Sang Goo
duduk di ruangan sendirian, bajunya terlihat sangat cerah, tapi wajahnya gundah
menatap ponselnya lalu teringat kembali dengan kejadian sebelumnya.
Flash Back
Di dalam
mobil, Soo Ji dan Sang Goo berciuman. Setelah itu Sang Goo bertanya apakah
Perusahaannya tak perlu dijual. Soo Ji menganguk. Sang Goo bertanya lagi apakah
artinya mereka bisa pacaran sekarang. Soo Ji menjawab kalau itu bisa
dilakukanya.
“Tapi ada
syaratnya.” Kata Soo Ji. Sang Goo binggung syarat apa maksudnya.
Sang Goo
melihat surat kontrak yang pacaran ditanganya, lalu bertanya apa maksudnya. Soo
Ji mengatakan kalau ini Aturan kerahasiaan.. Sang Goo pikir ini tak masuk akal
seperti tak ingin melakukanya. Soo Ji menegaskan kalau itu adalah kontrak
hubungan mereka.
“Kau
bilang Kontrak apa? Apa ini untuk pacaran?” ucap Sang Goo tak percaya. Soo Ji
membenarkan.
“Oke. Aku
paham... Sepertinya kau kebanyakan nonton drama TV. Menjalin hubungan karena
kontrak itu, hanya dilakukan sama orang kaya atau selebriti. Mereka biasa seperti
itu. Kita ini orang biasa. Kenapa kita
butuh kontrak segala?” ucap Sang Goo.
“Maka
dari itu, kita butuh itu. Kita ini orang biasa yang tidak punya banyak waktu luang. Kita butuh kontrak
ini untuk memperhatikan waktu dan hobi kita.” Jelas Soo Ji. Sang Goo bisa
mengerti.
“tapi...
kita 'kan tak berusaha mencari uang dan hanya ingin berkencan saja.” Ucap Sang
Goo.
Soo Ji
sengaja memperlihatkan gerakan yang mengoda bertanya apakah Sang Goo tak mau
melakukanya. Sang Goo mengaku bukan tak mau.
Sang Goo dengan gugup mengatakan kalau bukan menolaknya, Soo Ji pun meminta agar Sang Goo mulai
membacanya.
“Pertama,
kita hanya bisa bertemu di luar, entah
itu hari kerja atau bukan.” Ucap Soo Ji. Sang Goo pun setuju karena
menyukainya.
“Kedua,
dilarang saling bertanya tentang kehidupan pribadi.” Kata Soo Ji. Sang Goo
mengeluh karena tak mungkin melakukanya.
“Pacaran
itu 'kan bagian dari kehidupan pribadi.”keluh
Sang Goo. Soo Ji pikir tak seperti itu.
“Dengan Saling
cerita semua hal, menurutku itu suatu tindak kekerasan. Bukankah begitu, CEO
Ma?” kata Soo Ji dengan melipat tanganya.
“Jika kau
tidak ingin pacaran denganku, tinggal bilang saja. Kenapa harus pakai kontrak
segala?” ucap Sang Goo kesal.
“Bukan
begitu. Aku menyukaimu dan ingin pacaran
denganmu. Makanya aku mengusahakan semua ini. Biasanya, aturanku itu tak boleh tidur
sama rekan kerjaku. Tapi aku saja sekarang berencana ingin pacaran denganmu.
Jadi ini penting bagiku.” Jelas Soo Ji dengan gaya mengoda yang membuat Sang
Goo kembali gugup
“Tentu
saja... Aku mengerti segalanya...Tapi tidak ada kasih sayang di antara kita.”
Keluh Sang Goo.
“Kapan
pun kita bertemu..., maka kita bisa melakukannya dua kali.” Kata Soo Ji
Sang Goo
langsun berubah pikir kalau kontraknya penuh kasih sayang, karena bisa
melakukan Dua, tiga, empat, lima kali. Soo Ji pun mengataka kalau Sang Goo akan
menyetujui perpanjangan kontrak setiap 100 hari. Sang Goo heran Kenapa harus
per 100 hari. Soo Ji dengan gaya mengoda pun bertanya apakah itu sulit.
Sang Goo
melihat surat [Kontrak Pacaran] lalu mengumpat Soo Ji yang jahat dan memang
pandai dalam hal ini, lalu berpikir
kalau harus mengakhirinya dengan mencoba menghapus nomornya.
“Hei.. Ma
Sang Goo, bagaimana ajaran ibumu... Dia
berpesan, jangan bertemu wanita nakal. Aku
harus berhenti di sini sebelum semuanya
makin parah.” Ucap Sang Goo pada dirinya sendiri.
Tapi
kembali kenangan saat Soo Ji yang meminta izin untuk menciumnya lebih dulu. Ia
lalu tersadar memukul wajahnya kalau otak kanannya sudah mati dan mencoba
menghapusnya tapi tak bisa.
Sang Goo
mengingat ucapan Soo Ji “Kapan pun kita bertemu...,Maka kita bisa melakukannya
dua kali”. Ia memarahi dirinya yang
pikiran dan jiwanya dikendalikan oleh Soo Ji.
Di depan
ruangan, Semua rekan kerja Sang Goo melihat bos mereka yang menampar wajahnya
dan bicara sendiri seperti orang gila. Won Seok baru datang heran karena
berkumpul di depan ruangan Sang Goo, lalu bertanya ada apa dengan temanya itu.
Se Hee yang berdiri disampingnya menjawab tak tahu.
“Apa Kau
tak apa kerja di sini?” ucap Se Hee. Won Seok terdiam seperti Se Hee bisa
mengetahui hatinya.
Se Hee
akhirnya memberitahu ruangan rapat,
ruang CEO, ruang untuk karyawan pada Won Seok dan juga tempat kerjanya.
Won Seok pikir Se Hee itu atasan langsung dengan memanggilnya “Hyung”. Se Hee
mengatakan bukan dan eminta agar Jangan panggil
Hyungnim tapi harus Tuan Se Hee. Won Seok mengerti.
“Dan,
atasan langsungmu... wanita itu.” Ucap Se Hee menunjuk ke belakang. Won Seok
kaget melihat Bo Mi sudah berdiri dibelakang tanpa kacamat dan juga dengan make
up yang membuatnya terlihat cantik.
Won Seok
akhirnya duduk di meja kerjanya, Bo Mi melihat Meja kerja Won Seok sudah beres Tapi
ada yang belum tersedia dan bertanya apakah Won Seok punya ponsel yang dipakai
buat uji coba. Won Seok mengaku sudah memilikinya.
“Berarti
apa kau punya...keyboard mekanis?” ucap Bo Mi. Won Seok mengaku punya.
“Lalu Kalau
pacar?” tanya Bo Mi blak-blakan. Won Seok bingung tapi akhirnya mengatakan
kalau sudah punya pacar.
“Ohhh.
Begitu,... Kapan kau mulai memakai
Slack?” tanya Bo Mi dengan sikap datarnya. Won Seok mengatakn sudah memakainya sejak dirilis Jadi sekitar empat tahun.
“Lalu
berapa lama kau berkencan dengan pacarmu?” tanya Bo Mi seperti tertarik dengan
Won Seok
“Kami
sudah pacaran kurang lebih tujuh tahun.
Tapi kenapa kau terus tanya tentang itu?”
ucap Won Seok heran. Bo Mi mengaku kalau ini hanya untuk kerjaan saja dan
menyuruh Won Seok bisa bertanya kalau masih binggung dan pamit.
Bo Mi
duduk di kursi tepat ada dibelakang Won Seok, lalu menoleh seperti merencanakan
sesuatu.
Sang Goo
duduk dikursi pijat terlihat masih tak bisa menghapus nomor Soo Ji, sampai
akhirnya melihat Won Seok datang ke pantry untuk membuat kopi dan memanggilnya.
Ia lalu berpura-pura lupa dengan teman Won Seok yang namanya “Woo Ji Soo, Woo
Soo Soo”. Won Seok mengatakan namanya Soo Ji.
“Apa Kau
satu kuliah dengan dia?” tanya Sang Goo. Won Seok membenarkan.
“Aku
bertemu Ho Rang karena Ji Ho dan Soo Ji.
Ho Rang sering datang ke fakultasku daripada ke fakultasnya Soo Ji.” Cerita Won
Seok. Sang Goo mengerti.
“Lalu Apa
dia populer saat itu?” tanya Sang Woo. Won Seok mengatakan kalau banyak pria
mendekati Soo Ji.
“Lalu Kalau
kau? Apa Kau pernah mendekatinya?” tanya Sang Goo mengoda. Won Seok tertawa
mendengar pertanyanya, menurutnya itu tak akan pernah terjadi di antara mereka.
“Tapi
kenapa? Dia 'kan teman kuliahmu dan kau bertemu dia sebelum bertemu dengan pacarmu yang sekarang. Dia cantik,
kepribadiannya juga bagus.” Ucap Sang Goo
“Yah..
memang benar, tapi...aku mana mungkin bisa tahan sama cewek menakutkan seperti
dia. Dan dia bukan tipe orang yang bisa
menerima kebodohanku. Soo Ji itu wanita yang lain.” Jelas Won Seok.
“Lalu aku
bagaimana? Apa aku tak mampu bisa tahan
sama dia?” ucap Sang Goo.
Won Seok
memastikan apakah itu maksudnya Sang Goo dangen Soo Ji. Sang Goo membenarkan.
Won Seok pikir bisa membandingkannya
dengan ransomware<yang kena virus,
kalau Sang Goo takkan pernah bisa memperbaikinya lagi, dan hidupnya akan
hancur. Sang Goo mengucapkan terimakasih karena sudah memberitahu dan menyuruh
agar bisa berkerja lagi. Setelah Won Seok pergi. Sang Goo pun bertanya-tanya
apakah Hidupnya akan hancur.
Ho Rang
merapihkan vas bunga dengan menatap jari tanganya, wajahnya terlihat sangat
bahagia karena ingin menikah. Seorang pelanggan memanggil dengan wajah ketus
mengeluh makanan rasanya hambar. Ho Rang dengan sopan meminta izin untuk
mencicipinya.
“Rasanya
tidak bermasalah.” Ucap Ho Rang. Si pelanggan terlihat makin marah karena Ho
Rang yang tak mengerti ucapanya.
“Hei..
Mana bisa aku makan ini? Aku tidak suka makanan ini. Jadi buatlah yang baru
atau kembalikan uangku.” Ucap si pelangan marah
“Ya, kami
akan menyediakannya, Pelanggan..., tapi menurutku, Anda kebanyakan makan makanan asin.” Kata Ho Rang
melihat tubuh si wanita yang tambun. Si wanita makin marah dan kepala manager
melihat dari kejauhan.
Kepala
Manajer akhirnya berbiacar pada Ho Rang yang bisa bersikap seperti pelanggan,
lalu berpikir kalau sedang datang bulan. Ho Rang dengan tegas kalau sudah lama
ingin memberitahu sebelumnya, karena Kepala Manager terus menghina rahimnya
dengan menanyakan apa sedang datang
bulan setiap kali membuat kesalahan. Kepala Manager binggung melihat sikap Ho Rang.
“Begini.....
Yang salah itu aku, bukan rahimku... Itu juga berlaku buat organku yang lain.”
Ucap Ho Rang
“Manajer
Yang. Apa Kau lagi mabuk?” tanya Kepala Manager heran melihat sikap Ho Rang
“Tidak..
Dan datang bulanku sudah selesai. Karena waktu istirahatku sudah hampir habis, aku mau istirahat sebentar.” Ucap Ho
Rang lalu pamit pergi.
Ho Rang
pergi ke ruangan untuk karyawan, semua pegawai heran melihat sikap Ho Rang yang
tak seperti biasanya, karena nanti akan dipecat. Ho Rang pikir tak masalah
karena ia juga akan berhenti sebelum dipecat.
Temanya
pikir kalau Ho Rang akan pindah pindah ke cabang lain. Ho Rang mengaku kalau akan
segera pindah. Temanya penasaran kemana Ho Rang akan pindah. Ho Rang menjawab
kalau akan menjadi istri yang baik. Temanya pikir kalau itu konsep baru
restoran.
Won Seok
pulang kerja, Ho Rang langsung menyambutnya dengan wajah bahagia. Won Seok
heran melihat sikap pacarnya yang mengambil tas dan juga jaketnya. Ho Rang
pikir harus mulai latihan jadi istri. Won seok melihat kertas yang ada di
lantai.
“Aku izin
kerja setengah hari dan pergi ke pameran
pernikahan. Ada banyak yang perlu dipersiapkan,
misalnya hadiah, tempat, dan lain-lain.” Ucap Ho Rang mengajak Won Seok
agar bisa menjelaskan.
“Oh. Kita
juga harus bergabung untuk akomodasi. Kita harus buat itu, karena banyak uang
yang akan dibutuhkan. Tapi kita boleh bergabung kalau sudah sewa gedung.” Ucap
Ho Rang bersemangat. Won Seok binggung Ho Rang membahas gedung.
“Berarti
kita harus pesan dulu tempat itu 'kan? Tempat yang bagus pasti sudah dipesan sampai tahun depan, 'kan?” ucap Ho
Rang. Won Seok binggung mendengar Ho Rang membahas akan menikah Tahun depan
“Yah,
kalau bukan tahun depan, kita bisa menikah setahun setelahnya, tapi kita juga
harus mempersiapkannya dari sekarang.” Jelas Ho Rang
“Ho Rang,
apa maksudmu? Mana bisa kita menikah dua tahun kemudian?” kata Won Seok. Ho
Rang terdiam seperti tak percaya mendengarnya.
Sang Goo
terlihat gugup lalu mengetuk pintu, terdengar suara kalau tak dikunci jadi bisa
masuk. Soo Ji sudah menunggu dengan pakaian santainya, melihat Sang Goo dengan
pakaiannya berpikir kalau menolaknya. Sang Goo mengeluarkan sebuah ponsel yang
baru dibelinya
“Ini
hadiah.” Kata Sang Goo. Soo Ji pikir kalau ponselnya masih bagus.
“Pakai ponselmu
yang itu untuk bekerja. Dan pakai yang ini... untuk bicara denganku saja. Apa Paham?”
tegas Sang Goo. Soo Ji hanya menatapnya.
“Baiklah,
baiklah... Ayo mulai pacaran... Aku akan menyetujui semua syaratmu. Tapi,
jangan pernah kasih nomor ini ke orang lain dan Pakai ponsel ini hanya denganku. Itu syarat dariku.” Ucap Sang
Goo
“Kau
pintar juga bernegosiasi. Lalu Nomormu berapa? Apa Sudah kau simpan disini?”
kata Soo Ji lalu melongo kaget melihat nama yang ada diponselnya [Sang Goo
Oppa]
Sang Goo
dengan bangga kalau itu namanya, lalu memperlihatkan nama Soo Ji di ponselnya
[Sayangku]. Soo Ji hanya bisa tertawa melihatnya. Sang Goo heran karena Soo Ji
malah tertawa, Soo Ji dengan nda mengoda
memanggil Sang Goo Oppa kalau tak mandi saja karena Waktu mereka jadinya terbuang dan Banyak yang
haruslakukan hari ini.
“Dasar
perempuan.. Kau akan dipukuli malam ini. Aku akan kasih kau pelajaran sebagai
seorang pria. Jadi Tunggu disini... 10 menit lagi aku datang” ucap Sang Goo
dengan penuh semangat melepaskan jaketnya.
Ji Ho
memberitahu pesanan pada Bok Nam Dua cangkir Yirgacheffe. Bok Nam lalu
berkomentar kalau Cinta bertepuk sebelah tangan, itu pasti sulit, Ji Ho
terlihat binggung. Bok Nam menjelaskan Menyukai suami Ji Ho setelah pernikahan pasti sulit rasanya.
“Apa
maksudmu? Siapa yang suka dia?” ucap Ji Ho berusah mengelak dan akhirnya
bertanya apakah terlihat dengan jelas.
“Tentulah...
Caramu memandangnya berbeda dari cara
dia memandangmu.” Ucap Bok Nam,
“Apa
bedanya pandanganku dengan dia?” tanya Ji Ho ingin tahu.
“Kau
memandangnya seolah berkata, "Aku bersedia melakukan apapun demi
kau." Tapi suamimu memandangmu... hanya seperti ini saja.” Ucap Bok Nam
menarik matanya seperti memperlihatkan wajah Se Hee yang datar.
“Jangan
terlalu menyukai dia.. Nanti kau sedih dan capek sendiri. Cinta itu mengenai
timbal balik dan Mana bisa kau terus yang usaha.” Pesan Bok Nam. Saat itu
ponsel Ji Ho berdering, ternyata dari ibu mertuanya.
Ji Ho
masuk rumah Se Hee. Ibu mertuanya langsung menyambutnya kalau tahu Ji Ho pasti
lelah, Ji Ho berusaha berbasa basi mengatakan tak seperti itu. Ibu Se Hee pikir menelp karena berpikir kalau
Ji Ho juga ada dirumahnya.
“Ini Tak
enak kalau kalian berdua tidak datang... Karena ini peringatan leluhur pertama setelah kau menikah.” Ucap Ibu Se
Hee. Ji Ho pun bisa mengerti.
“Lalu
Ayah dimana?” tanya Ji Ho. Ibu Se Hee mengatakan kalau sebentar lagi pulang dan
mengajak masuk untuk segera ke dapur.
Ji Ho
melonggo melihat ada banyak bahan makanan diatas meja, seperti tak percaya kala
Ibu Se Hee membuatnya sendiri. Ibu Se Hee dengan bangga mengaku kalau ia sangat
ahli dan sebagai menantu pertama selama
lebih dari 40 tahun. Ji Ho pun memuji ibu mertuanya sangat hebat.
“Mana
bisa aku buat menantuku kerja terus,
padahal dia sangat berharga? Ini impianku...memakai celemek yang sama dengan
putriku?” ucap Ibu Se Hee memakaikan celemek. Ji Ho binggung karena di anggap
sebagai anak ibu Se Hee.
“Kau
sudah seperti putriku sendiri. Aku sangat senang kau menjadi anggota keluarga kami, apalagi
kalau cuma ada pria di keluarga kami.” Ucap
Ibu Se Hee.
“Aku
harus kerjakan yang mana, Ibu?” tanya Ji Ho. Ibu Se Hee dengan santai menjawab
kalau itu semuanya.
Se Hee
pulang dari kantor tak melihat Ji Ho ada di halte bus, lalu akhirnya turun dan
mengirimkan pada Ji Ho bertanya “Apa kau masih kerja?” Lalu Ji Ho menjawab “Oh,
aku di rumah orang tuamu.” Se Hee pun bergegas pergi ke rumahnya
Ji Ho
sibuk memasak di dapur sementara adik dari Tuan Nam hanya duduk di ruang
tengah. Tuan Nam pun meminta mereka untuk datang lagi di tahun depan. Adik ipar
Tuan Nam pun ke dapur, Ibu Se Hee bertanya apakah ingin apel lagi. Adik ipar menganguk
dengan memberikan kode agar Ji Ho yang mengupas apel. Ji Ho pun tak menolaknya.
“Sung Mi,
kemarilah... perhatikan itu baik-baik... Bibi ini lulusan Universitas Nasional Seoul... Kau juga harus
pintar dan berbakti seperti Bibi ini” ucap Adik Tuan Nam. Sung Mi pun menganguk
mengerti. Soo Ji terlihat bangga mendengarnya.
“Akhirnya
aku merasa seperti di rumah sekarang. Kau
selalu membuatku bekerja.” Ucap adik ipar. Ibu Se Hee menyangkal kalau tak
mungkin melakukan itu. Adik iparnya mengaku kalau hanya Bercanda.
“Kalau aku
punya anak laki-laki, pasti menyenangkan punya menantu perempuan sepertimu... Aku
iri sekali.” Kata adik ipar. Ji Ho tak percaya kalau itu Menyenangkan.
“Aku
malah selalu iri karena kau punya anak
perempuan. Tapi sekarang tidak lagi... Aku sekarang juga punya menantu perempuan yang seperti putriku sendiri.” Kata Ibu Se
Hee.
“Ibu
mertuamu kedengarannya bahagia sekali.” Ejek adik ipar. Ibu Se Hee pikir senang
karena dapat anak perempuan lalu meminta
Ji Ho agar menyelesaikan makanan yang ada didepanya.
Ji Ho pun
tak bisa menolak walaupun sedang mengupas apel, Adik ipar pun meminta agar mencuci
perlengkapan makan anaknya. Saat it Se Hee datang, semua menyambut Se Hee tak
percaya karena bisa datang. Ji Ho kaget mendengar nama Se Hee akhirnya hanya
bisa saling menatap.
Semua pun
akhirnya melakukan ritual dengan bersujud beberapa kali, setelah itu adik
iparnya berbicara pada ayahnya kalau pasti merasakan makanannya lebih enak hari ini, karena Mertua cicit Ayah
jago masak sekali. Tuan Nam pun meminta Ji Ho untuk ikut membungkuk bersama
dengan ibu Se Hee.
Ji Ho
pergi ke dapur melihat sudah ada cucian kotor yang menumpuk, wajahnya terlihat
sangat lelah. Se Hee datang ingin membantu, Ji Ho pun terlihat senang tapi saat
itu ibu Se Hee datang bertanya apa yang sedang dilakukaan anak laki-lakinya
itu.
“Berhenti
menyusahkan dan Keluar saja kau dari dapur.” Ucap Ibu Se Hee. Se Hee mengatakan
kalau bisa bersih-bersih.
“Ibu
tahu... Semua orang di sini tahu kau sangat mengagumi istrimu dan tahu kau
mau mencoba membantu... Tapi nanti kau
malah merepotkan, bahkan Ji Ho juga nanti tidak nyaman.” Ucap Ibu Se Hee. Ji Ho
pun menyuruh Se Hee untuk keluar saja.
Akhirnya
Se Hee keluar dan melihat ada kucing jalan terlihat sedang makan, tapi ketika
akan mendekat ayahnya sedang memberikan makan. Tapi saat akan pergi, Tuan Nam
bertanya apakah Se Heesudah bayar semua
cicilan rumahnya. Se He menjawab sedag mencicilnya sekarang. Tuan Nam
mengatakan akan bayar sisanya seperti janjinya.
“Buat
apa? Ini 'kan cicilanku.” Ucap Se Hee. Tuan Nam tahu Ji Ho yang kerja sambilan.
“Itu juga
tidak terlihat membanggakan bagi orang tua mereka. Aku juga sudah berjanji. Aku
pernah bilang akan membelikanmu rumah jika kau menikah.” Ucap Tuan Nam.
“Kau
bilang Janji... Janji itu mana bisa hanya dibuat oleh satu orang. Yang Ayah
bilang itu malah seperti pemberitahuan atau
khayalan.” Ucap Se HEe dengan nada tinggi.
“Ayah
hanya ingin membeli rumah untuk anakku yang sudah menikah. Mana bisa itu
namanya pemberitahuan atau khayalan?” kata Tuan Nam.
“Memangnya
kita pernah punya hubungan ayah-anak? Bukannya hubungan kita Cuma pemilik dan
penyewa... 12 tahun silam, Ayah yang bilang "Keluar dari rumahku. Jangan
pernah injak kaki ke rumah ini lagi." Lalu menurut Ayah, Kenapa aku beli
rumah itu?” ucap Se Hee dengan nada sedikit tinggi
“Itu
karena... Aku ini ayahmu. Kau juga nanti tahu saat menjadi ayah. Waktu itu,
hanya itu yang bisa kukatakan sebagai orang tuamu.” Ucap Tuan Nam memberikan
alasan
Se Hee
pikir bukan seperti itu menurutnya Tuan Nam itu bukan ayahnya tapi hanyalah
pemilik rumah, karena mengatakan kalau ini rumahnya. Tuan Nam pun bertanya
apakah sekarang ia bukan lagi ayahnya. Se Hee pikir Meskipun Tuan Nam sebagai
ayahnya, tapi jika hanya berperilaku seperti pemilik rumah maka ia hanya bisa menganggapnya
seperti itu.
Saat itu
adik ipar keluar rumah akan pulang, ibu Se Hee memberikan bekal makanan untuk
mereka bawa pulang. Ji Ho melihat Se Hee yang terlihat ada ketegangan dengan
ayahnya. Akhirnya keduanya pulang dengan menaiki bus. Se Hee pun bertanya
kenapa Ji Ho datang ke rumahnya.
“Memangnya
Kenapa lagi? Ibumu meneleponku.” Ucap Ji Ho. Se Hee pikir harusnya mengabarinya
lebih dulu.
“Dia bilang
paling tidak, aku harus datang, karena kau lagi sibuk. Jadi mana bisa aku
mengabarimu dulu?” ucap Ji Ho
“Kau
harusnya cari alasan untuk tidak bisa datang. Bilang saja kalau kau sibuk.
Bukannya kau itu back yang hebat?” kata Se Hee.
“Kukira
aku tidak kena sindrom menantu yang baik dan aku bukan orang-orang seperti itu.
Tapi... kenapa hari ini... aku seperti itu?” gumam Ji Ho juga merasa heran.
Se Hee
sampai dirumah langsung memeluk kucingya lalu menyalakan lampu. Ji Ho memberitahu pada Se Jee kalau itu karena sindrom menantu yang baik dan
bertanya apakah Se Hee pernah dengar istilah itu. Se Hee binggung dan bertanya
balik sindrom apa maksudnya.
“Wanita
yang sudah menikah cenderung berpikir mereka harus bersikap baik dan berbakti ke mertuanya. Kata orang, seperti
itu yaitu Sindrom menantu yang baik.” Jelas Ji Ho
“Tapi
menurutku itu lebih mengarah ingin dapat pengakuan. Jika kau memenuhi keinginan tingkat rendahmu...,itu berarti kau pasti menginginkan
lebih banyak hal. Kau kini memiliki rasa memiliki karena pernikahan Dan sekarang, kau ingin
dikenali.Itu memang wajar. Diakui orang lain itu salah satu keinginan dasar
bersifat hewani sebagai manusia.” Ucap Se Hee yang selama ini membandingkan
manusia dengan hewan
“Kenapa
kau berpikirnya hanya sampai seperti itu? Tidak mungkin itu cuma keinginan hewani sebagai manusia, tapi Itu juga bisa
diartikan sebagai rasa peduli. Ini
keluarga orang yang kusukai Jadi aku ingin bersikap baik. Aku ingin membuat
orang yang kusukai bahagia dan merasa nyaman. Itulah yang kupedulikan Apa kau
tidak berpikir kalau itu bisa jadi alasannya?.” Jelas Ji Ho lalu pamit akan
pergi mandi lebih dulu.
“Ji Ho...
Ini memang tak ada dalam kontrak kita..., tapi ini ganti rugi karena kau
jadi tenaga kerja tambahan karena
orangtuaku. Dan Karena kau harus kerja di rumah orangtuakum maka aku sungguh
minta maaf.” Ucap Se Hee memberikan amplop sebagai bayaran.
“Aku
sadar seharusnya tidak berpikir seperti ini. Aku sadar tak ada diriku di hatinya.
Aku hanyalah. penyewa andalan yang menjamin... biaya sewa bulanan. Aku
hanyalah... back yang sangat hebat...yang membantunya menjalani kehidupan tanpa pernikahan.” Gumam Ji Ho
melihat isi lembaran 50ribu won dalam amplop.
Flash Back
Ibu Se
Hee dengan bangga menganggap kalau Ji H sebagai Putrinya sangat cantik. Adik iparnya
pun bisa membayangka betapa cantiknya Ji Ho bersama Se Hee, menurutnya Se Hee
pintar juga cari istri dan tahu kalau Ibu Se Hee pasti senang sekali.
“Tapi
yang kumaksud dengan kerjaan...bukan
ini. Pertahananku... bukan maksudku seperti ini.” Gumam Ji Ho akhirnya menelp
Se Hee.
Ji Ho
bertanya Bagaimana cara Se Hee menghitung upahnya. Se Hee pikir tak cukup
karena menurutnya Cukup banyak yang diberikan untuk menutupi upah per jam dan jam lembur. Ji Ho
tahu, tapi menurutnya Tidak cukup
banyak. Se Hee mengerti dan ingin tahu berapa banyak lagi.
“Aku
tidak ingin uang, tapi Aku ingin kau membayarku
dengan hal yang lain.” Kata Ji Ho. Se Hee binggung Hal yang lain apa.
“Ganti
tenaga kerjaanku denganmu... Kau bisa Ganti tenaga kerjaku. dengan tenagamu
kerja di rumah orang tuaku. Keluargaku
minggu ini...akan membuat kimchi untuk musim dingin.” Ucap Ji Ho. Se Hee
terlihat kaget.
Akhirnya
Ji Ho dan Se Hee keluar dari kamar, keduanya saling menatap tak percaya. Ji Ho
hanya bisa bergumam menatap suaminya seperti hatinya sudah sekeras batu.
“Tidak
ada lagi pertahanan (back-pemain belakang) dalam hidupku.</i> Mulai
sekarang, aku akan bermain sebagai
pemain depan...untuk melindungi hatiku.” Gumam Ji Ho.
Bersambung
ke episode 11
PS; yang udah baca
blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 &
Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tuh kan,,, drsmanya bikin suka, suka lagiii...
BalasHapusTambah penasaran... seru seru seru
BalasHapusWalo kurang suka sma cwo y ,cwo y kurang ganteng menurut nur....tpi nur ga bisa tahan uuntuk ga lihat unni jung so min....suka bgt klo yg main y unni jung so min natural bgt.....semangat nulis y ya kaka
BalasHapusAku jg bgtu, krg ska sm yg jadi se hee. Tp krna yg maen jung so min, jadi harus pantengin dan crita nya jg makin menarik, knp gak jadian ajh ma bok nam khakhakha😄😄😆😆
HapusSeru banget...d tunggu kelanjutn y..
BalasHapus