Se Hee
menatap kucingnya dengan senyuman, lalu teringat kembali dengan Ji Ho yang
menelpnya memberiathu kalau Keluarganya minggu ini akan membuat kimchi.
Flash Back
“Keluargamu
'kan ada di Namhae. Terus bagaimana aku bisa kesana?” ucap Se Hee binggung.
“Itu
bukan urusanku. Nanti kukirim alamat sama kapan kau kesananya.” Kata Ji Ho
dingin.
Se Hee
keluar dari kamar melihat Ji Ho sudah bangun. Ji Ho membalas dengan wajah datar
dan dingin. Se Hee menuangkan air minum
dalam gelas, Ji Ho memberitahu kalau gelas itu miliknya dan yang warna putih
baru milik Se Hee. Se Hee pun menukarnya walaupun terlihat canggung.
“Apa Kau
sudah mau berangkat?” tanya Se Hee.
“Ya, tadi
aku sudah janji sama Bok Nam, akan sarapan sama dia di kafe.” Ucap Ji Ho dengan
nada penekanan. Se Hee hanya berkomentar “
“Mengenai..
Kontrak sewa kita... Maksudnya, kontrak sewa dan pernikahan kita.. Aku akan
selalu membawanya. Karena ibumu tempo hari pernah memeriksa laciku. Jadi aku
mau simpan kontraknya di kafe, biar aman.” Jelas Ji Ho
“Ibuku
tidak akan datang lagi. Kami sudah bicara baik-baik, dan aku...” ucap Se Hee
langsung dipotong oleh Ji Ho
“Ya... Apa
yang kalian berdua bicarakan bukan urusanku. Kita mana pernah tahu, jadi kau
sebaiknya membawa kontrakmu ke tempat kerja juga. Karena Aneh nanti, kalau ada
orang yang tahu soal kontrak kita.” Tegas Ji Ho. Se Hee pun menganguk
mengerti. Ji Ho pun pamit pergi.
Di depan
lift, Ji Ho mengelus kepalanya sendiri memuji kalau sikapnya sangat bagus dan
Sempurna, karena sama sekali tidak goyah. Ia bisa memperlihatkan Poker face
pada Se Hee.
“Dia
rupanya sangat marah padaku... Benar, 'kan?” kata Se Hee pada kucingnya setelah
melihat sikap Ji Ho lalu masuk ke dalam kamar.
Se Hee
melihat surat Kontrak Pernikahan Berjangka Dua Tahun, lalu mendengar suara
kucingnya. Ternyata Si kucing sudah masuk ke dalam lemari, Ia langsung
mengendongnya dan mengajaknya keluar.
Rapat
perusahaan
Semua
menatap ke arah layar, ada dua aplikasi yang berbeda. Bo Mi tak percaya kalau saingan mereka pakai strategi negatif dan menerapkan kebalikan dari aplikasi sudah mereka buah.
Sang Goo melihata Masalahnya, cara yang dipakai pun berhasil.
“Aplikasi
mereka membalap aplikasi kita di toko
aplikasi, setelah rilis satu bulan.”
Kata Sang Goo
“Aplikasi
ini ada bagian tentang pekerjaan para orang tua dan pendapatan tahunan dan berhasil memikat pengguna yang konservatif. “ kata Won
Seok.
“Orang-orang
yang berkencan yang bertujuan menika .ingin memiliki hubungan yang tepat. Tn.
Nam, bagaimana pendapatmu tentang situasi darurat ini?” tanya Sang Goo melihat.
Se Hee hanya menatap ke arah layar.
“Konsep
desain mereka memang sangat bagus. Jika mereka menaruh banner acara di bawah profil, pasti hasilnya jauh lebih bagus
lagi.” Kata Se Hee malah memuji.
“Tn. Nam.
Aku bukannya menanyakan pujianmu atas
desain mereka. Bisa tidak kau...” ucap Sang Goo langsung disela oleh Won Seok.
“Bukankah
sebaiknya kita mengubah konsep kita pada tahap ini? Menurutku berisiko membagi
pasar antara kencan dan pasar pernikahan. Bahkan Nama aplikasi kita saja sudah
tak benar dari awal. "Berkencan
Daripada Pernikahan"? Sebenarnya siapa yang menamai aplikasi kita?” ucap Won Seok.
Se Hee
menatap sinis, Sang Goo melirik ke arah Se Hee. Won Seok mengetahui jawaban
temanya mengejak kalau Se Hee satu-satunya orang yang sudah menikah disini.
Sang Goo piir mereka Besok akan rapat
tentang konsep jadi Pikir baik-baik apa mereka harus tetap memakai konsep perkencanan atau jika harus
mengganti konsep dengan pernikahan. Se
Hee terlihat masih menatap sinis dengan Won Seok.
Ji Ho
terdiam terlihat sangat marah mengingat saat kemarin pulang, Se Hee terlihat
marah karena datang membantu di rumah ibunya.
Flash Back
“Kenapa
kau tadi kesana? Kau seharusnya cari alasan kalau tak bisa datang. Bilang saja
kalau kau sibuk. Kukira kau itu bek yang hebat..” ucap Se HEe didalam bus.
“Ji
Ho.. Ini memang tak ada di kontrak
kita..., tapi ini buat ganti rugi atas tenaga kerja tambahanmu malam ini.” Kata
Se Hee memberikan amplop berisi uang.
“Memangnya
dia itu Won Bin? Buat apa dia ganti rugi segala?” kata Ji Ho mengomel. Bok Nam
yang ada didepanya binggung.
“Kenapa
majikan rumahmu?” tanya Bok Nam. Ji Ho melihat Bok Nam memegang surat
kontraknya bertanya sejak kapan memegang itu.
“Menurutku
ini tak masalah dan Mungkin aku juga sebaiknya nanti buat kontrak nikah.” Pikir
Bok Nam.
“Kau 'kan
punya rumah sama sepeda motor. Jadi buat apa?” ucap Ji Ho.
“Tapi itu
sama sekali berbeda kalau ada orang lain di rumah. Aku kesepian, sendirian di rumah, Karena kau
ada suami di rumah, jadi kau tidak akan
kesepian.” Kata Bok Nam.
“Hei. Apa
kau tahu kenapa suami, pria itu dipanggil suami? Karena mereka tidak akan
menjadi milikmu. Ada pepatah lama, "Berilah hidangan yang mudah dicerna
buat putrimu, sambil memberi hidangan susah dicerna buat menantu
perempuanmu." Apa Seorang menantu perempuan sama seperti anak perempuan? Kalau seperti itu,
harusnya dia tinggal mengadopsi anak perempuan saja... Uhh.. Dasar...”keluh Ji
Ho terus mengomel tanpa henti.
Bok Nam
hanya menatap bingung, Ji Ho bertanya ada apa dengan tatapan Bok Nam. Bok Nam merasa Ji Ho sudah seperti orang yang
dikenal., yaitu Ahjumma tetangga sebelah rumahnya. Ji Ho binggung kenpa Bok Nam
bisa menyamakan dengan Ahjumma.
“Ahjumma
itu selalu menjelekkan suaminya dengan memasang wajah sepertimu tadi. Kenapa
bisa sama raut wajahmu dengan dia? Padahal Waktu pertama kali mulai bekerja,
kau sangat manis. Tak kusangka aku bakal melihat ekspresi itu di wajahmu.” Kata
Bok Nam dan berpikir kalau tidak menikah sajalah.
Won Seok
berkumpul dengan semua pegawai mengataakn Aplikasi mereka sudah salah dari
awal. Se Hee berpura-pura membuat kopi sambil mendengarkanya. Won Seok pikir
nama "Kencan Daripada Pernikahan" saja kedengarannya sudah salah,
karena Terlalu pesimis. Semua pegawai berpikir kalau sudah pernah membahas ini.
“Makanya,
sekarang kita harus ganti konsep untuk mendukung pernikahan.” Ucap Won Seok.
Semua pun setuju kalau harus menggantinya.
“Semuanya,
perhatian.. Ada orang yang meminta hari libur dalam keadaan genting ini... Bisa kalian tebak,
siapa orangnya?” ucap Sang Goo. Semua saling menatap mengatakan kalau itu bukan
dirinya.
“Ini
surat "Permintaan satu hari libur. Divisi: desain "Nama: Nam Se
Hee". Jadi Orangnya Tn. Nam.” Kata Sang Goo sinis
“Aku ada
urusan penting, dan harus diselesaikan
pada hari kerja.” Kata Se He santai
Sang Goo
ingin tahu Pekerja apa yang punya urusan
lain pada hari kerja. Se Hee mengatakan kalau harus buat kimchi. Semua melonggo
binggung, Sang Goo pikir itu program baru. Won Seok menebak kalau yang di
maksud membuat kimchi buat musim dingin. Se Hee membenarkan.
“Memang
kau mau buat kimchi dimana sampai minta libur?” tanya Sang Goo.
“Namhae.
Kampung istriku...Bukan, kampung mertuaku.
Disanalah, aku mau buat kimchi... Lagipula aku belum ambil cuti tahun ini jadi Kumohon, percepat
urusan cuti ini.” Ucap Se Hee lalu
keluar dari ruang pantry.
“Sebaiknya
nama aplikasi kita tetap sama saja... Nama sekarang 'kan sudah bagus.” Kata
Semua pegawai lalu keluar ruangan meninggalkan Won Seok.
“Pernikahan
memang menakutkan seperti itu.” Komentar Bo Mi dengan menepuk pundak Won Seok.
Won Seok hanya bisa terdiam karena menikah bukan seperti orang pacaran.
[Episode 11 -Karena Ini Pantai Pertamaku]
Ho Rang
sibuk melihat ponselnya, rekan kerjanya melihat kalau Hao Ran pakai aplikasi "Kencan Daripada
Pernikahan". Ho Rang dengan bangga mengatakan kalau itu karena pacarnya
bekerja di perusahaan itu jadi cuma
mengunduhnya saja. Semua pun terlihat tak percaya dan juga bangga.
“Manajer,
banyak sekali yang memberikan “like” nya.” Komentar rekan kerja. Ho Rang pikir
kalau itu hanya untuk seru-seruan saja.
“Benar
juga, Manajer 'kan sebentar lagi mau menikah. Apa Tanggalnya sudah ditetapkan?”
tanya rekan kerjanya. Ho Rang terlihat gugup.
“Kami
masih membahasnya.” Jawab Ho Rang lalu mengalihkan dengan bertanya apakah
mereka sudah periksa pemesanan makan siang lalu bergegas pergi.
Won Seok
duduk di tempat duduknya, menerima telp dari ibunya yang memberitahu kalau Sudah
sampai di Seoul. Bo Mi diam-diam mendengarkan dari bangku belakang. Won Seok kaget kalau ibunya sudah
datang di gedung tempatnya berkerja, dan
bergegas keluar sekarang.
Won Seok
sudah bertemu dengan ibu mertuanya, di cafe berpikir kalau seharusnya makan
malam bersama Ho Rang juga. Nyonya Yang
mengatakan tak bisa karena harus buat makan malam suaminya dan masih ada
sebelum busnya datang jadi sengaja datang untuk menemui menantunya di banding putrinya.
“Kau
bilang Menantu?” ucap Won Seok terlihat gugup.
“Aku sudah
lihat cincin itu, dan batu cincinnya cukup besar. Bukannya itu terlalu mahal?”
kata Nyonya Yang
“Tidak,
paling tidak itu yang bisa kulakukan untuk Ho Rang.” Kata Won Seok
“Aku
bilang begini, karena dia putriku, tapi zaman sekarang, mana ada perempuan seperti
dia. Begitu kalian menikah, dia akan menjadi ibu rumah tangga yang baik. Dari
kecil, dia sudah belajar dariku.” Cerita Nyonya Yang. Won Seok mengatakan kalau
sudah mengetahuinya.
“Kalau
begitu... Kapan kalian berencana menikahnya? Bagaimana pendapat orang tuamu?”
ucap Nyonya Yang penasaran.
Won Seok
mengaku belum sempat memberi tahu orang tuanya. Nyonya Yang pikir Won Sok harus
cepat-cepat beritahu mereka, karena Tidak baik menunda-nunda. Ia pikir Sampai
kapan Won Seok akan membiarkan Ho Rang
hidup di tempat kecil bersama Soo Ji. Won Seok hanya menganguk tanpa bisa
berkata-kata.
“Apa Kau
masih tinggal di rumah atap itu?” kata Nyonya Yang. Won Seok menganguk kalau masih
tinggal di sana.
“Apa ada
air hangat disana? Apa Ventilasi udaranya bagus?” tanya Nyonya Yang. Won Seok
menjawab kalau itu tentu saja bagus dengan wajah gugup
Ho Rang melihat buku tabungan bernama [Shim
Won Seok dan Yang Ho Rang] wajahnya terlihat bahagia. Ia teringat saat Won Seok
mengatakan kalau merea tak mungkin
menikah dua tahun kemudian.
“Kenapa
tidak bisa? Selama ini 'kan kita sudah
menabung.” Ucap Ho Rang memasukan buku tabunganya.
“Kita
'kan sudah menghemat 500 ribu sebulan selama dua tahun. Berarti 1 juta selama
24 bulan.. Ahh.. Berarti banyak uang yangsudah terkumpul.” Kata Ho Rang dengan
wajah sumringah dan hanya bisa melonggo kaget melihat buku tabungan untuk
mereka berdua.
Soo Ji
mencari sesuatu di dalam tasnya, seperti binggung dan bertanya-tanya Dimana melepasnya.
Lalu berpikir kalau memang tidak
memakainya dari rumah. Manager Park menelp, mengeluh karena Soo Ji yang
belum datang padahal Makanannya sudah datang. Soo Ji mengatakan akan datang
lalu memakai jaketnya agar tak kelihatan bagian dadanya.
Mereka
makan sup panas yang membuat keringat bercucuran, Manager Park heran melihat Soo Ji karena
pasti kepanasan dan menyuruh untuk
membuka jaketnya. Soo Ji menolaknya dengan halus, Manager Park sengaja menyiram
kuah kearah Soo Ji, lalu meminta maaf dan mencari tisu basah.
Soo Ji
yang panik akhirnya membuka jaketnya, saat itu Manager Park dan pria lainya pun
bisa melihat kalau Soo Ji yang tak mengunakan Bra. Soo Ji hanya terdiam karena
akhirnya mereka bisa melihat kalau tak mengunakan bra.
Soo Ji
dengan wajah kesal memilih untuk mengisap rokok di luar gedung. Manager Park
dkk berkumpul bersama dengan memberikan uang 50 ribuk won, karena Manager
Park menang taruhan kalau Soo Ji yang
kemana-mana tak pakai bra. Mereka tak
habis pikir kalau Soo Ji tak pakai bra.
“Apa
banyak wanita seperti itu belakangan ini? Apa ukuran dia B cup?” ucap rekan
kerja lainya.
“Kau
bilang B? No, no... Dia itu A” ucap Manager Park. Mereka heran tahu darimana
Manager Park itu.
“Aku bisa
langsung tahu... Astaga. Coba saja aku belum menikah.</i> >Aku pasti
sudah dengan Asisten Woo.” Kata Manager Park.
Soo Ji
yang sedari tadi mendengarnya, langsung menghampiri Manager Park meminjam korek
api. Manager Park kaget bertanya sejak kapan Soo Ji ada diatap gedung. Soo Ji
mengisiap rokok dengan sengaja menyemburkan asapnya pada Manager Park. Manager
Park pun baru tahu kalau Soo Ji ternyata merokok.
“Apa Kau
menang banyak?.. Maksudku taruhan yang kalian buat, soal bra-ku.” Ucap Soo Ji
menyindir yang membuat Manager Park binggung
“Memang
sudah jelas, karena aku A cup, 'kan? Sepertinya ukuranmu juga sama denganku.
Jika kau tidak berniat berolahraga, beri
tahu aku. Jadi Biar kupinjami Bra punyaku.” Kata Soo Ji sengaja menunjuk ke
arah dada Manager Park dan sengaja membuang rokok di dalam gelas kopi rekan
kerjanya.
Sang Goo
menatap Se Hee yang ada disampingnya. Se Hee menyruh Sang Goo bicara saja
karena tidak tahu maksud dari tatapannya dan sudah tahu kalau ia tak suka hal-hal seperti itu. Sang Goo ingin
tahu Apa sebenarnya yang terjadi pada
temanya saat menikah.
“Bisa-bisanya
acara kimchi dan pulang kampung bisa
mencampuri urusan dunia IT-mu? Kenapa bisa terjadi?” kata Sang Goo tak habis
pikir
“Yah, itu
karena sesuatu yang bisa ditebak. Orang tuaku yang awalnya menyulitkan istriku jadi
aku berniat mengganti ruginya melalui kerja tambahan. Dia kemarin disuruh
membantu upacara peringatan kematian kakekku.” Jelas Se Hee
Keduanya
pun keluar dari lift, Sang Goo pikir sudah bisa menyimpulkan, dengan membahas
Uhm Byung Moon yaitu Setelah liburan, Tuan Uhm menjemput istrinya setelah
sebulan, Karena istrinya tidak ingin ketemu siapa pun yang bermarga Uhm Jadi
diiusir dari kamar, terus tidur sofa.
“Sewaktu
orang tuanya berkunjung, dia pura-pura. seolah-olah dia kepala keluarga. Aku sungguh tidak mengerti
apa ini.” Kata sang Goo hran.
“Itulah
namanya penyakit sosial yang disebabkan
para orang tua Korea. Mereka mengeksploitasi pasangan anak mereka dengan
menganggapnya keluarga. Mereka ditekan untuk
melakukan kerja fisik dan mental. Dan dampak yang diakibatkan, meliputi
pertengkaran, perpisahan atau perceraian. Jika seseorang memiliki pikiran rasional, sistem seperti itu yang tidak
boleh dipilih. Pernikahan.” Ucap Se Hee.
“Makanya
itu. Tak pernah... Tapi kenapa orang sepertimu memilih sistem seperti itu? Aku
merasa heran.Padahal yang kau pedulikan cuma angsuran rumah dan si Kucing.
Jadi, kenapa kau memilih melakukan suatu
hal yang tak masuk akal? Apa karena istrimu pecinta kucing? Kalau bukan, Apa
karena dapat uang sewa dari istrimu, sulit bagiku mengerti apa alasannya.” Ucap
Sang Goo.
Se Hee
menjawab kalau karena istrinya cantik.
Sang Goo pikir secantik apapun itu... Se Hee menegaskan kalau istrinya yang
cantik dan berntanya apa kelemahan pria.Sang Goo menjawab iytu Penglihatan. Se
Hee ingin taua Jadi bagaimana jika wanita cantik ada di depan matanya, akan melirik dia atau tidak.
Sang Goo mengatakan akan melirik.
“Jadi
jika kau bisa melihat wanita cantik itu
setiap hari... maukah kau menikahinya atau tidak?” ucap Se Hee.
“Apapun
itu, aku akan menikahinya.” Kata Sang Goo. Se Hee memuji kalau jawab temanya
sangat tepat sekali.
“Jadi kau
sudah mengerti sekarang?” kata Se Hee. Tapi Sang Goo sibuk melihat ponselnya.
“Aku sudah di tempat parkir dekat
pintu samping kantormu, Oppa. Datanglah kesini 20 menit lagi. Aku frustrasi
sekali hari ini, jadi sebaiknya kau
mempersiapkan diri.”
Sang Goo
membaca pesan dari Soo Ji langsung sumringah, lalu menyuruh Se Hee pulang
duluan dan akan bertemu lagi besok. Se hee pikir Sang Goo ada rapat penting
hari ini. Sang Goo mengatakan aklau Ada yang lebih penting lagi dari itu lalu
bergegas untuk mencari pintu samping.
Se Hee dengan wajah datar memberitah
jalan pintu samping di arah kanan. Sang Goo yang buru-buru menabrak Se Hee
dengan menjatuhkan berkas di lantai. Keduanya pun membereskanya dan Sang Goo
langsung bergegas.
Sang Goo
masuk ke dalam mobil menyapa Soo Ji dengan panggilan “sayangku.” Soo Ji
langsung memberikan ciuman pada Sang Goo saat baru duduk. Sang Goo tersenyum
mengajak Soo Ji makan lebih dulu. Soo Cji cemberut padahal sudah mengatakan
kalau sangat frustrasi.
“Kenapa?”
ucap Sang Goo. Soo Ji memilih untuk kembali mencium pacarnya. Sang Goo tahu
kalau Soo Ji ada masalah di tempat kerja, Soo Ji mengelak.
“Katakan.
Aku ingin tahu... Ada masalah, 'kan?” kata Sang Goo akhirnya mengenggam tangan
Soo Ji untuk merayu.
“Pokoknya
tadi sangat menyebalkan. Karyawan laki-laki melakukan taruhan, yang menyangkut diriku.” Cerita Soo Ji. Sang Goo ingin tahu Taruhan apa itu.
“Mereka
taruhan 50 ribu won apakah aku pakai bra atau tidak.” Ucap Soo Ji.
Sang Goo
berteriak marah. Soo Ji pikir tak perlu dibahas lag karena sudah memberikan pelajaran
tadi. Sang Goo ingin tahu caranya, Soo
Ji menceritakan sudah melemparkan rokoknya di cangkir kopi manager Park. Sang
Goo benar-benar tak habis pikir dengan rekan kerja Soo Ji yang semena-mena.
“Aku akan
menghasilkan banyak uang dan membeli
perusahaanmu, lalu akan menyusahkan mereka sebagai bawahanku selamanya. Wahh.. Bisa-bisanya
mereka taruhan soal itu? Memang mereka
menganggapmu apa? wanita macam apa yang tak pakai bra di kantor?” ucap Sang Goo
marah.
Soo Ji
dengan santai kalau wanita itu dirinya,
Sang Goo melonggo kaget. Soo Ji mengaku kalau belum pakai bra seharian
ini. Sang Goo tak habis pikir kalau Soo Ji ternyata memang tak pakai bra ke
kantor.
Se Hee
melihat Ji Ho sudah menunggu di halte saat bus datang, keduanya duduk
bersebelahan dengan seorang bibi yang duduk dibelakang sambil berbicara di
telp. Se Hee bertanya apakah Ji Ho sudah makan malam. Saat itu terdengar suara
keras si bibi berbicara ditelp “Apa Menurutmu
aku sudah makan malam jam segini?”
“Belum,
aku mau makan di rumah saja.” Ucap Ji Ho.
Se Hee mengatakan belum makan dan mengajak untuk makan di luar malam ini
“Apa? Kau
bilang Makan di luar?!!” teriak Si Bibi. Ji Ho pun dengan sinsi menjawab
“Buat apa
makan di luar. Kita berdua tidak bisa menghabiskan uang... Kita tinggal...”
ucap Ji Ho dan terdengar kembali suara teriakan si bibi
“Tinggal
ambil saja bahan dari kulkas dan bisa membuat makan malam. Bisa-bisanya dia mau
makan di luar. .setelah apa yang dia perbuat kemarin?” ucap Si Bibi akhirnya
menutup telp.
“Dia ini
bukan suamiku, ia malah sudah seperti musuhku. Kenapa pula aku mau menikah sama
dia?” keluh Si Bibi mengomel sendiri.
Ji Ho
terdiam mengingat ucapan Bok Nam kalau sekarang mirip Ahjumma tetangga sebelah
yang selalu menjelekkan suaminya dengan ekspresi wajahnya. Si Bibi kemblai
mengeluh kalau suaminy ayang tak bisa
menafkahi keluarg, hanya memberikan uang sedikit tapi selalu menuntut
banyak. Ji Ho hanya terdiam melihat mendengar Si Bibi karena memang berpikir
itu miliknya. Se Hee pun hanya bisa diam saja.
Kedua
makan malam terpisah, Ji Ho makan ramyun di depan TV dan sementara Se Hee makan
nasi instant dengan lauk yang dibawakan ibunya. Lalu Se Hee memberitahu kalau
sudah ambil cuti jadi meminta agar memberitahu
alamat rumah orang tuam Ji Ho jadi akan pergi ke sana tepat waktu.
“Ya,
nanti kukirim alamatnya. Tapi..., aku tidak bisa ke sana besok.” Ucap Ji Ho
“Ya. Aku
tahu... Karena kau harus bekerja. Kau saja sendirian pergi ke upacara peringatan
keluargaku. Jadi, aku juga harus pergi sendirian ke kampungmu. Aku akan bekerja
di sana selama enam jam juga.” Jelas Se
Hee.
“Apa
Kontraknya sudah kau taruh di kantormu?”
tanya Ji Ho
“Tidak,
ada di tas kerjaku. Itu karena CEO Ma selalu membaca dokumenku. Jadi kurasa
lebih aman seperti ini. Dan bisa gawat kalau CEO Ma tahu tentang ini.” Kata Se
Hee.
Ji Ho
pikir Sang Goo memang tak boleh tahu. Se Hee pikir kalau nanti tinggal masalah
waktu maka Soo Ji juga akan tahu. Ji Ho melonggo binggung. Se Hee melihat
ekspresi Ji Ho kalau belum tahu bahw CEO
Ma dan Soo Ji pacaran. Ji Ho binggung kenapa bisa seperti itu.
“Makanya...
Manusia memang makhluk yang sangat menarik. Padahal mereka sama sekali tak
akur. Tapi bagaimana mereka bisa pacaran?” kata Se Hee.
“Hei...
Bicara apa dia? Kita saja sudah menikah.” Gumam Ji Ho heran.
Sang Goo
uring-uringan di dalam hotel mondar mandir karena tahu kalau Pacarnya tak pakai
bra, jadi Tentu saja orang langsung memperhatikan, llu bertanya apakah dipikir
Soo Ji mereka tak melihatnya, tapi menurutna sudah pasti rekan kerja itu tahu.
“Salah
mereka-lah yang melihatnya dan bukan salahku.” Pikir Soo Ji santai. Sang Goo
tahu kalau itu salah mereka.
“Tapi... Jujurlah.
Apa kau juga sebelumnya, pernah bekerja tanpa pakai bra?” tanya Sang Goo. Soo
Ji mengaku kalau itu memang kadang-kadang.
“Aku
melepasnya saat kerja di luar kota, dan terkadang lupa memakainya lagi.” Ucap
Soo Ji.
Sang Goo
tak bisa menahan rasa frustasinya langsung berguling-guling diatas tempat
tidur, dengan mengumpat Soo Ji itu sudah gila.
Soo Ji pikir kalau dirinya gila pasti sudah telanjang kemana-mana. Sang
Goo mengeluh karena Soo Ji itu menjawab semua perkataannya.
“Tolong
Pahamilah sedikit... Aku tak suka.” Ucap Sang Goo. Soo Ji malah heran melihat
Sang Goo yang marah.
“Hei, Woo
Soo Ji... Tidak bisakah kau merasakan hatiku, yaitu Hatiku yang suka khawatir
dan penuh ketulusan ini?” kata Sang Goo. Soo Ji menkau tak tahu
“Kenapa
menurutku, malah kau merasionalisasi
diri sendiri dan meromantisasi sikap posesifmu
dengan cinta?” kata Soo Ji
“Kenapa
menurutmu seperti itu?!!” teriak Sang Goo kesal berbaring diatas tempat
tidurnya.
“Ini beda
dengan kontrak kita. Kenapa kau mengganggu privasiku?” kata Soo Ji
“Baguslah
kau menyinggungnya. Kau tahu apa isi kontrak, kan? Apa ini yang namanya
privasimu?” kata Sang Goo memperlihatkan
lembaran ditanganya. Soo Ji melihat kalau Kontraknya aneh.
“Dari
mana kau belajar kebiasaan mengelak ini?
Coba kita lihat... "Kontrak Pernikahan Berjangka Dua Tahun."” Kata
Sang Goo lalu dibuat binggung karena yang diperlihatkan bukan miliknya.
Se Hee
melihat berkas [Kontrak Kencan, dengan tanda tangan. Woo Soo Ji, Ma Sang Goo]
Dengan menahan senyum, lalu menunggu Ji Ho keluar dari kamar mandi. Ji Ho kaget
karena Se Hee sudah ada didepan kamar mandi. Se Hee meminta Ji Ho agar melihat
berkas yang dibawa olehnya.
“Apa ini?
"Kontrak Kencan"?” ucap Ji Ho binggung.
“Ya, ini
sepertinya kontrak kencan antara CEO Ma
dan Soo Ji... Apa kubilang, mereka tidak akur sama sekali. Dan lihat di sini..
Soo Ji yang pertama, lalu CEO Ma yang terakhir.”ucap Se Hee tak percaya.
“Heol,
berarti memang benar... Kenapa mereka menandatangani kontrak kencan?” ucap Ji Ho menahan tawa,
tapi menurutnya kalau mereka juga tak berhak mengatakan itu karena melakukan
perjanjian kontrak juga.
“Tapi,
kenapa ini ada padamu?” tanya Ji Ho. Se Hee menceritaka kalau sebelumnya sempat
saling bertubrukan, jadi Sepertinya
barang mereka tertukar dan ada di tasnya.
“Ahh..Begitu..
Tapi tak tertukar sama kontrak kita, 'kan?” ucap Ji Ho. Se Hee melotot kaget
karena kontrak miliknya tak ada.
Soo Ji
melihat berkas [Kontrak Pernikahan Berjangka Dua Tahun] milik temanya. Teringat
kembali saat Ji Ho mengatakan akan menikah, lalu ia berkata kalau belum lama
pacaran tapi sudah mau menikah. Ji Ho beralsan Banyak orang langsung menikah setelah
2 atau 3 bulan pacaran.
“Tapi
kenapa daritadi kau memanggilnya majikan
rumahmu?”ucap Ho Rang dan Ji Ho berpura-pura tak menyadarinya.
“Kau
bilang Kerja sambilan? Kenapa?!!” kata Ho Rang kaget. So Ji menjawab kalau
harus kerja untuk bayar uang sewanya, lalu mengubah kalau itu untuk biaya hidup
dan tagihan telepon.
Soo Ji
melihat temanya sudah menunggu ditaman, lalu bertanya apa yan mau diberikan
pada malam hari. Ji Ho terlihat gugup memberitahu kalau ibunya membuat kepiting
asin jadi diminta untuk diberikan pada temannya dan hampir lupa memberikanya.
“Terima
kasih. Nanti aku pasti telepon ibumu. Dia sehat-sehat saja, 'kan?” ucap Soo
Ji. Ji Ho menjawab Ya.
“Dia
tidak sakit atau apapun, 'kan?” kata Soo Ji. Ji Ho juga menjawab “Ya”
“Bagaimana
dengan kontrak nikahmu?” kata Soo Ji. Ji Ho langsung menjawab Ya dan langsung
tersadar kalau pertanyaan Soo Ji berbeda.
“Kau
rupanya bayar 250 ribu sebulan... Hei, mana ada tempat hunian yang hanya
membayar segitu. .. Kalau kau tak keberatan, boleh aku pindah ke rumahnya
setelah dua tahun? Sebagai istri berikutnya.” Ucap Soo Ji menyindir. Ji Ho
terlihat marah. Soo Ji pun berani melwan temanya.
“Kau
sendiri yang salah... Dasar gila... “ keluh Soo Ji. Ji Ho pun hanya bisa diam.
Sang Goo
bertemu dengan Se Hee ikut mengmpat temanya gla karena dengan masalahnya
itu membuat keputusan menikah. Se Hee
membela diri kalau Manusia punya cara yang berbeda menjalani hidup. Sang Goo
tak habis pikir dengan Se Hee kalau alasan menikah karena rumah dan hanya
karena biar dapat biaya sewa.
“Bukan
karena rumah saja dan Bukan karena biar dapat biaya sewa saja. Kau tidak tahu
saja betapa pentingnya rumahku dan kau
juga harusnya tahu, betapa pentingnya uang... Yah.. Itu hanya sebuah ruangan
kosong bagiku. Namun, itu ruangan yang
sangat dibutuhkan oleh dia. Dia sangat ingin punya kamarnya sendiri. Jadi aku
berbagi menggunakan sistem hukum yang tepat.” Jelas Se Hee lalu mengaku kalau juga
butuh uang.
“Apa Ji
Ho... mengingatkanmu tentang dia?” kata Sang Goo. Se Hee hanya terdiam
menatapnya.
Ji Ho
meminta maaf pada Soo Ji karena tidak bisa memberitahu bahwa pernikahannya itu
tidak sungguhan. Soo Ji tahu kalau Ji Ho tidak mungkin bisa memberitahu jadi kenapa
minta maaf, menurutnya kala Yang menderita adalah Ji Ho.
“Apa Kau
sungguh baik-baik saja?” tanya Soo Ji. Ji Ho pikir itu sudah pasti karena ini
keputusannya.
“Butuh waktu
lama memutuskan sesuatu, tapi ketika aku melakukannya, maka aku tidak menyesali keputusanku.”
Ucap Ji Ho yakin
“Menurutku
kau tak baik-baik saja. Pernikahanmu, bukanlah sesuatu yang bisa kau anggap
tidak penting.. Kau menyukai suamimu... Maksudku, majikan rumahmu.” Ucap Soo
Ji. Ji Ho terdiam.
Soo Ji
mengingat saat Ji Ho memberitahu temanya “Aku menyukai seseorang.. Yaitu
Suamiku.” Ia tahu kalau Awalnya Ji Ho
tak menyukainya, dan ingin tahu apakah Ji Ho jatuh cinta saat tinggal bersama.
Ji Ho mengaku tidak karean menyukainya dari
awal.
“Aku tak
tahu, kapan aku mulai merasa seperti
ini.” Kata Ji Ho
“Bagaimana
dengan dia? Apa dia juga menyukaimu?” tanya Soo Ji. Ji Ho menjawab Tidak..
“Dia saja
tidak tahu, kalau aku menyukainya.” Ucap Ji Ho lalu berjalan pergi.
“Pasti
ada jalan menggapai hati seseorang. Jikalau ada jalan..., pasti jalan itulah permulaannya” gumam Ji Ho.
Ho Rang
melihat buku tabungan keduanya, menatap kearah depan atap rumahnya.
Flash Back
Won Seok
datang memanggil Ho Rang, seperti mereka baru saja pindah. Ho Rang pikir Won
Seok baru saja mendapatkan uang dengan melihat buku tabungan mereka berdua. Ho
Rang megatakan kalau akan menabung 500 ribu sebulan dari sekarang
bersama-sama.
“Dan
setelah tiga tahun...,kita akan pindah ke tempat yang lebih baik daripada di sini, kan?” ucap
Ho Rang dengan wajah bahagia.
“Tentu...
Tapi kita sudah menabung 1 juta. Kalau seperti ini, kita bisa beli rumah yang ada halaman depannya.” Ucap Won
Seok ikut bahagia.
“Aku
malah lebih suka apartemen.” Kata Ho Rang. Won Seok pun setuju paa yang
dinginkan oleh Ho Rang untuk nanti beli apartemen.
Ho Rang
melihat dibuku tabungan, diawal Won Seok menyetor 150 ribu, lalu Ho Rang
menyetor 500 ribu. Ternyata selama ini hanya ia yang menyetor 500ribu won,
sementara Won Seok hanya dibawah itu.
Won Seok
minum soju sendirian, seperti sangat frustasi mengingat pembicaraan dengan ibu
mertuanya.
Flash Back.
Nyonya
Yang mengaku sangat lega sekarang, karena jika ingin punya anak, saatnya tidak terlalu cepat jadi jangan
menyulitkan Ho Rang. Won Seok menganguk mengerti. Tiba-tiba Nyonya Yang memberian
sebuah kotak.
“Ini buat
merayakan pekerjaan barumu. Semoga kau bisa kerasan dengan pekerjaanmu. Jangan
memikirkan pengembangan aplikasimu
sendiri saja. Apa kau Paham?” ucap Nyonya Yang. Won Seok menganguk mengerti.
Won Seok
terdiam melihat isi hadiah dari ibu Ho Rang adalah sebuah dasi, seperti ingin
dirinya memilki jabatan dan menikah.
“Jikalau ada jalan menggapai hati seseorang...,pasti ada suatu tempat yang
akhirnya akan mempertemukan kita.”
Bersambung ke part 2
PS; yang udah baca
blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 &
Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar