Se Hee
mencium Ji Ho karena ingin memberitahu yang namanya ciuman, lalu bertanya
Apakah Sekarang sudah mengerti Atau Haruskah mereka melakukannya lagi. Ji Ho
memilih untuk melakukan lagi dan mengalungkan tangan di leher Se Hee.
Keduanya
berciuman dengan sinar matahari senja, Ji Ho larut dengan ciuman Se Hee, sampai
tak sadar suara bunyi ponsel. Se Hee membuka mata memberitahu kalau ponsel Ji
Ho berdering, tapi Ji Ho tetap terus menciumnya, sampai akhirnya Ji Ho tersadar
dengan ucapan Se HEe dan buru-buru mengangkat telp dengan wajah malu.
“Ya, Bu.
Ada apa?” ucap Ji Ho mengangkat telpnya. Ibu langsung bertanya kemana mereka
berdua berpikir kalau tak akan kembali ke Seoul
“Ya
dimana lagi? Kami lagi di pantai... Sedang melihat-lihat saja” ucap Ji Ho gugup
karena ibunya menanyakan apa yang dilakukan disana.
Keduanya
terlihat canggung setelah berciuman. Se Hee pikir mereka harus pulang. Ji Ho
menganguk dan mengambil tasnya lalu bergegas pergi bersama suaminya.
Se Hee
mendengar Ji Ho berbicara ditelp, seperti terlalu marah sama ibunya. Ji Ho binggung kapan Se Hee mendengarnya,
lalu teringat tadi baru saja mengangkat telp ibunya setelah berciuman. Ji Ho
menjelaskan Suaranya memang semakin nyaring
kalau bicara mengunakan logatnya.
“Waktu
aku masih kuliah dulu, teman-temanku selalu bertanya, kenapa aku sangat marah
saat bicara sama ibuku lewat telepon.”
Ucap Ji Ho. Se Hee pikir benar juga.
“Dari
yang kuperhatikan hari ini, orang-orang
sini mengubah konsonan lemah menjadi
konsonan aspirasi atau konsonan keras. Misalnya, "baiklah"
kedengarannya seperti "baiklah". Terus, "aku akan
melakukannya" menjadi "aku
akan melakukannya".” Kata Se Hee dengan logat bicara yang berbeda.
“Apa kau
sudah menganalisisnya?” tanya Ji Ho heran melihat Se Hee masih bisa memperhatikanya.
“Ya. Aku
harus mengerti itu biar bisa buat kimchi. Dan
juga perhatikan kalau kata
"manis" jadinya seperti itu” kata Se Hee. Ji Ho bertanya kapan Se Hee
bisa mengerti logat daerahnya.
“Apa para
ibu-ibu itu menggodamu dan memanggilmu "manis"?” kata Ji Ho. Se Hee
mengaku bukan seperti itu.
“Bukan
aku. Tapi Ji Ho.. Mereka bertanya padaku, apa menurutku kau itu cantik.” Kata
Se Hee dengan wajah datar lalu mengajak segera pergi karena nanti ibunya
menelp. Ji Ho binggung melihat sikap Se Hee seperti tak punya perasaa dan
Kalimatnya belum diselesaikan.
Ji Ho dan
Se Hee keluar rumah, Se Hee mengucapan terimakasi atas kimchi dan juga akan
pamit pulang. Tuan Yoon terlihat setengah mambuk berpesan pada Se Hee untuk
selalu berhati-hati akan lalu lintas, Orang dan perang.
“Jika terjadi
sesuatu, kalaian langsung saja kemari.
Jika ada perang, Seoul-lah pasti tempat pertama perang terjadi. Jangan menunda
waktumu disana..., kalian langsung saja kemari.” Ucap Tuan Yoon..
“Pulanglah..
Besok kalian 'kan harus kerja.” Kata Nyonya Yoon melihat suaminya mulai ngawur
“Hei.. Menantu
mau kemana?” ucap si paman setengah mabuk. Se Hee menjawabharus pulang
sekarang. Nyonya Yoon menyuruh adiknya untuk masuk karena anak-anaknya itu
sibuk.
“Bukan
kau saja yang sibuk, tapi Aku juga.Kalau mau pulang, kau harus minum arak beras
ini. Jika tidak, kau tidak bisa pulang.” Kata si paman menangkan ke dalam
mangkuk. Se Hee menolak kalau harus berhenti minum.
“Aigoo. Apa
Kau barusan menolak minuman dari orang tua?” ucap si paman melotot. Ji Ho
langsung mengambil mangkuk dan meminum habis, dengan nada mengejek kalau
pamanya sudah puas.
“Tapi itu
bukan untukmu.” Kata si paman. Se Hee pun kaget melihat Ji Ho sebagai kuda
hitam untuknya.
“Paman..
Dengar, Jika Paman mengganggu suamiku lagi..., menantu Paman akan kumasukkan ke
gentong miras.. Paham?” ancam Ji Ho. Paman mengelak kalau tak mengganggunya.
Nyonya Yoon pun menyuruh si paman untuk segera masuk saja.
Ji Ho dan
Se Hee akhirnya pamit pulang, Ji Seok dan istrinya pun meminta izin untuk
mengantar mereka sampai ke terminal bus.
Ji Seok
tak percaya karean Sudah lama sejak Ji Ho terakhir melawan Paman itu. Eun Sol
yang duduk disamping penasaran, apakah
dulu pernah terjadi sesuatu sebelumnya. Ji Seok menceritakan dulu ada
anjing liar yang biasa dirawat sama Ji
Ho.
“Tapi
Paman itu malah mengambil anjing itu
untuk dipelihara” cerita Ji Seok. Ji Ho hanya bisa diam saja.
“Apa?!!!
Jangan bilang anjingnyamau dimakan sama dia.” Kata Eun Sol. Ji Seok pikir
Itulah alasannya di pelihara. Eun Sol ingin tahu kelanjutanya.
“Ya apa
lagi? Ji Ho langsung menyalakan mesin
penyiang tanah punya Paman itu dan membawanya ke dermaga. Lalu dia memaksa
Paman itu buat melepaskan anjing itu.” Cerita Ji Seok. Eun Sol tak percaya Ji
Ho berani melakukanya.
Ji Ho
pikir kalau itu kejadian masa lalu. Ji Seok pikir kalau kakaknya bertekad, maka tekadnya itu pasti terwujud lalu
mengejek kakak iparnya kalau, Se Hee akan terikat selamanya dengan kakaknya. Ji
Ho menyuruh adiknya menyetir saja, Se
Hee terlihat tak ambil pusing memilih untuk menatap ke luar jendela mobil.
Keduanya
pun sampai di terminal, Se Hee kembali mengucapkan terimakasih lalu berjalan pergi, tapi tiba-tiba menarik tangan
Ji Ho dan berada dalam dekapanya. Ji Ho kaget tiba-tiba Se Hee menariknya,
karena ada sepeda yang lewat.
Mereka
pun pamit pergi dengan Eun Sol merasakan sesuatu pada keduanya. Ji Seok
mengajak istrinya untuk pulang tapi Eun Sol masih terdiam, akhirnya kembali
mendekatinya.
“Kurasa
Ji Ho dengan Se Hee agak sedikit aneh.” Kata Eun Sol. Ji Seok binggung ada apa
dengan kakaknya itu.
“Mereka
kelihatan naif.” Ucap Eun Sol. Ji Seok pikir keduana pengantin baru jadi Wajar seperti itu.
“Bukan
seperti itu... Rasanya seperti saat kita
baru mulai berkencan.” Kata Eun
Sol. Ji Seok pikir tak mungkin karena Mereka itu sudah menikah lalu mengajak
segera pergi karena sudah kedinginan.
“Tapi pasangan
yang sudah menikah takkan pernah memasang wajah seperti itu.” Pikir Eun Sol
heran dan masuk ke dalam mobil.
Ji Ho
masuk lebih dulu ke dalam bus, memberitahu kalau kursinya dibagian depan dan Se
Hee duduk dibelakang. Se Hee menunjuk ke
tempat duduknya. Ji Ho pikir akan bertanya ke orang di sebelah Se He untuk bisa
tukar tempat duduk.
“Tidak
usah... Kita tinggal duduk saja di tempat yang sudah ditetapkan. Kurasa minta
tukar tempat duduk itu, tak baik menurut anggapan orang. Mungkin ini tak
penting, tapi sulit untuk menolak.” Ucap Se Hee dengan wajah datar.
“Ya.
Kalau dipikir-pikir, kau ada benarnya juga.” Ucap Ji Ho lalu akhirnya duduk
terpisah dengan Se Hee dengan wajah kecewa.
“Dalam
drama dan film-film saat aku melewati masa kecilku, berciuman itu merupakan suatu
bagian dari akhir yang bahagia. Namun..., kini aku mengerti kenapa ciuman itu harus
menjadi inti dari akhir yang bahagia” gumam Ji Ho
Ji Ho
mengeluarkan buku dengan masih melihat dibagian depanya [Teruntuk Se Hee,
cintaku dan segalanya] lalu ada Note [Jaga diri dan hiduplah dengan baik, tapi jangan pernah jatuh cinta lagi. Kau tak
layak mencintai.]
Ia lalu
menatap Se Hee yang duduk dibelakang, Se Hee pun menatap Ji Ho, Saat Ji Ho
sudah menatap kearah depan. Keduanya saling bergantian menatap.
“Kisah sebenarnya dimulai setelah ciuman. Dan orang-orang tidak ingin
menonton kebenarannya. Karena kisah nyata bisa sangat menyakitkan dan kelam
Ciuman maupun pernikahan bukan berarti itu akhir yang bahagia dalam kehidupan
nyata Drama antara pria itu dan aku kini baru bermula. Dan...keinginanku pun
kini baru bermula juga. Semua sel romantisku
di dalam diriku mulai memuncak.”
[Episode 12 -Karena ini Keinginan Pertamaku]
Ji Ho dan
Se Hee berjalan pulang masuk apartemen, pertugas melihat keduanya baru pulang
pagi hari. Ji Ho memberitahu kalau baru pulang dari rumah orang tuanya, lalu
bersama masuk ke dalam rumah menyapa si kucing.
“Apa
Kabarmu baik? Kami pulang cepat, 'kan?” Ucap Ji Ho pada si kucing
“’Kau
harusnya tadi tak usah pulang.Kau 'kan jarang pulang kampung.” Kata Se Hee.
“Tidak,
aku harus kerja... Bok Nam sudah menukar jam kerja denganku.” Kata Ji Ho
“Kalau
begitu, kau harus tidur dulu, walaupun
cuma sebentar.” Ucap Se Hee. Ji Ho pun menganguk mengerti.
“Aku
sudah bersenang-senang membuat kimchi, Pantainya juga.” Kata Se Hee. Ji Ho
mengaku kalau ia juga merasakan hal yang sama.
Se Hee
menyuruh Ji Ho masuk lebih dulu, tapi Ji Ho pikir Se Hee saja yang lebih
dulu. Se Hee mengatakan harus melihat Ji
Ho masuk dulu. Ji Ho pun akhirnya akan masuk kamar lebih dulu dengan memberikan
lambain tangan seperti masuk ke dalam rumah.
Di kamar,
Ji Ho melihat foto-foto yang dikirimkan adiknya saat Se Hee membantu membuat
kimchi dan terlihat foto pertama mereka untuk bukti pada orang tua Se Hee.
“ Kalau
dipikir-pikir...,tak ada foto kami yang
pas.” ucap Ji Ho. Sementara Se Hee masih duduk di tempat tidur, ternyata
mengambil foto JI Ho yang sedang duduk sendirian di pantai. Wajahnya terlihat
bahagia.
Ji Ho
akhirnya mengirim pesan untuk suaminya, “Apakah Sudah tidur?” Se He membalas
kalau belum tidur. Ji Ho menuliskan kalau Ada yang ingin tanyakan, dan saat itu
juga terlihat Ji Ho yang uring-uringan dikamar sambil menendang selimut dan
menutupi wajahnya.
“Kenapa
kau melakukannya? Kenapa kau bertanya padanya?” keluh Ji Ho kesal sendiri.
Se Hee
membaca pesan Ji Ho “Saat para ibu-ibu bertanya apa menurutmu aku cantik...,
Lalu kau bilang apa ke mereka?” Ji Ho masih terlihat malu, sampai akhirnya
pesan masuk ke dalam ponselnya.
“Aku
bilang ke mereka, kalau kau cantik.” Balas Se Hee. Ji Ho langsung tersenyum
seperti melayang-layang karena di puji oleh Se Hee.
Ji Ho
berbaring di tempat tidur dengan gelisah, matanya pun terbuka dan berbicara
sendiri kalau berandai-andai mereka bisa
tidur bersama di satu ranjang. Lalu ia kaget sendiri dengan ucapanya dan
langsung duduk diatas tempat tidurnya.
“Wahhh...
Kotor sekali pikiranku ini.” Ucap Ji Ho seperti shock dengan otaknya setelah
berciuman.
Won Seok
terbangun, melihat sudah tak ada Ho Rang disampingnya. Ia menemukan sebuah note
diatas tudung saji “Aku sudah berangkat
kerja. Panaskan supnya sebelum dimakan.”
Lalu melihatsarapan lengkap dengan telur gulung dan sup.
Ho Ran
bersama dengan anak TK yang ditemani ibunya, tak sengaja si anak menjatuhkan
bonekanya dan Ho Rang membantu mengambilnya lalu bertany mau kemana. Si anak
dengan gaya lucunya, mengatakan akan pergi Ke kebun binatang. Sang Ibu menyuruh
sang anak agar mengucapkan terimakasih. Si anak pun mengikutinya.
Mobil
jemputan datang, semua ibu mengantar anaknya masuk ke dalam jemputan. Ho Rang
hanya bisa menatap sedih karena keinginanya menjadi ibu rumah tangga belum juga
tercapai.
Ho Rang
duduk dibus menahan rasa sedih menatap ke arah luar jendelan. Won Seok menelp
bertanya apakah sudah berangkat. Ho Rang mengatakan ada di bus. Won Seok tahu kalau Ho Rang ada
shift pagi hari ini. Ho Rang membenarkan.
“Lalu
Kita nanti bertemu dimana?” tanya Ho Rang. Won Seok mengatakan kalau Teaternya
mulai jam 7 malam.
“Jadi aku
akan menemuimu di Daehangno.” Ucap Won Seok. Ho Rang mengerti dan akan bertemu nanti.
“Ho
Rang...Aku mencintaimu” kata Won Seok. Ho Rang seperti menahan rasa kecewa
menjawah dengan lemas kalau ia juga sama lalu menutup telpnya.
Soo Ji
sibuk memakai Bra yang dibelikan Sang Goo, sambil mengeluh kalau tak ada yang
nyaman dari sekian banyak bra yang dibelikan pacarnya, bahkan menurutnya
modelnya Jelek semua. Akhirnya Soo Ji membuka laptop dan mencari Key word [Pakaian
dalam sesuai permintaan]
“Bagaimana
kau memakai bra selama ini? Ini Pasti
sangat tidak nyaman.” Ucap seorang wanita setelah mengukur Soo ji.
“Kebanyakan,
aku jarang memakainya. Terasa Aneh kalau memakainya , ketiakku seperti tidak
nyaman tiap kali memakainya.” Kata Soo Ji yang lebih suka tak mengunakan bra.
“Itu
karena bentuk dadamu beda dari yang
lain. Semua wajah manusia beda-beda, begitu pula dengan payudara. Itua terlihat
dari Ukuran dan posisinya pun berbeda. Entah lebar atau sempit, tetap berbeda. Tapi kebanyakan orang tidak
tahu soal itu dan Mereka hanya memakai
bra saja. Wajar rasa tak nyaman itu tak bisa dihindari.”jelas si pembuat bra.
“Sepertinya
banyak orang datang kesini untuk pesan pakaian dalam sesuai permintaan.” Kata
Soo Ji melihat ada buku design dan bahan serta ukuran.
“Setelah
menikah, aku melakukan kerjaan ini, sebagai kerjaan sampingan. Entah kenapa
banyak pelanggan yang datang.” Kata Si wanita.
“Kau juga
punya banyak informasi. Bagaimana kalau kau membuat data saja dan membuat bra
sesuai dengan bentuk payudara yang
berbeda?” kata Soo Ji. Si wanita terlihat binggung.
“Ya.
Misalnya, bra untuk dada merpati, dada
rata, dan dada kendor. Golongkan produkmu dan rekomendasikan jenis bra
yang tepat pada pelanggan. Kemudian pelanggan
bisa memilih tipe dan melakukan
pembelian secara online tanpa harus datang kesini.” Jelas Ji Ho.
Si wanita
mengaku kurang tahu soal itu, karena hanya ingin memanfaatkan keterampilan yang dipelajari sebelumnya, Ia juga lebih
suka membuat bra sendiri pada setiap
pelanggan setelah berbicara dengan
secara langsung jadi melakukan seperti ini.
“Maaf,
aku terlalu bersemangat menyarankan buka toko online.” Kata Soo Ji. Si wanita
pikir tak masalah, karena Soo Ji memberikan saran untuk dirinya juga.
“Ini
karena aku memang tak pandai berbisnis saja.” Pikir si wanita. Soo Ji akhirnya
menanyakan harga bra dengan ngambil tasnya.
“Ya, 250
ribu won.” Ucap si wanita. Soo Ji melonggo kaget karena harga yang sesuai
keinginan sangat mahal.
Won Seok
masuk ke kantor kaget melihat Se Hee dada di kursi pijat, Se Hee terbangun melihat Won Seok merasa
kalau sudah ketiduran. Won Seok pikir
hari ini akhir pekan jadi kenapa datang ke kantor. Se Hee mengaku alasan datang agar bisa
dipijat.
“Kau
kemarin buat kimchi di kampungnya Ji Ho, kan?” ucap Won Seok. Se Hee
membenarkan.
“Kurasa
sakit ini juga tak bisa reda walau sudah pakai plester pereda nyeri. kau
sendiri, kenapa kemari? Apa Mau pijat juga?” tanya Se Hee
“Tidak,
aku mau berkencan... dan mampir sebentar untuk bekerja.” Kata Won Seok. Se Hee
pun mempersilahkan Won Seok agar bisa menikmati kencannya. Won Seok akan pergi
tapi kembali bertanya pada Se Hee
“Se
Hee... Kau sangat mencintai Ji Ho, kan?” ucap Won Seok lalu berpikir kalau
merasa tidak menanyaikan hal itu, lalu segera pamit pergi.
“Apa Kau
mau minum kopi bersamaku?” ucap Se Hee menatap Won Seok seperti mengerti
masalahnya.
Won Seok
sudah duduk diatap dan Se Hee datang membawakan kopi. Se Hee bertanya Apa
rencana pernikahan Won Seok tidak berjalan lancar. Won Seok juga tak tahu
karena merasa tak yakin apa rencana pernikahan atau hubungannya dengan Ho Rang
yang tak lancar Atau cintanya.
“Kurasa kalian
pasti sering bertengkar.” Komentar Se Hee.
“Kami memang
sering bertengkar, bahkan pernah saling
marah-marah di jalanan. Kami juga pernah melempar tulang iga di
restoran. Selama tujuh tahun terakhir, kami
selalu bertengkar seperti atlet bela diri. Tapi sekarang...” ucap Won
Seok sempat terdiam.
“Apa kau tahu
bagaimana hubungan kami belakangan ini?
Kami jarang bertengkar. Kami sadar berbeda pendapat...,tapi kami tidak
bertengkar. Karena jika kami bertengkar...” ucap Won Seok di sela oleh Se Hee.
“Mungkin tidak
bisa seperti semula lagi.” Kata Se Hee. Won Seok membenarkan.
“Sebenarnya,
Ji Ho dan aku tidak menikah karena cinta... Hanya saja, semuanya sesuai dengan
kepentingan kami. Makanya kami memutuskan menikah Karena kami saling merasa
nyaman. Tapi setelah itu...” ucap Se Hee terhenti.
“Apa Kau
mulai menyukai dia?” tanya Won Seok. Se Hee mengakuinya kalau sudah menyukai Ji
Ho.
“Aku menyadari
lewat pernikahan ini, hatiku... memungkinkan ada ruang dimana saat aku merasa
damai.” Ungkap Se Hee
“Berarti
memang benar cinta dan pernikahan itu dua hal berbeda.” Pikir Won Seok
Se Hee
menegaskan bukan seperti itu maksudnya,
menurutnya keduanya itu harus saling jujur. Ia tahu kalau pada dasarnya
manusia itu makhluk egois Dan perkawinan merupakan salah satu sistem di mana
keinginan egois muncul dengan sangat
jelas. Won Seok binggung apa maksudnya itu Keinginan
“Se Hee,
aku tak seperti itu... Aku hanya suka melihat senyum Ho Rang... Aku ingin
membuatnya bahagia. Dan yang paling penting,
tanpa Ho Rang. Maka aku tak bisa hidup. Kami sadar itu, jadi tidak bisa
saling jujur lagi.” Kata Won Seok.
"Aku
senang melihatmu tersenyum. Aku ingin membuatmu bahagia. Aku tidak bisa hidup
tanpamu." Yang kau katakan itu semuanya bermula, darimu sebagai subjek.
Kalimatmu tidak dimulai dengan lawan
bicaramu.” Ucap Se Hee lalu pamit untuk Won Seok menikmati kencanya.
Won Seok
terlihat masih terdiam, Se Hee berhenti berjalan bertanya pada Won Seok ingin
tahu bagamana orang-orang berkencan.
Ji Ho
membersihkan meja tapi pikiran malah membayangkan saat berciuman dengan Se Hee,
pikiran terus terulang sampai akhirnya Ia kesal sendiri karena pikiran kotor,
berusaha membersihkan meja seperti membayangkan otaknya yang sudah kotor.
“Kau
kenapa?” ucap Soo Ji melihat Ji Ho yang terlihat membersihkan meja dengan
berlebihan.
“Ini
jorok sekali.. Maksudku.. Meja ini jorok sekali... Kau habis darimana?” ucap Ji
Ho mengalihkan pembicaraan.
“Dari
toko pakaian dalam.” Ucap Soo Ji. Ji tahu tahu itu karena kejadian yang
sebelumnya.
“Wah.. Keren
juga. Haruskah aku mencoba juga? Pasti mahal, kan?” ucap Ji Ho. Soo Ji dengan
wajah sedih mengakui harganya sangat mahal lalu ingin melihat payudara Ji Ho.
Ji Ho binggung apa yang harus dilihat.
Keduanya
pergi ke tempat penyimpanan bahan, Soo Ji mengukur payudari Ji Ho agar bisa
menemukan bra yang cocok. Ji Ho binggung dengan Soo Ji yang akan memulai Bisnis
online. Soo Ji pikir Jika ada cara orang bisa mengetahui jenis bentuk
payudaranya, pakaian dalam “custom” bisa sangat populer. Ji Ho pikir tak ada
salahnya dicoba.
“Jadi Apa
kau mau mencobanya?” ucap Ji Ho. Soo Ji pikir tak mungkin karena sudah punya
pekerjaan.
“Ini
karena menarik. Jadi aku bisa melakukannya
untuk senang-senang saja. Dan bisa kasih materinya ke desainer.” Ucap Soo Ji
“Kenapa
kau tidak melakukannya saja? Kau 'kan selalu ingin buka usaha sendiri. Kenapa
kau tidak melakukannya saat punya ide sekarang?” kata Ji Ho. Soo Ji pikir tak
mungkin bisa berhenti dari kerjaannya.
“Memang
kerjaanku membuatku frustrasi, tapi gajiku cukup banyak. Dan. kau tahu sendiri
hidupku bukan untuk hidupku sendiri. Aku... Hidupku sangat berbeda dari
hidupmu.” Kata Soo Ji
“Maaf.
Hanya saja, aku tadi melihat matamu berkilau
saat kau membicarakannya.. Makanya aku bilang begitu.”kata Ji Ho. Soo Ji
seperti tak percaya kalau matanya seperti berkilau
“Apa
mirip seperti matamu saat kau membicarakan majikan rumahmu?” ejek Soo Ji. Ji Ho
mengeluh kalau tak ada hubungannya
dengan itu
“Aku
sangat penasaran. Apa Kau tak mau melakukan "itu" bersamanya?” ucap
Soo Ji. Ji Ho heran melakukan apa maksudnya.
“Kenapa,
kau 'kan suka dia. Kalian itu tinggal bersama. Apa tubuhmu baik-baik saja? Dia
di kamar sebelah. Bukankah kau
menginginkannya?” goda Soo Ji.
“Aku
tidak menginginkannya. Apa maksudmu? Kenapa aku merasa seperti itu?” kata Ji Ho
berusaha mengelak.
“Oh.. Ini
Menarik juga... Apa karena kau belum pernah pacaran Atau apa karena kau tidak
tahu apa-apa?” ejek Soo Ji lalu keluar dari ruangan.
Ji Ho
duduk di halte, mengingat kembali pembicaraanya dengan Soo Ji.
Flash Back
“Walau
begitu, kau tetap harus hati-hati, Ji Ho... Jangan kontak fisik sama dia, jika
kau tidak mau tidur dengannya.” Ucap Soo Ji. Ji Ho bingung kenapa harus seperti
itu.
“Kau
pikir kenapa lagi? Apa Kau tak ingat pacar pertamaku waktu kita kuliah dulu?” ucap Soo Ji.
Ji Ho
pikir yang dimaksud hanya memegang
tangan selama enam bulan. Soo Ji membenarkan kalau saat itu membuatnya sangat depresi karena pria itu lakukan tak
lebih dari itu. Jadi ia menyarankan Ji Ho jika tidak ingin ke hubungan yang
lebih jauh maka jangan pernah memulai apapun.
“Keinginan
pertama itu biasanya adalah keinginan yang terbesar. Apalagi kau belum pernah
pacaran. Rasanya seperti membuka kotak
Pandora. Kau mengerti?” ucap Soo Ji.
“Benar...
Ada hal yang tidak kupertimbangkan untuk pernikahan kontraktual ini. Aku dulu
sekolah di SMA khusus wanita dan semasa kuliah, aku tak pernah pacaran. Dari
sejak lahir, aku memang lajang. Itulah diriku. Dan aku sekarang tinggal sama
pria yang kusukai Dan dialah...yang membuka kotak Pandora milikku..” Gumam Ji
Ho merasa merana.
Tiga
orang pelajar sibuk dengan ponselnya, memujinya hebat karena baru pertama kali
melakukannya. Temanay pikir Biasanya
para pemula memang tak kenal takut karena
tidak tahu apa-apa. Ji Ho tiba-tiba ikut berkomentar kalau memang benar. Tiga orang
pelajar dibuat binggung memilih untuk menyingkir.
Ji Ho
kembali memikirkan ciumanya dengan Se Hee lalu mengumpat kesal pada dirinya punya
pikiran yang kosong sambil membungkukan badan dan memegang kepalanya.
See Hee
tiba-tiba datang duduk disamping Ji Ho berpikir kalau kepalanya sakit. Ji Ho
kaget melihat See Hee datang, sambil mengelengkan kepala bertanya kenapa datang
ke halte. Se Hee memberitahu adti mampir ke ke kantor dan datang untuk
berjaga-jaga.
“Karena
kukira kau sudah selesai bekerja. Ini akhir pekan. Apa ada yang ingin
kaulakukan?” ucap Se Hee. Ji Ho memikirkanya, tiba-tiba menatap bibir Se Hee
seperti ingin menciumnya.
“Tidak.
Aku tidak ingin apapun... Tidak ada yang kuinginkan.” Ucap Ji Ho menyadarkan
dirinya.
“Kalau
begitu..., Apa kau mau melakukan apa yang ingin kulakukan?” kata Se Hee mengulurkan
tanganya. Ji Ho terlihat bahagia mengapai tangan Se Hee.
Ji Ho
terlihat senang karena Se Hee berjalan terus mengandengan tanganya, Se Hee
melihat kerumunan mengajak untuk menonton bersama.Ji Ho menganguk setuju,
mereka menonton seorang pria yang menyanyikan sebuah lagu, dan Se Hee sempat
melepaskan tanganya karena memberikan tepuk tangan. Ji Ho terlihat sedikit
kecewa.
Bersambung
ke part 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar