Keduanya
berjalan pulang, Hong Joo memastikan kalau mereka sungguh akan pergi ke pantai besok, Jae Chan
sangat yakin jadi Hong Joo tidak perlu bertanya dua kali lalu meminta agar Hong
Joo mengambil libur juga besok, Hong Joo
pikir bisa karena ia sudah bekerja keras.
“Jangan
cemaskan aku. Periksa saja tempat-tempat tujuannya di internet.” Kata Hong Joo.
Jae Chan menganguk mengerti dan mengajak masuk ke rumah Hong Joo.
“Hei..
Masuklah. Kau harus pulang.” Kata Seung Won menarik kakaknya untuk pulang. Hong
Joo terlihat binggung begitu juga Jae Chan.
“Kudengar,
kau hanya akan tinggal di rumah Hong-Joo selama dua hari. Ini sudah lebih dari
dua hari. Jadi Ayo pulang sekarang.” Kata Seung Won
“Ya, tapi
barang-barangku masih di dalam rumahnya.” Kata Jae Chan.
“Tenang
saja. Bibi Yoon sudah mengantarnya tadi pagi. Jadi Berhentilah menyusahkan dan
pulanglah.” Kata Seung Won terlihat malu.
Jae Chan
pun setuju dan melambaikan tangan pada Hong Joo untuk bertemu besok. Hong Joo
heran dengan sikap ibunya yang berbeda pada Jae Chan bahkan seperti menyuruh
untuk segera pulang.
Nyonya
Yoon baru saja mengangkat jemuran melihat Hong Joo baru pulang, menyuruhnya
untuk bantu melipat. Hong Joo menatap ibunya, lalu membahas kalau ibunya sdah
mengantarkan barang-barang Jae-Chan ke rumahnya.
“Katanya,
dia hanya tinggal disini dua hari, 'kan?” kata Nyonya Yoon tak mau membahas
wajah anaknya.
“Tapi
terlalu kejam mengusirnya seperti itu. Apa dia membuat Ibu kesal atau menyakiti
perasaan Ibu?” kata Hong Joo. Ibunya mengaku tidak lalu masuk ke dalam kamar
Ibu Hong
Joo masuk kamar menatap foto Hong Joo dengan ayah dan ibunya secara terpisah,
lalu teringat saat Hong Joo menangis di rumah sakit.
“Tidak,
aku telah mengubahnya. Aku mengubah mimpiku, tapi situasinya malah semakin
buruk. Jika aku kehilangan dia seperti kehilangan Ayah, aku akan...” ucap Hong
Joo dan ibunya langsung memeluknya.
Saat
masih remaja, Hong Joo juga menangis seperti saat akan kehilangan Jae Chan. Ia
menangisi kepergian ayahnya
“Aku tak
bisa mencegahnya meski tahu Ayah akan meninggal... Ibu, aku tak bisa
mencegahnya... Aku tak bisa menyelamatkan Ayah. Ibu, ini salahku karena aku tak
bisa menghentikannya.” Ucap Hong Joo menangis.
Ibu Hong
Joo membuka laci dan mengeluarkan kotak cincin milik anaknya, lalu meminta maaf
pada Jae Chan karena tidak tega melihat
Hong-Joo, tersakiti lagi jadi tak ingin merestui hubungan keduanya.
Jae Chan
mencari tahu informasi pantai yang mana akan dikunjungi besok, menurutnya Laut Na, mungkin terlalu jauh untuk
liburan satu hari. Lalu ada pesan yang masuk ke dalam ponselnya dan belum
terbaca.
Jaksa
Park mengirimkan pesan “Aku mengirim ekstrak bawang ke alamatmu. Apa Sudah
diterima? Aku mendoakanmu setiap hari.”
Lalu
Jaksa Son “Jangan cemaskan kami. Jaga saja dirimu, mengerti?” Setelah itu Jaksa
Lee “Jangan paksakan dirimu. Beristirahatlah jika masih sakit. Aku pria yang
paling tampan di divisi kita tanpa kehadiranmu.”
Hee Mi
juga mengirimkan pesan seperti tanda sindirian “Ketidakhadiranmu bahkan tidak
disadari. Beristirahatlah sebanyak mungkin.”
Jae Chan melihat semua pesan rekan kerjanya merasa heran karena semua tiba-tiba
bersikap baik kepadany.
“Ahhh..
Aku tak peduli . Aku akan tetap pergi ke pantai.” Kata Jae Chan ingin lebih
lama cuti dan menghabiskan waktu dengan Hong Joo.
Halte bus
Hong Soo
dengan topi dan pakaian santai untuk ke pantai, dan melonggo melihat Jae Chan
dengan setelan jas dan kacamata hitam lalu bertanya apakah Jae Chan yakin
pakaiannya itu cocok untuk ke pantai. Jae Chan mengaku kalau ini setelan pantai yang biasanya, yaitu
Setelan jas, kacamata hitam, dan matras pantai di punggung.
“Ah,
kenapa busnya belum tiba?...” uap Jae Chan melihat ke arah datanya bus
“Kau
terlihat gelisah... Kau pasti mencemaskan orang yang menderita di kantormu.”
Kata Hong Joo
“Tidak,
aku tidak peduli... Lagipula, mereka bisa sedikit menderita di kantorku.
Maksudku, hanya aku yang dipukuli oleh para tersangka, dan ditembak. Aku sudah
sangat menderita. Ini terlalu tidak adil bagiku jika harus mengundurkan diri, Hanya
aku yang menderita jadi Ini sungguh tidak adil. Kesulitan semacam itu harus
didistribusikan dengan adil.” Kata Jae Chan yakin
“Sudahlah.
Kita bisa pergi ke pantai di lain kali saja. Kita harus bekerja.”kata Hong Joo
melepaskan kacamatanya dan juga Jae Chan.
“Kenapa?
Ayo kita ke pantai... Kau bilang ingin ke pantai.” Kata Jae Chan.
“Tidak
usah. Firasatku juga buruk jika kita pergi.” Ucap Hong Joo
“ Apa Kau
lihat? Aku membawa laptopku, untuk berjaga-Jaga jika harus bekerja. Mungkin
kita bisa menciptakan jalan baru jika mengerjakannya.” Kata Jae Chan penuh
semangat.
Hong Joo
menyuruh Jae Chan untuk berkerja saja. Jae Chan setuju akan kembali bekerja,
tapi akan langsung kabur ke pantai jika menyesal. Hong Joo pun meminta agar
memberi kabar karena akan kabur bersamanya kalau akan pergi ke pantai. Hong Joo
terlihat penuh semangat menunggu bus.
“Sudah
kuperingatkan, itu akan menjadi keputusan yang sulit. Kau harus menyiapkan
mental.” Ucap Hong Joo dengann memeluk Jae Chan dari belakang. Jae Chan sempat
terdiam, lalu menganguk mengerti.
Di sebuah
sekolah
Semua
anak bermain ditaman dengan topi warna kuning, salah satu anak tak memakai topi
sedang bermain bola. Tuan Moon menangkap bola yang bergulir melihat seorang
anak yang tak mengunakan topi si anak terlihat ketakutan.
Si anak
mengingat saat Tuan Moon mencekik Hwan dan menjatuhkan dari pintu lift, lalu
berlari meninggalkan tangga darurat. Tuan Moon tahu kalau anak itu yang
melihatnya dengan memakaikan topi yang ditemkanya pas dengan kepalanya.
“Itu
sangat cocok untukmu. Kau pernah melihat Paman, 'kan? Di depan lift.” Kata Tuan
Moon. Si anak mengaku Tidak pernah dan saking ketakutannya sampai kencing di
celana dan akhirnya berlari keluar dari sekolah.
Si anak
berada ditepi jalan dan terjatuh, saat Tuan Moon ingin menangkapnya. Petugas Oh
lebih dulu menangkap Tuan Moon dengan memborgol bersama dengan Woo Tak danditahan
atas tindakan penyerangan.Tuan Moon binggung,
“Dengar.
Aku hanya ingin bicara kepada anak itu.” Ucap Tuan Moon. Woo Tak langsung
memeluk si anak yang ketakutan dan mengendongnya.
“Kau
bilang apa kepadanya? Kenapa membuat celananya basah. Aku harus membawamu ke
kantor polisi dulu. Kau boleh menjelaskannya setelah kita tiba disana.” Kata
Petugas Oh mendorong Tuan Moon masuk ke dalam
Woo Tak
sudah mengendong si anak yang ketakutan, Petugas Oh memastikan keadaan anak
lebih dulu, lalu bertanya pada Woo Tak kaena bisa tahu kalau pria itu akan
membuat masalah dan mereka harus mengikutinya. Woo Tak mengaku akalu ia cukup
ahli membaca wajah.
“Apa aku
akan naik menjadi kapten?” tanya Tuan Oh penuh semangat. Woo Tak tersenyum
mengaku tak tahu.
Hong Joo
masuk ruangan dengan semua tatapan mengarah padanya, karena bajunya yang
terlalu mencolok. Doo Hyun senang mendengar Hong Joo yang datang ingin membahas
tentang asisten dosen itu, lalu baru tersadar melihat pakaian Hong Joo yang
full colour.
“Tentu
saja. Asisten dosen, yang memberontak terhadap Penulis Moon?” ucap Hong Joo
“Apa Kau
baru kembali dari melihat real estate atau apapun itu? Kurasa ini cara barumu
untuk memberontak kepadaku.” Keluh Doo Hyun
“Bukan
itu alasanku memakai pakaian semacam ini hari ini. Ayolah.. Ada apa dengan
asisten dosen itu?” kata Hong Joo sudah tak sabar mendengar perkembangan berita.
“Begini,
aku menelepon rumah sakit untuk memastikan apakah aku bisa, mewawancarai dia
dengan mewakilimu,. tapi mereka bilang kini dia
mengalami mati otak. Ternyata, hari ini organ-organnya akan didonorkan
kepada tujuh orang.” Jelas Doo Hyun
Hong Joo
teringat dengan mimpinya kalau Tujuh
orang dan yakin kalau itu pasti itu orangnya. Doo Hyun binggung tiba-tiba Hong
Joo yang berbicara sendiri. Hong Joo pun
langsung pamit pergi. Doo Hyun pun tak bisa menghentikanya dan merasa kalau
jabatan Hong Joo itu lebih tinggi darinya.
“Segera
hubungi aku jika tersangkanya tertangkap. Aku akan terus memeriksa ponselku. Selain
itu, tolong lihat apakah yang kuserahkan pagi ini telah disetujui.” Ucap Jaksa
Son bergegas membereskan barang-barang, Sekertaris pun mengangguk mengerti.
Jaksa Lee
masuk ruangan bertanya apakah Jaksa Son ingin pergi. Jaksa Son mengatakan harus
ke rumah sakit untuk menjenguk Chan-Ho. Jaksa Lee terlihat binggung dan kasihan
pada Jaksa Son yang harus seorang diri mengurus anaknya.
“Sepertinya,
putranya sedang sakit.” Pikir anak buahnya. Sek Tuan Park pikir seperti itu
karena Pasti itu dua kali lebih sulit karena janda.
Jae Chan
keluar dari lift melihat Jaksa Son dan Jaksa Lee berjalan dilorong, sambil
membentangkan tangan berharap mendapatkan sambutan, dengan berkata sekarang jauh lebih baik
berkat perhatian merek dan tahu kalau mereka sangat mencemaskan...
“Hei,
selamat datang kembali.” Ucap Jaksa Son lalu bergegas pergi, Jaksa Lee pun juga
hanya melihat Jae Chan kembali tanpa rasa peduli.
“Mereka
tidak terlalu mencemaskanku.” Kata Jae Chan melihat keduanya.
Jaksa Lee
masuk lift bersama dengan Jaksa Son, bertanya apakah Sesuatu terjadi kepada
Chan-Ho. Jaksa Son menceritakan anaknya mungkin akan menjalani transplantasi
ginjal hari ini. Jaksa Lee tak percaya aklau mereka sudah menemukan donor.
“Ya, dia
pasien mati otak... Kurasa dia akan segera divonis mengidap mati otak. Dokter
bilang, Chan-Ho dapat menjalani operasi saat itu terjadi. Ini Rasanya bagaikan
mimpi. Aku bahkan tidak percaya ini. Prosesnya akan lancar, 'kan?” ungkap Jaksa
Son tegang
“Tentu!
Segalanya akan lancar!” teriak Jaksa Lee penuh semangat dengan suara lantang.
“Aku
tidak mau membuat orang cemas. Kau paham, 'kan?” tegas Jaksa Soon yang sempat
kaget dengan teriakan Jaksa Lee.
“Aku orang
yang sangat berhati-Hati. Jika aku bermulut besar, semua orang di kantor kita
mungkin sudah tahu bahwa Kepala Park,. menjalani operasi plastik dan Jaksa Shin
menjadi Buddhis.” Kata Jaksa Lee.
Jaksa Son
kaget kalau Kepala Park menjalani operasi plastik. Jaksa Lee menceritakan Jaksa
Park yang kecanduan operasi plastik ringan menruutnya Jika melihatnya dari
dekat, akan melihat wajahnya yang sudah di permak. Jaksa Son juga tak percya
kalau Jaksa Shin penganut Buddha
“Dia
sangat menaati ajaran Buddha. Dia rutin pergi ke kuil,. untuk bersujud 108
kali. “ kata Jaksa Lee seperti berusaha untuk menghibur.
“Luar
biasa. Tak kusangka aku ketinggalan gosip.” Kata Jaksa Son dengan tertawa
lebar.
“Apa Itu
membuatmu agak tenang?” ucap Jaksa Lee bahagia melihat Jaksa Son yang bisa
tertawa. Jaksan Son tak percaya kalau Jaksa Lee berusaha membuatnya tertawa.
“Saat
tiba di rumah sakit nanti,tetaplah tenang dan santai seperti sekarang. Oke?”
kata Jaksa Lee. Jaksa Son pun mengucapkan
Terima kasih. Jaksa Son pun memberikan Semangat saat Jaksa Son keluar
dari lift.
Jae Chan
masuk ruangan heran karena kosong dan tak ada orang, Hyang Mi masuk ruangan
melihat Jae Chan langsung membalikan badanya. Jae Chan melambaikan tangan
dengan wajah bahagia menyapa sekertarisnya karena sudah kembali ke kantor.
“Selamat
datang kembali, Jaksa Jung.” Ucap Hyang Mi dengan berjalan mundur. Jae Chan
heran mlihat Hyang Mi seperti tak mau menatapnya.
“Kau lebih
suka melihatku dari belakang. Aku akan terus berjalan seperti ini di depanmu
mulai sekarang.” Ucap Hyang Mi. Jae Chan pun bisa mengerti.
Tuan Choi
masuk ruangan menyapa Hyang Mi, lalu kaget dan berkaca-kaca melihat Jae Chan
akhirnya kembali bekerja setelah cuci hampir 1 bulan. Jae Chan langsung
membentangkan tanganya, Tuan Choi berharap Jae Chan yang tidak memaksaka diri, bahkan melihat wajahnya
sangat kurusan.Jae Chan memeluk Tuan Choi dengan penuh rasa bahagia.
“Penyidik
Choi, hanya kau yang menyambutku.” Ungkap Jae Chan. Tuan Choi pikir Semua orang
sangat merindukan Jae Chan.
“Tidak,
sepertinya hanya kau yang merindukanku.”kata Jae Chan karena tak ada yang
memeluknya seperti Tuan Choi.
“Kalian
bisa meneruskannya nanti... jadi Tolong tangani ini dulu.” Kata Hyang Mi
berjalan mundur memberikan berkas. Jae Chan bertanya berkas apa.
“Dokumen
untuk inspeksi. Proses transplantasi organnya akan dimulai seusai inspeksi, jadi,
kau harus langsung menanganinya.” Ucap Hyang Mi.
Jae Chan
melihat berkas tertulis "Permintaan Izin Pengangkatan dan Transplantasi
Organ" lalu teringat dengan ucapan Jae Chan “Jika yang kulihat di mimpiku
benar terjadi, maka kau akan langsung melakukan inspeksi saat kembali bekerja
besok.” Tuan Choi heran melihat Jae Chan
hanya diam saja.
“Kau
harus segera meneken dan mengirimnya. Mereka tak bisa memulai operasi transplantasinya
tanpa dokumen itu.” Ucap Tuan Choi
“Penyidik
Choi, bagaimana jika pria ini mengalami mati otak, bukan karena kecelakaan? Bagaimana
jika dia dipukuli oleh seseorang?” kata Jae Chan.
“Ya
ampun, berarti jangan izinkan proses transplantasi organnya. Kita harus
menjalankan autopsi.”kata Tuan Choi
“Penyidik
Choi, ayo kita ke RS Universitas Seogu sekarang.” Kata Jae Chan. Tuan Choi
bingung untuk apa mereka melakukanya.
“Kurasa
aku harus menyelidiki kasus ini sebelum mengizinkan ini.” Kata Jae Chan keluar
dari ruangan. Tuan Choi pun tak bisa menolaknya.
“Apa Dia
menyelidiki lagi saat baru kembali? Yang bisa dia lakukan hanyalah menyelidiki.
Mungkin dia pikir dirinya marmot tanah atau semacamnya.” Komentar Hyang Mi
“Aku
sempat lupa soal hal ini. Karena itu tak ada yang menyambutnya.” Kata Tuan Choi
dengan wajah cemberut mengambil jaketnya.
Keduanya
menunggu dilift terdengar bunyi ponsel. Tuan Choi melihat kalau itu bukan
ponsel miliknya. Jae Chan baru sadar kalau itu ponsel miliknya, ternyata Woo
Tak yang menelp. Woo Tak dengan suara berbisik bertanya keberadaan Jae Chan
sekarang. Jae Chan mengatakan sedang
menuju rumah sakit untuk menjalankan inspeksi.
“Hong-Joo
memberitahumu soal mimpiku, 'kan?” ucap Woo Tak. Jae Chan mengatakan sudah
mendengarnya.
“Kurasa
aku baru saja menangkap pelaku kasus itu,.. Profesor Moon Tae-Min.” Bisik Jae
Chan melihat Tuan Moon yang sudah diborgol. Jae Chan kaget mendengarnya.
“Kurasa
aku juga punya seorang saksi disini. Dia anak-Anak, jadi, pernyataannya tidak
konsisten, tapi cukup jelas. Kami akan mengalihkan kasus ini ke Polsek Hangang.”
Ucap Woo Tak melihat ke arah anak kecil yang dipeluk oleh Polwan agar tak
ketakutan.
Sek Hee
Mi keluar dari lift melihat Jaksa Jung sudah kembali dan bertanya apakah sudah
sembuh total. Jae Chan mengangguk dan masuk ke dalam lift meminta agar Woo tak
memberitahu secara detail kejadiannya.
Tuan Moon
berbicara pada Yoo Bum dengan ponselnya kalau
akan dipindahkan ke Polsek Hangang, karena diduga menyerang anak kecil
itu. Yoo Bum pikir Tuntutan penyerangan itu bukanlah masalah. Menurunta Jika
datang kesana, maka mereka juga akan
menyelidiki kasus asistenya, Hwan.
“Bukankah
kau bilang mereka takkan bisa, menjalankan autopsi setelah transplantasi organ
dilakukan? Mereka takkan bisa mencari tahu penyebab kematiannya. Artinya, aku
benar-benar bisa cuci tangan.” Kata Tuan Moon.
“Saat kau
tiba disana, katakan kau harus memanggil pengacara, dan jangan katakan apapun. Setelah
itu, aku akan menanganinya.” Ucap Yoo Bum lalu menutup telpnya.
Ia
mengumpat marah pada Tuan Moon yang membuatnya gila, lalu meminta supir agar
pergi ke Rumah Sakit Universitas Seogu lebih dulu.
Jae Chan
melihat Hwan yang terbaring tak sadarkan diri lalu melihat bagian leher seperti
ada luka memar. Tuan Lee seperti gugup melihat Jea Chan yang memeriksa anaknya.
Sementara
Dokter memeriksa Chan Ho lalu memujinya kalau sangat berani, dan memberitahu Jika
operasinya berjalan lancar, maka tidak perlu kemari lagi untuk menjalani cuci
darah. Chan Ho pikir ia akan bisa membuang air kecil seperti teman-temannya.
Dokter membenarkan. Jaksa Son hanya bisa tersenyum karena anaknya sangat
cerdas.
Seorang
perawat datang mengajak Dokter dan Jaksa Son bicara,kalau mereka tak bisa menjalankan
operasinya hari ini. Dokter kaget bertanya apa yang terjadi. Perawat memberitahu Seorang jaksa baru saja
menjalankan inspeksi, lalu pergi tanpa memberi izin prosedur ekstraksi
organnya.
“Katanya,
mereka harus menjalankan autopsi.” Ucap Si perawat. Jaksa Soon terlihat kaget
dan sedih karena anaknya tak bisa disembuhkan.
Yoo Bum
masuk ke dalam rumah sakit, lalu bertanya pada perawat apakah pasien Lee Hwan
sedang menjalani proses donor organ. Perawat bertanya hubungan dengan Lee Hwan.
Yoo Bum mengaku sebagai temannya dan Profesor mereka ingin mengetahui bagaimana
keadaannya.
“Barusan,
seorang jaksa datang dan menginspeksinya, tapi dia tidak memberikan izin untuk
melakukan ekstraksi organ. Katanya, mungkin cederanya bukan disebabkan oleh
kecelakaan.” Jelas si perawat
“Apa Dia
tidak memberikan izin? Apa Kau tahu siapa jaksa yang bertugas itu?” ucap Yoo
Bum kaget.
“Dia bilang,
namanya Jung Jae-Chan. Dia sangat tinggi.” Jawab si perawat.
Yoo Bum
keluar dari rumah sakit terlihat kesal, berpikir untuk menyuruh Jae Chan
meneruskan saja tingkahnya dan berharap kasus itu berlanjut ke pengadilan jadi
mereka bisa bersaing di pengadilan.
Jaksa Lee
heran melihat Jaksa Son sudah kembali dan bertanya tentang operasinya. Jaksa Son dengan wajaha sedih
memberitahu kalau tidak jadi dilakukana. Jaksa Lee kaget menanyakan alasannya.
Jaksa Son pikir sudah mengatakan kalau Ini terasa sangat tidak nyata, dantak
bisa mempercayainya.
“Firasatku
benar... Sepertinya, donor yang akan mendonorkan ginjalnya, harus menjalani
autopsi saat ini.” Ungkap Jaksa Son. Saat itu Sek Tuan Park bisa melihat
keduanya ada didepan lift.
“Kepala
Park memanggil kalian ke ruangannya.” Kata Sek Tuan Park. Jaksa Lee binggung
kenapa ingin bertemu dengan mereka.
“Katanya,
ada hal penting yang harus didiskusikan.” Kata Sek Tuan Park.
Jaksa
Park, Jae Chan dan Hee Mi sudah ada diruangan, Jae Chan membawa berkas "Permintaan
Izin Pengangkatan dan Transplantasi Organ" Jaksa Lee dan Jaksa Lee datang
meminta maaf karena datang terlambat, lalu bertanya apa yang ingin
didiskusikan.
“Jaksa
Jung merumitkan keadaan, setelah kembali bekerja.” Ejek Hee Mi Jaksa Lee heran
karean Hee Mi yang menyalahkannya lagi.
“Dia
tidak merumitkan apapun... Ini adalah hal yang harus kita selidiki. Jelaskan
kepada mereka.” Kata Jaksa Park. Jae Chan pun sudah siap.
“Aku baru
saja menginspeksi pasien yang divonis mengalami mati otak, di Rumah Sakit
Universitas Seogu. Para dokter menunggu izin dariku, untuk segera memulai proses
donor organnya.” Kata Jae Chan.
Jaksa Lee
terlihat sangat marah mendengarnya, Jaksa Son pun kaget karena yang menolak
izin donor adalah rekan kerjanya sendiri.
Jaek Lee menyuruh Jaksa Lee memberikan izin karena Operasinya harus
segera dilakukan. Jae Chan mengatakan tak bisa memberikan izin. Jaksa Son
dengan nada tinggi ingin tahu alasanya.
“Kurasa
itu bukan cedera akibat kecelakaan.” Kata Jae Chan, mereka kaget dan ingin tahu
apa penyebabnya
“Barusan,
Reporter Nam dari SBC mengirimkan cuplikan video ini kepadaku. Ini dari pesta
peluncuran buku Penulis Moon Tae-Min. Asisten dosen ini adalah korbannya” ucap
Jae Chan, menunjuk ke arah Hwan yang berdiri tak jauh dari tempat Tuan Moon diwawancara.
“Dan Seperti
yang terlihat, dia diseret setelah memberontak kepada Moon Tae-Min lalu satu
jam kemudian, dia ditemukan jatuh di poros lift, di bangunan yang sama.” Kata
Jae chan.
“Kudengar,
itu terjadi karena dia mabuk parah.” Ucap Tuan Park. Jae Chan menegaskan bukan
itu.
“Seperti
yang kalian bisa lihat di dalam video, dia sama sekali tidak mabuk.
Dibandingkan dengan tamu lain, dia hampir tidak pernah minum.”kata Jae Chan.
Hee Mi pun membenarkan.
“Jadi,
maksudmu ada yang mendorongnya?” kata Tuan Park. Jae Chan membenarkan.
Jaksa Lee
bertanya apakah Jae Chan sudah
mengidentifikasi tersangkanya, berharap
ini bukan berdasarkan spekulasi semata, karena akan berdampak pada
banyak orang. Jae Chan mengatakan kalauTersangka utamanya adalah Moon Tae-Min.
Semua kaget mendengarnya.
“Aku baru
mendapatkan panggilan dari Polsek Sangku-Dong. Moon Tae-Min ditangkap atas
penyerangan saat mengikuti seorang anak TK. Llau anak itu bilang, dia melihat Penulis
Moon di lokasi kecelakaan.” Jelas Jae Chan.
“Begitu
rupanya. Ini sungguh terdengar mencurigakan. Sepertinya, kita harus menjalankan
autopsi.” Kata Kepala Park. Jaksa Lee langsung menolaknya.
“Kita tak
bisa menjalankan autopsi pada pasien itu, karena dia masih dianggap mengalami
mati otak.” Ucap Hee Mi
“Biasanya
itu akan diikuti dengan henti jantung, dalam beberapa hari, jadi, kita bisa
melakukannya nanti. “ucap Jaksa Park
“Berarti,
organnya tak bisa didonorkan.” Ucap Jaksa Lee. Jaksa Son hanya diam saja.
“Apa Maksudmu,
kita harus membatalkan autopsinya demi donor organ? Bagaimana jika pelakunya
kabur?” kata Jaksa Park
“Bagaimana
jika autopsinya membuktikan itu karena kecelakaan?Tujuh orang yang nyawanya
dapat diselamatkan akan mati.” Ucap Jaksa Lee dengan nada tinggi lalu berdiri
terlihat kebingungan.
Jaksa
Park heran melihat tingkah juniornya, Jaksa Lee pikir aklau Buktinya kurang
cukup menurutnya Jae Chan itu tega karena
melawan, keputusan keluarga korban dan bersikeras menjalankan autopsi.
Jae chan mengatakan kalau Keluarga korban juga meminta autopsi.
“Pasti
kau menghasut mereka!.. Hei, prestasi lebih penting bagimu, daripada nyawa
tujuh orang, 'kan?” ucap Jaksa Lee marah. Jae Chan mengaku bukan seperti itu.
“Jaksa
Lee, ada apa denganmu? Kita tidak boleh mendiskusikan ini dengan emosi. Apa Kau
tidak tahu kita harus mencari tahu penyebab kematiannya,. melalui autopsi jika
ada dugaan percobaan pembunuhan? Agar kita bisa menyeret tersangka ke
pengadilan. Kita harus memiliki bukti yang kuat.” Kata Jaksa Park heran
“Apakah
bukti yang kita miliki saat ini sudah cukup penting,. untuk mengorbankan nyawa
tujuh orang?” Jaksa Lee bertanya pada yang lainya.
“Menurutku,
Jaksa Lee ada benarnya. Sepertinya terlalu berisiko membatalkan transplantasi
organ, karena bukti tidak langsung yang kita miliki saat ini.” Ucap Hee Mi.
Jaksa Park pun ingin tahu pendapat jaksa Son yang sedari tadi hanya diam saja.
“Haruskah
kita memberi izin untuk prosedur pengangkatan organ?” tanya Jaksa Park.
“Kurasa...
Aku... Kurasa kita tidak boleh memberikan izin Autopsi itu,......harus
dijalankan. Kurasa Jaksa Jung,... membuat pilihan yang tepat.” Kata Jaksa Son.
Jaksa Lee tak percaya mendengar keputusan seniornya.
Jaksa Lee
bertemu dengan Jaksa Son diruang interogasi merasa kalau seniornya sudah gila,
karena mereka tidak tahu kasus apa yang
sedang diselidiki Jaksa Jung, karena Pasien mati otak itu seharusnya memberi
Chan-Ho ginjalnya. Jaksa Son mengaku sudah mengetahuinya.
“Apa Menurutmu,
kita harus menjalankan autopsi? Apa Kau akan mengorbankan Chan-Ho demi
menangkap pelaku?” ucap Jaksa Lee marah
“Kau tahu
bukan begitu maksudku.” Ucap Jaksa Son. Jaksa Lee mengatakan kalau tidak tahu alasan Jaksa Son melakukan
ini!
“Jika
maksudmu, kau memilih keputusan itu, karena kau seorang jaksa...” ucap Jaska
Lee disela oleh Jaksa Son
“Aku tidak
membuat keputusan sebagai seorang jaksa. Tapi Ini pilihanku sebagai orang tua.
Jika aku, sebagai orang tua asisten dosen itu, maka aku pasti ingin tahu
penyebab kematian putraku. Itu akan lebih penting ketimbang menolong nyawa anak
orang lain.” Ucap Jaksa Son. Jaksa Lee terdiam mendengarnya.
Tuan Lee
menatap anaknya yang sudah tak bisa bergerak, lalu memanggil Hwan untuk bisa
mengatakan Siapa yang melakukan ini kepadanya, karena akan menangkap orang itu,
dan memberi pelajaran. Hwan hanya bertahan dengan tabung oksigen pun hanya
diam. Tuan Lee memohon agar ankanya bisa mengatakan padanya.
“Baik itu
7 atau 70 nyawa, menegakkan keadilan untuk anakku yang mati seperti itu, lebih
penting daripada menyelamatkan nyawa orang lain. Semua orang tua akan merasa
seperti itu. Itulah kenapa kita harus menjalankan autopsi. Aku tidak mengatakan
ini sebagai seorang jaksa. Itu pendapatku, sebagai orang tua.” Kata Jaksa Son
sambil menangis. Jaksa Lee hanya bisa diam melihat Jaksa Son yang menangis.
Jaksa Park
memberikan tanda tangan, dengan membahas Korban mati otak itu akan divonis mati
kurang dari sepekan jadi bisa jalankan autopsi saat itu dan Jae Chan bisa
menolak suratnya. Jae Chan melihat berkas "Permintaan Izin Pengangkatan
dan Transplantasi Organ" teringat kembali perbicarannya dengan Hong Joo.
Flash Back
“Jadi Mana
yang akan kau pilih, menolong nyawa tujuh orang Atau menangkap satu tersangka
itu?” ucap Hong Joo memeluk Jae Chan dari belakang.
“Jika
menjadi diriku, mana yang akan kau pilih?” tanya Jae Chan menatap Hong Joo.
“Jika aku
menjadi dirimu, maka aku takkan memilih keduanya.” Kata Hong Joo
Jae Chan
berbicara pada Jaksa Park, kalau
mengusulkan mereka untuk menjalankan autopsi dan transplantasi organ, secara
bersamaan. Jaksa Park terlihat kaget. Jae Chan mengatakan sudah bicara dengan
ahli bedah transplantasi organ dan itu pernah dilakukan meski kasus semacam itu
amat jarang.
“Di kasus
pembunuhan di jembatan yang berlokasi di Busan tahun 2008, autopsi dan
transplantasi organ dijalankan sekaligus, dan tersangkanya dihukum atas tuduhan
pembunuhan. Selain itu Sama halnya dengan kasus resor ski tahun 2014. Autopsi
dan transplantasi organnya dilakukan sekaligus, dan tersangkanya dihukum atas
pembunuhan yang disengaja. Selain itu...” jelas Jae Chan dengan memperlihatkan
berkas-berkas kasus yang dibawanya.
“Seperti
yang kau bilang, itu kasus-kasus yang langka. Kita tak bisa memeriksa organ jika
transplantasi sedang berjalan. Artinya, akan sangat sulit menemukan penyebab
kematiannya.”kata Jaksa Park seperti tak yakin.
“Benar, tapi
kasus-kasus langka itu, memiliki banyak kesamaan dengan kasus ini. Cedera pada
semua korbannya, terdapat di kepala dan tidak mempengaruhi organ mereka. Serta,
autopsi membuktikan adanya tanda peluru di leher mereka. Kita tidak perlu
memeriksa organnya, tapi bisa memastikan penyebab kematiannya, hanya dengan
memeriksa leher dan kepalanya.” Jelas Jae Chan.
“ Kau
tidak boleh terdengar ragu soal hal ini. Jadi Kita harus memastikan penyebab
kematiannya.” Kata Tuan Park
“Baik,
Pak Kepala. Aku akan mencari tahu bagimanapun caranya.” Kata Jae Jae Chan
dengan penuh semangat.
Ia
teringat kembali dengan ucapan Hong Joo dengan memiliki keduanya.
“Jika aku
menjadi dirimu, aku akan menyelamatkan nyawa ketujuh orang itu, serta menangkap
pelaku. Itulah pilihanku.” Kata Hong Joo. Jae Chan pun bisa tersenyum karena
keputusan untuk bisa menyelamatkan nyawa dan juga menangkap pelaku.
Bersambung
ke episode 23
kok judulnya episode 21 lagi ya??
BalasHapus