Flash Back
Ji Ho
sudah di rumah Soo Ji sambil meminum bir.
Soo Ji menerima pesan dari Sang Goo “Nomor satu. Haruskah kita
sekarang, menikah sungguhan? Nomor dua. Haruskah kita sekarang menjadi pasangan yang benar-benar menikah?
Nomor tiga, Haruskah kita sekarang, benar-benar bersama?”
“Soo Ji, aku butuh bantuanmu.
Kalimat mana yang paling bagus buat lamaran pernikahan? Aku minta bantuanmu
untuk membantu temannya temannya temanku yang mau melamar.” Soo Ji membaca pesan Sang Goo hanya bisa tersenyum.
“Penulis
Yoon, bisa kau pilih kalimat yang tak norak buatku?” tanya Soo Ji menunjukan
pesanya. Ji Ho hanya melirik dan menjawa kalau tak tahu.
“Semuanya
mirip, menurutku.” Ucap Ji Ho. Soo Ji meminta Ji Ho agar memilih satu saja.
“Karena
ini sepertinya kalimat yang akan kau dengar
dari seorang pria.” Ucap Soo Ji. Ji Ho binggung apa maksudnya.
“Kau
pikir Siapa temannya teman CEO Ma? Itu Suamimu.” Kata Soo Ji. Ji Ho hanya diam
saja seperti tak begitu tertarik. Soo Ji heran melihat Ji Ho yang tak senang.
Soo Ji hanya diam saja.
“Kenapa
aku tidak senang? Padahal itu hal yang bisa saja kunantikan. Padahal itu hal
yang bisa saja ingin kudengar. Tapi kenapa aku...takut?” gumam Ji Ho pulang
dengan wajah binggung
Sementara
di depannya, melihat Sang Goo yang menahan Se Hee agar sadar karena sudah
sampai rumah. Se Hee yang mabuk mengajak Se Hee untuk minum lagi. Sang Goo
menyuruh Se Hee agar masuk saja. Ji Ho kaget melihat Se Hee langsung bergegas
menghampirinya.
Sang Goo
menyapa Ji Ho, Se Hee berteriak marah
saat mendengar nama Ji Ho. Sang Goo panik meminta Se Hee agar pelankan
suaranya, Ji Ho menahan Se Hee hampir
saja jatuh dengan kepala membentur besi. Sang Goo mengajak mereka untuk masuk
saja.
Keduanya
membawa Se Hee untuk masuk rumah, Ji Ho ingin membantu membuka sepatu
suaminya. Se Hee berteriak menolaknya
kalau bisa melakukan sendiri. Sang Goo menyuruh diam, Ji Ho terlihat binggung
dengan sikap Se Hee. Se Hee mengatakan kalau tahu cara lepas sepatu dan Sang Goo mengajaknya untuk masuk kamar saja.
Akhirnya
Sang Goo membawa Se Hee masuk ke dalam dan Ji Ho membuat kepala suaminya berada
diatas bantal dan menarik selimut. Sang Goo menyuruh Sang Goo agar sadar dan
tidur saja, sambil mengeluh kalau
temanya yang minum banyak sekali.
“Apa dia
banyak minum?” tanya Ji Ho khawatir. Sang Goo memberitahu Se Hee yang
menghabiskan botol Er Guo Tou. Ji Ho
kaget mendengarnya.
“Itu 'kan
minuman keras yang kadarnya kuat sekali.” Kata Ji Ho
“Maka
dari itu, Dia minum seperti burung gereja. Dia terus meminumnya. Aku ingin tahu
bagaimana dia bisa hidup...” ucap Sang Goo lalu keduanya kaget melihat Se Hee
tiba-tiba sudah duduk tegak.
Se Hee
dengan mata tertutup membuka jaketnya lalu sweternya dan melipat rapih. Sang
Goo benar-benar tak percaya kalau Se Hee.
tetap tidak kehilangan akal sehatnya
bahkan saat mabuk sekalipun. Ji Ho juga seperti tak menyangka Se Hee
masih bisa melipat bajunya.
“Hei....
Apa mungkin dia sudah mati?” ucap Sang Goo melihat Se Hee yang kembali
berbaring. Se Hee langsung menarik selimutnya.
“Seharusnya
dia minum sampai tingkat batas yang bisa dia kendalikan. Er Guo Tou itu lebih
dari 40 persen alkohol. Tenggorokanmu bisa perih kalau meminumnya.” Ucap Sang
Goo merasa bersalah.
Keduanya
akhirnya duduk di meja makan dan Ji Ho memberikan segela teh. Sang Goo
menceritakan Se Hee sebenarnya ingin melamar Ji Ho. Ji Ho mengaku kalau sudah
mengetahuinya. Sang Goo pikir kalau Ji Ho tahu dari kekasihnya, lalu mengubah
kalimatnya kalau yang dimaksud Soo Ji. Ji Ho membenerkan.
“Soo Ji
berarti pacarmu, kan” kata Ji Ho karena tak diberitahu oleh temanya.
“Dia
pasti malu cerita padamu, Dia tidak pernah cerita seperti itu sampai
sekarang...” kata Sang Goo
“Maksudmu
Apa dia tidak pernah bilang kalau dia pacaran?” kata Ji Ho. Sang Goo menganguk.
“CEO Ma,
apa kau...pernah melihat Se Hee marah?” tanya Ji Ho. Sang Goo menganguk.
“Se Hee
kadang meludahiku lewat matanya. Dia tak
suka kalau ada orang mengganggu pekerjaannya.” Cerita Sang Goo.
“Kalau
begitu, apa kau pernah melihat dia takut?” tanya Ji Ho
“Se Hee
takut sama semua binatang, kecuali
kucing.” Jawab Sang Goo
“Kalau
begitu apa pernah kau melihat dia menangis?” tanya Ji Ho. Sang Goo mengaku
kalau itu pernah.
“Aku
iri... Aku belum pernah melihatnya menangis atau mengekspresikan emosi apapun.”
Kata Ji Ho
Sang Goo
binggung Apa maksudnya emosi. Soo Ji pikir Karena jika Se Hee bisa
menunjukkan perasaannya, maka ia tahu
apa yang akan dilakukan selanjutnya. Tapi Soo Ji merasa Se Hee sendiri tak tahu bagaimana perasaannya akan
berbagai hal.
“Atau... Mungkin
dia tidak tahu bagaimana cara membuka diri. Atau juga... Dia mungkin takut aku
memperhatikannya.” Ucap Soo Ji lalu merasa kalau bicaranya sudah aneh.
“Tidak,
Aku mengerti maksudmu... Kamar 19... Dia menamai folder itu... Kamar 19. Dia Sungguh pria yang unik.” Kata Sang Goo.
Soo Ji bingung apa maksudnya folder.
“Jangan
khawatir. Nanti. aku akan berbicara dengannya tentang hal itu biar dia bisa
berhenti.” Kata Sang Goo lalu tiba-tiba merasa malu dan mengumpat kesal pada
temanya.
“Seharusnya dia berhati-hati dengan hal-hal
seperti itu. Hard disk-nya... Pasti lebih nyaman kalau bawa hard disk
kemana-mana.” Kata Sang Goo. Soo Ji berpikir maksudnya bukan seperti itu.
“Tapi memang begitu. .. Maafkan aku.” Kata
Sang Goo mencoba untuk tak gugup dengan meminum tehnya tapi membuat bibirnya
terbakar karena panas.
Tuan Shin
mengemudikan mobilnya mengaku tidak akan pernah tahu kalau Ho Rang tidak suka bubuk wijen jika teman Ho Rang
tadi sama sekali tak memberitahunya jadi harus mengingatnya. Ho Rang hanya
terdiam saja.
“Ho Rang,
apa kau kedinginan?” tanya Tuan Shin. Ho Rang mengaku tak masalah.
“Sepertinya
kau kedinginyan, Jari kakimu dari tadi gemetar . Biar kunyalakan pemanasnya dan
Nanti jok-nya hangat sendiri.” Kata Tuan Shin. Ho Rang terdiam mengingat
kenangananya.
Flash Back
Ho Rang
menemui Won Seok yang menunggunya lalu mereka saling berpelukan di udara dingin.
Ho Rang mengajak Won Seok segera pergi karena udara dingin, Won Seok mengajak
Ho Rang duduk dulu dan mengeluarkan kaos kaki dari tasnya.
“Apa Kau
membawanya?” ucap Ho Rang melihat Won Seok yang memasangkan pada kakinya.
“Tentu
saja, aku membawanya... Kakimu 'kan mudah dingin.” Ucap Won Seok juga
membawakan sepatu kets untuk Ho Rang.
Ho Rang
masih melamun mengingat kenangan dengan Won Seok dan di sadarkan oleh Tuan Shin
yang menanyakan pendapatnya. Ho Rang binggung karena tak mendengarkanya. Tuan
Shin membahas tentang Mobilnya untuk lebih baik ganti mobil jadi SUV.
“Menurutku
SUV lebih bagus jika keluargaku nanti,
keluarga yang besar.Apalagi jika naik mobil bersama anak-anak.” Kata
Tuan Shin. Ho Rang terlihat gugup mendengarnya karena terlalu jatuh dibahasnya.
“Apa aku
membuatmu merasa tidak nyaman lagi? ..Maaf... Kenapa aku sangat bersemangat
hari ini?.. Pantas aku belum punya pacar.” Ucap Tuan Shin meminta maaf kembali
Won Seok
berbaring di kamarnya, teringat kembali kata-kata Tuan Shin tentang Ho Rang “Aku
kaget saat pertama kali melihatnya
karena dia begitu sempurna. Dia periang, cerdas, dan lembut.” Akhirnya Won Seok bangun dari tempat
tidurnya.
Flash Back
Won Seok
binggung melihat Ho Rang seperti cemberut lalu mendekatinya bertanya ada
apa. Ho Rang hanya diam saja sambil
menangis. Won Seok binggung melihat Ho Rang yang menangis dan berpikir kalau
melakukan kesalahan.
“Kau
balik badan duluan... Saat aku berjalan, aku melambai mengucapkan selamat tinggal. Tapi kau pergi
tanpa menengok ke belakang.” Ucap Ho Rang dengan wajah cemberut.
“Jadi apa
Aku tak boleh begitu pada pacarku ?”
tanya Won Seok yang polos
“Bukannya
tak boleh..., cuma ini sangat menyebalkan. Aku tidak ingin menjadi seperti
ini..., tapi aku tidak tahu kenapa.. kenapa semakin aku menyukaimu, maka semakin aku marah.” Ungkap Ho Rang. Won
Seok mengerti.
“Aku
minta maaf dan tidak akan mengulanginya lagi. Jadi jangan menangis. Nanti kau
kena flu.” Ucap Won Seok menyentuh wajah Ho Rang.
Won Seok
mengingat kenangan dengan Ho Rang mengumpat, menurutnya mantanya itu lembut
dari mana, karena Pria itu tidak tahu
saja sesering apa Ho Rang itu marah.
Sang Goo
berjalan pulang sambil mengumpat pada Se Hee karena Seharusnya lebih berhati-hati, karena suka
sekali menonton film. Ia lalu memikirkan yang dilakukan oleh pacarnya. Pesan
dari Won Seok masuk ke ponselnya.
“Hyung, jam segini...kalimat
natural apa yang dikatakan? Kau tidur?" "Kau sudah tidur?"
"Apa kau tidur?"
“wah..
Apa lagi ini? Si bocah ini. Dia masih saja harus belajar dariku. Dan Si
berandal Se Hee dan juga si berandal Won Seok... Kenapa mereka ini sebenarnya? Apa perusahaanku
ini semacam kena kutukan? Kurasa aku
harus ambil tindakan.” Ucap Sang Goo melihat dua rekan kerjanya sedang
bermasalah dengan wanita.
Won Seok
menerima balasan dari Sang Goo “Tak usah dilakukan, tidur saja kau.” Tapi saat itu pesan Ho Rang
malah masuk ke ponsel Won Seok ”Kau lagi tidur?” Ho Rang duduk di kamar
mengigit jari panik dan kaget ternyata Won Seok yang membacanya.
“Dia
membacanya. Bagaimana ini? Harusnya tak kukirim.” Ucap Ho Rang panik mondar
mandi dan langsung melempar ponselnya yang berdering karena kaget. Ia melihat
Won Seok yang menelp dan akhirnya menelpnya.
“Aku
tidak membangunkanmu, kan? Kau biasanya tidur jam segini.” Ucap Ho Rang. Won
Seok mengaku belum tidur. Ho Rang pun mengucap syukur.
“Bagaimana
tinggal serumah sama Soo Ji? Dia 'kan menggertakkan giginya kalau sedang tidur.” Kata Won Seok
“Dia
pakai alat mouthpiece, jadi tidak
masalah.” Ucap Ho Rang berusaha untuk tetap tenang.
“Pria itu
sepertinya orang baik.” Komentar Won Seok pada Tuan Shin.
“Aku juga
masih dalam tahap perkenalan dengan dia dan Dengan hatiku juga. Seperti
katamu...,mungkin ada sesuatu yang tidak kuketahui dalam hatiku.” Kata Ho Rang.
Won Seok pikir bagus karena mungkin ada.
“Wanita
itu juga sepertinya keren.. Dia juga
jujur.” Komentar Ho Rang dengan Bo Mi
Won Seok
juga berpikir seperti itu, Ho Rang lalu membahas kalau sudah memikirkannya dan
sadar kalau menghabiskan seluruh
hidupnya pada umur 20 tahunan dan seperempat dari hidupnya hanya bersama Won
Seok. Won Seok meminta maaf
“Maaf, aku
tidak bertanggung jawab atas waktu yang
kita habiskan bersama.” Kata Won Seok merasa bersalah.
“Tidak,
bukan itu maksudku. Aku bukan bilang begitu
untuk mendapatkan minta
permohonan maaf darimu. Maksudku...aku malah senang, kaulah yang menemaniku menghabiskan seluruh hidupku. Aku
senang harus menghabiskan saat terbaik dalam hidupku bersamamu.” Ungkap Ho Rang
“Jadi
jika ada yang bisa kubantu atau kalau kau ada masalah..., kau bisa hubungi aku.
Kita dulu pasangan kekasih..., tapi kita juga sahabat Maaf, aku meneleponmu
malam-malam. Kau pasti lelah..” Kata Ho
Rang dan ingin mematikan ponselnya tapi Won Seok kembali bicara.
“ Ho
Rang... Berbahagialah...Kau harus bahagia” kata Won Seok. Ho Rang terdiam
seperti menahan rasa sedihnya sambil bergumam “Itu semacam perasaan yang
indah.”
Soo Ji
tertidur bersama ibunya dengan memunggunginya. Ibu Soo Ji mengelus kepala
anaknya, berpikir kalau tidak paham
bagaimana perasaan Ibunya. Menurutnya kalau Soo Ji bahagia maka juga
ikut bahagia. Soo Ji mendengar pengakuan ibunya meneteskan air mata. Ibu Soo Ji
melihat anaknya itu yang paling disayang.
“Sekarang...,
terbanglah tinggi-tinggi... demi ibumu.” Ucap Ibu Soo Ji .
“Pada akhirnya...,mereka semua
adalah perasaan yang indah yang mendoakan
kebahagiaanmu.”
Ho Rang
duduk diam di kamarnya, seperti masih bimbang lalu menerima pesan dari Tuan
Shin. “Hari ini aku minta maaf, Ho Rang. Aku sekarang akan perlahan
menjalaninya. Selamat tidur.”
“Perasaan
yang telah berlalu... Perasaan yang telah datang... Perasaan yang janggal
juga... Dan juga...Perasaan yang sakit ini. Pada akhirnya..., semua perasaan
mendoakan kebahagiaanmu. Semua perasaan indah itu... bisakah aku
melindunginya?”
Buku
tabungan ayah Se Hee ada diatas meja, tapi tak ada Ji Ho dalam kamar. Ji
Hoduduk didepan Se Hee yang tertidur setelah mambuk, menatap dan ingin meraba
wajahnya tapi jarinya hanya berjalan diatas wajah Se Hee.
Se Hee
keluar dari kamar kaget menerima telpnya malam hari seperti terjadi sesuatu dan
bergegas pergi. Se Hee keluar dari kamar
merasakan tubuhnya tak enak setelah mabuk, lalu melihat ada makana diatas meja
dan juga note
“Jangan
minum air dingin.. Lalu Hangatkan sup di panci sebelum dimakan.”
Se Hee
melihat Ji Ho yang membuatka sup touge, lalu melihat dikamar Ji Ho menaruh tas
ransel diatas tempat tidur seperti akan siap-siap pergi. Saat itu Jung Min
menelp, Se Hee pun mengangkatnya.
Ji Ho
bertemu dengan ibu Se Hee di cafe. Ibu Se Hee langsung bertanya apakah mereka
berdua itu bertengkar atau apakah Se Hee melakukan kesalahan. Ji Ho mengaku
kalau bukan itu masalahnya. Ibu Se Hee tahu dari anakknya itu karena perbedaan kepribadian.
“Se Hee
memang cuek sekali dan Susah mengetahui apa maunya. Benar'kan? Aku tahu kau
marah karena itu.” Ucap Ibu Se Hee. Ji Ho membenarkan.
“Terkadang,
sulit mengetahui isi pikirannya.” Kata
Ji Ho. Ibu Se Hee pikir Semua pria
seperti itu.
“Walau
mereka sudah tua, tetap saja mereka seperti anak kecil. Maka dari itu, wanita
harus menjaganya dan Sulit jika kita tidak mencoba.” Kata Ibu Se Hee. Ji Ho
mengatakan Bukan seperti itu.
“Pernikahan
seharusnya terjadi di antara dua orang
dewasa. Dan Se Hee sudah dewasa. Namun... Dia sangat tersakiti. Bahkan
Perkataan Ayah dan Ibu juga mirip. Dia bilang istri harus menjaga keluarga,
sebagai jembatan yang baik antara semua pihak. Aku juga awalnya berpikirbegitu Karena
Se Hee majikan rumah bagiku.” Ucap Ji Ho.
“Alasan
aku tinggal di sana... karena aku berjanji padanya akan memenuhi tugasku. Jadi kukira menjadi
jembatan itu hal yang harus kulakukan.
Tapi... semakin dalamnya cintaku
padanya..., maka semakin aku bingung. Aku tidak tahu sampai kapan aku kebingungan terus, saling bertukar tenaga
tambahan..., seperti misalnya peringatan keluarga kalian dan membuat kimchi di
keluargaku. Aku tak yakin apa harus
terus bingung seperti ini.” Kata Ji Ho.
Ibu Se
Hee yang sedari tadi diam binggung karena anaknya membuat kimchi seperti tak
percaya. Ji Ho mengaku tidak ingin menjaga Se Hee untuk mempertahankan
pernikahannya. Ia tidak ingin menjadi jembatan antara dua keluarga dantidak
ingin bekerja sebagai penyangga untuk meredakan lukanya Se Hee.
“Itu Karena
kalian pernah sekali melukai Se Hee... Ibu dan Ayah.. “ ucap Ji Ho. Ibu Se Hee
pikir itu kejadianna sudah lama sekali.
“Meski
sudah dulu sekali...,tetap saja itu pernah terjadi. Lukanya tetap berbekas Dan
juga hal-hal seperti itu bisa terjadi lagi dengan cara yang berbeda. Hari ini kita harusnya
makan bersama. Kita tidak pernah makan bersama dan hanya pernah makan bersama
waktu peringatan keluarga itu.” Ucap Ji Ho. Ibu Se Hee dibuat binggung untuk
membalas ucapan Ji Ho.
“
Maksudku...,aku tahu anak muda seegois
apa..., tapi teganya kau memutuskan hal seperti itu tanpa kami? Apa kau pikir
pernikahan itu main-main? Pernikahan itu
sakral.” Ucap Ibu Se Hee.
“Aku
sungguh minta maaf. Tapi menurutku... pernikahan itu tidak sakral. Tapi
cintalah yang sakral.” Kata Ji Ho meminta maaf kembali. Ibu Se Hee pun tak bisa
berkata apa-apa lagi
Ji Ho membersihkan kamarnya, sementara Jung Min
dan Se Hee bertemu ditaman dengan daun yang berguguran. Lalu Jung Min berpikir
kalau Se Hee harus tahu tentang hal itu. Se Hee menembaka kalau maksudnya kalau
Ji Ho sudah tahu semuanya. Jung Min membenarkan karena mereka minum bersama dan
terjadi begitu saja. “Jadi...dia tahu tentang semuanya. Kalian pasti dekat, ya?”
ucap Se Hee. Jung Min mengaku lumayan dekat.
“Apa
aneh...kalau kami dekat?” kata Jung Min. Se Hee
pikir itu jarang terjadi. Jung Min tahu.
“Awalnya
juga aku berpikir begitu. Tapi dia bilang... Tidak ada alasan tidak
melakukannya. Mungkin dia sedang mencoba mengerjaiku. Penulis Ji Ho itu agak
gila...tapi dalam arti yang baik. “ kata Jung Min. Se Hee pikir istrinya memang seperti itu.
“Se
Hee... Tak kusangka perkataanku bisa menggapai hatimu dan lama bersemayam di hatimu.”
Komentar Jung Min
“Aku
minta maaf karenanya. Saat itu aku sulit mengatasi diriku.” Balas Se He
“Kau
tidak perlu mengatakannya. Itu bukan salah siapa-siapa. Saat itu..., memang
terjadi seperti itu. Jadi
Berbahagialah... Aku ingin kau bahagia, Se Hee.” Pesan Jung Min.
Ji Ho
duduk diam dalam kamarnya, Se Hee melihat Ji Ho dalam kamar dan keduanya saling
menatap lalu pindah duduk di meja makan. Se Hee bertanya caranya mereka memberitahu orangtua Ji Ho. Ji Ho pikir kalau
ia saja yang memberitahu karena Orang tuaku datang kemarin jadi sudah
mengatakanya. Se Hee baru tahu kalau mertuanya datang ke Seoul.
“Padahal
aku juga akan menemui mereka kalau kau memberitahuku.” Ucap Se Hee. Ji Ho pikir
tak perlu.
“Aku sudah
menjelaskannya ke mereka.” Kata Ji Ho. Se Hee bertanya apakah Ji Ho sudah dapat
tempat tinggal
“Aku
ingin berlibur dulu. Aku baru sadar tidak pernah pergi berlibur sendirian.”kata
Ji Ho. Se Hee menganguk mengerti.
“Karena
kau sangat sibuk, Aku sangat senang, kau telah menemukan jalanmu. Kau telah
menemukan apa keinginanmu. Sekarang, kau
bisa melakukan apa yang belum pernah kau
lakukan. Karena kau telah menemukan jalan
yang akan membuatmu bahagia.” Kata Se Hee.
“Aku juga
ikut senang. Kalau, Se Hee sendiri bagaimana? Apa rencanamu? Apa kau punya
rencana?” tanya Ji Ho. Se Hee mengaku kalau sama saja.
“Aku akan
pulang pergi bekerja. Menonton bola dan menghabiskan waktu dengan kucingku.” Ucap Se Hee.
“Berarti
kau seperti biasa akan hidup tenang.” Komentar Ji Ho. Se Hee membenarkan.
“Apa
nanti kau akan mencari penyewa baru?” ucap Ji Ho. Se Hee pikir itu Mungkin.
“Kalau
begitu sekarang, haruskah kita
mengakhiri kontrak kita?” tanya Se Hee. Ji Ho pikir Lebih baik sekarang
daripada ditunda-tunda.
Se Hee
pun setuju mereka sama-sama merobke surat kontrak Pernikahan Berjangka Dua
Tahun. Ji Ho mengatakan kalau Kontrak mereka kini sudah berakhir lalu bertanya
apakah ada yang ingin disampaikan. Se Hee hanya menjawab dengan bergumam.
“Aku
ingin menyampaikan., bahwa aku punya hadiah yang kubelikan untuknya. Aku ingin
menyampaikan...masih ada banyak... pertandingan sepak bola untuk ditonton
bersamanya. Aku ingin mengatakannya.. Tapi...” gumam Se Hee lalu menjawa
pertanyaan Ji Ho
“Tidak
ada yang ingin dikatakan” ucap Se Hee.
Se Hee
melihat buku yang akan diberikan pada Ji Ho dengan sebuah note diatasnya [Aku
mampir dan membeli ini. Kau ingin membaca buku ini, 'kan?] dan kembali bergumam
“Jika aku mengatakannya sekarang..., perkataanku ini akan masuk ke dalam
hatinya dan lama bersemayam dalam hatinya.”
Ji Ho
keluar dari kamar dengan tas ranselnya, mengatakan kalau akan pamit pergi. Se
Hee menyembunyikan buku dibalik badanya. Ji Ho pikir Se Hee tak perlu
mengantarnya. Se Hee menganguk mengerti.
“Apa kau
tidak pernah penasaran sambil menonton bola? Selama istirahat antara babak 1 dan
2, apa yang akan dilakukan para pemain?” tanya Ji Ho sebelum pergi.
“Mereka
akan mengevaluasi babak pertama atau rencana untuk babak kedua. Atau Kurasa
mereka makan pisang, Banyak juga yang harus mereka lakukan.” Kata Se Hee. Ji Ho
menganguk mengerti.
“Haruskah
kita berjabat tangan?” kata Ji Ho mengulurkan tangan. Se Hee pun menyambutnya
dengan mengucapkan Semoga berhasil.
“Untuk
kita berdua.. bercerai adalah pertama kalinya
dalam hidup kita.” Ucap Ji Ho. Se Hee menyetujuinya.
“Semoga
berhasil untuk kau juga.” Kata Ji Ho lalu berjalan keluar dari rumah
“Untuk
kesekian kalinya..., aku sendirian lagi.” Gumam Se Hee.
Se Hee
duduk nonton bola sendirian, terlihat mulai geregatan karena Sanchez yang ingin
membuat gol. Ia seperti berusaha untuk bahagia dengan kesendirian, lalu
tersadar kalau kucingnya tak terlihat akhirnya memanggilnya dan membuka kamar
Ji Ho yang sudah kosong.
Tiba-tiba
kucing datang denga kalung yang diberikan oleh Ji Ho. Se Hee mengingat saat Ji
Ho mengatakan kalau menamai Kucing Se Hee dengan panggilan “Woori.” Mereka lalu
sarapan bersama setelah pernikahan.
“Ini
pertama kalinya kita makan makanan semestinya... Kita.” Ucap Ji Ho bahagia.
“Kurasa
satu cinta juga sudah cukup dalam hidup ini. Bahkan jika kau pernah melihat laut sebelumnya, ini pertama kalinya
kau melihatnya hari ini. Seperti misalnya pernikahan kita. Seperti ciuman di
halte bus.” Kata Ji Ho saat di pinggir pantai.
Se Hee
seperti mengingat semua kenangan dengan Ji Ho, lalu di kamar itu juga pertama
kali mereka tidur bersama dan Ji Ho meminta izin untuk menciumnya. Se Hee tak bisa menahan tangisnya, dengan
mata memerah akhiranya meluapkan tangisnya kalau ia sangat merindukan Ji Ho.
“Hari ini..., yang mungkin menjadi
satu-satunya cintaku telah pergi.”
Bersambung
ke episode 16
PS; yang udah baca blog/ tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Makasih.
No comment😭😭😭
BalasHapusSatu lgi kk....semangat☺
BalasHapusD tunggu kelanjutan y...makasih sinopsis y.
BalasHapusEpisode terakhir di update jam brapa ka , penasaran bener mau bacaa
BalasHapussemangat terus nulisnya hehe
Iya nih aq udah scroll dr siang ep trakhir bLom Up jg sampe skrg min??? Pnasaran...yg smangatt min nulis sinop'y, udah dtunggu2 nih...^^
BalasHapus