Dae Hwi
menyuruh Tae Woon agar enyahlah dari hidupnya. Tae Woon langsung mengumpat Dae
Hwi pengecut dengan mengancam seorang gadis dan menghancurkan hidupnya
tapi bersikap sok baik di depan orang
lain seolah seperti manusia tanpa cela.
“Ini
Benar-benar menghibur sekali.Identitas sebenarnya dari Ketua OSIS kita ini.”
Ejek Tae Woon .
“Kubilang,
enyahlah kau dari hidupku.” Kata Dae Hwi
“Lagipula
aku tidak akan melibatkan diri dengan semua ini. Aku tidak akan membiarkan hal
yang sama terjadi lagi. Ini artinya kalau kau bikin masalah dengan Eun Ho,
habislah kau.” Ancam Tae Woon lalu berjalan pergi. Dae Hwi hanya diam saja lalu
melihat Hee Chan yang menelpnya.
Hee Chan
terlihat gelisah karena Dae Hwi yang tak mengangkat telpnya. Saat itu Guru Shim
menelp. Eun Ho, Hee Chan dan Guru Shim bertemu di ruangan. Guru Shim meminta
pada Hee Chan agar tak bersikap seperti ini. Hee Chan sambil latihan
mengerjaaan soal meminta maaf pada gurunya.
“Lagipula
aku tetap akan dibela oleh pengacaraku jadi menurutku tidak ada gunanya bermediasi.”
Ucap Hee Chan acuh.
“Kenapa
harus pengacaramu yang bicara denganku? Apa pengacaramu yang berkelahi
denganku? Bilang saja kau yang mendorongku duluan. Gampang 'kan? Yang harus kau
lakukan adalah mengakui semuanya.” Kata Eun Ho kesal.
“Aku
tidak mau mengaku makanya kita bisa sampai di sini.” Tegas Hee chan juga tak
mau kalah.
“Hee
Chan, kenapa kalian tidak keluar dan mengobrol berdua sebagai teman saja? Kau
mungkin bersikap seperti ini karena sedang emosi. Kalau itu masalahnya, kau tinggal
minta maaf saja.” Ucap Guru Shim berpikir kalau ini adalah masalah remaja yang
tak perlu membawa pengacara.
“Pak
Shim... Ini bukan sekolah SD. Minta maaf tidak akan menyelesaikan masalah. Apa
gunanya ada Komite Kekerasan Sekolah?” tegas Hee Chan.
“Apa kau
tetap akan begini padahal kalian teman sekelas?” ucap Guru Shim.
“Maafkan
aku, Pak. Aku harus berangkat les sekarang.” Kata Hee Chan seperti ingin
menghindar.
“Itu
sepertinya tidak bisa. Aku sedang melakukan pemeriksaan terhadap kasus
kekerasan sekolah sekarang. Pergilah setelah kita selesaidengan urusan ini. Dan
menurutku, apa yang kita lakukan sekarang.. jauh lebih penting daripada lesmu.”
Tegas Guru Shim. Hee Chan pun tak bisa berkata-kata lagi
[Episode 10 - Bagaimana Cara Menanggung Beban]
Dae Hwi
memberikan tanda pada Pertanyaan untuk Evaluasi Diri, lalu memberitahu Hee Chan
kalau itu pertanyaan yang akan keluar. Hee Chan sedang mendengarkan musik dari
earphonenya tiba-tiba mengumpat marah dan mengaku kalau sudah tahu dan kembali
hanya diam saja. Dae Hwi bertanya apakah Hee Chan tak ingin memeriksanya,
“Aku
percaya padamu.” Ucap Hee Chan acuh. Dae Hwi pun memilih untuk pamit pergi saja.
“Apa yang
akan kau lakukan pada Eun Ho? Lakukan sesuatu yang bisa mencegahnya bikin ulah
lagi.” Ucap Hee Chan marah.
“Aku
tidak bisa membujuknya.” Tegas Dae Hwi memutuskanya.
“Kenapa
kau tidak bisa? Kau berhasil menghentikan Bo Ra waktu itu. Bukankah harusnya
ini lebih mudah?”kata Hee Chan.
Flash Back
Bo Ra
terlihat babak belur dengan luka diwajahnya, Dae Hwi mengejeknya berusaha
menyakinkan kalau tidak akan bisa menang melawan Hee Chan dan sudah tahu sifat
dari pacarnya itu. Bo Ra tahu jadinya ingin melihat bagaimana semua ini akan
berakhir.
“Bo Ra,
kaulah yang akan terluka di sini.” Ucap Dae Hwi
“Seberapa
banyak lagi aku harus terluka? Seberapa parah lagi?” ucap Dae Hwi marah
“Hee Chan
memintaku memberikan ini padamu. Dia bilang
hilang akal dan dia merasa bersalah. Dia minta maaf.” Kata Dae Hwi
memberikan amplop.
“Apa dia
menyuruhmu berbohong? Kalau dia merasa bersalah, kenapa tidak minta maaf
langsung? Kenapa tidak menunjukkan wajahnya?” kata Bo Ra marah
Saat itu
Tae Woon datang berbicara di telp dengan menjelaskan kalau ini hanya
pertengkaran kecil dan di rumah sakit sekarang. Saat itu melihat Bo Ra dan Dae
Hwi sedang berada di lobby. Bo Ra
akhirnya berjalan mendekati Tae Woon.
“Hyun Tae
Woon. Mohon berikan ini pada temanmu, Song Dae Hwi. Katakan padanya kuharap dia
bahagia dengan dirinya sendiri setelah menjual jiwa dan hati nuraninya.” Ucap
Bo Ra marah dan memberikan uang.
Tae Woon
yang binggung mendekati Dae Hwi lalu melihat isi amplop lembaran uang 50ribu
won.
“Apa soal
Hee Chan? Dasar Kau menyedihkan sekali” umpat Tae Woon marah dan langsung pergi
meninggalkan Dae Hwi yang mau jadi orang yang disuruh-suruh Hee Chan.
Hee Chan
memberikan sebuah kartu kalau itu adalah kartu keanggotaan untuk program
belajar musim panas persiapan masuk Seoyul. Dae Hwi melihat kartu yang selama
ini dibutuhkanya dan tak bisa dilakukan karena uangnya di pakai oleh ibunya.
“Mohon
bujuk Eun Ho.” Ucap Hee Chan. Dae Hwi melihat kartu anggota Kelas Musim Panas
Persiapan Ujian Masuk Seoyul.
“Kau akan
tetap menang meski tanpa melakukan ini. Tapi masalahnya jadi semakin runyam.
Kasusku dengan Bo Ra tahun lalu mungkin akan diungkit lagi. Siapa yang tahu Eun
Ho akan mengoceh soal itu?” kata Hee Chan
“Eun Ho
bukan orang macam itu. Pikirkan sekali lagi.” Ucap Dae Hwi.
Ibu He
Chan dan pengacaranya datang ke rumah Eun Ho, Tae Sik memberikan minuman dengan
sengaja sedikit menumpahkanya, Ibu Hee Chan mengumpat keluarga Eun Ho
kampungan, lalu mengatakan kalau mereka harus meminta maaf dan mengakhiri
semuanya. Ibu Eun Ho membela anaknya kalau Hee Chan yang yang akan minta maaf
“Tidak,
suruh Ra Eun Ho minta maaf. Maka kami akan mengakhiri semua ini.Ujian akhir Hee
Chan akan segera tiba. Aku tidak mau stres. karena urusan tak penting macam
ini.” Ungkap Ibu Hee Chan sinis
“Sayang,
apa kau tidak dengar barusan ada anjing yang menggonggong?” ucap Ibu Eun Ho
menyindir. Tuan Ra pun merasa aneh berpikirtetangga sebelah punya anjing.
“Yang
barusan kau lakukan bisa dianggap penghinaan.” Ucap Pengacara Ibu Hee Chan
seperti ingin menuntut.
“Orangtuaku
bahkan tidak menunjuk siapapun, kenapa ini kau sebut penghinaan? Mereka hanya
sedang bicara tentang anjing yang menyalak. Kau 'kan pengacara. Bukankah itu hal sepele?” ucap Tae Sik
membela
Eun Ho
pulang melihat ibu Hee Chan dan Pengacara. Ibu Hee Chan langsung bertanya
apakah memang ingin semua ini jadi
masalah besar, karena mereka sangat percaya diri dan bisa mengakhiri semua dengan
menghukum Eun Ho.
“Apa kau
sebegitu percaya diri? Aku juga percaya dirikalau aku bisa membuktikan bahwa
Hee Chan-lah yang menyerangku.” Tegas Eun Ho. Ibu Hee Chan mengejek Eun Ho yang
tak sopan.
“Dia
hanya mengatakan apa yang harus dia katakan.” Tegas Ibu Eun Ho membela. Ibu Hee
Chan tak habis pikir dengan semuanya.
“Aku
tidak akan menyerah. Asal kau tahu saja Dan tolong jangan datang ke rumah kami
lagi dan bersikap murahan seperti ini.” Ucap Eun Ho berani melawan ibu Hee
Chan. Ibu Hee Chan benar-benar tak menyangka seperti direndahkan.
Dae Hwi
berjalan pulang melihat kartu anggota disakunya, lalu terlihat gelisah ingin
menelp Eun Ho. Lalu Ia pun sudah sampai di depan rumah Eu Ho dengan membawakan
es krim. Eun Ho tak percaya Dae Hwi membawakanya. Dae Hwi mengaku kalau itu
karena tidak bisa menepati janji membelika es serut.
“Jadi
baru sekarang kau ingat soal itu? Berhubung aku sedang kesal, aku juga jadi
ingin makan es krim. Terima kasih.” Ucap Eun Ho lalu duduk dimeja luar dan Dae
Hwi mengikutinya.
“Kau
pasti cemas sekali.” Kata Dae Hwi. Eun Ho pikir tidak mau berbohong.
“Sejujurnya,
aku amat sangat cemas dan perasaanku terluka.” Ucap Eun Ho, Dae Hwi bisa
mengerti.
“Bagaimana
denganmu? Apa kau baik-baik saja sekarang setelah apa yang terjadi antara kau
dan Nam Joo?” tanya Eun Ho. Dae Hwi mengaku belakang merasa buruk.
“Astaga...
Kita masih 18 tahun. Tapi hidup kita rasanya penuh dengan rintangan.” Ucap Eun
Ho. Dae Hwi juga merasakan hal yang sama.
“Omong-omong,
Eun Ho... Apa kau.. Apa kau..” ucap Dae Hwi seperti ingin bicara tapi akhirnya
mengurungkan niatnya.
“Dae Hwi,
menurutmu kenapa Bo Ra bersikap seperti ini? Aku tahu dia menyaksikan
perkelahian aku dan Hee Chan tapi dia tidak mau mengatakan apa-apa. Menurutmu
apa yang terjadi antara dia dan Hee Chan?” kata Eun Ho memikirknya. Dae Hwi
terlihat gugup.
Sementara
Tae Woon dirumah berusaha menelp Eun Ho tapi ponselnya tak aktif, seperti
pikiran menduga sesuatu yang akan terjadi. Eun Ho dan Dae Hwi masih mengobrol
sampai akhirnya Tae Woon datang dengan wajah penuh amarah kalau Dae Hwi datang
untuk membujuknya.
“Bukan
urusanmu.” Ucap Dae Hwi sinis. Tae Woon sudah memperingatkan sambila mengumpat.
“Kalau kau
bikin masalah dengan Eun Ho, akan kubunuh kau. Kalau kau mengulanginya lagi..”
kata Tae Woon langsung disela oleh Dae Hwi
“Aku
bukan sampah.” Tegas Dae Hwi. Eun Ho akhirnya memperingatakan keduanya kalau
sampai berkelahi lagi, maka tidak akan
pernah bicara dengan mereka berdua lagi. Dae Hwi akhirnya memilih untuk pamit
pulang saja.
“Jangan
terlalu cemas... Dae Hwi.” Ucap Eun Ho lalu melambaikan tanganya.
“Lihat
tatapannya... Kau merasa sedih sekali, kan? Kau pasti sangat..” ejek Tae Woon
melihat Eun Ho seperti sedih Dae Hwi pergi lebih dulu
“Apa yang
kau lakukan di sini, jam segini?” tanya Eun Ho. Tae Woon balik bertanya apa
yang dikatakan Dae Hwi padanya.
“Aku
tanya kenapa kau bisa di sini.” Tegas Eun Ho. Tae Woon mengaku datang karena sudah menduga akan melakukan yaitu Senyum pada pria lain.
“Jangan
berani-berani kau tersenyum pada pria lain.” Tegas Tae Woon. Eun Ho malah ingin
memberikan pukulan pada Tae Woon.
“Pukul
aku kalau kau bisa.” Ejek Tae Woon. Eun Ho pun tak segan memberikan pukulanya.
Tae Woon merasakan sakit dan kali ini Eun Ho yang panik melihatnya. Dae Hwi
melihat keduanya terlihat akrab hanya bisa menatap sedih, seperti kehilangan
sosok teman untuk bercanda.
Eun Ho
dan Tae Woon duduk ditaman, Eun Ho pikir harus menyerah pada persidangan ini,
karena pihak Hee Chan kalau ia minta
maaf pada Hee Chan maka akan mengakhiri semuanya. Tae Woon heran apakah ia
sekarang sedang bersama dengan Eun Ho yang dikenalnya selama ini.
“Kenapa
kau minta maaf padahal kau tidak salah? Apa kau sudah gila? Apa kau sakit?”
ucap Tae Woon heran melihat Eun Ho seperti menyerah.
“Aku
takut orang lain akan kesulitan karenaku. Keluargaku kacau. Mereka bilang akan
menjual rumah untuk menyewa pengacara.” Kata Eun Ho
“Itu 'kan
wajar. Namanya juga keluarga.” Ucap Tae Woon. Eun Ho pikir rasanya menyakitkan. Tae Woon benar-benar tak
mengerti dengan Skap Eun Ho yang pasrah.
“Aku
lelah melihat keluargaku kesusahan.” Ucap Eun Ho. Tae Woon bertanya apakah Eun
Ho mau menyerah sekarang sudah berjongkok didepan Eun Ho
“Aku
tidak punya pilihan. Kalau aku terus maju kami hanya akan berakhir di
persidangan.
“Kau
mungkin bisa menyerah,tapi aku tidak. Aku tidak mau kau menderita padahal kau
tidak salah. Aku tidak akan membiarkanmu berjuang sendirian. Aku tidak akan
membiarkanmu kesepian. Jadi.. percayalah padaku. Kuatlah. Ayo kita berjuang..
bersama-sama.” Ucap Tae Woon menyakinkan.
“Apa
menurutmu mungkin memperjuangkan ini sampai akhir?” kata Eun Ho seperti tak
percaya diri. Tae Woon benar-benar heran seperti semua kekuatan Eun Ho itu
hilang.
“Ke mana
perginya semangat juang sampai mati yang dimiliki Ra Eun Ho? Itulah Eun Ho yang
kusuka.” Ucap Tae Woon
Eun Ho
tersenyum mendengarnya. Tae Woon meminta Eun Ho aga tak tersenyum karena
membuatnya berdebar seperti orang gila. Eun Ho menahan senyumanya. Tae Woon
memegang pundak Eun Ho agar bisa kuat. Eun Ho bersandar di tangan Tae Woon
seperti bisa membuat sedikit melupakan masalahnya.
Eun Ho
pergi menemui Bo Ra, bertanya apakah masih..tidak mau memberikan kesaksian. Bo
Ra meminta Maaf, karena benar-benar tidak ingin melibatkan diri dengan semua
ini lagi. Ia pun meminta agar Eun Ho. juga menyerah sajalah karena tidak akan
bisa mengalahkan Hee Chan.
“Tidak...
Aku akan melakukan apapun untuk membersihkan namaku. Kalau menurutmu kau
percaya pada apa yang kulakukan ini mohon berilah kesaksian.” Kata Eun Ho. Bo
Ra tak peduli memilih untuk pergi.
Guru Shim
melihat dari kaca pintu ditempat Bo Ra sedang berkerja. Bo Ra keluar dari cafe
bertanya kenapa Guru Shim datang ke tempat kerjanya. Guru Shim pikir sudah
mengatakan tidak akan menyerah. Bo Ra hanya bisa diam saja.
“Aku
masih tidak percaya, kau memulai pertengkaran yang malah membuat dirimu
dihukum. Kau pasti punya alasan.” Ucap Guru Shim
“Tidak
ada alasan macam itu.” Kata Bo Ra seperti pernah sekali kecewa.
“Bo Ra.
Tidak bisakah kau percaya dan mengatakannya pada Bapak?” kata Guru Shim
memohon.
“Pak
Shim.. Aku tidak percaya pada para guru.” Ucap Bo Ra lalu memilih untuk pamit
pergi
Eun Ho
dan Tae Woon duduk bersama di ruangan, dengan selembar karton didepanya. Eun Ho
mulai menulis (Kim Hee Chan, dengar..)
lalu merasa kalau salah menulis namanya duluan, lalu akhirnya membuang karton
yang salah.
“Coba
Lihat.. Kau bukan Ra Eun Ho kecuali kau berjuang sampai mati.” Kata Tae Woon
mengejek. Eun Ho merasa itu seperti membuat dirinya layaknya petarung jalanan.
“Siapa
yang mau bertarung sampai mati?” kata Tae Woon. Eun Ho pikir itu orang tuanya
yang memberikannya keberanian sekuat baja.
“Mereka
memberimu terlalu banyak keberanian.” Ejek Tae Woon. Eun Ho mengumpat Tae Woon
ingin mati di tanganya.
“Bagaimana
bisa aku mati? Aku harus mati karena berjuang, Matilah.” Kata Tae Woon. Eun Ho
merasa Efeknya masih kurang.
Tae Woon
memikirkan saja dan mulai mengambar. Eun Ho bertanya-tanya apa yang akan
ditulis, lalu meihat yang dilakukan Tae Woon ternyat lumayan jago juga menggambar.
Dengan bangga, Tae Woon mengaku dirinya yang ganteng dan berbakat.
“Siapapun
yang jadi pacarku pasti telah menyelamatkan jagad raya di kehidupan yang
sebelumnya.” Ucap Tae Woon bangga. Eun Ho tak banyak komentar memilih untuk
mulai menulis diatas karton. “Untukmu, yang berjuang mati-matian.”
Guru Koo
baru saja datang ke kantor melihat karton yang ditempel di jendela “Untukmu
yang berjuang mati-matian. -Ra Eun Ho.-“ lalu sengaja menempel kembali dan
menuliskan sesuatu di kertas. Saat itu Sa Rang berteriak dengan terburu-buru
masuk kelas memberitahu kalau ini gawat. Eun Ho terlihat panik.
“Ada yang
bilang kau diberkahi orang tua yang baik. Tapi.. aku tidak iri padamu. Perlakuan
istimewa dan tidak tahu malu yang mengolok-olok keadilan dan kerja keras. Aku
merasa bersyukur sebenarnya. Sebab berkat kau, aku bisa menyadari betapa
indahnya hidupku selama ini. Aku tidak akan menyerah pada ketidakadilan. Aku
bisa berjuang dengan semua teman-temanku.”
Hee Chan
dkk melihatnya dan banyak note dan tanda tangan mendukung aksi Eun Ho memilih
untuk pergi. Eun Ho dan Sa Rang melihatnya juga tak percaya. Guru Jung
membacanya, tulisan Eun Ho seperti tak percaya. Tae Woon melihat ada sebuah
tanda tangan di pojok seperti coretan. Mereka tak tahu kalau Guru Koo orang
yang pertama kali mendukung.
Tae Woon
melihat note “Selama
ini aku menyukaimu. Bersemangatlah.” Seperti
ia sangat marah dan langsung mencari tahu siapa yang menuliskan dan memeriksa
tulisan tangan dikelas mereka. Eun Ho
mencoba menenangkan Tae Woon tapi Tae Woon pikir ada dikelas lain pasti yang
menuliskan.
Saat itu
seorang pria memberikan sekaleng minuman pada Eun Ho. Eun Ho tak percaya kalau
pria itu yang memberikan minuman. Si pria meminta Jangan terlalu dipikirkan
karena hanya berharap bisa menemukan kekuatan juga. Eun Ho mengucapkan terima
kasih. Tae Woon melihat Eun Ho bersama dengan pria langsung terlihat marah.
“Apa?
Terima kasih buat apa? Apa kau yang bilang menyukai dia? Dan Eun Ho-ku sukanya
lemonade. Kau tak tahu apa-apa.” Ucap Tae Woon marah
“Apa
urusannya denganmu? Aku hanya ingin bersamanya dan menjaganya.” Ucap Si pria
“Kenapa
kau mau menjaganya? Kenapa kau harus di sisinya saat dia dalam masalah? Ada
banyak pria lain yang mau melakukan itu
untuknya.” Kata Tae Woon. Eun Ho dan Si pria terlihat binggung.
“Apa Dia..
punya banyak pria?” kata Si pria. Tae Woon membenarkan. Eun Ho meminta agar Tae
Woon menghentikan ucapanya.
“Belum
lama ini, ada seorang pria tampan yang mengatakan suka padanya. Ada banyak pria
yang akan menjaganya jadi jangan urusi dia.” Kata Tae Woon. Eun Ho meminta si
pria Jangan pedulikan omongannya.
“Terima
kasih karena sudah memberikan tanda tangan. Ayo bertemu lagi lain kali.” Ucap
Eun Ho
“Kenapa
menyuruhnya mengabaikan ucapanku?Kenapa
kau harus bertemu dengan dia lagi? Jangan!” kata Tae Woon. Eun Ho meminta Tae
Woon agar menghentikanya.
Tae Woon
pun mengantar Eun Ho pulang bertanya apa yang dikatakan pria itu dan berapaa
lama sudah menyukainya dan Apa yang disukai dari Eun Ho. Eun Ho mengatakan kalau si pria
mengaku suka semuanya. Dari kepala sampai ujung kaki, menurutnya Setidaknya
seleranya bagus. Tae Woon mengejek Eun Ho pasti senang.
“Dia
melihatmu dengan mata menggoda dan sok keren.” Keluh Tae Woon
“Hei.
Dia.. dapat banyak telepon dari perusahaan hiburan. Itu Kenapa? Karena dia
ganteng.” Kata Eun Ho bangga
“Apa semua
orang ganteng lain sudah pada mati? Yang benar saja. Aku harus menghalangi para
cowok untuk mengatakan suka padamu. Mungkin aku akan mengancam mereka satu
persatu.” Kata Tae Woon kesal.
“Bagaimana
bisa.. kau memikirkan sesuatu yang tidak dipikirkan orang lain? Bukankah itu
yang membuatku jadi mempesona?” kata Eun Ho
“Bagaimana
kalau. cowok-cowok lain juga mengambil kesempatan ini untuk mengatakan suka
padamu?” ucap Tae Woon kesal. Eun Ho menegaskan kalau dirinya tidak populer.
Tae Woon
pikir kenapa tidak, padahal sebelumnya mengatakan tidak bisa telat karena
anak-anak bisa heboh menurutnya Keberadaannya adalah sesuatu yang bisa membuat
orang jadi gila. Eun Ho mengingat kata-kata yang dikatakan saat di parkiran.
“Tunggu.
Hei, kok sepertinya aku pernah dengar kata-kata itu, Kau ingat semua ternyata.”
Ucap Eun Ho. Tae Woon tak ingin membahasnya menyuruh Eun Ho masuk dan akan
pergi setelah Eun Ho masuk ke dalam rumah.
“Si
kunyuk itu tidak mengekori kami 'kan?” ucap Tae Woon antisipasi melihat
sekeliling takut pria sebelumnya mengikuti Eun Ho sampai ke rumah.
Dae Hwi
membaca pesan yang dikiriman Nam Joo untuk bicara. Keduanya bertemu di belakang
sekolah. Dae Hwi bertanya apakah masih ada yang perlu mereka bicarakan. Nam Joo
ingin menanyakan satu pertanyaan, alasan Dae Hwi ingin berpacaran denganya.
“Kau
selalu dingin padaku dan aku selalu ingin bertanya, kenapa kau berkencan
denganku, aku bahkan tidak berani memulainya.” Kata Nam Joo
“Aku
berkencan denganmu karena aku menyukaimu. Tapi sampai aku mulai curiga, kau
berbohong padaku, perasaanku mulai berubah.” Akui Dae Hwi
“Maaf... Kalau
perasaanmu berubah, harusnya kau putus saja denganku. Kenapa kau bertahan?”
kata Nam Joo
“Aku
tidak ingin mempercayainya. Karena aku merasa sepertinya kau kesulitan karena
harus berbohong sama sepertiku.” Ucap Dae Hwi. Nam Joo pun tak bisa
berkata-kata.
Bo Ra
berjalan melihat Guru Jang yang ada berjalan didepanya, dengan wajah sinis
memilih untuk mengambil jalan lain. Petugas Han melihat dari atas keduanya
seperti memiliki sesuatu, Akhirnya bersama Guru Shim menemui Guru Jang di meja
kerjanya. Baru saja Guru Shim memanggil nama Guru Jang, Guru Jang dengan ketus
berkata “Apa lagi sekarang?”
“Apa ada
sesuatu yang terjadi antara kau dan Bo Ra tahun lalu?” tanya Guru Shim. Guru
Jang mengaku tidak dan ingin tahu alasan Guru Shim menanyakanya.
“Karena
Bo Ra sepertinya menghindarimu.” Ucap Petugas Han karena Guru Shim yang tak
bisa mengatakanya.
“Lantas?
Apa kau menuduhku melakukan sesuatu yang salah?” kata Guru Jang sinis.
“Dengan
insiden yang melibatkan Bit Na, sudah jelas apa yang terjadi dan dia masih saja
membantah lalu malah mengakui kesalahan dengan mudahnya. Ada yang aneh di sini.
Dia sepertinya merasa tak nyaman denganmu. Kukira ada semacam salah paham.”
Kata Petugas Han
“Apa
waktu sekolah, kau suka pada semua gurumu? Tidak ada yang namanya salah paham.
Aku tidak berminat jadi guru populer
jadi berhentilah bertanya.” Tegas Guru Jang
“Tapi,
Guru Jang. Kau bisa membantu Bo Ra membersihkan namanya. Kau tahu, dia bukan
anak yang agresif. Kalau kau melihat semuanya, maka kau bisa..” ucap Guru Shim
mencoba membujuk. Tapi Guru Jang tetap mengatakan tidak melihat apa-apa.
Petugas
Han memberitahu kalau saat ditugaskan dan menjalani pelatihan,rekan kerjanya
mengatakan itu. Guru Shim memastikan kalau ternyata ada dokumen yang sudah
disimpan selama dua tahun. Petugas Han membenarkan.
“Tapi
dokumennya dikunci, jadi kau harus membuka dan memeriksanya satu persatu. Ada
banyak sekali. Aku yakin catatan tentang Bo Ra ada di sana.” Kata Petugas Han.
Guru Shim menatap seperti sudah siap mencari tahu.
Keduanya
melihat tumpukan file dalam ruangan, Guru Shim melihat file dalam komputer dan
membuka satu persatu sampai akhirnya satu file terbuka, lalu memanggil Petugas
Han karena sudah menemukanya.
[Catatan Konseling. Guru: Jang So Ran, Seo Bo
Ra menyerang Kim Hee Chan secara lisan...Seo Bo Ra melanggar aturan berprilaku
di sekolah...] keduanya seperti tak percaya membacanya.
Keduanya
bertemu dengan Guru Jang dengan bukti berkas penyataan satu tahun lalu. Guru
Shin benar-benar tak menyangka Guru Jang mau melakukan hal itu, menurutny Pasti
Bo Ra merasa sangat kesulitan untuk jujur pada wali kelasnya. Guru Jang dengan angkuh berpikir kalau itu hanya dari sudut pandangnya dan Apa yang
dikatakan Hee Chan berbeda.
“Jadi apa
kau sudah melaksanakan pemeriksaan secara benar?” tanya Petugas Han. Guru Jang
mengaku itu benar.
“Aku
memeriksanya. Laporan utama dan laporan pendukung hanya berjarak satu hari.
Dalam satu hari, kau bertemu dengan penyerang, korban dan saksi dan membuat kesimpulanmu
sendiri. Lalu pendapatmu berubah 180 derajat.” Ucap Petugas Han.
“Apa ada
hukum yang melarang aku melakukannya?Kami bukan polisi. Kalau kami mendengarkan
anak-anak macam itu, tidak akan ada yang bisa diselesaikan. Apa guru itu
penjahat?” kata Guru Jang membela diri.
“Guru
Jang.. Kenapa kau menjadi guru? Apa Karena guru adalah pekerjaan bagus dengan
karir yang stabil?” ucap Guru Shim seperti tak bisa menahan amarah. Guru Jang
pun ikut marah kalau itu sudah kelewatan.
“Kalaupun
itu benar, ini adalah perbuatan yang salah. Kalau kau menutupi kejadian ini dan
mengatakan hal bohong sebagai kebenaran, maka aku tidak akan bisa memaafkanmu.
Aku akan membongkar kebenaran di balik insiden Bit Na, dan juga insiden
kekerasan yang dilakukan Hee Chan tahun lalu.” Tegas Guru Shim.
Bersambung ke part 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar