“Pasien
mati otak akan sulit bertahan selama sepekan dan segera meninggal. Kemudian
lanjutkan dengan autopsi setelahnya.” Sek Tuan Park mendengar pembicaran Jae
Chan dan sibuk mengetik dalam layar chat.
“Kepala...
Bisakah kita menjalankan autopsi dan transplantasi organ secara bersamaan?”
ucap Jae Chan.
Sek Hee
Mi menjerit kaget menurutnya ini Luar
biasa karena Pasien mati otak untuk kasus Jaksa Jung akan diangkat organnya dan
diautopsi secara bersamaan. Hee Mi berkomenta kalau terlalu gegabah.
“Ini kasus
yang langka.” Kata Jaksa Park seperti tak begitu yakin
“Benar,
tapi kasus-kasus itu memiliki banyak kesamaan dengan kasus ini. Cedera pada
semua korbannya, terdapat di kepala dan tidak mempengaruhi organ mereka. Serta,
autopsi membuktikan adanya tanda peluru di leher mereka. Kita tidak perlu
memeriksa organnya. Kita bisa memastikan penyebab kematiannya hanya dengan
memeriksa leher dan kepalanya.” Ucap Jae Chan.
Di
ruangan
Hyang Mi
menerima kabar dari Sek Tuan Park, Tuan
Choi yang ikut melihat ingin tahu apa yang dikatanya Jae Chan. Hyang Mi
memberitahu kalau Jae chan akan tetap mengungkap kebenaran. Ia tak percaya dengan sikap Jae chan karena
bisa begitu percaya diri.
“Tak ada
yang mendukungnya.” Kata Tuan Choi. Hyang Mi binggung.
“Apa Kau
tidak mengenal Jaksa Jung? Dia bagaikan lalat capung. Ciri khasnya adalah
memulai sesuatu tanpa memikirkan langkah berikutnya. Tapi kali ini terlalu
berlebihan. Dia pasti ada di suatu tempat, sedang stres menyesali kata-katanya.”
Ucap Tuan Choi yakin.
Jae Chan
membawa berkas keluar dari gedung, dengan rambut dan baju tak karuan, lalu
memukul mulutnya sendiri yang membuat tubuhnya jadi kesakitan.
“Kenapa
aku mengatakan hal seperti itu tanpa punya rencana? Aku tidak beruntung saat
ini. Lalu aku harus bagaimana?” keluh Jae Chan lalu mendengar bunyi telp,
bertanya-tanya siapa yang menelp padaha l sedang malas bicara. Terlihat nama
"Anak Anjing Kecil"
Jae Chan
pun berusaha untuk terdengar ceria bertanya pada Hong Joo ada apa menelpnya.
Hong Joo mengaku penasaran dengan pilihan Jae Chan tadi. Jae Chan mengatakan
sudah membuat pilihan yang sama dengan pacaranya. Hong Joo pikir Itu pilihan
riskan.
“Apa Kau
yakin soal itu?” kata Hong Joo terdengar khawatir.
“Tentu
saja! Itu sebabnya aku memutuskan hal itu.” Kata Jae Chan yakin.
“Yang
benar saja... Apa Kau sedang menjambak rambutmu sendirian?” kata Hong Joo. Jae
Chan panik melihat sekeliling.
“ Ah... Kau
melihat ini di mimpimu, 'kan?” ucap Jae Chan. Hong Joo mengaku mengikuti dering
teleponnya.
Jae Chan
kaget melihat Hong Joo tiba-tiba sudah ada disampingnya, llau berteriak ada tikus. Hong Joo ketakutan
langsung memeluk Jae Chan yang membuatnya jatuh didada pacarnya. Jae Chan
terlihat gugup lalu mengaku kalau kakinya sedari tadi kram. Hong Joo dengan
wajah malu mengangkat tubuhnya.
Keduanya
duduk dikursi taman, Jae Chan merapihkan rambut dengan pantulan kacamata yang
digunakan Hong Joo. Lalu Hong Joo memasang kembali dasi dengan bertanya Apakah
tidak yakin soal ini. Jae Chan menganguk kalau ia seperti baru belajar
berjalan, tapi kini harus berlari.
“Seolah-olah
kura-kura yang lambat harus menangkap dua kelinci cepat.” Ungkap Jae Chan.
“Jangan
khawatir. Kau akan menderita karena dirimu lambat. Tapi kau pasti akan menangkap
keduanya.” Ucap Hong Joo. Jae Chan kaget mendengarnya.
“Aku
bermimpi soal ini. Transplantasi organ itu akan selesai dengan baik. Kau menang
dalam persidangan dan memenjarakan terdakwanya.” Ucap Hong Joo. Jae Chan tak
percaya mendengarnya tapi Hong Joo memperlihatkan wajah menyakinkan.
“Setelah
menangkap dua kelinci, maka kita akan pergi melihat laut. Laut dekat
pemberhentian bus itu... Ahh.. Syukurlah.. Kenapa kau memberitahukan mimpimu
kepadaku?” ucap Jae Chan bersemangat.
“Aku
tidak mau kau ceroboh.” Kata Hong Joo. Jae Chan pikir Jangan khawatir, karena takkan
ceroboh.
“Pergilah
bekerja sekarang.” Ucap Hong Joo. Jae Chan pun penuh semangat membawa
berkas-berkasnya, tapi kembali lagi dengan karena melupakan jasnya dan memberikan
kecupan pada Hong Joo.
“Terima
kasih sudah memberitahuku soal mimpimu.” Ucap Jae Chan lalu pergi ke bagian PINTU
MASUK UNTUK PEMOHON
“Kau
bahkan tak bisa mendeteksi kebohongan.” Keluh Hong Joo melihat Jae Chan yang
percaya dengan ucapanya.
Jaksa Son
terlihat ragu untuk masuk ruanganya, tangan Jaksa Lee menepuknya menyuruh Jaksa
Son untuk sebaiknya kembali ke rumah sakit. Jaksa Son bingung kenapa harus
kembali kesana.
“Jaksa
Jung mendapat persetujuan untuk transplantasi organ.” Ucap Jaksa Lee. Jaksa Son
tak percaya, matanya langsung berkaca-kaca.
Di meja
operasi, Hwan mulai menjalani otopsi dan pemindahakn organ. Wajah tegang Tuan
Lee di depan ruang operasi, lalu
bercerita Saat Hwan-Hee dibawa ke ruang operasi, meninggalkan sesuatu di genggaman
tangan anaknya.
“Aku
memberinya ini saat dia berusia enam tahun. Kurasa untuk ulang tahunnya. Saat
mendapatkan itu dariku, maka dia langsung bertekad untuk menjadi penulis. Aku
tak bisa...memaafkan orang...yang menghalangi impian anakku.” Ucap Tuan Lee
sambil menangis. Jae Chan pun mengenggam tangan Tuan Lee.
“Jangan
khawatir, Pak... Aku Akan membuat dia dinyatakan bersalah di persidangan.” Ucap
Jae Chan.
Saat itu
Dokter memberitahu kalau akan membedah arteri utamanya dan garis lurus terlihat
di monitor, Dokter membeirtahu Waktu kematiannya adalah 2 Juni, pukul 5.17 sore
di tangan Hwan memegang sebuah pulpen dari ayahnya agar bisa terus mengapai
cita-citanya sebagai penulis.
Dokter
pun akan memulai pemindahan organ dan akan memulai pembedahan. Setelah organ
dipindahkan, Chan Hoo pun ikut dioperasi untuk menganti ginjalnya milik Hwan. Tuan Lee melihat anaknya akhirnya meninggal hanya bisa menangis histeris diruang operasi.
["BAGIAN 12: MENGETUK PINTU SURGA"]
Hong Joo
mengambil gambar foto pantai dengan tulisan dibagian tengah “ HANYA ADA SATU
JUDUL DI DUNIA LAIN. YAITU LAUT” senyumanya terlihat bahagai hanya menatap
gambar pantai. Woo Tak tiba-tiba datang,
bertanya apakah akan berangkat kerja. Hong Joo mengangguk.
“Naiklah.
Aku akan mengantarmu.” Ucap Woo Tak. Hong Joo menolak karena Hanya butuh beberapa
menit dengan bus.
“Masuklah.
Kau akan tiba lebih cepat.” Kata Woo Tak membuka pintu mobilnya.
“Aku
mengatakan itu hanya untuk bersikap sopan dan
berharap kau tidak pergi.” Akui Hong Joo lalu masuk ke dalam mobil Woo
Tak.
Hong Joo
meminta izin untuk mengisi power bank dimobil. Woo tak pun menunjuk konektornya
yang ada di mobilnya. Hong Joo lalu bertanya apakah Woo Tak tidak bermimpi
tentang persidangan kali ini. Woo Tak mengatakan tidak.
“Tapi
katamu, kau bermimpi Jae-Chan akan memenangkan kasusnya.” Ucap Woo Tak
“Aku
tidak bermimpi soal itu dan Ucapanku bohong.” Akui Hong Joo. Woo Tak kaget dan
ingin tahu alasan Hong Joo berbohong soal itu.
“Jae-Chan
terlalu tertekan soal itu. Aku hanya ingin menghiburnya. Tapi Aku seharusnya
tidak berbohong. Dia akan marah jika mengetahuinya.” Kata Hong Joo merasa
sangat menyesal.
“Aku
sudah bilang. Jika kau bisa menutupinya sampai akhir, itu bukan kebohongan”
kata Woo Tak.
Hong Joo
terdiam mengingat saat dalam mimpinya Hak Young mengatakan “Aku tak bisa
menjadi pembunuh seperti ini. Akan kuberitahukan semua rahasiamu kepada
polisi.” Seperti Woo Tak agar gugup.
“Apa Kau
pernah berbohong seperti itu, Woo-Tak? Kebohongan yang bisa ditutupi.” Tanya
Hong Joo seperti ingin memastikan. Woo Tak mengaku Tidak pernah.
Yoo Bum
bertemu dengan Tuan Moon yang sudah mengunakan baju tahanan, memberitahu kalau
tidak perlu memakainya besok di persidangan, karena sudah mengatakan kepada
pihak penjara. Tuan Moon pun bisa mengucap syukur mendengarnya.
“Dasar..
Lee Hwan-Hee si berengsek itu. Bisa-bisanya kau mengatakan itu sebagai penulis
perwakilan Korea? Karena si brengsek itu, maka aku didakwa atas pembunuhan.”
Ucap Tuan Moon marah
“Tapi
bukankah kau pantas disebut sebagai pembunuh? Pertama, kau mencekik asisten
itu.” Ucap Yoo Bum yang membuat Tuan Moon terdiam karena membayangkan kejadian
pada Hwan.
“Lalu dia
kehilangan kesadaran. Kau mendorongnya ke dalam lift.Kau berniat membunuhnya.”
Ucap Yoo Bum dengan menunjuk tulisan dalamm berkasnya "Dakwaan atas
pembunuhan"
“Ini
sebabnya kau didakwa atas pembunuhan. Kau seorang pembunuh.” Ucap Yoo Bum
seperti tak suka dengan klien yang tak mau mengaku kesalahanya.
“Kau
berjanji akan membuatku dinyatakan tidak bersalah.” Ucap Tuan Moon ketakutan.
“Aku akan
melakukan itu. Tapi jangan melupakan perbuatanmu yang sebenarnya. Jadi, akan
sepadan dengan upah sewaku yang mahal.” Kata Yoo Bum memperingatakan
Tuan Moon
bertanya apakah ia Bisa dinyatakan tidak
bersalah. Yoo Bum menjelaskan kalau sangat sulit jika Tuan Moon didakwa atas
pembunuhan disengaja Tapi ada keuntungnya,
kalau jaksa yang mendakwanya atas pembunuhan.
“Kau akan
lebih mudah dibebaskan jika didakwa atas pembunuhan.” Ucap Yoo Bum yakin.
Hee Mi
pikir Jika Jae Chan mendakwanya atas
pembunuhan, maka TUan Moon bisa lolos. Jae Chan pikir pelaku yang membunuh
korban, jadi, memang harus dakwa atas pembunuhan, jadi tak ada cara lain lain
dan Jaksa Park juga setuju.
“Sangat
sulit membuktikan dakwaan pembunuhan di persidangan. Persiapannya juga tidak cukup.
Jika dia dinyatakan bersalah, akan terjadi masalah besar. Mungkin lebih aman
jika mengubah dakwaannya dari awal. Lebih baik Dakwa dia atas penganiayaan dan
penyerangan.” Saran Jaksa Park
“Tak
bisa. Ini jelas pembunuhan.” Ucap Jae Cahn bersikukuh
“Kenapa
kau begitu gegabah? Apa Kau punya buktinya?” kata Jaksa Lee. Jae Chan mengaku
kalau memiliki bukti.
Di mobil,
Hong Joo berharap Jae-Chan tidak gegabah
dengan mengandalkan mimpinya dan tak bisa bersikap berani tanpa alasan. Woo tak
yain kalau Jae Chan takkan bertindak gegabah, lalu melihat Hong Joo seperti
mencari sesuatu di dalam mobilnya.
“Aku tak
bisa menemukan power bankku.” Kata Hong Joo binggung.
“Mungkin
terjatuh di bawah jok. Kau Tunggu sebentar, Akan kuambilkan untukmu.” Ucap Woo
Tak
“Tidak
usah. Aku punya cadangan. Berikan nanti saat menemukannya. Warnanya merah dan
ukurannya tak terlalu besar.” Kata Hong Joo. Woo Tak pun menganguk mengerti.
Hong Joo akan pamit pergi tapi Woo Tak memanggilnya.
“Hong-Joo..
Jangan cemaskan Jae-Chan. Aku sudah mengalami penyelidikan dengan dia. Dia
sangat terpercaya dan selalu berhati-hati.” Ucap Woo Tak. Hong Joo tahu kalau
Jae Chan berhati-hati tapi wajahnya terlihat sangat khawatir.
Jaksa Lee
merasa Jae Cahn itu terlalu gegabah, seperti melaju di jalan tol tanpa sabuk
pengaman jadi menurutnya Pakai sabuk terlebih dulu sekarang dengan menuntut
penyerangan sebagai dakwaan pendahuluan. Jaksa Son pikirItu terlalu
menyedihkan.
“Dakwaan
pendahuluan berarti jaksa mengaku kepada hakim bahwa dia tidak yakin dengan
kasusnya.” Kata Jaksa Son
“Pokoknya,
aku akan mendakwanya atas pembunuhan.” Ucap Hae Chan yakin.
Yoo Bum
sudah tahu kalau Jaksa Jung akan mendakwa Tuan Moon atas pembunuhan. Tuan Moon
binggung Bagaimana dakwaan pembunuhan lebih mudah untuk membuatnya bebas. Yoo
Bum menjelaskan Perbedaan antara pembunuhan dan pembunuhan disengaja itu
sederhana.
“Jika kau
yakin korban akan mati saat kau dorong, itu pembunuhan. Tapi "Dia takkan
mati." Jika kau berpikir begitu, maka itu bukan pembunuhan.” Ucap Yoo Bum
“Jauh
lebih sulit membuktikan dakwaan pembunuhan. Jika dia tak bisa membuktikan itu pembunuhan,
kau akan bebas. Kita lihat apakah Jaksa Jung bisa membuktikan pembunuhan. Aku
juga ingin mengetahuinya.” Ucap Yoo Bum. Dan saat itu Jae Chan sudah mengunakan
jubah dan Yoo Bum siap mengikuti sidang.
“Terdakwa
Moon Tae-Min adalah dosen di Universitas Myungwon. Korban Lee Hwan bekerja
sebagai asistennya. Terdakwa membuat para asistennya, termasuk korban, melakukan
pekerjaan pribadinya seperti mengajar anak-anak, mencuci mobilnya, atau membantunya
pindahan.” Ucap Jae Chan dengan memperlihatkan foto-foto saat Hwan berkerja
seperti budak untuk Tuan Moon.
“Dia
membuat Tuan Lee Hwan mengerjakan urusan pribadinya. Dia bahkan menyerang para
asistennya, karena tidak menyukai sikap mereka. Tanggal 30 Mei, pukul 4 sore,
Professor Moon menyerang asistennya di acara penerbitan karena dia dendam
terhadap sang asisten yang melaporkan dirinya atas penyerangan dan eksploitasi
pekerja Professor Moon memanggil Pak Lee dan menyerangnya.” Ucap Jae Chan.
“Korban
Lee Hwan menampilkan foto Pak Lee tanpa izin pada hari itu. Terdakwa menganggap
bahkan penyerangannya dapat dibenarkan.” Ucap Yo Bum. Jae Chan pun melawan
“Dalam
proses penyerangan, terdakwa mencekik korban sampai pingsan. Hal itu membuat
terdakwa memutuskan untuk membunuh korban. karena khawatir orang-orang tahu dan
dia bisa kehilangan segalanya.” Balas Jae Chan.
“Saya
mengakui ada pertengkaran kecil dan perkelahian fisik. Tapi korban, Lee Hwan,
terlalu mabuk untuk bisa melakukan percakapan yang benar hari itu. Itu sebabnya
terdakwa segera meninggalkan lokasi.” Kata Yoo Bum membela klienya.
“Terdakwa
mendorong korban yang kehilangan kesadaran, melalui celah di bawah pintu lift,
agar korban jatuh dari ketinggian 20 meter. Tanggal 2 Juni 2016, tiga hari
setelah kejadian. pukul 5.17 sore, terdakwa menyebabkan korban tewas.” Ucap Jae
Chan
“Saat
terdakwa meninggalkan lokasi, korban tak bisa menahan amarah,. lalu menendang
pintu lift dan membuat keributan. Itu membuatnya jatuh dengan sendirinya dari
pintu lift.” Ucap Yoo Bum.
“Dengan
ini, saya mendakwanya atas pembunuhan menurut KUHP Pasal 250 ayat 1. Terdakwa
tidak memiliki motif untuk membunuh korban.” Kata Jae Chan.
“Tak ada
bukti bahwa terdakwa membunuh korban. Dengan ini, saya menyangkal dakwaan.”
Kata Yoo Bum,
Hakim pun
meminta agar pengacara memeriksa semua bukti. Yoo Bum mengatakan kalau Bukti
nomor 34 tidak disetujui. Lalu Bukti nomor 43 juga. Hakim melihat Bukti nomor 43 adalah pengakuan saksi dengan
memastikan kalau Yoo Bum tidak menyetujuinya. Yoo Bum membenarkan.
“Dia
satu-satunya saksi kasus ini, tapi usianya 4 tahun 9 bulan. Anak kecil ini
sangat diragukan bisa bersaksi secara logis. Tapi kita perlu mendengar
saksinya.” Kata Yoo Bum menatap sombong
pada Jae Chan. Jae Chan seperti lelah untuk meladeni sifat Yoo Bum yang licik.
Jaksa Son
terlihat sangat sibuk dengan semua buku-bukunya, Jaksa Park melihat Jaksa Son
masih ada di dalam ruangan bertanya apakah belum pulang. Jaksa Son mengaku
kalau ada yang harus diperiksa jadi mempersilahkan Jaksa Park untuk pulang
lebih dulu saja. Jaksa Park pamit lebih dulu dan Jaksa Son sibuk dengan membaca
semua buku.
Woo Tak
dan Jae Chan membantu membersihkan Touge bersama dengan Hong Joo yang sibuk
dengan kancing bajunya. Woo Tak bertanya apaka bisa anak lima tahun bersaksi di
persidangan. Jae Chan juga tahu karena anak itu akan takut bicara di depan
semua orang.
“Anak itu
mudah ketakutan. Bahkan Saat kuselamatkan, dia menangis dan mengompol. “ cerita
Woo Tak
“Tapi
hanya anak itu saksinya, 'kan? Jika tak ada kesaksian dari saksi, bukankah
terdakwa akan dibebaskan?” kata Hong Joo
“Aku
harus mendapatkan kesaksiannya dengan cara apapun. Kau bilang, mendengar
kesaksian anak itu?” ucap Jae Chan.
“Bagaimana
kau melakukan itu? Bukankah anak itu juga ketakutan di kantor polisi?” ucap
Nyonya Yoon.
“Aku
mencoba menunduk dan bicara dengan bahasa anak kecil.Berkomunikasi dengan emosi
perasaannya. Lalu dia perlahan memberikan kesaksian.” Cerita Woo Tak. Jae Chn
ingin tahu caranya da meminta agar diajarkan.
“Kenapa
kau takut dengan paman itu? Jika memberi tahuku, kakak akan menghajar dia
untukmu.” Ucap Woo tak dengan gaya imut-imut.
Nyonya
Yoon dan Seung Won tak bisa menahan tawanya. Hong Joo mengerti kalau Jae Chan
harus bicara dengan cara anak-anak lalu bertanya apakah Jae Chan bisa
menanyakan saksi seperti itu di persidangan. Jae Chan pikir untuk apa
melakukanya karena bisa memanggil walinya atau psikolog anak.
“Ibu,
sebaiknya ini kutaruh dimana?” ucap Jae Chan membawkan touge yang sudah
selesai.
“Kau
bilang Ibu? Panggil saja aku seperti sebelumnya." kata Ibu Hong Joo lalu menyuruh semua
pergi berkerja saja. Tiga pria pun keluar mengucapkan terimakasih atas
makanannya.
“Kau
Pergilah. Aku akan menjahit kancing kemeja sebelum pergi.” Ucap Hong Joo pad
ketiganya
Hong Joo berteriak pada ibunya, bertanya apakah melihat keranjang jahitnya, lalu membuka laci
kamar ibunya dan menemukan kotak cincin milik Jae Chan yang disimpan oleh ibunya. Nyonya Yoon
masuk kamar memberitahu kalau Jae Chan meninggalkan ponselnya.
“Ibu,
kenapa ini ada disini? Apa Ibu sengaja menyembunyikannya?” ucap Hong Joo. Ibu
Hong Joo membenarkan.
“Aku
tidak mengerti. Kenapa?” kata Hong Joo heran.
Woo Tak
memberitahu Anak itu sangat menyukai Sinterklas jadi sangat lancar memberikan
kesaksian saat mengatakan sebagai teman Sinterklas. Jae Cha mengucapka Sinterklas. Woo Tak
mengatakan kalau yang dimaksud Kakek
Santa denga gaya imut
“Gayaku
lebih seram. Aku tak bisa bersuara seperti itu dengan memendekkan lidahku.”
Ucap Jae Chan mengelak.
“Kenapa
tak bisa? Sebelumnya kau bisa mengatakan “Woo Bin-Ku, kau buang air besar.
Lega, 'kan? Aku bisa memendekkan lidahku. Kau sudah makan? Apa rasanya lezat?”
kata Seung Won dan Jae Chan langsung mencubit adiknya.
“Kau juga
hebat, Seung-Won. Apa Kau tak bisa melakukannya?” kata Woo Tak. Jae Chan
mengaku tetap tak bisa lalu tersadar lupa membawa ponsel dan segera masuk rumah
karena Mungkin tertinggal di dalam.
“Kakakku
pasti bisa memendekkan lidahnya. Tapi Benarkah?” ucap Woo Tak tak percaya.
Seung Won mengatakan kalau kakaknya melakukan Dengan sempurna.
Jae Chan
masuk ke dalam rumah mendengar suara Hong Joo berbicara pada ibunya, karena
ingin tahu alasan bersikap kejam kepada Jae-Chan belakangan ini dan apa
salahnya sampai bersikap dingin kepadanya. Ibunya tahu kalau Hong Joo bertemu
dengannya di pemakaman 13 tahun yang lalu.
“Apa Kau
baik-baik saja bertemu dengannya? Tapi Ibu tidak baik-baik saja. Ibu masih
berusaha melupakan tentang ayahmu. Lalu Saat melihat Jae-Chan, maka ibu teringat
kecelakaan ayahmu. Apa Kau baik-baik saja soal itu? Karena kalau Ibu tidak.”
Ucap Nyonya Yoon.
“Ya. Aku
baik-baik saja.” Kata Hong Joo seperti menutupi perasaan yang sebenarnya.
“Tidak,
kau tidak baik-baik saja. Apa yang kau katakan saat Jae-Chan pingsan waktu itu?
Kau bilang tak bisa mengubah apapun di mimpimu...seperti kecelakaan ayahmu,
lalu kau sangat cemas. Kau menangis keras dan tak bisa berpikir sehat. Entah
dengan yang lain. Tapi sebagai ibumu, aku sudahtahu.” Ucap Nyonya Yoon. Jae
Chan terus mendengar dari depan pintu.
“Ibu bisa
tahu pemikiranmu dan bisa membaca pemikiranmu. Kematian ayahmu, kecelakaan
Jae-Chan, dan semua itu. Kau menyalahkan dirimu dan menderita karena itu. Kau
terus menyalahkan dirimu dan hatimu terluka. Kau akan terus melakukan itu.”
Ucap Nyonya Yoon. Hong Joo mengeluh mendengar ibunya berkata seperti itu.
“Saat kau
bertemu Jae-Chan, ibu takut kau akan terluka. Itu sangat merisaukan ibu.
Jadi...” kata Ibu Hong Joo dan langsung disela oleh anaknya.
“Aku
sungguh baik-baik saja.. Aku bahagia karena dia... Bahkan Aku sungguh
bahagia... Jangan bersikap dingin kepadanya. Tolong sukai dia seperti aku, oke?
Bisakah Ibu bersikap baik kepadanya?” kata Hong Joo memohon dengan air mata
yang mengalir sedari tadi.
Jae Chan
berpura-pura baru masuk rumah dengan sengaja menutup pintu lalu memangil Hong
Joo apakah melihat ponselnya. Hong Joo buru-buru menghapus air mata dan
mengambil ponsel Jae Chan dari ibunya dan berlari keluar dari kamar,
berkomentar kalau Jae Chan pasti banyak pikiran sampai melupakan ponselnya
Jae Chan
menatap Hong Joo yang berdiri didepanya, teringat kata-kata Hong Joo “13 yang
tahun lalu, kau adalah bekas luka dan luka bagiku. Kurasa tidak masalah jika
aku melepaskannya. Tapi itu sangat menyakitiku dan Itu buruk.” Saat itu juga Hong
Joo menangis histeris karena Ia terkena peluru.
“Wah,
lautnya indah sekali...Apakah akan terlihat sama di kameraku?” ucap Hong Joo
melihat dari kameranya. Jae Chan hanya terdiam tak menanggapinya.
“Ada apa?
Apa Kau mengkhawatirkan persidangan hari ini?” tanya Hong Joo.
“Tidak.
Aku punya saksi dan hasil autopsi.” Kata Jae Chan yakin
“Saksinya
berusia lima tahun. Hasil autopsinya tidak jelas karena transplantasi organ.”
Pikir Hong Joo
“Ya, tapi
ada mimpimu yang bisa kuandalkan.” Kata Jae Chan.
Hong Joo
meminta Jae Chan agar jangan lengah. Jae
Chan meminta Hong Joo agar Jangan khawatir, karena takkan lengah. Hong Joo pun
memperingatkan kalau Jae Chan lengah maka akan menghajarnya.
Lampu
hijau menyala tanda PERSIDANGAN SEDANG BERLANGSUNG Hakim pun akan memulai untuk
bertanya pada saksi. Di layar terlihat seorang anak kecil duduk disamping
ibunya. Jae Chan dengan gaya bicaranya menyapa Lim Se-Young dan bertanya apakah
bisa mendengarnya. Se Young menjawab “Ya” kalau bisa mendengarnya.
“Seorang
polisi menyelamatkanmu waktu itu, 'kan? Apa Kau bisa memberi tahu kami, yang
kau katakan kepadanya?” ucap Jae Chan. Se Young menjawab Tak bisa dngan wajah
ketakutan
Beberapa
orang yang menonton merasa Saksinya terlalu muda, merasa tak mungkin anak kecil
bisa bersaksi. Jae Chan pun meminta gar Se Young harus mengatakan sama seperti
yang diucapankan kepada polisi. Se Young seperti ketakutan hanya bisa menangis
memeluk ibunya.
“Saya
rasa sulit mendapatkan kesaksiannya. Mari kita coba lagi saat dia sudah tenang.
Kita akan kembali kepada Pembela untuk pemeriksaan silang.”ucap Hakim
“Tidak,
saya bisa bertanya karena ini bukan tentang kecelakaan itu.” Kata Yoo Bum
mengambil mic dari tangan Jae Chan. Jae Chan terlihat kebingungan dan juga
tegang.
“Disini
terlalu menyeramkan, kan dan Apa Kau mau
pulang?” ucap Yoo Bum dengan gaya santai. Se Young membenarkan.
“Lalu Kau
naik apa kesini?” tanya Yoo Bum. Se Young menjawab kalau Naik bus. Yoo Bum
ingin tahu bus yang mana. Se Young menjawab tak ingat.
“Jika kau
memberi tahu nomor bus yang kau naiki hari ini, maka kau bisa pulang sekarang.
Apa Kau sungguh tidak ingat?” ucap Yoo Bum memberikan kata imbalan untuk anak
kecil agar mau menjawabnya.
“Aku
ingat. Sepertinya bus nomor enam.” Ucap Se Young karena ingin segera pulang
“Ibu
Se-Young, bisakah kau memastikan ini? Apakah kalian kemari dengan bus nomor
enam?” tanya Yoo Bum. Ibu Se Young menjawab kalau mereka naik bus nomor 434.
“Apa kau
berbohong, Se-Young?” kata Yoo Bum sengaja menjebak. Se Young terlihat kesal
memilih untuk menjawab tak tahu dan kembali memeluk ibunya.
Suara
dari penonton kembali terdengar kalau Anak itu baru berusia lima tahun jadi tak
mungkin bisa bersaksi. Yoo Bum pun menyelesaikan pertanyaan menaruh mic didepan
Jae Chan dengan senyuman liciknya. Jaksa
Lee tak percaya kalau Yoo Bum membuat anak itu berbohong dalam sekejap.
“Hanya
dia saksi kita... Maka Tamat sudah jika kita memohon kesaksian seperti itu.”
Ucap Hee Mi melihat Jae Chan seperti menahan amarah.
“Jaksa,
Anda akan mengajukan pertanyaan tambahan?” tanya Hakim. Jae Chan menjawab “Ya”
“Yang
Mulia, untuk berkomunikasi dengan saksi memakai emosinya,...Saya akan
menanyakan dia tanpa memakai istilah hukum.” Ucap Jae Chan meminta izin. Hakim
pun mempersilahkan. Jae Chan mencoba untuk bersiap diri dengan meremas baju
mengurangi rasa malunya.
“Lim
Se-Young!.. Kakak adalah temannya Kakek
Santa! Kau tahu Kakek Santa, 'kan?” ucap Jae Chan dengan gaya seperti anak
keicl
“Apa
Kakak sungguh temannya Kakek Santa?” ucap Se Young mau menatap Jae Chan dan
semua orang hanya bisa melonggo dan menahan tawa melihat sikap Jae Chan seperti
ada dalam taman kanak-kana.
“Ini
seragam untuk temannya Kakek Santa. Lalu Kakak bisa terbang dengan ini saat
Natal!” ucap Jae Chan. Jaksa Lee dan Hee Mi terlihat malu dengan sikap Jae
Chan.
“Kau
takkan berbohong kepada Kakek Santa, 'kan? Jadi, kau juga takkan bohong kepada
teman Kakek Santa, 'kan” ucap Jae Chan mulai membujuk. Se Young pun menganguk.
“Kau
menggambar ini untuk polisi waktu itu, 'kan? Gambarnya sangat bagus. Apa Kau
ingat yang dikatakan paman ini kepada dia pada hari itu?” ucap Jae Chan
memperlihatkan kalau itu gambar Tuan Moon dan juga Hwan.
“Ya, aku
ingat.” Ucap Se Young. Jae Chan meminta mereka untuk mendengarkan bukti nomor 67 yang terekam pada
ponsel korban dan bandingkan itu dengan kesaksian Se Young.
“Yang
Mulia, jika kita mendengar buktinya sekarang, anak itu mungkin mengulanginya...
Tidak. Dia mungkin sudah mendengarnya.” Ucap Yoo Bum.
“Kita
akan mendengar kesaksian anak, lalu mendengarkan buktinya. Rekaman ini
ditemukan saat penyelidikan jaksa. Ini pertama kalinya Lim Se-Young
mendengarkannya.” Kata Jae Chan. Hakim pun meminta Jae Chan agar melanjutkan
pertanyaannya.
“Se-Young...
Apa yang dikatakan paman ini kepada dia?” kata Jae Cahn menunjuk gambar Tuan
Moon pada Hwan.
“Paman
itu mendorongnya dan bertanya apakah dia mabuk. Dia mengatakan sesuatu soal
mabuk.” Ucap Se Young. Jae Chan meminta agar memutar rekaman suara dari ponsel.
“Apa Kau
mabuk? Tindakanmu itu tak bisa kumaafkan meskipun kau mabuk.” Ucap Tuan Moon.
“Jadi,
apa yang dikatakan kakak ini kepada paman ini?” tanya Jae Chan.
“Dia
mengatakan tidak membutuhkan sesuatu dan juga mengatakan dia belajar
membersihkan sepatunya.” Ucap Se Young. Jae Chan memintaa agar memutar rekaman.
“Benar.
Aku tidak butuh dipublikasikan. Aku hanya belajar cara memoles sepatu dan
mencuci mobilmu. Apa gunanya menjadi penulis?” ucap Jae Hwan.
“Kesaksiannya
mirip dengan rekaman. Kini kita punya kesaksian saksi yang bisa dipercaya dan saatnya
bukti pembunuhan.” Ucap Jae Chan pada Hakim. Tuan Moon mulai terlihat tegang.
“Se-Young,
kakak hampir selesai. Apa yang terjadi kepada mereka berdua setelah itu?” tanya
Jae Chan.
“Paman
berbaju abu-abu mencekik kakak di kanan dan mendorongnya. Dia mendorongnya
sampai terdengar suara sangat keras” jawab Se Young
“Lalu
bagaimana dengan pria berbaju putih?” tanya Jae Chan.Jawab Se Young menjawa dengan polos kalau Hwan tiba-tiba tertidur
“Lalu apa
yang dilakukan paman itu kepada pria yang tertidur?” tanya Jae Chan. Se Young
menjawab kalau Tuan Moon mendorongnya ke pintu lift.
“Artinya,
dia sengaja mendorongnya. Dia melakukannya dan itu Cukup, Yang Mulia.” Ucap Jae
Chan menyudahi sidang kedua.
Jae Chan
berjalan keluar dari ruang pengadilan, melihat Yoo Bum memanggilnya “Teman
Kakek Santa” memilih untuk kabur. Yoo
Bum menyuruh Jae Chan untuk Berjalanlah perlahan, karena nanti bisa terbang.
Jae Chan akhirnya bertanya ada apa memanggilnya.
“Bagaimana
kau melakukan itu di depan banyak orang? Kau berusaha sangat keras.” Ejek Yoo
Bum.
“Tentu
aku harus berusaha keras. Terdakwa berusaha lolos tepat di hadapanku. Jadi Aku
bisa melakukan lebih dari itu, bahkan bisa melakukan hal yang lebih buruk.”
Ucap Jae Chan
“Kau
bilang Lebih buruk? Bisakah aku melihatnya lain kali?” kata Yoo Bum . Jae Chan
menegaskan kalau itu sudah pasti.
“Autopsi
dan transplantasi organ jarang dilakukan bersamaan.” Kata Yoo Bum. Jae Chan
pikir Tidak juga.
“Apa Kau
sudah memeriksa setiap kasusnya?” tanya Yoo Bum. Jae Chan mengatakan Sudah.
“Aku
menantikannya.” Ejek Yoo Bum. Jae Chan pun mempersilahkan lalu pergi. Yoo Bum
menatap sinis seperti sudah mempersiapkan sebuah rencana.
bersambung ke Episode 24
Tidak ada komentar:
Posting Komentar