucing.
Se Hee
masuk ke kantor tak melihat semua orang dalam ruangan. Ternyata Won Seok dan
pegawai lainya sedang bertarung, kalau yang kalah, harus traktir makanan.
Keduanya bermain balapan mobil, Won Seok terlihat penuh konsetrasi sampai
akhirnya terpaksa kalah. Saat itu video pun disimpan untuk di tonton kembali. Mereka
lalu kaget melihat Se Hee ternyata sudah ada didepan pintu dan menyapanya.
Won Seok
memberikan kunci ditangan Se Hee berpikir kalau tempanya sangat kecil karena nanti tak nyaman. Se Hee
pikirhanya butuh tempat untuk tidur dan
makan, jadi Tidak mungkin tidak nyaman dan ia pun tidak akan membawanya sampai mati.
“Apa mungkin
kau dalam waktu dekat ini, mau
mengundurkan diri?” tanya Sang Goo panik mendengar Se Hee seperti kehilangan
gairah hidupnya.
“Belum.
Jatah cutiku 'kan masih ada. Jadi sebelum itu, aku takkan mengundurkan diri.” Ucap
Se Hee.
Ji Ho
masuk rumah Ho Rang dan melihat di dalam sudah ada dalas tidur dan beberapa
kotak, ia heran karena Struktur ruangannya tak asing. Ia melihat kotak kardus
berpikir Won Seok belum memindahkan semua
barangnya rupanya.
“Apa ini?
Kenapa nyaman sekali? Ini seperti tempat tidurku sendiri.” Ucap Ji Ho heran
setelah berbaring diatas alas tidur.
Ho Rang
membaca pesan Ji Ho “Ho Rang, aku baru datang ke rumah atapmu. Terima kasih.”
Tuan Shin datang dengan membawakan kopi, lalu memberitau sudah periksa kalender
dan hari pertama bulan Maret itu hari
Kamis.
“Jadi kita
bisa libur beberapa hari dari Senin, Selasa, Rabu, dan Jumat. Kita mungkin
punya cukup waktu pergi ke Bali.” Ucap
Tuan Shin penuh semangat.
“Apa Kau
mau ke Bali?” tanya Ho Rang. Tuan Shin pikir Sangat cocok bulan madu disana.Ho
Rang kaget mendengarnya.
“Ho
Rang... Maukah kau pergi ke Bali bersamaku tahun depan?” ucap Tuan Shin. Ho
Rang tak percaya kalau Tuan Shin seperti akan melamarnya.
Won Seok
membaca pesan yang dikirimkan Se Hee “Won Seok , terima kasih. Aku akan
menggunakan ruangannya baik-baik.” Lalu berpikir kalau pasti sudah selesai pindahan. Bo Mi melihat
Won Seok masih di kanto bertanya apakah tak pulang. Won Seok mengatakan kalau
sebentar lagi.
“Cuplikan
yang direkam tadi apa bisa kau putar?” ucap Bo Mi. Won Seok pun memutar dan
menonton kembali dengan Bo Mi.
“Coba
Lihat itu... Kau yang ambil start duluan... Tapi di tengah jalan, kau goyah
Lalu kau kehilangan langkahmu. Apa kau Bisa dilihat? Kau seharusnya membiarkan mobil depan melewatimu dan menyalip mobil
itu.” Ucap Bo Mi. Won Seok pikir benar juga.
“Bo Mi,
kau memang analis data yang hebat.” Puji Won Seok.
“Dua hal
yang paling kusukai cerita dan formula
permainan Dan yang kusuka selain itu, cerita formula permainannya.” Kata Bo Mi.
Won Seok tak percaya mendengarnya karena ia juga seperti itu.
“Jadi
bicara soal itu...” ucap Bo Mi. Won Seok menjawab “Ya”
“Kalau
kau ada waktu...,” kata Bo Mi. Won Seok kembali menyahut “Ya”
“Apa kau
mau jadi pacarku?” ucap Bo Mi to the point. Won Seok seperti terbiasa langsung
menjawab “Ya” lalu tersadar kalau tadi Bo Mi mengajaknya berkencan.
Se Hee
masuk kamar Ho Rang dengan membawa Woo Ri, Woo Ri sudah terlihat nyaman dirumah
baru. Sementara Ji Ho datang ke rumah lama Se Hee kaget melihat orang lain yang
membuka pintu. Si Pria pun bertanya siapa Ji Ho, tapi Ji Ho balik bertanya
siapa pria itu . Si pria memberitahu kalau baru saja pindah dan itu adalah
rumahnya. Ji Ho melonggo kaget karena Se Hee sudah pindah.
Ji Ho
naik bus tak percaya kalau Se Hee itu menjual rumahnya, padahal mantan suaminya
itu orang perfeksionis. Ia pun bertanya-tanya kenapa Se Hee harus menjualnya
dan penasaran ingin tahu keberadaanya. Setelah turun dari bus, Ji Ho mencoba
menelp Se Hee tapi ponsel Se Hee tertinggal di rumah.
Se Hee
pulang setelah membeli makanan di minimarket.
Ji Ho berjalan pulang bertanya-tanya keberadaan Se Hee karena tak
mengangkat telpnya.
Ji Ho
akhirnya duduk di depan teras melihat kue yang sudah dibuatnya, karena rencananya hari ini, ingin memulainya lagi dengan Se Hee
dan menuliskan dibagian kue kalau ini hari pertama mereka.
“Padahal
hari ini, aku mau melamar dia... Tapi Sepertinya kesempatanku sudah hilang.”
Ucap Ji Ho lalu seperti bicara pada Woo Ri kalau Se Hee yang mengangkat karena ingin tahu keberadaan
mantan suaminya.
“Aku ingin meninggalkan kamar
itu... dan mengelilingi Seoul selama berbulan-bulan untuk mengetahui apa yang
tersisa dalam hatiku.”
Ji Ho
teringat saat melihat note yang dituliskan Jung Min untuk Se Hee. Lalu Se Hee
yang mengajaknya untuk tidur bersama, tapi Ji Ho terbakar cemburu memilih untuk
menolak.
“Jujur, terkadang aku sangat
membencinya.”
Ji Ho
sambil menangis mengatakan Pernikahan berdasarkan cinta pasti membahagiakan
“Aku juga telah banyak terluka. Apa
kita memiliki saku bintang kita sendiri yang bisa menyatukan kita bersama sepanjang malam?”
Ji Ho
memutuskan kalau Kontrak mereka yang harus diakhiri.
“Apa adakah satu saku bintang untuk kita? Aku penasaran.
Sebenarnya, aku meragukannya. Tapi saat aku menoleh ke belakang..., apa yang
tersisa di hatiku bukanlah kebencian atau rasa sakit.”
Ji Ho
melihat catatan di notenya [Perkataan yang Se hee ucapkan.] wajahnya tersenyum
bahagia melihat foto nasi goreng buatan Se Hee.
“Melainkan kerinduan... Betapa aku
merindukannya.”
“Saku
bintangku sudah penuh. Tapi dimana dia sebenarnya?” ucap Ji Ho yang lelah
akhirnya membaringkan tubuhnya. Soo Ji
menelp Ji Ho bertanya apakah pindah ke rumah atap dan mungki saja bertemu dia.
Ji Ho langsung terbangun dan menoleh ke dalam ruamh seperti tak sadar kalau Se
Hee ada di dalam rumah.
PS; yang udah baca blog/
tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 &
Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat
nulisnya. Makasih. ^_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar