Flash Back
Ji Ho
duduk sendirian, tiba-tiba Ho Rang langsung duduk samping Ji Ho langsung
mengenalkan namanya dan sudah pernah sekelas waktu SMP. Ji Ho sempat terdiam,
lalu mengatakan kalau sudah mengetahuinya.
“Aku juga
masuk sini karena ingin sekelas denganmu. Kau 'kan murid terbaik di sekolah
kita. Aku hari ini duduk di sampingmu, jadi bantu aku masuk universitas di
Seoul.” Ucap Ho Rang yakin. Ji Ho terlihat binggung tiba-tiba Ho Rang seperti
sudah saling mengenal dekat.
“Tapi,
kau... Kenapa bicaramu pakai logat Seoul?” ucap Ji Ho heran.
“Aku
pindah kesini dari Seoul. Apa Kau belum
tahu?” kata Ho Rang. Ji Ho pikir Ho Rang sudah pindah semenjak Tk. Saat itu
berapa murid datang memberitahu kala guru mereka akan datang.
Pak Guru
masuk kelas memperingatkan anak murinya untuk fokus kalau mereka sudah umur 18
tahun dan masih baru kelas 1. Lalu ia memberitahu hari ini ada murid pindahan
dengan nama Woo Soo Ji yang baru pindah dari Jinju jadi meminta agar
memperkenalkan diri.
Soo Ji
hanya memberikan hormat dan terlihat sinis dengan teman-teman barunya. Guru
binggung apakah Soo Ji hanya seperti itu saja. Soo Ji memangguk. Guru pun
menyuruh Soo Ji agar Duduk di kursi yang kosong. Ho Rang melihat Soo Ji
berpikir kalau pemain voli.
Pak Guru
mengingatkan Rapor mereka harus ditandatangani, lalu keluar kelas. Ho Rang
pikir kalau Ji Ho memiliki nilai tinggi saja. Ji Ho hanya diam melihat lembaran
rapornya. Ho Rang tak percaya melihat Ji Ho ada di peringkat 2 dari 147 anak,
dan bertanya-tanya siapa yang ada diperingkat pertama.
Dibangku
paling belakang, semua anak-anak mengerubungi Soo Ji adalah murid terbaik dan meminta diajarinya belajar.
Ji Ho dan Ho Rang hanya bisa menatap Soo Ji yang menerima peringat 1 di
sekolah.
Ho Rang
pulang sekolah merasa heran dengan Soo Ji yang dapat nilai bagus padahal gayanya sepertinya atlet. Ji Ho pikir Sepertinya Soo
Ji juga dapat nilai paling tinggi juga
di Jinju. Ho Rang bertanya apakah Ji Ho tahu alasan Soo Ji pindah ke Namhae. Ji Ho mengatakan tak tahu.
“Ibunya
ternyata mengelola rumah pelacuran di
Jinju..., dan seorang pria yang sudah menikah... Dia juga tidak punya ayah.
Bahkan Kalaupun punya, dia mungkin tak tahu siapa ayahnya.” Ucap Ho Rang penuh
semangat
“Hei..
Jangan cerita ke orang lain hal seperti ini, oke” ucap Ji Ho tak ingin temanya
memberita
“Aku Tak
akan melakukanya. Lagipula Kenapa aku harus cerita-cerita?” ucap Ho Rang.
Ji Ho
baru saja pulang tak sengaja melihat Soo Ji duduk sendirian. Soo Ji menatap ke
arah langit dengan banyak bintang bertaburan, tapi setelah itu mengeluh karena
tempat tinggalnya itu adalah desa yang membosankan.
Esok
harinya, Soo Ji tiba-tiba menghampiri Ho Rang yang ingin carai gara-gara
denganya. Ho Rang berani melawan kalau tak seperti itu. Ji Ho binggung ingin
tahu alasan Soo Ji melakukan itu pada temanya.
“Katanya
kau yang memulai rumor kalau ibuku mengelola rumah pelacuran.” Ucap Soo Ji
marah
“Aku juga
tahunya dari orang lain.” Ucap Ho Rang
“Kalau
begitu, apa kau juga baru tahu kalau dia berselingkuh dengan pria yang sudah
menikah juga? Siapa yang mulai gosip ini?” kata Soo Ji langsung menarik rambut
Ho Rang.
Ho Rang
menjerit kesakitan dan Soo Ji berusaha merelai, tapi tubuhnya malah terdorong.
Soo Ji berusaha terus menarik Ho Rang dan keduanya pun saling menarik rambut.
Akhirnya
ketiganya kena hukuman dengan mengangkat tangan, rambut Ho Rang sudah tak
karuan karena di tarik oleh Soo Ji. Seorang guru yang lewat, melihat keduanya
bangga dengan dua murid terbaik di kelasnya, tapi melihat mereka hukum jadi
sangat malu.
Si guru
pun memberikan setilan di kepala Ho Rang, dengan memarahi Ji Ho yang harus
ikut-ikutan. Guru berikutnya lewat merasa kalau itu salah Ho Rang dan langsung
memberikan pukulan di dahinya, guru yang berikutnya pun melakuan hal yang sama.
Ketiganya
pulang bersama, Ho Rang langsung berteriak kesal karena hanya ia dirinya yang
dipukul, menurutnya apakah anak bodoh
juga bukan manusia, karena mereka berdua juga harusnya dipukul dan
mengejaknya keduanya sudah mirip pangsit yang sangat jelek!
“Ho Rang,
jangan menangis.” Ucap Ji Ho mendekati Ho Rang yang berjongkok sambil menangis.
“Hei...
Apa ini? Kau rupanya bisa pakai logat Namhae. Jika kau tak terima diperlakukan
begini, maka rajin-rajinlah belajar.” Ucap Soo Ji dengan gaya sinisnya.
“Aku tak
pandai belajar. Kalau aku bisa, maka aku juga pasti sudah jadi murid terbaik”
teriak Ho Rang kesal. Soo Ji merasa tak peduli memilih untuk pergi saja.
“Jangan
sombong kau! Aku benci kau!” teriak Ho Rang melihat Soo Ji pergi begitu saja.
Ji Ho dan
Ho Rang sedang duduk ditaman, Ho Ran datang mengetahui kalau temanya datang ke
rumah dengan mengejek kalau itu Tindakan kekanak-kanakan, karena memberikan
apel sebagai permintaan maafnya. Ho Rang hanya diam dengan wajah sinis.
“Permintaan
maafmu sudah kuterima. Dan Jawaban soal yang kulingkari pakai spidol merah,
tiga kali. Itu Pasti masuk di ujian. Selain itu Juga, jangan beraninya kau
pakai logat Seoul di depanku. Aku tak suka dengarnya.” Ucap Soo Ji memberikan
buku pada Ho Rang
Ho Rang
terlihat kesal dengan sikap Soo Ji, tapi Ji Ho tersenyum bahagia.
“Demikianlah
kami bertiga menjadi sahabat.” Gumam Ji Ho
Ho Rang
berlari ke tempat duduk Soo Ji memberitahu kalau nilainya dapat 70 di pelajaran
Matematika. Ji Ho dan Soo Ji terlihat bahagia dan memuji Ho Rang sudah Hebat.
Lalu ketiganya pun main dipantai dengan menuliskan nam mereka bertiga [Woo Soo
Rang Ji Ho]
Setelah
itu berusaha untuk menangkap ikan di danau, Ji Ho terlihat pandai menangkap
ikan dibanding yang lainya. Di malam hari, mereka duduk di tepi pantai. Soo Ji
mengakuk kalau ingin menjadi bos. Ji Ho yakin kalau Soo Ji pasti akan menjadi
bos.
“Tapi kau
sangat pintar. Kenapa kau mau berbisnis? Lebih baik Jadi dosen saja Atau
konglomerat.” Ucap Ho Rang heran.
“Kalaupun
begitu, aku pasti akan bergantung pada gajiku. Hidup hanya sekali. Mana bisa
kita hidup di bawah perintah orang
selamanya? Aku pasti akan menghasilkan uang sendiri.” Ucap Soo Ji yakin
“Benar juga.
Kau 'kan mudah marah, mana bisa kerja disuruh-suruh sama orang. Tapi Kalau aku,
ingin menikah dengan pria sukses yang
giat bekerja dan menjadi ibu rumah tangga.” Kata Ho Rang
“Kau
bilang Pria sukses yang giat bekerja? Kenapa? Apa Kau tidak mau menikah
langsung saja dengan keluarga kaya?” tanya Ji Ho
“Tidak...
Jika dia dapat uang dari orang tuanya, berarti
aku harus tinggal sama mertuaku. Jika pria itu sukses dari nol, maka semuanya
milik kami berdua saja.” Kata Ho Rang bahagia.
“Berarti
salah satu dari kita akan menikahi
seorang profesional? Mungkin dokter atau pengacara?” pikir Soo Ji
“Belakangan
ini, orang teknik yang terbaik. Pebisnis lulusan sarjana teknik. Itulah pria
idealku.” Ungkap Ho Rang dan bertanya
dengan mimpi Ji Ho.
“Kau pikir Apa lagi? Dia ini mau jadi penulis. Benar,
'kan?” ucap Soo Ji yakin
“Bukan...
Yah.. Memang benar aku ingin menjadi penulis
karena aku suka menulis..., tapi itu bukan impianku. Impianku... cinta.” Ucap
Ji Ho dengan senyuman. Kedua temanya heran merasa kalau cinta itu bukan impian.
“Tetangga
sebelahmu Min Gook menyukaimu. Kau bisa Pacari saja dia.” Ucap Soo Ji. Ho Rang
pikir pria itu jelek dan lebih baik berkencan dengan Seung Hoon saja.
“Bukan
itu maksudku... Aku ingin punya cinta dalam hidupku. Aku ingin bertemu
seseorang, seperti takdir. Itulah impianku.” Jelas Ji Ho.
Ji Ho
tersenyum mengirimkan pesan pada temanya kalaumenyukai seseorang. Soo Ji heran
membacanya, Ho Rang ingin tahu siapa. Ji Ho menuliskan “Suamiku.”. Soo Ji
mengeluh kalau Ji Ho itu pasti bercanda. Ho Rang pikir Ji Ho sedang pamer
padanya.
“Kalau
begitu aku juga akan bilang keras-keras kalau aku cinta Won Seok.” Balas Ho
Rang. Soo Ji yang kesal menyuruh Ji Ho tidur saja. Ji Ho meraba foto suaminya
terlihat sangat bahagia karena akhirnya menyukai Se Hee yang menjadi suami
kontraknya.
Ji Ho
mengosok giginya dengan wajah tersenyum bahagia, sambil bergumam mengingat saat
Se Hee mengatakan sesuatu padanya.
“Sebenarnya,
aku masih belum tahu apa itu pernikahan. Namun, menyukai seseorang... Dalam
hidup, satu cinta... sudah lebih dari cukup. Dan Ucapan dia terus terngiang di
hatiku.”
Ketika
keluar dari kamar mandi Ji Ho melihat Se Hee sedang membereskan kotoran kucing
dengan rambut berantakan, karena baru bangun.
“Bagian
belakang kepalanya pun kelihatan keren.” Gumam Se Hee sambil tersenyum
Se Hee
akhirnya melihat Ji Ho menyapanya lebih dulu, Ji Ho bertanya apakah Kucingmu
sudah baikan. Se Hee menganguk karena dari pihak rumah sakit mengatakan kalau
sakitnya cuma sementara. Ji Ho terus menatap Se Hee tanpa berkedip karena rasa
bahagianya.
“Kenapa?
Apa ada yang aneh di wajahku?” tanya Se Hee. Ji Ho menjawab dari hati “Ya”
“Kau
tampan.” Jawab Ji Ho dalam hati lalu berpura-pura melihat sesuatu di jendela
depan dan berpikir ada yang harus bersihkan.
“ Aku
bisa melihat orang yang kusuka setiap
hari. Pernikahan rupanya...enak juga.” Gumam Ji Ho akhirnya kembali berjalan
disamping Se Hee.
Saat itu
terdengar suara seseorang masuk, Ibu Se Hee tiba-tiba datang melihat keduanya
ada dirumah. Keduanya melonggo kaget karena ada tamu yang tak diundang masuk
rumah.
[Episode 10: Karena Ini Saat Pertamaku Punya Mertua]
Ibu Se
Hee membawakan lauk dari acar deodeok, makarel rebus karena Se Hee suka masakan
ikan rebus. Se Hee mengeluh ibunya yang datang tak memberitahu lebih dulu.
Ibunya pikir untuk apa mengabari datang ke rumah anaknya.
“Ini 'kan
akhir pekan, jadi Ibu pikir kalian di
rumah. Ayo kita taruh ini di kulkas.”
Ucap Ibu Se Hee. Se Hee ingin menaruh tapi Ji Ho pikir lebih baik ia yang melakukanya.
“Kau itu
tidak tahu apa-apa kerja di dapur. Jadi
Kamilah yang harus mengurus pekerjaan rumah. Benarkan , Ji Ho?” ucap Ibu Se
Hee. Ji Ho menganguk dan memasukan kotak makan di kulkas, Se Hee menatap Ji Ho
seperti tak enak hati.
Ji Ho dan
Se Hee duduk di sofa dengan jarak yang jauh, Ibu Se Hee langsung datang dan
duduk ditengah-tengah mereka, lalu berceritak kalau Wakil Kepala Sekolah Hwang
mengirimikan sekardus apel, bahkan juga sudah membungkusnya untuk ayah Ji Ho
jadi pasti enak.
“Apa Kau
suka apel?” tanya Ibu Se Hee. Ji Ho mengaku suka karena bukan orangnya pilih-pilih
makanan. Ibu Se Hee memberikan kode agar JI Ho bisa mengupasnya, tapi Se Hee
pikir lebih baik ia yang melakukanya.
“Katanya
kau bekerja di kafe.” Ucap Ibu Se Hee. Ji Ho membenarkan karena harus bekerja.
“Kau
khawatir kalau membebani suamimu, kan? Ternyata kau Manis sekali, Dimana anakku ini bisa ketemu kau?” puji Ibu
Se Hee pada Ji Ho.
“Kau
tidak lupa tentang upacara peringatan
besok, 'kan? Kalau kau pulang kerja cepat...” ucap Ibu Se Hee dan langsung
dijawab anaknya besok pulang telat.
“Lagipula
'kan aku tidak pernah ikut upacara
pemakaman keluarga. Kenapa tiba-tiba...” ucap Se Hee dan kali ini ibunya yang
menyela ucapanya.
Ibu Se
Hee tah anaknya sibuk, tapi hanya menyuruh kalau ada waktu, lalu melihat
anaknya yang memotong kulit apel dengan tebal, akhirnya mengambil apel agar
mengupas sendiri. Tapi matanya memberikan kode agar Ji Ho yang menyelesaikan
untuk mengupas kulit apel.
Saat
pesan dari grup masuk “Ji Ho, kami sudah sampai. Kapan kau datang?” dan Ji Ho
membacanya sambil mengupas apel. Se Hee tahu kalau tadi Ji Ho bilang akan
bertemu dengan temanya. Ji Ho sedikit
gugup tapi membenarkan. Se Hee menyuruh Ji Ho pergi saja karena nanti bisa
telat. Akhirnya Ibu Se Hee pun terpaksa untuk mengupas apel sendiri.
Ji Ho
datang dengan meminta maaf pada temanya,
yang sudah lama menunggu. Ho Rang dengan bangga sengaja memamerkan
cincin di jari tanganya kalau mereka belum lama menunggu. Ji Ho memberitahu
kalau Ibu mertuanya tiba-tiba datang. Ho Rang pikir tak masalah.
“Astaga,
kenapa aku tiba-tiba pusing?” ungkap Ho Rang berpura-pura menopang kepala
dengan tanganya. Ji Ho masih tak sadar berpikir temanya pura-pura sakit.
“Hei...
Cincin apa ini? Apa Won Seok kasih ini padamu? Apa Kau mau menikah?” ucap Ji Ho
baru tersadar. Ho Rang langsung berteriak bahagia kalau ia akhirnya akan
menikah. Soo Ji yang duduk di depanya terlihat malu karena keduanya sama-sama
menjerit.
Ibu Se
Hee berjalan pulang bertanya apakah anaknya Ktak mau datang ke rumah. Se Hee
menjawab Lihat saja nanti. Ibu Se Hee mengatakan aklau ayah Se Hee mau bayar
angsuran rumah anaknya. Se Hee langsung menolak,
“Sampai
kapan kau seperti ini sama ayahmu? Kau
itu sudah menikah sekarang, jadi sekaranglah saatnya lupakan dan melanjutkan hidup.” Ucap Ibu Se
Hee.
“Kau
Lupakan dan melanjutkan hidup? Apa maksudnya? Lupakan apa? Lagipula
pernikahanku tidak ada hubungannya sama
Ayah.” Ucap Se Hee.
“Se
Hee... Ayahmu juga sangat menyesal. Dia itu sudah tua.” Kata Ibu Se Hee mencoba
agar bisa mendamaikan keduanya.
“Ibu..
Pulanglah. Aku ada urusan... Dan...jangan datang tanpa mengabari dulu. Itu namanya
tidak sopan terhadap orang yang tinggal bersamaku, Lalu Pulanglah naik taksi.”
Ucap Se Hee memberikan uang pada ibunya lalu pergi.
“Tadi dia
bilang “Orang yang tinggal denganya? Padahal dia istrinya, kenapa dia memanggilnya seolah istrinya itu penyewa?”
ucap Ibu Se Hee heran.
Ho Rang
dengan bahagia menceritakan saat menyuruh Won Seok untuk melihat baik-baik
tangannya lalu akhirnya melihat cincin ada di jari manisnya. So Ji merasa tak
menyangka kalau Won Seok akan melamar temanya
dengan cara seperti itu menurutnya Usahanya selama ini, akhirnya terbayar juga.
“Ya, maka
dari itu. Won Seok dulu biasanya beli senter, saat kau bilang takut
berjalan sendirian malam-malam.” Ucap Ji
Ho mengejek
“Aku 'kan
sudah bilang kalau aku akan mengubahnya menjadi seperti Mark Jukebox Karena dia
bergabung dengan perusahaan suamimu,
jadi dia harus sukses sekarang.” Kata Ho Rang bangga. Soo Ji ingin membenarkan
nama pendiri facebook, tapi Ji Ho memberi kode kalau itu tak perlu.
“Tapi
kau, kenapa ibu mertuamu tiba-tiba
datang?” tanya Soo Ji. Ji Ho mengatakan kalau ibu Se Hee datang untuk
membawakan lauk.
“Apa dia
Ke rumah pengantin baru pada hari akhir
pekan?!! Jangan bilang dia tahu kata
sandi rumahmu dan memasuki rumahmu
tiba-tiba.” Ucap Soo Ji kaget. Ji Ho seperti merasa heran karena
menurutnya tak ada yang salah. Ho Rang pikir itu Tidak mungkin.
“Berarti
hidup bersama mertuamu sudah bermula” ungkap Soo Ji.
“Dia cuma
datang saja, jadi tak perlulah dipusingkan.” Kata Ji Ho santai
“Ya,
mungkin itu wajar-wajar saja. Itu 'kan rumah anaknya, jadi dia punya hak masuk rumah anaknya.” Kata
Ho Rang
“Hei,
tapi mana bisa dia masuk rumah anaknya seenaknya? Kau jadi mandiri bersama
keluargamu sendiri saat bertumbuh dewasa. Yang punya hak seperti itu harusnya
istri si suamilah yang bisa masuk rumah seenaknya.” Kata Soo Ji
“Benar...
Tapi itu hanya berlaku buat yang tinggal di negara barat. Ini bukan Amerika,
tapi Korea. Dia pasti berpendapat Ji Ho tak
punya hak akan rumah itu karena anaknya yang bayar rumah itu dan juga Ji Ho 'kan tidak
bayar sewa juga di rumah itu.” Ucap Ho
Rang. Ji Ho tiba-tiba terbatuk.
“Benar
juga. Mertuamu pasti tak bisa apa-apa..., kalau misalnya istri dari anaknya
bayar sewa juga.” Kata Soo Ji mengejek. Ji Ho pun berusaha untuk menyangkalnya
merasa kalau itu Tak masuk akal.
Ji Ho
pikir mertuanya juga tidak terlalu Mengintimidasi, bahkan bersikap baik jadi akan
bersikap baik padanya, karena ingin mengambil hatinya. Ho Rang pikir Ji Ho sudah kena sindrom ingin
jadi menantu yang baik. Ji Ho terlihat binggung.
Se Hee
menatap didepan cermin berpikir karena ada luka di dahinya jadi Ji Ho yang
terus menatap wajahnya, lalu seorang wanita menghampiri bertanya apakah Se Hee
akan memotong rambutnya. seperti biasa.
Se Hee membenarkan.
“Tapi,
apa ada yang aneh denganku?” tanya Se Hee.
Si pegawai menrasa kaalu Se Hee kelihatan sama saja. Se Hee pun
memperlihatkan kartu diskon yang masih berlaku agar bisa memotong rambut.
Ji Ho
melihat dari internet “Sindrom menantu yang baik?” lalu mengingat kembali
pembicaraan dengan teman-temanya.
Flash Back
“Biasanya
pengantin baru wanita begitu. Mereka menahan diri karena mereka merasa harus
menjadi menantu yang baik dan penurut.”
Jelas Soo Ji
“Tapi aku
paham perasaan mereka. Aku juga mau dicintai
suami dan mertuaku.” Kata Ho Rang yang memang ingin menikah. Soo Ji
mengatakan kalau itu sudah biasa dialami istri baru.
Ji Ho pun
bertanya-tanya pada dirinya apakah mengalami
sindrom menantu yang baik dan ingin tahu alasan dirinya yang tidak bisa
menolak permintaan mertuanya.
“Ahh..
Ini tidak mungkin... Kenapa mereka tidak bisa menolak?” ucap Ji Ho lalu terdiam melihat sosok pria yang
dicintainya dengan potongan rambut yang berbeda.
“Hanya
saja aku tak bisa menolak pria itu.”
Gumam Ji Ho lalu berkomentar Rambut Se Hee yang beda.
“Ya.. Aku
menata rambutku karena aku merasa sedikit terganggu. Ini Aneh, kan?”kat Se Hee.
Ji Ho langsung menjawab kalau menyukainya wajahnya langsung panik.
“Maksudku,
gaya rambutmu... Aku suka gaya rambut barumu.” Jelas Ji Ho. Se Hee pun bisa
mengerti dengan wajah datarnya.
Keduanya
naik lift, Ji Ho bertanya apakah Ibu Se Hee sudah pulang. Se Hee mengatakan
sudah dan meminta maaf tentang yang tadi
pagi, karena sudah memperingatkan ibunya jangan datang seperti ini, tapi... Ji
Ho langsung menyela kalau itu masalah
“Tidak,
dia 'kan cuma datang ke rumah anaknya
sebagai ibunya.” Ucap Ji Ho santai
“Tetap saja,
tidak bisa begitu caranya. Kurasa kita harus mengganti kata sandi rumah kita.” Ucap Se Hee
mengeluarkan ponselnya. Ji Ho pikir Tak perlu seperti itu.
“Jika itu
karena kau khawatir denganku. Aku sungguh tak masalah “ ungkap Ji Ho. Se Hee
mengaku dirinya yang keberatan lalu mengeluarkan ponsel untuk mengubah nomor sandinya.
Ji Ho hanya menatapnya mengingat kejadian dengan Bok Nam.
Flash Back
Bak Nam
mengatakan kalau sudah memaafkan keduanya karena suami palsu Ji Ho yang memang
keren, bahkan tak menyangka bisa luluh dengan ucapannya dengan memuji Majikan
rumah Ji Ho itu memang orang baik, Ji Ho ingin tahu apa yang dikatakan oleh Se
Hee.
“Aku
bertanya kapan dia mau bayar kaca spion
dan juga tanya kenapa dia menikah
denganmu.” Ucap Bok Nam. Ji Ho penasaran apa lagi yang dikatakn Se Hee.
“Kau
pikir apa lagi? Dia bilang menikahimu karena sewa rumah Dan dia bilang dia
menghormatimu... Dia menghormatimu sebagai "bek"” Kata BOk Nam. Ji Ho
binggung apa maksud Se Hee yang menghormatinya sebagai "back"
Ji Ho
duduk sambil menonton sepak bola, Se Hee keluar kamar mengambil minum
bertanya-tanya apa artinya Se Hee yang menghormati sebagai “Back”. Se Hee
melihat Ji Ho menonton bertanya apakah itu siaran ulang. Ji Ho mengangguk.
“Arsenal
beruntung punya back yang hebat seperti
Koscielny.” Ucap Ji Ho. Se Hee pikir kalau dia yang hebat.
“Oh, ya
aku mau ke supermarket karena ini sudah akhir pekan.” Kata Se He. Ji Ho ingin
ikut karena harus belanja harian.
Keduanya
mendorong trolly sendiri dengan belanjaan masing-masing. Ji Ho penasaran
akhirnya bertanya, kalau Bok Nam mengatakan Se Hee yang menghormatinya sebagai
“back.” Se Hee menceritakan Bok Nam yang bertanya alasan menikah dengan Ji Ho.
Ji Ho ingin tahu apa maksud yang dikatakan Se Hee.
“Yah,
maksudnya seperti yang persis kukatakan. Kau satu-satunya penyewa yang kuhormati dalam hidupku. Kau tidak pernah
lupa menyortir barang tak dipakai. Aku
bahkan tidak perlu lagi kasih makan kucing. Dan yang terpenting..., kau tahu
bagaimana cara mempertahankan diri
dengan baik.” Ucap Se Hee. Ji Ho
binggung apa maksudnya itu.
Flash Back
Saat
bertemu dengan orang tua Ji Ho, Se Hee terlihat tak bisa membuat ayah Ji Ho
tenang. Akhirnya Ji Ho langsung menendang kaki Se Hee agar bisa berlutut
didepan ayahnya. Setelah itu saat datang ke rumah Se Hee tanpa ada rasa ragu
memanggil Se Hee dengan panggilan “Oppa...” mengaku kalau mencintai Se Hee.
“Ahh..
Jadi itu maksudnya back.” Kata Ji Ho mengerti. Se Hee pikir Pernikahan bukan hanya suatu persoalan.
“Lebih
tepatnya keingintahuan orang lain di sekitar kita daripada apa yang penting
bagi kita. Contohnya tadi pagi... Kau juga tahu cara menangani situasi tadi. Semua
jadi lancar karena kau yang memperkenalkan
ibuku ke keluarga kalian. Jadi aku harus berterima kasih banyak akan hal itu.” Ucap Se Hee lalu pamit karena
harus beli makanan kucing. Ji Ho pikir juga mau cari beras. Mereka pun
berpisah.
Ji Ho
terdiam mengingat pembicaraan di saat dengan Ho Rang.
Flash Back
Ho Ran
bertanya apakah tahu nama panggilan suaminya di kantor. Ji Ho mengaku tak tahu.
Ho Rang mengatakan kalau Se Hee itu adalh Cicilan rumah di kirinya dan Kucing
di kanannya, maksudnya adalaha Otak kirinya itu selalu soal cicilan, dan otak
kanannya selalu soal kucingnya. Ji Ho tak percaya mendengarnya lalu tertawa.
“Apa
Menurutmu itu lucu? Lalu kau di sebelah mananya?” ucap Ho Rang. Ji Ho terdiam.
“Maksudku,
jika dia hanya memikirkan cicilan dan
kucingnya..., Lalu kau bagaimana? Kapan dia memikirkanmu?” kata Ho Rang. Ji Ho
hanya menjawab kalau tak tahu.
Ji Ho
menatap Se Hee sedang membayar belanjaan dikasir, sambil bergumam apa yang
Dalam pikiran Se Hee sekarang.
“Aku
sadar seharusnya tidak berpikir seperti
ini. Aku sadar tak pernah dipikirkan
oleh pria itu.” Gumam Ji Ho dan Se Hee masuk sibuk dikasir dengan barang
belanjaan.
“Aku hanyalah
seseorang yang menjamin dia mendapat
biaya sewa tetap. Aku hanyalah penyewa. Aku hanyalah orang yang tetap menjaga keyakinannya
tentang kehidupan pernikahan. Aku hanyalah back hebat baginya.” Gumam Ji Ho
sedih.
Keduanya
pulang bersama sambil makan es krim, Ji Ho masih bergumam “Apa kira-kira yang
ada di pikiran pria ini?”.. Lalu mulai
bertanya pada Se Hee apakah memiliki impian. Se Hee terlihat binggung.
“Jadi,
apa kau punya tujuan hidup yang ingin dicapai?” tanya Ji Ho. Se Hee seperti
memikirkan Tujuannya.
“Aku cuma
ingin hidupku...tidak terjadi apapun.” Kata Se Hee. Ji Ho terlihat kaget kalau
Se Hee hanya ingin Tidak terjadi apapun.
“Aku
hanya ingin keseharianku sama seperti hari ini. Aku ingin pergi bekerja
dan membayar cicilanku. Aku ingin pulang
ke rumah lalu menonton bola sambil minum bir.” Jelas Se Hee. Ji Ho tak percaya
kalau itu adalah impianya.
“Lagi
pula, aku ingin mati di rumahku sendiri.
Impianku... ya seperti itu.” Kata Se Hee lalu berjalan lebih dulu.
“Apa ada
cara memasuki ruang hati pria itu?” gumam Ji Ho melihat Se Hee yang berjalan
didepanya.
Ho Rang
merapihkan pakaian Won Seok layaknya seorang istri. Won Seok mengeluh karena
harus mengunakan dasi, karena bisa pakai pakaian kasual dan tidak perlu pakai
jas. Ho Rang pikir karena ini hari pertama masuk kerja jadi tidak berlebihan.
“Kesan
pertama itu sangat penting.” Ucap Ho Rang akhirnya menyelesaikan tgasnya.
“Tapi,
Sang Hoon tidak berteman denganku lagi di Facebook. Apa Kau belum menjelaskan
pada orang-orang "Get Up"?” ucap Ho Rang. Won Seok pikir tak perlu
khawatir.
“Mereka
senang aku dapat pekerjaan ini.” Kata Won Seok menyakinkan. Ji Ho memuji Ho
Rang yang sudah seperti Mark Jukebox
sekarang.
“Ho
Rang... Apa Kau bahagia sekarang?” tanya Won Seok. Ho Rang mengaku sangat
bahagai dengan cincin yang ada ditanganya.
Won Seok
dengan senyuman mengaku kalau Ho Rang bahagia, maka ia juga lalu pamit pergi
dengan meminta kecupan. Ho Rang pun memberikanya lalu mengucapkan kalimat
seperti seorang istri pada suaminya yang berkerja untuk mencari nafkah.
Bersambung ke part 2
PS; yang udah baca
blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 &
Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar