Se Hee
heran melihat kalung yang dipakai oleh kucingnya, berpikir kalau itu tidak kelihatan. Ji Ho datang langsung
meminum bir dan keduanya sama-sama saling berbicara. Ji Ho pikir Se Hee lebih
dulu saja bicara. Se Hee mulai bicara
seperti ingin meminta sesuatu, tapi memilih untuk mengurungkan niatnya dan menyuruh Ji Ho duluan saja.
“Aku
ingin...kontrak kita......aku ingin mengakhirinya sekarang.” Ucap Ji Ho dengan
yakin. Se Hee kaget padahal sudah memberikan kode dengan mengunakan kalung
pemberian dari Ji Ho
“Kontrak
kita... kau rupanya ingin mengakhirinya.” Ucap Se Hee. Ji Ho membenarkan.
Ho Rang
turun dari mobil, Tuan Shin mengaku Hari
ini, berkat Ho Rang bisa bersenang-senang.
Ho Rang juga merasa jadi banyak tertawa berkat Tuan Shin. Tuan Shin pikir
karena terlalu banyak tertawa, mungkin bisa-bisa pingsan saat pulang. Ho Rang
mengaku mungkin juga seperti itu.
Tuan Shin
seperti tak percaya lalu ingin high five tapi Ho Rang seperti tak ingin
melakukan skin ship menyuruhnya pergi lebih dulu. Tuan Shin pikir lebih baik Ho
Rang lebih dulu saja. Ho Rang pun menyuruh Tuan Shin yang pergi naik mobil
lebih dulu.
Soo Ji
dan Sang Goo berjalan sambil berpelukan melihat keduany, kalau Ho Rang yang
menunggu Tuan Shin naik ke dalam mobilnya.
Soo Ji heran karena baru ini lihat pria itu. Sang Goo memberitahu kalau
Tuan Shin adalah akuntan perusahaannya. Soo Ji kaget mendengarnya.
Se Hee
membahas tentang kontrak mereka dan Ji Ho yang ingin mengakhirinya. Ji Ho
membenarkan kalau Sepertinya kontraknya dengan perusahaan produksi akan segera
dilaksanakan, Maka pada saat itu, pasti bisa mencari tempat tinggal sendiri.
“Jika aku
dapat tempat tinggal...” ucap Ji Ho berhenti dengan Se Hee yang bisa menyela.
“Jika kau
dapat tempat tinggal...,maka kau tidak perlu bayar uang sewa padaku.” Kata Se Hee menyimpulkan.
Ji Ho membenarkan.
“Maka
kontrak kita juga tidak perlu dijalankan. Begitulah pemikiranku. Kita menikah
'kan karena uang sewa.” Kata Ji Ho. Se Hee membenarkan.
“Berarti itu
bagus.. Kau bisa menulis lagi dan bisa dapat penghasilan sendiri.Ini Sungguh
kabar baik. Kalau begitu kau istirahatlah sekarang. Dan Lain kali saja, kita
bicarakan ini lebih lengkapnya.” Ucap Se Hee.
“Begini,
Se Hee.. Kau tak jadi mengatakan apa
yang ingin kausampaikan tadi.” Kata Ji Ho menahan Se Hee sebelum pergi.
“Menurutku,
Lagipula yang mau kukatakan juga tak penting.. Aku tadi mau bilang, kalau aku
saja yang urus penyortiran barang tak
dipakai. Karena pikirku, kau pasti akan sibuk dengan kerjaan menulismu.” Kata
Se Hee. Ji Ho terdiam.
Ji Ho
masuk kamar dengan menahan tangis, lalu berjongkok mengingat kejadian dengan
ayah mertuanya.
Flash Back
Tuan Nam
mengatakan sangat penting seorang istri mengurus hal seperti ini dan segera
pamit setelah meninggalkan buku tabungan. Ji Ho dengan tatapanya memberitahu
kalau Ada yang ingin dikatakan. Tuan Nam pun kembali duduk ingin tahu yang
dikatakan oleh Ji Ho.
“Maaf...,tapi
ini.. aku tak bisa menerimanya. Ada yang harus kukatakan sejujurnya pada Ayah. Alasan
aku menikah dengan Se Hee yaitu karena rumahnya. Sejak awal, aku tidak
menikahinya karena mencintainya.”akui Ji Ho dengan menyerahkan tabungan milik
Tuan Nam.
“Kebutuhan
kami sama dan prinsip kami sama. Itulah alasan kami menikah. Aku mohon maaf.”
Kata Ji Ho merasa bersalah. Tapi Tuan Nam malah berkomentar apa masalahnya. Ji
Ho kaget melihat reaksi Tuan Nam.
“Kenapa
kau minta maaf? Pernikahan memang seperti itu. Apa Memang ada orang yang
menikah cuma karena cinta? Itu Tentu saja, juga karena ada satu dua hal kondisi
danSudah jelas sekali” jelas Tuan Nam. Ji Ho tak percaya mendengarnya.
“Ayah...
Kenapa Ayah menerimaku? Padahal ini pernikahan mendadak.” Tanya Ji Ho
“Karena
sudah waktu untuk menikah. Kau datang pada saat yang tepat untuk menjadi istrinya. Kau sopan, baik, dan
berpendidikan. Tidak ada alasan buatku menentang pernikahan Dan karena kau
pernah bilang bahwa kau mencintainya,
jadi aku pikir itu hal baik.” Ucap Tuan Nam
Ji Ho
heran Tuan Nam menganggap kalau itu semua adalah hal baik, Dalam pernikahan ada cinta. Tuan Nam melihat
Ji Ho untuk aneh karena banyak bertanya padanya. Ji Ho pikir Waktu Tuan Nam
bertanya padanya, alasan menikah dengan
Se Hee, lalu menjawab kalau i mencintainya.
“Jawaban
itu menggangguku akhir-akhir ini karena aku berbohong menjawabnya.” Ucap Ji Ho.
Tuan Nam benar-benar binggung melihat sikap Ji Ho yang tiba-tiba seperti ini.
“Se Hee..
Karena akhirnya aku jatuh cinta padanya...” akui Ji Ho. Tuan Nam mengucap
syukur karena Memang selalu seperti itu di hidup ini.
“Itulah
cinta antara pasangan suami istri. Mau dunia ini berubah jadi apa..., laki-lakilah
yang harus beli rumah. Karena membesarkan anak itu susah. Jadi terimalah ini.”
Ucap Tuan Nam mengajak Ji Ho segera pulang.
Ji Ho
mengantar Tuan Nam yang sudah ada didepan taksi. Tuan Nam tahu Suami Ji Ho pasti akan menolak pemberiannya
itu Jadi meminta Ji Ho agar menyimpan saja dan harus membujuknya. Ia meminta
agar Ji Ho pulang dengan berhati-hati karena cuacanya sangat dingin.
Ji Ho
terdiam dalam kamar mengingat pembicaraan dengan ayah mertuanya. Sementara Se
Hee dikamar akhirnya melepaskan kalung bertuliskan [Woori] dan melihat
ponselnya yang berdering ada terlihat nama [Istri] yang nelp. Ji Ho menelp dari
kamarnya kalau ada yang ingin ditanyakan.
“Bukan
sebagai pemilik dan penyewa rumah atau sebagai pria dan wanita tapi sebagai
orang yang kurang berpengalaman dalam
hidup jadi aku penasaran.” Ucap Ji Ho. Se Hee pun meminta Ji Ho mengatakan
saja.
“Pernikahan
itu...sebenarnya apa? Arti pernikahan itu apa... apa kau tahu itu, Se Hee ?”
kata Ji Ho. Se Hee terdiam mengingat saat bertemu dengan ayahnya.
Flash Back
Tuan Nam
menampar Se Hee dengan penuh amarah, Istrinya menahan suaminya agar tak
melakukan lagi pada anak mereka. Tuan
Nam marah mendengar anaknya yang ingin menikah dan menurutnya sudah gila. Lalu
bartanya apakah sudah menghamili seseorang. Ibu Se Hee meminta suaminya agar Bicarakan
baik-baik.
“Aku bisa
bertanggung jawab... Karena aku mencintainya..., jadi aku akan bertanggung
jawab.” Ucap Se Hee
“Apa? Kau
Bilang Cinta? Apa cinta bisa kasih makan kau? Lalu hutang keluarganya
bagaimana? Apa kau Piki pernikahan itu
main-main? Kalau ada rumor menyebar di kampusmu, bagaimana?” ucap Tuan Nam
marah
“Dialah yang
paling terbebani sekarang. Apa begitu Teganya Ayah sekarang malah memikirkan soal harga diri dan reputasimu? Apa Ayah tak
merasa malu sebagai seorang pendidik?” sindir Se Hee. Tuan Nam benar-benar
marah menyuruh Se Hee keluar dari rumahnya,
“Keluar
dari rumah ini, dan jangan pernah kembali! Keluar!” teriak Tuan Nam.
Se Hee
mengingat semuanya berjalan keluar dari kamar dan ingin membuka pintu kamar Ji
Ho, tapi Ji Ho lebih dulu berbicara kalau
Pernikahan sesungguhnya. Se Hee bergumam kalau Suara Ji Ho yang gemetar.
“Pernikahan
yang sungguh-sungguh berdasarkan cinta..pasti membahagiakan, 'kan...” ucap Ji
Ho dengan air mata mengalir . Se Hee seperti bisa tahu kalau Mata Ji Ho yang
berlinang.
“Ji Ho...
pasti sedang menangis... karena aku.” Gumam Se Hee seperti merasa bersalah dan
menahan diri untuk tak masuk kamar Ji Ho.
[Episode
15: Karena ini Istirahat Pertamaku]
Ji Ho
keluar dari kamar melihat kucing ada didepan kamar dan mengendongnya, tak
melihat lagi kalung yang dipakai di lehernya. Lalu Ia melihat di tempat makan
sudah ada diisi makana dan ketika membuang sampah pun sudah kosong dibuat oleh
Se Hee.
Di atas
meja sebuah amplop putih ditaruh Se Hee dengan note diatasnya “Aku sedang di
rumah orang tuaku. Tolong beritahu aku jika ada lagi yang kau butuhkan untuk
menyudahi kontrak kita.” Ji Ho melihat suratKontrak Pernikahan Berjangka Dua
Tahun.
Won Seok
terbangun merasakan Perutnya sakit, lalu turun dari tempat tidur dan mengambil
botol air minum. Setelah itu berteriak kaget melihat Bo Mi tertidur di lantai,
lalu bertanya kenapa ada didalam kamarnya. Bo Mi heran dengan mata setengah
terbuka, berpikir apa lagi alasanya. Ia bertanya apakah Won Seok yang terjadi
semalam.
“Apa
maksudmu semalam?” ucap Won Seok tersadar kalau ia hanya mengunakan boxernya
saja.
“Kenapa
aku cuma pakai pakaian dalam?” kata Won Seok binggung. Bo Mi heran melihat Won
Seok yang bertingkah malu-malu
“Semalam
saja, kau langsung membuka baju. Wah.. Kau memang sepertinya tidak ingat yang terjadi
semalam.” Kata Bo Mi lalu merasakan mual dan bertanya apakah ada makanan untuk
penghilang mabuk. Won Seok melihat bantal pink yang dipegang oleh Bo Mi untuk
tidur di lantai
“Kenapa
kau pegang bantal ini? Siapa kau sampai pegang bantalku dan tidur pakai ini?
Apa Kau tahu bantal ini? Kau tak bisa sembarangan pegang bantal ini tanpa
izinku.” Ucap Won Seok marah dan Bo Mi langsung menamparnya.
“Dasar
Kurang ajar... Kau kemarin hampir pingsan di klub, jadi aku mengantarmu pulang.
Tapi apa ini sekarang?? kau memperlakukanku seperti ini!! Kau sendiri yang buka
celanamu waktu tidur.” Ucap Bo Mi marah dan langsung pergi membawa jaketnya.
Won Seok
mengejar Bo Mi keluar dari rumah meminta maaf dan mengaku salah. Bo Mi melihat
tangan Won Seok yang memegang lenganya. Won Seo mengaku kalau ia orang yang
sangat payah sekarang. Ia marah pada dirinya sendiri, tapi melampiaskannya pada
Bo Mi jadi ingin meminta maaf. Bo Mi
malah dengan santai bertanya apakah Won Seok tak jadi makan.
Ho Rang
bersama Tuan Shin sudah ada di sebuah restoran. Tuan Shin seperti tak enak hati
karena mengajak Ho Rang makan di restoran kecil. Ho Rang pikir tak masalah
karena butuh sup penghilang mabuk.
“Kau
benar-benar wanita impianku.” Ungkap Tuan Shin. Ho Rang terlihat kaget.
Lalu saat
itu Bo Mi masuk ke dalam restoran melihat Tuan Shin dan memanggilnya. Tuan Shin
pun membalasnya. Saat itu Won Seok kaget melihat Ho Rang makan dengan pria lain
dan Ho Rang juga melihat Won Sek datang dengan wanita lain di pagi hari.
Ayah Bok
Nam merasa sedih karena berkat Ji Ho banyak orang jadi langganan di cafenya. Ji
Ho juga mengaku merasa sedih, tapi
mengucapkan Terima kasih telah memberinya kesempatan besar. Ayah Bok Nema
memberikan sebuah amplop mengatakan kalau ini tak banyak.
“Anggap
saja sebagai uang pesangon atau hadiah
selamat.” Kata Ayah Bok Nam
“Tapi,
Bok Nam dimana?” tanya Ji Ho. Ayah Bok Nam memanggil anaknya, tapi Bok Nam tak
keluar dan berpikir kalau pasti kabur lagi.
Ji Ho
duduk di halte melihat foto mereka bertiga dengan caption [Jangan lupakan kami dan YOLO Cafe.] Tiba-tiba
Bok Nam datang mengagetkan Ji Ho. Bok
Nam pun juga ikut kaget karena Ji Ho berteriak histeris bahkan mencengram
bajunya. Ji Ho mengeluh dengan Bok Nam karena membuatnya ketakutan.
“Aku tadi
berlari seperti orang gila untuk mengucapkan selamat tinggal.” Ucap Bok Nam
kesal
“Kau
berlari? Kenapa? Lalu Motormu mana?” ucap Ji Ho heran
“Aku juga
mengucapkan selamat tinggal pada
motorku. Aku akan menjualnya dan uangnya akan kupakai buat bayar kursus.” Kata
Bok Nam.
“Oh,apa
maksudmu emigrasi berdasarkan keterampilan?” ucap Ji Ho. Bok Nam menganguk.
“Gaya
hidupku tidak sesuai di negara ini.” Ucap Bok Nam lalu memberikan sebuah
kenang-kenagan. Ji Ho binggung apa yang diberikan Bok Nam padanya.
“Apa Kau
tak ingat? Ini foto pernikahanmu yang kupotret. Aku kerja sambilan di gedung
pernikahan dan membawanya. Kau berterima kasih sama aku, 'kan?” ucap Bok Nam
bangga. Ji Ho melihat foto pernikahan dengan Se Hee yang sedang berjabat tangan
lalu mengucapkan Terima kasih.
Se Hee
menemui orang tuanya memberitahu kalau mereka akan bercerai. Keduanya kaget
mendengarnya, Tuan Nam seperti merasakan sesuatu yang aneh karena kemarin baru
saja bertemu dengan Ji Ho.
“Kami
sepakat untuk bercerai.” Ucap Se Hee. Ibu Se Hee binggung berpikir kalau
keduanya bertengkar
“Tidak...
Kepribadian kami terlalu berbeda untuk hidup bersama. Jadi kami memutuskan
untuk bercerai.” Ucap Se Hee.
“Apa
maksudmu? Walau beda kepribadian, pernikahan harus tetap dipertahankan. Itulah
pernikahan. Omong kosong apa ini?” keluh Ibu Se Hee lalu meminta suaminya untuk
bicara. Tuan Nam memilih untuk masuk kamar tanpa bicara apapun.
Bo Mi
makan bersama langsung bertanya Bagaimana mereka bisa saling mengenalnya. Tuan
Shin memberitahu mereka kenal lewat aplikasi. Bo Mi bertanya apakah itu
aplikasi kantornya
“Heol,
pantas kau minta poin dariku. Itu Pasti karena dia.” Ucap Bo Mi
“Ini
semua berkat kalian berdua. Berkat pengembang aplikasi yang kompeten..., maka aku bisa menemukan
wanita idamanku. Padahal kukira aku tidak akan
bisa menemukannya di kehidupan ini.” Ucap Si pria.
“Kau
bilang Wanita idamanmu?” komentar Won Seok. Tuan Shin membenarkan dan Ho Rang
terlihat hanya diam saja.
“Menikahi
orang seperti dia itu impianku. Dia periang, cerdas, dan mudah bergaul. Aku sampai
kaget saat pertama kali melihatnya
karena dia begitu sempurna.” Ungkap Tuan Shin tak malu-malu.
“Jadi Apa
kalian akan menikah? Apa Tanggalnya sudah diputuskan?” ucap Bo Mi
Ho Rang
langsung mengatakan kalau bukan seperti itu maksudnya karena mereka hanya
saling bertemu saja untuk saat ini. Tuan Shin pikir perlu berusaha yang terbaik sebelum melamarnya, yaitu Sebelum Sam Okyere
kaget dan bersin” seperti ingin melucu.
Tapi Won
Seok dan Bo Mi tak tertawa, hanya Ho Rang menganguk setuju saja lalu menyuruh
agar cepat makan saja karena Makanannya nanti dingin. Bo Mi berbisik kalau Tuan
Shin masih saja membuat lelucon aneh dan norak. Won Seok binggung lelucon yang
mana seperti tak sadar kalau tadi itu melucu.
“Ho
Rang-.. Kau harus tambahi ini juga, biar supnya tambah enak. Masukkan ini yang
banyak.” Ucap si pria ingin menyendokanya. Ho Rang ingin menolak tapi Won Seok
lebih dulu menahan tangan si pria.
“Jangan,
Rang tak suka bubuk wijen.” Ucap Won Seok lalu akhirnya meminta maaf. Ho Rang
pun tak banyak berkata-kata.
Ji Ho
duduk di dalam bus menelp seseorang mengajaknya untuk berkencan. Se Hee keluar
dari rumah melihat ayahnya terbatuk-batuk berdiri di halaman. Tuan Nam melihat
anaknya berjalan mendekat kembali bertanya apakah Se Hee benar-benar akan
bercerai. Se Hee membenarkan. Tuan Nam mengerti.
“Kau
memang selalu hidup sesukamu. Kau menikah dan bercerai sesukamu.” Sindir Tuan
Nam
“Apa
begitu pemikiran Ayah? Apa Ayah berpikir, aku selama ini hidup sesukaku?” balas
Se Hee. Tuan Nam pikir apa lagi yang dikatakan kalau bukan hidup sesukanya.
“Ayah...
aku...Sejak hari itu...bahansedetik pun, aku
tak bisa hidup sesukaku. Apa Kau Tahu alasannya kenapa?! Dia orang yang
kupilih untuk pertama kalinya dalam
hidupku Dan keputusanku ditolak oleh orang yang paling kupercaya dan kusayangi.” Ucap Se Hee. Tuan
Nam terdiam.
“Aku
sangat menyukaid dan menyayangi Ayah. Tapi Ayah menentang hidup yang kupilih.
Apa Ayah menyadari pintu apa yang sudah kau buat di hatiku? “ ucap Se Hee.
“Lalu kau
sendiri? Apa kau menyadari bagaimana perasaan
Ayah sejauh ini? Meski kita bisa memutar waktu, keputusanku tetap sama.
Anakku akan sial hidupnya. Jadi Aku mana bisa duduk manis saja. Kalau kau sudah
menikahinya...,pasti kau tak bahagia sekarang.” Kata Tuan Nam terlihat egois.
“Jadi
untuk menyelamatkan anakmu sendiri..., maka malah mengorbankan anak orang lain?
Hanya karena dia perempuan miskin..., maka kau membuatnya menanggung semua
beban sendirian.” Ucap Se Hee marah
“Itu
karena anakku lebih penting. Mau se-kekanak-kanakan dan securang apa..., itulah perasaan dan cintaku
sebagai orang tuamu.” Tegas Tuan Nam
“Maka
dari itu... Jadi bagaimana aku bisa punya orang yang mau berada di sisiku? Karena aku tidak pantas
mendapatkannya. Aku juga tidak bisa membuat
orang lain terbebani.” Kata Se Hee yang membuat Tuan Nam terdiam.
Ji Ho
hanya bisa melonggo melihat Jung Min latihan panjat tebing dan sampai ke bagian
atas. Jung Min duduk disamping Ji Ho sambil mengambil botol air minumnya. Ji Ho
mengejek Jung Min itu seperti kelelawar atau semacamnya. Jung Min tersedak
mendengarnya.
“Tapi apa
Sungguh kau tidak akan menandatangani
kontraknya?” ucap Jung Min. Ji Ho menganguk.
“Apa
karena Se Hee dan Karena kau tidak ingin terlibat denganku?” kata Jung Min. Ji
Ho pikir kalau menjawab tibda pasti itu bohong.
“Aku akan
bercerai, Lebih tepatnya... kami telah sepakat
mengakhiri kontrak..” Akui Ji Ho. Jung Min kaget mendengarnya dan ingin
tahu alasanya.
“Apa
menurutmu itu karena kau?” kata Ji Ho. Jung Min menganguk seperti merasa
bersalah.
“Sebenarnya
kau tidak begitu berpengaruh dalam hubungan kami.” Ucap Ji Ho. Jung Min pikir
kalau dirinya pasti berlebihan.
“Aku jadi
bisa menyadari sekarang berkat kau. Kalau aku benar-benar mencintai Se Hee. Aku
semakin menyadarinya.” Ucap Ji Ho. Jung Min heran karena Ji Ho malah memilih
untuk bercerai.
“Aku
ingin mencintainya... Aku ingin mencintainya sepenuh hati, tapi... Tapi aku
tidak tahu caranya. Aku hanya...” kata Ji Ho terdiam mengingat ucapan ayah
mertuanya.
Tuan Nam
bertanya kapan Ji Ho akan melahirkan, lalu mengatakan Pernikahan memang seperti
itu, kalau tak ada orang orang yang menikah cuma karena cinta dan pasti juga
karena ada satu dua hal kondisi.
“Rasanya
seperti aku terkunci di dalam Kamar
19..., dihukum karena pernikahan. Aku tahu ini aneh dan rumit.” Ungkap Ji Ho.
“Tidak...
Aku mengerti maksudmu. Pernikahan memang melekat pada perasaan orang banyak.”
Ucap Jung Min.
Tuan Nam
berada diluar rumah terlihat gelisah, Ibu See Hee duduk diam seperti patung. Se
Hee naik bus melihat foto keluarganya yang selalu disimpan dalam dompet.
“Masalahnya
perasaan orang-orang itu, semuanya perasaan sebenarnya. Perasaan mereka semua
sungguh indah dan tulus. Namun, hal-hal yang kelihatan indah juga bentuk aslinya akan memudar
jika mereka terlalu saling terikat. Dan
selanjutnya kau tidak pernah tahu apa arti cinta sebenarnya. “
“Mungkin
karena itu banyak orang bilang suami istri tinggal bersama hanya untuk tetap setia. Mungkin itulah alasan
kenapa banyak orang bilang begitu.
Menjadi pasangan suami istri memang kedengarannya hebat, tapi juga menyeramkan. Tapi aku
berharap kau dan See Hee. bisa menjadi akhir yang bahagia.” Ungkap Jung Min
“Kenapa
menurutmu... kami akhir yang menyedihkan?” komentar Ji Ho. Jung Min terlihat
kebingungan menjelaskanya.
“Apa
karena kami akan bercerai?” kata Ji Ho
“Maksudku...
Apa menurutmu kami hanya bisa bahagia jika kami tetap mempertahankan pernikahan kami? Berarti
menurutmu, kalau cerai itu artinya kegagalan. Wahhh... Padahal kau CEO
perusahaan produksi nomor satu yang
mengedepankan budaya saat ini. Padahal kau pernah bilang, mengharapkan semangat
eksperimental kerjaku. Kau masih orang itu, 'kan? Mana mungkin kau sekolot itu,
'kan?” ejek Ji Ho.
“Tidak
... Aku tak suka orang-orang kolot. Dan perusahaanku jelas bukan perusahaan
kolot.” Kata Jung Min mengelak.
“Kontrak
kita...kurasa aku harus mempertimbangkannya
lagi.” Kata Ji Ho lalu beranjak pergi. Jung Min pikir kalo Ji Ho sedang
mengerjainya.
Ibu Soo
Ji binggung karena ada bunyi bel rumah di malam hari, saat membuka pintu
ternyata anaknya yang datang. Soo Ji tersenyum melihat ibunya. Sementara Ibunya
heran karena anaknya datang tak memberitahu lebih dulu. Soo Ji langsung memeluk
ibunya mengaku kalau sangat merindukanya. Sementara Sang Goo dan Se Hee
menikmati makan malam bersama.
“Sayang
sekali... Jajangmyeon paling enak saat aku memakannya sama Soo Ji. Tak kusangka
aku bakal makan ini dengan kau apalagi di hari Minggu. Aku sampai ingin muntah
rasanya.” Keluh Sang Goo sambil makan jajangmyun. Sementara Se Hee terus minum
alkohol.
“Tapi
orang ini, kenapa dia belum menghubungiku? Dia harusnya mengabari apa sudah
sampai rumah atau apapun itu.” Kata Sang Goo mengecek ponselnya lalu tersadar
melihat Se Hee minum tanpa berhenti.
“Hei... Bukan
begitu caranya kau meminumnya. Organ hatimu bisa meleleh jika kau meminumnya
seperti itu.” Kata Sang Goo mengambil botol minum dari tangan Se Hee.
“Jadi apa
maksudmu semenjak kuliah sampai sekarang, kau hidup tanpa hati?” sindir Se Hee
dengan setengah mabuk.
“Hatiku
sudah kucuci dengan baik.”balas Sang Goo lalu mengambil botol kembali menyuruh
Se Hee agar berhenti minum dan sisanya hanya untuknya.
“Kau
biasanya tidak minum. Kenapa kau begini? Apa Kau sudah menyatakan perasaanmu?
Kau bilang mau menyatakan perasaanmu ke Ji Ho. Kau pun sampai memilih salah satu kalimat cinta itu.” Ucap Sang Goo
melihat percakapan dengan Se Hee semalam.
Sang Goo
membaca pesan yang dikirim Se Hee “CEO Ma, kalimat mana yang paling tidak norak
kalau aku mau menyatakan perasaanku? Nomor satu, "Apa sekarang, kita harus
menikah sungguhan? Nomor dua, "Maukah kau sekarang menjadi istri
pertamaku?" Nomor tiga, "Bisakah kita sekarang, benar-benar bisa
bersama?"
“Kau
bukan seperti dirimu. Kau sampai niat memilih kata-kata ini. Jadi kalimat mana
yang kau pakai?” tanya Sang Goo
“Semua
kalimat itu tak ada yang kupakai. Kau kan bilang semua kalimatnya norak.” Ucap Se Hee
“Tidak
kau pakai atau karena tak bisa?” ucap Sang Goo lalu berpikir kalau Se Hee
memang tak memakainya.
Soo Ji
tersenyum bahagia membaca pesan yang dikirimkan Sang Goo “Selamat tidur. Aku
cinta kau.”. Ibunya sedang menonton TV melihat anaknya yang tersenyum. Soo Ji
mendekati ibunya, sambil memijat bertanya apa yang sedang ditonton ibunya.
“Apa
pendapatmu tentang dia? Dia tipe idamanku.” Ucap Ibu Soo Ji melihat ke arah TV.
Soo Ji bertanya apakah yang dimaksud Orang asing itu
“Dia
pucat sekali dan bukan tipeku.” Ucap Soo Ji. Ibu Soo Ji mengejek kalau pacar
anaknya bukan tipe pilihanya. Soo Ji terdiam.
“Kenapa
kaku sekali? Kenapa kau merahasiakan tentang pacarmu?” keluh ibu Soo Ji
“Aku
tidak merahasiakan apapun. Lagipula, tak ada yang perlu kuceritakan.” Kata Soo
Ji
“Makanya
kenapa tak ada yang perlu diceritakan? Ibu bahkan merasa terkhianati olehmu, saat Ibu melihat pacarmu.
Apa Kau tahu itu?” kata Ibu Soo Ji
Soo Ji
tak percaya ibunya merasa Terkhianati. Ibu Soo Ji membenarkan berpikir kalau
Soo Ji Di takdir melajang dari sejak lahir, karena tidak pernah sekalipun
cerita tentang cowok jadi merasa terkhianati. Ia juga bahkan khawatir kalau-kalau putrinya
menggunakan sihir gelap karena tidak pernah
pacaran dengan orang lain.
“Siapa
yang mengajari Ibu ekspresi muka itu?” keluh Soo Ji
“Kenapa
kau membuat Ibu bersaing dengan pacarmu?” kata Ibu Soo Ji
“Apa Ibu
merasa seperti itu” kata Soo Ji
“Kau
seharusnya bilang..., "Kenapa Ibu merasa terkhianati?" Tapi kau malah
bilang, "Benarkah? Apa Ibu merasa
seperti itu"? Wajahmu bahkan menyiratkan kau telah berbuat salah. Apa kau
merasa bersalah karena ini? Apa karena kaki Ibu?” kata Ibu Soo Ji mengeser
kakinya dengan mengangkatnya.
Soo Ji
mengaku bukan seperti itu maksudnya, Ibu Soo Ji merasa seperti kakinya menahan
impian Soo Ji. Soo Ji menegaskan kalau bukan seperti itu dan mengeluh pada
ibunya jadi bersikap aneh. Ibu Soo Ji ingin tahu alasan Soo Ji yang tidak berhenti dari pekerjaannya karena tahu anaknya itu
hanya minum karena stres, bahkan
Rambutnya pun sampai rontok parah.
Soo Ji
pikir tak mungkin berhenti dari pekerjaannya, karena Banyak yang harus dibayar.
Ibu Soo Ji pikir itu bagus, lalu bertanya apakah Soo Ji menghabiskan uang itu untuk dirinya sendiri., tapi malah menghabiskan
semua uangnya untuk membeli apartemen itu. Soo Ji menegaskan kalau ia
hanya ingin tinggal bersama Ibunya di
masa tua.
“Ibu
tidak akan tinggal di sana!” tegas Ibu Soo Ji. Soo Ji ingin tahu apa yang akan
dilakukan ibunya.
“Dengan
kaki seperti ini, bagaimana Ibu bisa
hidup sendirian?” ucap Soo Ji. Ibu Soo Ji pun sudah tahu kalau anaknya sangat
mengkhawatirkan kakinya.
“Padahal
Ibu berpesan padamu, tetaplah bertahan.
Ibu tidak menyuruhmu melangkah sambil menggotong kakiku. Ternyata kaki Ibu-lah
yang membuatmu menderita.” Ucap Ibu Soo Ji. Soo Ji hanya bisa terdiam.
Bersambung
ke part 2
PS; yang udah baca
blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 &
Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Makasih kk udh di buat sinopsis y....lanjut y kk ke eps 16 ...nur suka bgt sma tulisan kk...ringan simpel dan mudah di mengerti
BalasHapusKEREN LANJUTIN TERUS YAH NULISNYA SEMANGAT
BalasHapus