Ji Ho
bertemu dengan 3 orang teman lainya dan minum bersama, Ho Rang ingin membahas
tentang Kosmetik yang dipakai, tapi temanya menyela dengan ingin tahu
pernikahan Ji Ho mengaku aklau sebenarnya sangat sedih karena tak
memberitahu. Ji Ho meminta maaf karena sangat
sibuk.
“Jadi kau
tinggal dimana sekarang? Apakah Apartemen? Kau sewa apa beli?” ucap temanya
yang bertubuh tambun.
“Ya. Kami
membelinya.” Kata Ji Ho malu-malu. Tiga teman lainya berpikir kalau Gaji suami Ji
Ho pasti besar.
“Sebenarnya...
Kami juga mencicil” ungkap Ji Ho, tiga temanya pikir tak masalah karena Zaman
sekarang tak ada yang membeli secara kontan
“Jadi apa
kau senang, sudah menikah sekarang?” tanya temanya. Ji Ho pikir merasa senang.
Temanya ingin tahu Ji Ho sedang karena apa.
“Suamiku
juga langsung pulang sehabis kerja dan bersenang-senang denganku selama tahun pertama kami. Apa dia mencarimu
saat dia pulang?” cerita temanya. Ji Ho terlihat binggung dan mengaku kalau ia
juga seperti itu.
“Dia
mencariku...dan memanggil namaku.” Cerita Ji Ho padahal saat pulang Se Hee
langsung memanggil kucingnya.
“Waktu
kusapa dia...,dia memelukku erat...dan mengajakku ke kamar tidur kami.” Cerita
Ji Ho. Padahal setelah Se Hee menemukan kucingnya, langsung memeluk dan
mengendongnya ke kamar.
Tiga
orang temanya pun merasakan seperti suasana jadi panas, Ho Rang hanya diam saja seperti merasa sedih.
Teman menyarankan Ji Ho untuk jangan terlalu dini hamilnya, karena setelah itu
akan selesai semuanya. Temanya pikir
kalau mereka masih diumur 20an tapi sekarang
mereka sudah terlalu tua sekarang.
“Aku
pikir hamil awal juga lebih baik..Tapi kemudian rencanaku memudar, setelah
mengunjungi mertua kami” pikir temanya.
“Hei,
walaupun begitu mereka pasti jauh lebih baik daripada bajingan yang kutemui di
kantor. Jadi Ayo kita minum dan lupakan saja.” Kata Soo Ji dan mereka pun
bersulang bersama.
“Soo Ji,
kau masih saja banyak minum? Wahh.. Hebat sekali kau.” Puji temanya yang
tambun.
“Aku dulu
mengidam bir waktu hami jadi menenangkan diri dengan menonton iklan bir.”
Ungkap temanya yang berbadan panjang
“Bukankah
itu karena kau cuma ingin lihat bintang
iklannya, si Song Joong Ki saja?” ejek Soo Ji
“Hei, sekarang,
Park Bo Gum jauh lebih populer dari Song
Joong Ki.” Komentar Ho Rang. Temanya membalas kalau gadis lajang seperti Ho
Rang paham perasaannya dengan wanita yang sudah menikah. Ho Rang pun hanya diam
saja.
Soo Ji
bertanya pada pelayan apakah ada ruang merokok. Pelayan memberitahu bisa
merokok di tempat parkir. Ho Rang bertanya kenapa Soo Ji menanyakan hal it. Soo
Ji mengaku takut didenda alau merokok
sembarangan. Ji Ho tahu kalau dendanya cukup mahal yaitu 100 ribu won.
“Soo
Ji... Apa Kau tak ada rencana mau menikah?” ucap temanya. Soo Ji mengaku tidak
ada rencana mau menikah.
“Tapi
kalau keputusanmu berubah, maka kau mungkin bisa menikah nanti.” Pikir temanya.
Soo Ji pikir mungkin kalau berubah pikiran.
“Kalau
begitu, bukankah kau harusnya berhenti merokok? Jika kau mau melahirkan, kau
harus berhenti merokok. karena adanya nikotin di tubuhmu. Itu tidak baik bagi
si bayi.” Ucap temannya. Dua orang lainya setuju dan mulai membahas anak
mereka.
“Apa Kau
lihat itu?.. Mereka...sangat berisik. Makanya kunamai kumpul-kumpul konyol.”
Bisik Soo Ji. Ho Rang menganguk dan Ji Ho yang mendengarnya hanya bisa menahan
senyuman.
Ketiga
duduk di minimarket sambil minum bir, Soo Ji heran kalau orang jadi sibuk
sekali saat mereka menikah dengan menyuruh ini dan itu. Ho Rang pikir Itulah sebabnya semua orang
menikah krena Bagian kehidupan yang paling menyenangkan itu menyarankan orang
ini itu.
“Tapi, Ho
Rang... Bukannya kau sudah makan tadi? Apa Kau lapar lagi?” ucap Ji Ho heran.
“Ya...
Aku lapar... Aku tadi tidak bisa makan banyak di sana dan Perutku sangat
kesal.” Kata Ho Rang
“Hei, aku
tadi yang adu mulut sama mereka. Kenapa perutmu yang marah?” pikir Soo Ji
“Aku
iri... Jadi Perutku kesal karena aku iri dengan teman-teman yang sudah menikah.
Jadi aku tidak bisa makan apapun.” Kata Ho Rang yang membuat dua temanya saling
berpandangan.
Flash Back
Tiga
orang temanya membahas kalau tubuh mereka jadi mudah gemuk diumur 30 tahun,
bahkan jadi mulai cepat capek walaupun hanya kerja di restoran. Ho Ran ingin
berbicara, tapi temanya seperti tak mau mendengarkan membahas tentang pasca
melahirkan lalu tentang anak. Ho Rang hanya bisa diam saja, karena belum
menikah seperti tak bisa bergabung dengan tiga temanya.
Ji Ho dan
Ho Rang mengantar Soo Ji pulang dengan sopir penganti. Ho Rang merasa bajunya
akan sobek karena terlalu banyak makan. Ji Ho dengan baik hati mengajak Ho Rang
untuk berolahraga dengan berjalan. Ho Rang membahas Hee Ji dan Young Ok jadi teman baik setelah menikah. Ji Ho
membenarkan karena sebelumnya mereka tak akur.
“Ji Ho,
kau juga.... Dulu, mereka tidak nyaman sama kau. Tapi setelah kau menikah, maka
mereka lebih dekat denganmu. Itu Karena kalian punya kesamaan.” Ucap Ho
Rang. Ji Ho pikir karena mereka sudah
lama tak berjumpa.
“SeJujur,
tidak ada yang salah dengan omongan mereka.” Kata Ho Rang. Ji Ho bertanya
mengenai masalah apa.
“Pada
akhirnya, wanitalah yang melahirkan. Jadi sebaiknya melahirkan sewaktu kita
masih muda dan sehat. Alangkah senangnya kalau aku bisa menikah lebih cepat.”
Ungkap Ho Rang yang ingin sekali menikah.
“Ho
Rang...Kenapa kau mau menikah?” tanya Ji Ho. Ho Rang membalikan badan melihat
dua buah baju yang ada di etalase.
“Kau tahu
ini, kan? Aku dari kecil tak pernah pakai baju hitam.” Ucap Ho Rang.
“Pakaianmu
selalu warna merah, merah muda, dan kuning. Kapan pun kita main ke luar, Soo Ji
dan aku pasti akan menebak warna apa yang akan kau pakai.” Ucap Ji Ho
“Tapi
saat aku membuka lemariku sekarang..., maka aku hanya memilih pakaian yang
warnanya tidak mencolok. Mereka sesuai dengan pakaian lainnya dan tak kelihatan
mewah, Karena itu aku suka pakaian-pakaian hitam sekarang.” Ungkap Ho Rang
dengan mata berkaca-kaca
“Kau
pasti tahu, ada teman ibuku yang bekerja sebagai ketua tim di perusahaan
asuransi. Dia sangat bugar karena bekerja dan menjaga pola makanannya dan
wajahnya tak ada keriput, bahkan Gaji dia juga banyak. Dia selalu mentraktir
makanan untuk ibuku dan teman-temannya. Lalu wanita-wanita lain iri padanya karena dia sangat keren.” Cerita Ho
Rang. Ji Ho mengerti.
“Tapi... Setiap
kali ibuku dan teman-temannya pergi ke suatu tempat..., maka wanita itu selalu
ditinggalkan.” Cerita Ho Rang. Ji Ho tak percaya ingin tahu alasanya.
“Wanita
itu bermantel merah. Dia tidak bisa menikah karena terlalu sibuk bekerja. Ji Ho, aku hanya ingin
menjalani kehidupan biasa seperti orang
lain, dengan Punya suami dan punya anak,
seperti itulah. Aku juga ingin menceritakan ke teman-teman tentang mertua dan rasanya
membesarkan anak.” Ungkap Ho Rang
“Aku juga
ingin pakai mantel hitam yang bisa cocok di mana-mana. Aku ingin menjadi
seperti orang lain yang tidak menonjol.
Aku ingin melakukan seperti yang orang
lain lakuka dan berbagi cerita serupa. Itulah impianku. Bagiku, pernikahan adalah
suatu hal yang membuktikan kalau aku baik-baik saja, dan aku wanita sejati. Pernikahan
itu seperti mantel hitam itu.” Ungkap Ho Rang. Ji Ho hanya bisa terdiam menatap
temanya.
“Ho
Rang.. merupakan wanita yang kelihatan cantik pakai pakaian merah.”
Flash Back
Ji Ho dan
Soo Ji sudah menunggu temanya di atas jembatan, Soo Ji kesal karena Ho Rang
yang belum juga datang. Saat itu Ho Rang berteriak memanggil temanya dan
pakaian sangat mencolok mengunakan jaket merah, Soo Ji merasa malu ingin
bergegas pergi. Ji Ho pun menahanya.
“Hei, apa
kau itu lampu merah?” keluh Soo Ji. Ho Rang pikir yang dipakainya cantik. Soo
Ji mengeluh kalau itu sangat norak. Mereka pun bergegas pergi.
“Walau
dia pakai baju yang mencolok, tapi dia pribadi yang sangat percaya diri.
Begitulah Ho Rang.”
Ho Rang
sudah naik kereta, melihat profile dalam chatnya dan melihat salah satu profile
temanya yang foto dengan anaknya. Wajahnya langsung menahan sedih, dan melihat
banyak disekelilingnya mengunakan pakaian hitam, tapi ia mengunakan abu-abu,
lalu menutup cat kukunya yang berwarna merah.
“Sejak
kapan kita, mulai merasa malu, memakai warna yang berbeda? Tapi yang lebih
pahitnya yaitu aku juga merasa cukup senang karena memakai mantel hitam yang
menandakan pernikahan...” gumam Ji Ho lalu mengingat saat di cafe foto bersama,
seperti Ho Rang dan Soo Ji seperti
tersingkir dengan teman-temanya yang sudah menikah.
Teman Ji
Ho mengirimkan pesan dalam grup “ Ji Ho, selamat sekali lagi atas pernikahanmu... Karena kita
semua wanita yang sudah menikah, kita harus
sering-sering bertemu.”
“Ya. Ayo kita bertemu, dan ajak
suami kita. Selamat datang di kehidupan pernikahan. Senang rasanya.”
“Ahh..
Tidak, malah terus terang...Senang rasanya menjadi suatu bagian di suatu
tempat.” Gumam Ji Ho lalu kaget saat akan turun melihat Se Hee seperti sudah
menunggu di depan halte.
Ji Ho
langsung bertanya kenapa Se Hee ada di halte. Se Hee tahu kalau Ji Ho
mengirimkan pesan akan naik bus, karena Ini sudah malam dan kemarin ada insiden
Bok Nam itu Jadi sedikit khawati sebagai sesama penghuni rumah.
“Kau
bilang Sebagai sesama penghuni rumah?” ucap Ji Ho. Se Hee menganguk.
“Apa itu
semacam bantuan dari majikan rumah Atau apa kau menjagaku karena aku penyewa?” pikir Ji Ho
“Lebih
tepatnya semacam pemilik klub sepak bola menjaga pemainnya sendiri.”kata Se
Hee. Ji Ho pun mengerti dan mengajak untuk mereka segera bergegas pulang.
Se Hee
bertanya apakah Ji Ho sudah bertemu teman SMAnya. Ji Ho mengaku sudah dan
menceritakanSebenarnya pertemuannya agak aneh, karena sebelumnya tidak begitu
dekat dengan, tapi sekarang ia yang sudah menikah jadi merasa lebih dekat dengan
mereka.
“Semacam
seperti berada dalam kelompok. Aku sudah lama tak merasa seperti itu. Perasaanku... agak
senang.” Ungkap Ji Ho.
“Kurasa
kau akan melalui fase kepemilikan di
suatu tempat.” Kata Se Hee. Ji Ho binggung apa maksud ucapan Se Hee.
“Hierarki
kebutuhan menurut Maslow. Manusia mencari kebutuhan lanjutannya setelah puas akan kebutuhan yang lain.” Kata
Se Hee.
“Kenapa
kau tiba-tiba... bicara tentang Maslow?” tanya Ji Ho heran.
“Ini
bukan tiba-tiba. Kondisimu sekarang ini merupakan kebutuhan dasar manusia.
Bagimu, kau memuaskan kebutuhan paling dasarmu lewat pernikahan. Lalu melewati
aku, kau memuaskan kebutuhan
selanjutnya, yaitu keamanan. Jadi sekarang kau berada di tingkat ketiga, yaitu
kebutuhan untuk memiliki. Kau sekarang harus memenuhi kebutuhan untuk merasa dimiliki di suatu tempat Aku
hanya bilang begitu karena perasaan itu sama seperti kebutuhan binatang..”
Jelas Se Hee.
“Aku juga
kadang merasakannya.” Gumam Ji Ho
“Itu
semua kebutuhan manusia yang sia-sia” kata Se Hee
“Dia memang
kadang menjengkelkan.” Keluh Ji Ho dalam hati. Se Hee heran melihat tatapan Ji
Ho. Ji Ho mengalikan pembicaraan kalau di langit tak ada bintang sama sekali.
“Aku
sudah transfer biaya sewanya hari ini.” Ucap Ji Ho mengalihkan kembali. Se Hee
mengatakan sudah memeriksanya.
Ho Rang
pulang ke rumah hanya bisa terdiam melihat Won Seok yang tertidur dilantai
dengan banyak sisa makan tanpa dibereskan, wajahnya sangat sedih dengan
keadanya sekarang. Esok paginya, Won Seok sibuk membersikan rumah bertanya apakah
Ho Rang masih tidur. Ho Rang membenarkan. Won Seok menyuruh bangun karena sudah
siang.
“Sebentar
lagi. Aku harus tidur di hari liburku.” Ucap Ho Rang yang enggan bangun.
“Cepatlah!
Aku mau jemur selimut di luar, selagi matahari lagi terik.” Kata Won Seok
“Kenapa
kau harus bersih-bersih hari ini?” keluh Ho Rang lalu mengaruk kepalanya.
Won Seok
menyuruh berhenti karena nanti bisa ketombe, Ho Rang terdiam. Won Seok pikir
karena mereka sudah tujuh tahun, Ho Rang
rupanya tidak peduli lagi karena dulu bangun dan langsung keramas bahkan sampai
memakai make up.
“Kaulah yang
bersikap konyol.. Jangan cari gara-gara denganku hari ini. Aku tidak mau
melakukan apapun.” Ucap Ho Rang memilih untuk tidur lagi. Won Seok menyuruh Ho
Rang untu segera bangun.
“Wahh...
Apa ini kotoran di kukumu? Dasar Jorok sekali.” Ejek Won Seok pada jari
pacarnya.
Ho Rang
kesal akhirnya bangun kalau tak kotoran pada jarinya, lalu terkejut melihat ada
cincin pada jarinya lalu bertanya apa maksudnya ini. Won Seok pikir Ho Rang,
ingat dengan seorang matematikawan yang disukainya yaitu Kurt Godel.
“Teorema
ketidaklengkapannya, adalah dasar dari sistem komputer zaman sekarang. Ada pepatah
bahwa ada proposisi matematika yang tidak bisa dibuktikan sekalipun itu
kebenaran matematika.” Ucap Won Seok dengan bahasa ilimiahnya.
“Aku
banyak berpikir selama ini, dan ingin
membuktikan diriku padamu. Tapi yang kusadari adalah cinta kita tidak akan
pernah terbukti sepenuhnya. Itu karena cinta kita kebenaran yang sempurna. Apa Kau paham
maksudku?” kata Won Seok
“Apa kau
Pikir, aku paham maksudmu? Berhenti bicara omong kosong itu dan katakan
sekarang.” Ucap Ho Rang tak ingin berbelit-belit.
“Aku tidak
akan pernah membuatmu merasa tidak aman
lagi. Jadi Ho Rang..., maukah kau... menikah denganku?” kata Won Seok,
Ho Rang
tak percaya kalau ia akan menikah, Won Seok membenarkan kalau mereka sungguh akan menikah, lalu berpelukan.
Ho Rang mengeluh aklau seharusnya melamar saat sedang cantik tapi malah baru
bangun tidur. Won Seok pikir sudah menyuruhnya mandi. Ho Rang tak peduli
memilih untuk kembali berpelukan.
Sang Goo
menaiki bus sambil mendengarkan musik, lalu seseorang berambut panjang menaiki
bus. Sang Goo seperti merasakan seusatu tapi saat melihat wajahnya bukan orang
yang di kaguminyanya. Tiba-tiba seorang pria yang duduk di depan Sang Goo
binggung karena melihat tetesan air diatas ponselnya. Saat itu Sang Goo hanya
bersenandung di dalam bus.
“Mari
selesaikan pertemuan kita hari ini.” Ucap Sang Goo. Bo Mi buru-buru keluar. Sang
Goo memperingatkan kalua CEO-nya sedang bicara jadi menyuruhnya duduk. Bo Mi
pun kembali duduk.
“Semuanya,
aku ada kabar baik. Aku sudah merekrut pengembang super kompeten untuk
perusahaan kita.” Ucap Sang Goo. Semua terlihat tak percaya mendengarnya dan
ingin tahu orangnya.
“Mungkin
kalian sudah kenal dia, yaitu CEO Shim Won Seok Jadi Tepuk tangan yang meriah.”
Kata Sang Goo bangga. Tapi semua hanya terdiam dengan wajah melonggo.
“Hei... Kenapa
kalian ini?” ucap Sang Goo heran. Se Hee dengan kode mulutnya mengajak Sang Goo
untuk bicara diluar saja. Sang Goo pun menyelesaikan rapat lebih dulu.
Keduanya
berbicara di ruang tengah, Sang Goo heran rekan kerjanya yang tak suka
dengan Won Seok. Se Hee pikir apa lagi alau bukan karena "Get
Up" itu gagal total, menurutnya Jika Sang Goo merekrut karena temannya dan
rasa kasihan maka sebaiknya ia harus
mencegah untuk merekrut Won Seok .
“Se Hee,
apa menurutmu aku ini pribadi yang moralnya sudah hancur? Won Seok mungkin
terlihat naif tapi dia seorang jenius sejati. Apa Kau ingat situs sensasional,
"07 Finder"?” ucap Sang Goo. Se Hee menganguk.
“Kau tahu
mahasiswa Jurusan Teknik Komputer yang
membuat situs mencari cewek seksi dari
angkatan tahun 2007. Dulu itu sangat populer dan servernya sampai penuh berkali-kali. Dan kau
harus tahu, bahwa Won Seok yang buat situs itu.” Cerita Sang Goo
“Apa kau
Tahu berapa umurnya saat itu? Dia baru
18 tahun. Dia sekolah lebih awal dan tamat SMA lebih cepat. Nilai dia terbaik,
meskipun dua tahun lebih muda dari teman
sekelasnya.... Ya, jujur, memang dia tak
terlalu tahu soal bisnis. Tapi sebagai pengembang, dia yang terbaik.” Ucap
Sang Goo.
Se Hee
hanya menatapnya, Sang Goo pikir kalau Se Hee tak percaya padanya. Se Hee tetap terdiam, Sang Goo
merasa Se Hee memperlihatkan wajah seperti baru
melihat kucing liar hujan-hujanan. Se Hee mengaku tidak seperti itu.
“Apanya
yang tidak? Apa Tahu hal yang paling menyebalkan di dunia? Harus berhenti buang
air kecil setengah jalan, lalu tidak
menyeka setelah BAB dan orang yang tidak mengatakan apa yang ingin dia katakan.” Keluh Sang Goo
memberikan perumpamaan.
“Aku
mengerti. Jadi ayo kita bicara di luar.” Ucap Se Hee. Sang Goo pikir untuk apa
keluar karena udara yang dingin.
“Aku
tahu... CEO Ma, kau. Apa mungkin.... kau menangis?” ucap Se Hee. Semua rekan
kerjanya langsung melonggo ingin tahu pembicaraan mereka.
Sang Goo
mengelak menurutnya tak ada alasan untuk menangis. Se Hee melihat Mata Sang Goo
jadi merah seperti itu setelah menangis. Sang Goo mengtakan Kulit di bawah matanya
lebih sensitif daripada kulit lainnya dan tetap mengelak, yang tak tahu apapun
tentang dirinya.
“Meskipun
aku sudah mengenalmu selama 18 tahun...,
tapi aku tidak bisa bilang kalau tahu segalanya tentangmu.” Ucap Se Hee.
“Ya, meskipun
kau teman terdekatku, kau tidak bisa
tahu segalanya.” Ucap Sang Goo mengaku
hanya alergi jadi selalu agak merah dengan
terus mengelak kalau tak menangis
“Benar. Semua
orang tidak tahu segalanya tentang dirinya sendiri. Jadi, seseorang juga tidak
akan tahu segalanya tentang orang lain.”
Kata Se Hee. Sang Goo membenarkan.
“Tapi...,...kenapa
kau menangis?” ucap Se Hee. Sang Goo heran Se Hee tetap bertanya.
Soo Ji
melihat motor Bok Nam yang terlihat masih baru seperti tak terjadi apa-apa. Bok
Nam seperti baru menyadarinya lalu mengaku kalau ingin motornya tetap bersih
sebelum karena ingin mengucapkan selamat tinggal padanya.
“Kau
bilang "Sebelum aku mengucapkan selamat tinggal"? Apa Kau mau menjual
motormu? Hei... Kau mau jual berapa?” ucap Soo Ji sambil merangkul Bok Nam
layaknya seperti adik sendiri. Bok Nam mengatakan kalau itu rahasia.
Saat itu
Sang Goo berjalan dengan rekan kerjanya melihat Soo Ji sedang memeluk Bok Nam
sambil tersenyum bahagia. Pikiran melayang saat Soo Ji memujinya lucu karena
terlihat marah lalu menurutkan di jalan.
“Kalau aku
menghabiskan waktu bersamamu, bisa-bisa aku nanti tidur denganmu... Oh, ya... nomornya
bukan 303, tapi 304. Kamar kita.” Ucap Soo Ji ternyata masih mengingat Sang Goo
dan pertemuan mereka terakhir kalinya.
“Apa Memang
aku pernah bilang ingin berkencan denganmu? Kubilang aku ingin tidur
denganmu... Aku jahat... Aku memang jahat, makanya bisa bertahan di kerjaan
ini..” ucap Soo Ji
Sang Goo
seperti tak tahan melihat Soo Ji tiba-tiba mengeluarkan air matanya. Se Hee
melihatnya, Soo Ji bingung melihat Sang Go yang tiba-tiba pergi begitu saja.
Sang Goo melepas kacamatanya sambil terus menangis. Soo Ji akan ke mobil binggung
melihat Sang Goo yang menangis
“Kenapa...
Apa Kau sakit?” ucap Soo Ji. Se Hee melihat dari kejauhan. Saat itu terdengar
terikan rekan kerjanya yang mencari Sang Goo. Soo Ji langsung menarik Sang Goo
ke dalam mobilnya. Se Hee pun menghalangi semua rekan kerjannya kalau Sang Goo
tak ada di parkiran mobil.
“Jika
karyawanmu tahu bosnya menangis..., pasti sangat memalukan. Ada apa? Apa Kau lagi
sakit? Mau kubawa ke rumah sakit?” ucap Soo Ji khawatir.
“Aku
sudah memikirkannya..., tapi kurasa tidak bisa
berhenti dari pekerjaanku. Aku sudah banyak merenungkannya. Aku
rasa tak bisa menjual perusahaanku. Tapi
jika aku tidak melakukannya..., maka aku tidak bisa melihatmu lagi... Dan ..
hatiku... sangat sakit.”ungkap Sang Goo sambil menangis
Soo Ji
hanya melonggo mengingat sebelumnya pernah berkata “Jika kau ingin sekali tidur
denganku, jual perusahaanmu dan berhenti
dari pekerjaanmu. Maka aku akan berkencan denganmu.”
“Jadi
karena aku menyuruhmu menjual
perusahaanmu... Apa Kau anggap itu serius?” ucap Soo Ji mengejek
“Cinta
itu penting bagiku... Tapi......pekerjaanku juga penting... Ahh. Ini Memalukan
sekali.... Walaupun begitu...memikirkan tidak akan melihatmu saja membuatku
jadi seperti ini.” Ungkap Sang Goo sambil menangis.
Soo Ji
tiba-tiba menatap serius, lalu bertanya apakah boleh menciumnya. Sang Goo
dibuat kaget, seperti tak percaya. Soo Ji kembali mengulang pertanyaan. Sang Goo
pikir tak boleh karena tidak bisa
merelakan pekerjaanya.
“Jadi..
Apa Tidak boleh?” ucap Soo Ji mengoda. Sang Goo mengeluh kalau bukan seperti
itu. Soo Ji kembali bertanya apakah boleh melakukanya. Sang Goo menganguk. Soo
Ji lebih dulu mendekat mencium Sang Goo,
lalu Sang Goo menutup matanya dan terlihat air mata yang mengalir.
“Kebanyakan kita salah paham dengan orang lain. Kita tidak harus mengatakan
"Aku paham bagaimana perasaanmu."”
Se Hee
melihat dari kejauhan keduanya sedang berciuman dalam mobil. Bo Mi yang
kebingungan mencari bos-nya akan menelp. Se Hee mengambil ponsel Bo Mi mengajak
untuk mentraktir mereka makan kue. Bo Mi terlihat binggung.
Saat masuk
cafe, Ji Ho dan Se Hee sambil menyapa dengan senyuman, seperti sudah tak ada
rasa canggung. Bok Nam pun melihat dari kejauhan karena tak ada kesalah paham lagi. Ji Ho dan Se Hee terus
sambil menatap senyum.
“Alasan aku masih tetap berharap
adalah... karena aku tahu manusia punya batas. Jikalau kita tak berusaha...,
sampai kapanpun, kita tak bisa saling memahami. Walau dunia seperti ini,
ternyata cinta masih ada.”
Won Seok
membaca pesan dalam grupnya, kalau ia
pindah ke Gyul Mal Ae dan karena menghentikan proyek mereka. Beberapa rekan
kerjanya mengeluh kalau merasa menyedihkan karena membuang-buang waktu dua
tahun karena Won Seok dan ingin lihat bagaimana hasilnya.
“Asalkan kau mencintai
seseorang..., maka kita harus berusaha keras.”
Ho Rang
keluar dari rumah mengatakan sudah siap, wajahnya terlihat bahagia karena akan
segera menikah dengan Won Seok.
“Berusaha keras demi orang lain
membuat hidup terasa memang suatu hal yang layak dicoba.”
Ji Ho
melihat bagian buku dibelakang [Kita harus bekerja keras selama kita jatuh cinta.] Bok Nam pikir Buku
itu pasti seru, karena Ji Ho yang selalu
membacanya. Ji Ho mengaku kalau itu seru lalu bertanya apakah Bok Nam masih
marah padanya.
“Marah
kenapa? Oh, maksudmu bagaimana hidupku
hampir hancur.. karena aku mencoba memukulmu?” sindir Bok Nam. Ji Ho mengatakan
sungguh minta maaf.
“Aku
membiarkannya karena suami palsumu itu memang keren. Tak kusangka aku
bakal terlena dengan ucapan dia. Majikan
rumahmu itu orang baik, Nuna.” Ucap Bok Nam. Ji Ho binggung ucapan apa itu.
“Aku
bertanya kapan dia datang bayar kaca
spion dan juga bertanya kenapa dia menikah denganmu.” Kata Bok Nam. Ji Ho ingin
tahu apa yang dikatakan Se Hee.
Ji Ho
menunggu bus dan melihat Se Hee sudah duduk ditempat biasanya, lalu keduanya
duduk bersebelahan dengan senyuman.Setelah itu jalan menuju apartement, Ji Ho
bertanya Kenapa CEO Ma tidak datang hari ini. Se He e mengaku Sang Goo yang ada
janji lain. Ji Ho membahas Won Seok akan kerja di perusahaan Se Hee.
“Ya,
kurasa dia akan masuk timku.” Ucap Se
Hee dengan wajah datarnya.
“Ada
banyak sekali bintang malam ini. Wahh...
Apa itu Bintang Big Dipper?” ucap Ji Ho terlihat bahagia menatap kearah langit
dan Se Hee melihat Ji Ho yang berjalan didepanya terlihat bahagia.
Se Hee
melihat foto diruang tengah dan mendengar suara Ji Ho bersenandung lalu keluar
dari kamar mandi. Ji Ho bertanya apa yang dilihatnya. Se Hee mengatakan kalau
itu Foto pernikahan mereka. Ji Ho mendekat dan melihat kalau fotonya terlihat
bagus, bahkan lupa kalau ada foto.
“Rekan
kerjaku yang membuat ini sebagai hadiah pernikahan.” Cerita Se Hee.
“Tapi ini
kelihatan sepi.” Pikir Ji Ho melihat foto dengan teman-temanya. Se Hee merasa
Ji Ho seharusnya mengundang banyak orang.
“Sebenarnya,
aku tidak punya banyak teman. Aku cuma punya 2 teman.” Kata Ji Ho.
Se Hee
pikir Dua itu sudah banyak. Ji Ho heran Banyak darimananya. Se Hee merasa kalau
Menurutnya punya satu teman sudah lebih dari cukup dalam hidupnya. Ji Ho pun
bertanya tentang cinta. Se Hee mengatakan Menurutnya satu cinta juga sudah
cukup dalam hidup ini. Ji Ho tersenyum mengaku kalau ia juga seperti itu. Dalam
hidup ini satu cinta sudah lebih dari cukup.
“Soo Ji
pernah berkata, lebih baik bertemu pacar
sebanyak mungkin seperti halnya bertemu
agen hunian rumah. Lalu Ho Rang pernah berkata, pria yang kau nikahi adalah
cinta dan takdir hidupmu. Tapi menurutku..., sejak aku masih kecil, menurutku satu cinta... dalam hidup, sudah
lebih dari cukup.” Gumam Ji Ho sambil melihat foto dengan dua orang temanya
saat menikah.
Se Hee
sedang berkerja dikamarnya, lalu melihat mousenya yang tak bergerak. Akhirnya
Ia membuka sebuah kotak untuk mengambil mouse lain dan terlihat ada buku
berjudul [Koleksi Puisi: The Island] dalam selipan buku terlihat surat [Formulir
pendaftaran pernikahan, 24 Desember 2005,
dengan Suami: Nam Se Hee dan Istri: Jung Min]
Ji Ho
tersenyum mengirimkan pesan pada temanya kalaumenyukai seseorang. Soo Ji heran
membacanya, Ho Rang ingin tahu siapa. Ji Ho menuliskan “Suamiku.”. Soo Ji mengeluh
kalau Ji Ho itu pasti bercanda. Ho Rang pikir Ji Ho sedang pamer padanya.
“Kalau
begitu aku juga akan bilang keras-keras kalau aku cinta Won Seok.” Balas Ho
Rang. Soo Ji yang kesal menyuruh Ji Ho tidur saja. Ji Ho meraba foto suaminya
terlihat sangat bahagia karena akhirnya menyukai Se Hee yang menjadi suami
kontraknya.
“Satu-satunya cinta dalam
hidupku...baru bermula.”
Bersambung
ke episode 10
PS; yang udah baca
blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 &
Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar