PS
: All images credit and content copyright : TVN
Se Hee
menyuruh Ji Ho untuk segera bergegas dan mengajaknya untuk segera pulang ke
rumah mereka. Ji Ho terdiam melihat uluran tangan Se Hee, akhirnya Se Hee
mendekatkan tanganya dan mengengam tangan istrinya lalu berjalan pergi. Ji Ho
terdiam saat Se Hee menarik tanganya.
Saat
berjalan pergi, Se Hee sempat mengambil jaketnya seperti dijatuhkan dijalan dan
akhirnya mereka pun naik bus bersama.
Ji Ho
sibuk mencari sesuatu dalam tasnya, Se Hee memberikan ponsel milik Ji Ho kalau
Tadi jatuh di halte bus. Ji Ho terdiam dan melihat kalau adan 6 panggilan tak
terjawab dari pemilik Rumah, lalu baru mengetahui kalau Se Hee sudah
meneleponnya berkali-kali. Se Hee membenarkan dengan wajah datarnya. Ji Ho
hanya terdiam lalu melihat tanganya terus digengam oleh Se Hee.
Keduanya
berjalan masuk apartement, tangan Se Hee masih tetap mengenggam tangan Ji Ho,
lalu bertanya apakah ia boleh mandi lebih dulu karena mengeluarkan banyak
keringat. Ji Ho mempersilahkanya. Se Hee
pun akan masuk ke dalam kamar tapi Ji Ho mengikutinya.
“Kenapa...
Kenapa kau mengikutiku?” ucap Se Hee heran.
“Aku
bukannya mengikutimu.”kata Ji Ho memperlihatkan tanganya. Se Hee langsung
melepaskan tanganya meminta maaf karena tak sadar.
“Ya, aku
maklum... Kalau begitu, mandilah.” Kata Ji Ho dengan gugup.
Ji Ho
melihat profile Bok Nam yang memiliki Keluhan: Penguntitan, Se Hee akhirnya
duduk di ruang tengah. Ji Ho membahas Se Hee kalau BOk Nam tersangka kasus
Penculikan Stasiun Namgang Yang menguntit mahasiswi itu. Se He pikir Semua data
cocok, termasuk kunci inggris.
“Tapi kenapa
kau tidak memberitahuku? Bukannya kau sudah tahu dari awal?” ucap Ji Ho
“Itu
karena kau pernah bilang susah cari
pekerjaan. Jadi aku tak bisa terburu-buru memberitahumu.” Kata Se Hee.
“Tapi
walau begitu, alangkah baiknya kalau kau memberitahuku dulu. Aku bisa saja
tidak sadar saat bersama dia.” Kata Ji Ho
“Ji
Ho-ssi, Apa kau bersikap tak sadar?” ucap Se Hee kaget. Ji Ho binggung kenapa
Ji Ho menanyakan hal itu.
“Apa Memang
aku tak bisa begitu?” ucap Ji Ho lalu teringat ucapan sebelumnya
Flash Back
“Sikapku
memang agak berlebihan. Jadi mulai sekarang, jangan enteng sekali bilang "kita"
lagi.” Kata Ji Ho.
“Kutanya,
apa kau tadi pulang naik bus.” Tanya Se Hee. Ji Ho pikir apakakah ia harus
menjawabnya
“Tidak...,Tidak
perlu.” Kata Se Hee. Ji Ho Pikir ia juga tak perlu menjawabnya.
Keduanya
mulai gugup, Se Hee pun bertanya apakah Bok Nam tahu tentang kontrak pernikahan
mereka. Ji Ho membenarkan, karena
memanggil Se Hee sebagai suami palsu dengan menceritakan Bok Nam
mengatakan “Makanya kenapa pula kau mau menikah dengan suami palsu?”
“Kalaupun
dia seorang penguntit, dia bisa tahu
darimana kalau kau suami palsu?” ucap Ji Ho.
“Entahlah...
Padahal 'kan cuma kita berdua yang tahu.” Kata Se hee.
“Apa
karena ponselku? Setelah dia melihat nama kontakmu di ponselku, lalu dia bilang begitu.
Dia bertanya apa kau itu memang bukan suamiku, dan kau majikan rumahku.” Ucap
Ji Ho. Se Hee mengerti.
“Aku juga
tadi lihat nama kontakku, kau simpan di
ponselmu dengan "Majikan Rumah" ucap Se HEe. Ji Ho pikir itu namanya tak
biasa.
“Makanya
kenapa juga kau menyimpan kontakku seperti itu?” ejek Se Hee. Ji Ho balik
bertanya apa yang harus ditulis pada nomor kontaknya.
“Lagipula
tidak ada nama yang lain.” Kata Ji Ho. Se Hee pikir bisa menuliskan nama saja
atau Tuan Se Hee.
“Terus Se
Hee sendiri, kau simpan nama kontakku di ponselmu?” ucap Ji Ho
“Tentu
saja aku menyimpan kontakmu sebagai pakai nama "Penyewa"...” kata Se
Hee. Keduanya pun tak banyak berkata-kata lagi.
Se Hee
menceritakan Pamannya Bo Mi itu polisi jadi sudah menginformasikan padanya dan Mungkin besok,
masalahnya pasti sudah beres. Ji Ho pun ingin tahu apa yang nanti akan terjadi
sama Bok Nam. Se Hee yakin kalau pasti akan dipenjara.
Lalu
tiba-tiba keduanya serius menonton sepak bola saat Sanchez membuat gol. Se Hee melihat kalau itu
tendangan sempurna. Ji Ho pikir memang
Tak diragukan lagi dengan Sanchez. Keduanya seperti bisa saling bersama
saat menonton bola
“Terima
kasih...sudah menyelamatkanku... Karena sudah berjalan bersamaku.. Dan
karena... mengatakan ini rumah kita.” Ucap Ji Ho
“Apa kau
marah karena aku sudah kelewatan? Apa Karena aku bilang jangan bertingkah seperti
istriku di depan orang lain? Dan karena aku menyuruhmu jangan bilang kita,
"kita" lagi? Apa kau kesal karenanya?” kata Se Hee. Ji Ho
membenarkan.
“Aku...tak
ingin menjadi bebanmu. Tidak seperti orang lain..., pernikahan kita bermula
dari suatu kesepakatan yang akan berakhir. Karena kesepakatan itu, kau jadi
punya tempat tinggal dan aku juga dapat untung, yaitu dapat uang sewa.” Jelas
Se Hee.
“Itu memang
kesepakatan kita, tapi setelah nantinya kontrak habis..., mungkin kau malah
yang lebih besar menanggung kerugian daripada aku. Kau seorang wanita dan lebih
muda dariku. Karena itu, orang mungkin
menganggapmu dengan tidak baik. Makanya aku berpikir, aku harus meminimalisir hubunganku denganmu. Aku juga
berpikir kalau kita harus menghindar
melakukan kegiatan bersama” jelas Se Hee.
Ji Ho
bertanya apakah Se Hee yang memikirkan itu sepanjang waktu Tentang apa yang
terjadi nanti setelah pernikahan selesai
bagaimana dampaknya nanti terhadapnya. Se Hee pikir bukannya memikirkannya sepanjang waktu tapi pikiran itu selalu
terlintas, setelah pernikahan mereka. Ji Ho ingin tahu alasanya.
“Karena
aku sudah buat janji, yaitu Aku sudah janji pada ibumu, aku tidak akan membuatmu dalam masalah. Untuk
itu, aku ingin menepati janji itu dan Kedepannya pun, aku tetap ingin
menepatinya.” Jelas Se Hee. Keduanya mengingat saat di hari pernikahan.
Flash Back
Se Hee
mengatakan “Aku
memang belum kenal betul dengan Ji Ho, tapi pada suatu saat tertentu...,dia pasti
akhirnya akan memilih jalan yang membuatnya bahagia. Jadi selama masa
pernikahanku dengan dia kelak..., aku takkan menghalangi jalannya. Hanya itu
janji yang bisa kubuat.”
Ji Ho
duduk di dalam kamar menelp nama Pemilik rumah, Se Hee duduk di dalam kamar
dengan kucingnya lalu mengangkatnya. Ji Ho menceritakan sewaktu lulus sarjana
dan mulai kerja jadi asisten penulis, digaji 800 ribu won sebulan. Se Hee hanya
diam mendengarkan cerita Ji Ho.
“Lalu
ayahku menyuruhku berhenti saja dari kerjaanku itu, dan menyuruhku pulang
kampung. Dia menyuruhku bertani menanam bayam di kampung. Ada ladang kecil di
halaman belakang rumah kami. Kalau kami menanam bayam selama seminggu,
keuntungannya bisa banyak.” Cerita Ji Ho
“Tidak
ada orang yang mengerti pekerjaan
menulisku..., tapi kau tahu bagaimana
aku bisa memulainya? Aku memulainya tanpa pikir panjang. Aku pun tak
berencana menjadi penulis hebat. Aku pun tak berencana ingin menjadi terkenal
atau sukses. Aku tak pernah berencana seperti itu.” Jelas Ji Ho
“Aku
hanya kebetulan saja membaca suatu naskah .dan tak sadar, aku menggila karena menulis
itu sangat menyenangkan. Karena itu, aku pindah haluan ingin menulis. Setiap
hari menulis itu rasanya menyenangkan. Lewat menulis, aku tak berharap
mendapatkan sesuatu atau membuat diriku
menjadi hebat. Hal itu tak pernah terlintas di benakku.” Cerita Ji Ho
“Karena
itu, aku...Aku takkan memikirkan apa yang terjadi padaku kelak, dua tahun dari sekarang.
Kalaupun aku memikirkannya...,.mungkin aku sekarang tidak bisa menikah. Hanya
saja, aku...cuma butuh kamar ini...,dan aku suka betapa nyamannya di rumah ini”
ungkap Ji Ho
“Aku juga
tidak ingin berpisah dengan si Kucing.
Dan Juga..., majikan rumahnya orang yang bisa diandalkan, Karena itu aku
melakukannya. Aku sesungguhnya suka menjadi bagian dari rumah ini. Jadi apapun
yang terjadi kelak pada pernikahan kit, itu tak penting bagiku. Aku bahkan
tidak memikirkannya. Jadi, sekarang...jangan lagi bersikap kelewatan.” Jelas Ji
Ho
Se Hee
hanya singkat menjawab “Ya”. Ji Ho pikir Pintu kamar Se Hee juga tak perlu
dikunci. Se Hee mengerti. Ji Ho pun mengucapkan selamat malam. Se Hee pikir ada
yang ingin dikatakan, yaitu Jangan panggil pemilik rumahnya karena nanti
orang-orang mengira Se Hee yang hidup
sendiri.
“Kalau di
depan orang lain..., panggil aku suamimu. Karena, takutnya ada hal berbahaya yang bisa terjadi lagi. Jangan
biarkan orang lain mengira kau itu sendirian. Selama dua tahun ke depan, kau
merupakan bagian dari rumah ini
bersamaku.” Jelas Se Hee. Ji Ho mengerti. Se Hee pun mengucapkan selamat malam.
“Tapi,
kau tahu darimana aku tadi sama Bok Nam? Padahal Aku 'kan tadi tak pegang
ponsel.” Ucap Ji Ho penasaran.
Flash Back
Se Hee
datang ke halte menemukan ponsel Ji Ho, lalu melihat foto-foto yang diponsel Ji
Ho, setelah itu mengecek SNS dari Bok Nam dengan foto yang sama menuliskan
caption [Menikmati pemandangan malam sehabis pulang kerja]
Akhirnya
Se Hee pun menaiki taksi, tapi ada perbaikan jalan jadi tak bisa lewat. Se Hee
pun bertanya apakah ada cara lain. Supir pikir tak ada jalan lain. Se Hee ingin
tahu kalau berjalan kaki lewat mana. Supir memberitahu jalan disampingnya. Se
Hee langsung membayar taksi dan berjalan pergi. Supir memberitahu kalau butuh
waktu lebih dari 30 menit.
Se Hee
berlari di jalan menuju tempat Ji Ho, melepar tasnya, melepaskan jaket dan
akhirnya sampai di tempat Ji Ho dengan mengajaknya untuk menonton sepak bola. Ji Ho kaget melihat Se Hee yang datang menolongnya.
Ji Ho
menatap nama yang disave dalam ponselnya, lalu akhirnya menganti dengan tulisan
[Suami] seperti sangat bangga saat Se
Hee meraih tanganya dan mengajaknya pulang
ke rumah “kita.” Senyuman tak bisa dihentikan.
[Episode 9 - Karena Ini Saat Pertamaku
Menjadi Bagian dari Suatu Tempat]
Ji Ho
bangun dari tidurnya, melihat nama di ponselnya [Suami] lalu Se Hee pun
terbangun dengan melihat nomor [Istri] yang menelp. Ji Ho seperti tak sadar
kalau menelp Se Hee sampai akhirnya mendengar nama Se Hee dan bergegas keluar
dari kamar.
“Kau
rupanya di rumah.” Ucap Ji Ho melihat Se Hee keluar dari kamar bersamaan.
“Tapi
kenapa kau meneleponku?” tanya Se Hee. Ji Ho
mengaku tak sengaja menelepon waktu matikan alarm.
“Apa Tidurmu
nyenyak?” tanya Ji Ho. Se Hee menganguk dan balik bertanya. Ji Ho juga
merasakan tidurnya nyenyak.
“Hei... Kucing,
kau pulang naik apa kemarin?” tanya Ji Ho melihat si kucing yang sudah pulang.
“Dia naik
taksi dan pulang ke rumah sendirian.
Lalu Dia menangis di luar untuk masuk rumah, jadi aku membukakan pintunya.”
Cerita Se Hee.
Ji Ho tak
percaya kalau kucing Se Hee bisa seperti itu,
Se Hee pikir itu tak mungkin karena tadi hanya bercanda dengan wajah
datarnya. Ji Ho pun tak bisa tertawa karena melihat wajah Se Hee yang datar.
Saat itu keduanya sama-sama menerima telp. Se Hee menerima telp dari Bo Mi dan
meminta agar menonton berita di TV. Ji Ho kaget kalau pelakunya sudah tertangkap.
Berita Di
TV
“Pelaku kasus penculikan yang
terjadi pada 30 Oktober lalu telah
tertangkap oleh kepolisian dini hari
tadi. Dia mengintai wanita yang dia temui
lewat suatu game online...,lalu menculiknya, dan menyekapnya selama 13
jam. Kepolisian telah menangkap pelaku dan kini tengah menyelidiki kejahatan
lainnya.”
Ji Ho dan
Se Hee menonton dari Ponsel, keduanya hanya bisa melonggo karena masih tak
dipercaya. Ji Ho bahkan tak menyangka
kalau Bok Nam tipe orang seperti itu. Se
Hee pikir mereka saja tak mengerti
dengan diri sendiri jadi sifat orang lain pun, susah tebak.
“Apa Kau
tak masalah berangkat kerja hari ini?
Polisi bisa saja mendatangi kafe itu.” Ucap Se Hee. Ji Ho pikir tak masalah.
“Dia 'kan
sudah ditangkap, jadi tak masalah kalau kerja sekarang.” Ucap Ji Ho lalu Se Hee
membantunya untuk menekan bel untuk turun, setelah itu pamit pergi dan akan
bertemu lagi nanti di rumah.
“Hari
ini, kau nanti pulang naik bus, 'kan?” ucap Se Hee. Ji Ho membenarkan. Dan Se
Hee pun ikut pamit akan bertemu lagi nanti.
Ho Rang
terlihat sangat marah pada Bok Nam dan memastikan keadaan Ji Ho sekarang baik
–baik saja. Ji Ho mengaku baik-baik saja, dengan mengubah panggilan Se Hee
kalau Suaminya yang sduah menyelamatkannya. Ho Rang mengaku sudah mengetahui
ceritanya dari Soo Ji.
“Suamimu
memang hebat. Kita semua saja sudah terpesona karena senyumnya, tapi bagaimana
Se Hee bisa tahu informasi itu?” kata Ho
Rang
“Makanya
itu. Dia rupanya mengumpulkan semua
bukti tanpa sepengetahuanku.” Kata Ji Ho
“Dia
memang teliti sekali. Mungkin ucapannya Won Seok benar, Katanya kau harus
sangat pintar biar bisa main rubik. Apa
Suamimu memecahkan rekor 'kan di perusahaan?” kata Ho Rang. Ji Ho membenarkan.
“Dia
memang orang teliti yang tidak pernah mengabaikan kesalahan.” Kata Ji Ho
bangga.
Semua
berkumpul diruang tengah, Se Hee menyelesaikan rubik, salah seorang menghitung
waktu dengan ponsel tak percaya kalau waktunya
cuma 52 detik. Se Hee pun terlihat bangga dengan dirinya. Bo Mi memberikan kode pada Sang Goo untuk
berbicara pada Se Hee.
“Se Hee, kalau
kau sudah selesai, Apa bisa kita bicara sebentar? Ini soal kerjaan.” Ucap Sang Goo dengan wajah serius.
Ketiganya
duduk di ruangan Sang Goo, Sang Goo bertanya Apa ada yang Se Hee lakukan pada
orang itu tadi malam, dengan tidak sampai kelewat batas atau tidak memukulnya. Se Hee pikir dirinya itu
bukan tipe orang yang suka pukul orang. Mereka pun bisa mengucap syukur.
“Tapi,
aku menendang motornya.” Kata Se Hee bangga. Sang Goo melonggoa tak percaya. Ji
Ho pun tak menyangka kalau Se Hee menendang Motor mahal itu.
“Walaupun
harganya 40 juta, tapi motornya langsung tumbang. Padahal tendanganku saja
tidak kuat” ucap Se Hee bangga. Keduanya
hanya bsia melonggo melihat Se Hee yang bangga.
“Kenapa
kalian menatapku seperti itu? Aku Serius Aku tidak menendang motornya dengan
kuat” ucap Se Hee.
Bo Mi
pikir sudah bilang tadi pagi, kalau
pelakunya ditangkap. Se Hee juga sudah menonton siaran berita itu. Bo Mi
meminta Se Hee agar melihat foto yang diponselnya kalau itu sebagai foto pelaku
dari pamanya dengan masker dan juga topi.
“Ternyata
dia orang yang mencuri dan menggunakan
fotonya si Bok Nam di akun itu.” Ucap Bo Mi, kali ini Se Hee kaget.
“Kau juga
melihatnya... Bok Nam itu selebriti media sosial. Semua informasi bisa
didapat dari media sosial. Pelaku itu
rupanya membuat akun baru dan memposting
fotonya Bok Nam. Dia berpura-pura sebagai Bok Nam dan mendekati para wanita.
Dia pelakunya.” Jelas Bo Mi dengan pelaku mengambil foto Bok Nam dari SNS lalu
mengaku sebagai Bok Nam.
“Jadi...
Jadi Bok Nam ini siapa?” ucap Se Hee tak percaya
“Dia cuma
pekerja sambilan saja.” Kata Bo Mi. Sang Goo menambahkan kalau Bok Nam juga
warga sipil yang tak bersalah.Se Hee hanya bisa melonggo kaget.
Ji Ho
masuk ke restoran kaget melihat Bok Nam yang
makan roti panggang bukannya di kantor polisi. Tuan Yoon mengetahui
kalau suami Ji Ho yang merusak motornya kemarin. Ji Ho kaget kalau bosnya tahu,
Tuan Yoon terlihat kesal karena Se Hee yang
menendang motor Bok Nam sampai jatuh.
“Tapi
Bos, itu karena...dia itu penguntit Dia tersangka penculikan kasus Stasiun Namgang.” Bisik Ji Ho lalu berpikir
Bok Nam yang melarikan diri jadi harus melapor polisi.
“Ji Ho,
kau ini sudah kelewatan... Dia hanyalah manusia biasa, Teganya kau bilang dia
ini penjahat?” ucap Tuan Yoon marah
“Makanya...
Dia memang kelihatan biasa saja.” Kata Ji Ho sibuk dengan ponselanya. Tuan Yoon
pikir Ji Ho ingin cari gara-gara.
Bok Nam
tiba-tiba memanggil si pemilik cafe dengan panggilan ayah untuk menghentikanya.
Ji Ho mengejek kalau Bok Nam itu suka sekali menyuruh orang, lalu tersadar
kalau memanggil pemilik restoran dengan pangglan “Ayah”. Tuan Yoon pun menyuruh agar menghubungi
suaminya sekarang juga.
Ji Ho dan
Se Hee duduk dengan wajah tertunduk merasa bersalah. Tuan Yoon terlihat marah
karena Bok Nam dianggap sebagai tersangka kasus
penculikan Stasiun Namgang. Se Hee meminta maaf dan mengakui kalau pasti salah paham.
“Kalau
kau salah paham, seharusnya bicara dulu sama dia. Kau itu sudah dewasa. Dan
Bisa-bisanya kau menendang motornya?!!! Itu harganya mahal!!” ucap Tuan Yoon
marah. Keduanya hanya bisa terunduk meminta maaf.
“Apa kau
Tahu arti motor itu baginya? Dia bahkan pakai uang cicilan rumahnya, untuk
membeli motor itu. Dan Bisa-bisanya orang menendang motor itu tanpa rasa
berdosa?” kata Tuan Yoon lalu pergi karena harus menerima telp.
Bok Nam
akhirnya duduk didepan keduanya mengaku tak ingin melebihkan karena kalau
ayahnya kesal, maka tak ada yang bisa menghentikannya, bahkan ia tak bisa
berkata apa-apa. Ia membahas tentang pernikahan palsu mereka, Ji Ho ingin tahu
bagaimana Bok Nam mengetahuinya.
“Bukannya
kalian ke gedung pernikahan naik bus? Sekarang Mana ada orang mau menikah naik
bus. Apalagi saat kalian benar-benar akan menikah.” Ucap Bok Nam. Ji Ho dan Se
Hee pun terdiam mendengarnya.
Flash Back
Ji Ho dan
Se Hee naik bus dengan pakaian pernikahan dan duduk dibelakang. Saat itu Bok
Nam duduk di dalam bus sambil mendengarkan musik merasa kalau agak lucu melihat
pasangan yang akan menikah dengan naik bus.
“Apa
kebetulan, nanti kau butuh sapu tangan? Katanya kalau pengantin wanita menangis
maka aku harus menyeka air matanya pakai sapu tangan.” Ucap Se Hee. Saat itu
Bok Nam mendengarkanya karena satu earphonenya terlepas.
“Kenapa
pula aku menangis? Aku bukan orang seperti itu.” Ucap Ji Ho. Se Hee pikir itu
bagus. Bok Nam ingin memasang earphonenya tapi mendengar kembali pembicaraan
keduanya.
“Dan
juga, aku ingin membayar setengah biaya
gaunmu.” Ucap Se Hee. Ji Hee pikir tak perlu karena harganya tidak terlalu
mahal.
“Kau juga
beli barang-barang tambahan, seperti buket dan sepatu pernikahan. Jadi aku akan
mengurangi biaya sewamu bulan depan.” Ucap Se Hee. Ji Ho pun mengucapkan
terimakasih dengan wajah bahagia.
“Semakin aku mendengar kalian,
makin aneh jadinya.”
Bok Nam
turun dari bus berbiara di telp mengatakan kalau harus kerja malam ini dan melihat
Ji Ho dan Se Hee ikut turun dari berlari didepanya.
“Lalu kalian turun di gedung
pernikahan tempatku bekerja.”
Bok Nam
sudah menganti pakaianya, Seniornya meminta agar merapihkan ruang tunggu pengantinnya. Bok Nam masuk
ruangan dan melihat Ji Ho ternyata yang jadi penganti dalam ruang tunggu, lalu
mengeluarkan sebuah barang. Saat itu Se Hee masuk dan terlihat gugup karena
melihat Ji Ho yang sedang memasang stocking, lalu buru- buru keluar dari
ruangan. Bok Nam pun melihat dari kejauhan.
“Jadi begitulah perkiraanku, kalian
berdua bukan seperti pasangan biasanya. Dan kukira kalian terlibat semacam
pernikahan kontrak.”
Bok Nam
melihat dari kejauhan sesi foto bersama dengan teman-teman dan Bo Mi pikir
semua sudah Selesai. Keduanya pun mengucapkan terimakasih pada Bo Mi. Bok Nam
mendekat menyuruh keduanya unuk foto
sekali lagi, karena akan membingkai satu foto gratis. Se Hee pikir tak
perlu.
“Apa ini Serius,
gratis?!! Kalau begitu, baiklah kalian Balik ke posisi tadi.” Ucap Bo Mi
menyuruh keduanya kembali berdiri.
“Bukannya
kalian harus berpose sedikit? Kalian sepertinya tidak saling dekat.” Komentar Bok
Nam. Bo Mi seperti baru menyadarinya lalu meminta pose lain.
“Kau bisa
menciumnya.” Ucap Bok Nam, Keduanya langsung menjerit kaget.
“Atau kau
bisa melingkarkan lenganmu di pinggangnya. Ini 'kan foto pernikahan.” Ucap Bok
Nam. Keduanya terlihat binggung.
Bok Nam
berisik kalau foto Bo Mi sangat payah sekali dan nantik akan disalahkan selamanya, kalau fotonya jelek.
Bo Mi pun menyuruh keduanya untuk pose lainya dengan setidaknya bersentuhan. Se
Hee akhirnya memilih untuk saling berjabat tangan. Bo Mi pikir kalau Berjabat
tangan juga bisa menjadi tanda saling
bersentuhan.
Se Hee
mendengar cerita Bok Nam ingin tahu dengan tanda tangan yang berbeda. Bok Nam
melihat kalau Se Hee yang tanda tangan,
waktu membayar sewa gedung pernikahan. Se Hee pikir benar juga lalu ingin tahu
kenapa mengunakan kunci inggris. Bok Nam kembali mengambil kunci ingris.
“Aku itu
mau buka birmu, waktu itu tak ada pembuka botol.” Ucap Bok Nam membawa sebotol
bir dan juga kunci inggris. Keduanya hanya bisa melonggo karena salah menuduh
Bok Nam.
“Jadi Kenapa
kalian tidak minum saja sekarang,
pasangan suami istri palsu? Ah...Bukan, apa aku harus memanggil kalian si
penuduh saja?” sindir Bok Nam lalu bergegas pergi. Ji Ho pun memilih untuk
minum bir dipagi hari.
“ Selain
Itu juga, besok, aku mau minta ganti
rugi mengenai Motor...” kata Bok Nam dari meja kasir. Se Hee tiba-tiba mengajak
Bok Nam untuk bicara di luar.
Seorang
wanita menyapa Ho Rang yang datang cepat hari ini, berpikir kalau sedang shift
pagi hari ini. Ho Rang yang sedang manipedi mengatakan kalau butuh hari-hari
yang seperti ini, lalu menerima pesan dari Soo Ji “Apa Kau mau ikut
kumpul-kumpul hari ini?”
Ho Rang
binggung apa maksudnya “Kumpul-kumpul?” lalu teringat kalau itu kumpul dengan
teman sekelas SMA dan membalas kalau pasti ikut, karena mereka sekalian
mengambil kartu undangan pernikahan Su Jin juga dan Soo Ji memberitahu kalau Ji
Ho juga ikut. Ho Rang pun meminta agar memberikan warna pada kukunya, karena
Besok libur kerja.
Ji Ho
masuk ke dalam mobil meminta maaf pada temanya yang sudah lama menunggu. Ho
Rang pikir tak masalah dan bertanya pada temanya apakah kedinginan dan ingin
tahu apaakah Bok Nam sangat marah dan Se Hee harus menjual rumahnya untuk ganti
rugi motornya. Soo Ji mengeluh temanya yang terlalu cepat berbicara.
“Apa Kalian
sudah mengurusi masalahnya?” tanya Soo Ji santai
“Kami
tidak perlu menjual rumah. Kami sudah bicara baik-baik sama dia, dan semuanya
baik-baik saja sekarang. Tapi ada yang berbeda dengan motor mahal itu. Walau
begitu, tak ada yang rusak selain spionnya. Kami hanya perlu mencicil membayarnya.
Aku hanya perlu bekerja lebih keras karena
itu kafenya Bok Nam.” Ucap Ji Ho
“Heol.
Siapa yang sangka, dia anaknya bos
kafe?” kata Ho Rang. Soo Ji pikir pandangan merkea semakin jelas tentang suami
Ji Ho. Ji Ho terlihat binggung.
“Awalnya
kita mengira dia orang yang tidak menghabiskan uang. Tapi rupanya dia berani menendang
motor mahal itu. Aku sampai tercengang.” Ungkap Soo Ji. Ji Ho dengan senyuman
juga sedikit tercengang.
“Kau tak
mau mengakuinya, tapi dia suami yang setia, kan?” ejek Soo Ji
“ Itu
baru namanya kekuatan cinta. Aku tahu
pasti kau tak mengerti.” Ejek Ho Rang pada temanya. Soo Ji memperingatkan agar
jangan bermain-main denganya.
“Aku lagi
tak niat bercandaan, karena aku ingin ikut kumpul-kumpul konyol ini.” Ucap Soo
Ji. Ji Ho binggung apa maksudnya Kumpul-kumpul konyol.
Ho Rang mengaku kalau juga penasaran.
Bersambung
ke part 2
PS; yang udah baca
blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 &
Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Kesian jg liat bok nam ya... Tapi aslinya, dia beneran sukak sm ji ho, atau cuma godain aja supaya pernikahan palsu nya tebongkar yach??? Secara nie anak, kek nya hobi godain orang buat iseng2an 😂
BalasHapus