PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Kamis, 31 Oktober 2019

Sinopsis When The Camellia Blooms Episode 26

PS : All images credit and content copyright : KBS

Buat kalian yang suka membaca tulisan aku meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe. 
Tinggal Klik disini, buat yang sudah Subscribe. Terimakasih banyak. Semoga bisa sampe bulan ini 

Tuan No mengemudikan mobilnya dan melihat ada Restoran daging di depan pengadilan keluarga saat mobil berhenti. Ia berkomentar kalau Ironis sekali karena Orang tak biasanya memesan hanya satu porsi daging tapi Orang yang bercerai bahkan tak bisa makan daging.
“Apa ini hukuman hidup?” komentar Tuan No. Nyonya Hong tak mengubrisnya memberitahu kalau sudah Lampu hijau.
“Aku terlalu lapar untuk tanda tangan.” Kata Tuan No. Nyonya Hong memperingatkan  Jangan coba hal aneh jadi lebih baik jalan saja.
“Aku tak mencoba hal aneh... Mari makan untuk terakhir kali.” Ucap Tuan Nok
“Kau ini tak bisa dipercaya.” Keluh Nyonya Hong dengan terus mendengar bunyi klakson karena Tuan No tak mau melajukan mobilnya.
“Tak bisakah kita makan daging bersama terakhir kali? Bahkan terpidana mati bisa makan sesukanya sebelum mati.” Ucap Tuan No merengek
“Apa yang dahulu kusukai darimu?” keluh Nyonya Hong kesal sambil menghela nafas. 


Akhirnya mereka makan di restoran,  Tuan No mengaku  ini sungguh tak adil karena Seakan ditangkap karena mengikat tali sepatunya di bawah pohon prem. Nyonya Hong memperbaiki kalau yang dimaksud  "mengikat tali topi." Dan Tuan No itu salah pepatah.
“Aku sungguh tak bersalah secara psikologis dan fisik. Jujur, aku bahkan tak menggandeng tangannya. Lalu Hyang-mi jelas bukan tipeku sejak awal.” Kata Tuan No mencoba menjelaskan
“Baik, anggap saja kau hanya mencoba. Percobaan perselingkuhanmu adalah pemicu mutlak, tapi...” kata Nyonya Hong yang langsung disela oleh Tua No.
“Apa Kau perlu gunakan kosakata sulit?”keluh Tua No, Nyonya Hong pikir  Itu sama saja dengan mereka.
“Delapan atau sembilan dari sepuluh pasangan bilang tak bisa hidup bersama karena perbedaan karakter. Itu juga kasus kita...” kata Nyonya Hong
“Sial. Tak ada yang sungguh cocok secara karakter. Bahkan orang tua dan anak berbeda karakter. Bagaimana bisa kau ledakkan keluarga kita karena hal seperti itu?” ucap Tuan No
“Hancurkan... Bukan "ledakkan." Hancurkan.” Kata Nyonya Hong berkomentar kembali karena Tuan No kembali salah bicara.
“Ini sebabnya... Ini jelas sebabnya... Apa kau pernah mendukungku dengan berkata, "Bagus, Suamiku... Gyu-tae, kau yang terbaik"? Kau selalu merendahkan dan mengabaikanku.  Orang ingin hidup bersama istri, bukan polisi tata bahasa. .” Komentar Tuan No
“Kau juga merendahkanku.” Ucap Nyonya Hong. Tuan No pikir tak ad alasan rendahkan pengacara mulia seperti Nyonya Hong
“Mengoreksi bukan satu-satunya cara... Jujur saja. Kita bukannya mandul. Kita memakai kontrasepsi. Sudah bertahun-tahun kita hidup seperti teman sekamar.” Kata Nyonya Hong
“Hei, kenapa mengatakan hal seperti itu di sini?” kata Tuan No panik melihat sekeliling takut ada yang mendengarnya.
“Sepertinya kita tinggal bersama karena tak bisa pesan antar satu porsi makanan. Kau pria yang selalu mengatakan hal yang salah, dan aku orang yang tak bisa hidup tanpa memperbaikinya. Jadi, kita bisa apa? Kita tak punya pilihan. Mari berhenti menahan.” Jelas Nyonya Hong.
“Kalau begitu, tak bisakah kita tinggal bersama setelah kau balas dendam?” tanya Tuan No
“Aku sudah balas dendam melalui Choi Hyang-mi.” Kata Nyonya Hong. Tuan Nok kaget mendengarnya. 



Tuan No keluar restoran lebih dulu, Nyonya Hong baru selesai membayar akan masuk mobil. Tuan No dengan sengaja menguncinya. Nyonya Hong pun  mengetuk jendela dan Tuan No menurunkan sedikit. Nyonya Hong bertanya apa yang dilakuan suaminya itu.
“Aku sungguh berpikir kau keren karena kau polisi tata bahasa. Aku tak tahu kenapa aku menjadi bodoh sekali.” ucap Tuan No. Nyonya Hong meminta suaminya agar membuka pintunya.
“Namun awalnya, kau pikir aku manis karena sangat bodoh. Mari kembali ke awal.” Kata Tuan No. Nyonya Hong meminta kembali agar membuka pintu mobilnya.
“Ja-yeong sayang... Aku mencintaimu.” Kata Tuan No lalu pergi begitu saja. Nyonya Hong hanya bisa mengumpat kesal pada suaminya. 

Yong Sik berjalan sampai didepan bar sambil memegang sebuket bunga, lalu terlihat ragu didepan bar karena sebelumnya sedang marah dengan Dong Baek.
“Dia terlalu cantik bagiku untuk bicara. Dia minta putus setiap kali kesal. Tapi Apa dia di rumah?” ucap Yong Sik mencoba mengintip lalu dikagetkan oleh Ibu Dong Baek sudah dibelakangnya.
“Astaga, Nyonya. Kau kembali dari mana?” tanya Yong Sik. Nyonya Jung melihat Yong Sik membawa bunga lagi.
“Aku harus berusaha keras untuk dipandang baik lagi.” Kata Yong Sik. Nyonya Jung mengeluh kalau Dong Baek  bukan anak kecil.
“Dia tak akan senang karena bunga, Kenapa beli yang tak bisa dimakan?” keluh Nyonya Jung.
“Ini lebih murah... Harga hortensia hanya 3.000 won seikat.” Kata Yong Sik
“Lupakan harganya 3.000 won. Apa Kau tahu berapa yang dibutuhkan untuk menafkahi keluargamu? Apa kau kaya? Apa Kau punya tabungan?” ucap Nyonya Jung
“Namun, aku berinvestasi dengan hortensia.” Kata Yong Sik. Nyonya Jung berkomentar Yong Sik memang polos sekali.
“Kau sangat naif. Namun, agar kau bisa hidup lugu, istrimu harus tangguh.” Kata Nyonya Jung
“Tetap saja, menurutku kebahagiaan bukan soal uang.” Ucap Yong Sik masih saja tersenyum
“Benarkan? Tak ada jaminan kau akan bahagia dengan uang, tapi kemungkinannya besar. Kebahagiaan tak hasilkan uang, tapi dengan uang, kau bisa beli kebahagiaan.” Kata Nyonya Jung. Yong Sik pikir benar juga.
“Jika anak meminta makan saat kau bangun, maka kau juga akan telantarkan mereka.” Ucap Nyonya Jung dengan mata berkaca-kaca. 



Flash Back
Nyonya Jung mengingat saat menangis dalam kamar mandi, memeluk anaknya. Dong Baek merengek karena lapar. Nyonya Jung menangis meminata agar Dong Baek  berhenti merasa lapar seperti sangat frustasi. Dong Baek terus mengaku sangat lapar sambil menangis.
“Aku hanya berharap anakku bisa hidup kenyang. Aku tak ingin dia mencemaskan kata orang.Namun, pria baik sepertimu selalu meragukan.” Kata Nyonya Jung tak ingin Dong Baek merasakan seperti dulu.
“Nyonya... Aku tak akan biarkan Dongbaek kelaparan. Dia juga tak perlu khawatirkan kata orang.” Kata Yong Sik menyakinkan.
“Bagaimana caranya? Bagaimana dengan ibumu?” tanya Nyonya Jung. Yong Sik hanya bisa terdiam.
“Coba Lihat itu? Pria baik tak pernah mengatakan apa pun. Jangan biarkan putriku tak diterima. Dia sudah waspada dalam seumur hidupnya. Jangan buat dia terintimidasi. Kenapa kau membuatnya menyesal?” ucap Nyonya Jung.
“Aku akan pelan-pelan meyakinkan ibuku...” ucap Yong Sik yang langsung disela oleh Nyonya Jung.
“Jika sikapmu tidak jelas, lupakan saja. Seumur hidup kau akan ragu-ragu.” Kata Nyonya Jung.
Yong Sik gugup berdiri didepan restoran  KEPITING RENDAM BAEKDU lalu masuk dengan buket bunga lebih dulu, memanggil ibunya kalau akan... tapi saat itu wajahnya terlihat kaget melihat yang ada didalam restoran ibunya. 


Di dalam bar sedang banyak pelanggan yang datang, Dong Baek dan ibunya sibuk didapur. Dong Baek mengeluh ibunya  terus keluar malam-malam bahkan datang dan pergi sesukanya. Ia pun ingin tahu apakah ibunya  punya keluarga lain. Nyonya Jung hanya diam saja.
“Apa ada pria atau anak lain?”tanya Dong Baek. Nyonya Jung mengeluh anaknya yang banyak tanya
“Kenapa? Apa Kau merindukanku?” ejek Nyonya Jung, Dong Baek mengeluh ibunya pasti bermimpi.
“Kau membenciku, tapi Apa  kau penasaran dan sedih jika aku tak ada?” ejek Nyonya Jung. Dong baek pikir itu Tidak mungkin.
“Ini karena kau dan Hyang-mi tak ada. Kubilang kita ada reservasi reuni sekolah malam ini.” Kata Dong Baek mencoba menelp Hyang Mi ponselnya tak juga diangkat.
“Dia mematikan ponselnya. Apa dia memutuskan hubungan karena 30 juta won?” kata Dong Baek heran.
“Dia takkan datang lagi... Jangan tunggu yang tak akan datang.” Ucap Nyonya Jung santai.
Dong Baek heran karena ibunya bisa tahu, terdengar teriak pelanggan yang meminta bill. Dong Baek pun bergegas pergi tanpa mendapatkan jawaban dari ibunya. 



Yong Sik terlihat kaget karena ibunya sedang mempersiapkan untuk upacara peringatan. Nyonya Kwak menyindir kalau sudah  berniat tak menganggapnya anak jika Yong Sik tak datang malam ini. Yong Sik hanya bisa terdiam karena merasa bersalah.
“Aku tahu kau tak berpikir lurus, tapi kau bukan manusia jika lupa peringatan kematian ayahmu.” Komentar ibunya.
“Kenapa dia tak berpikir lurus?” kata Gyu Sik yang sedang membantu ibunya. Yong Sik pun menyapa kakaknya yang datang.
“Gyu-sik bekerja di kapal ikan, dia bertanya satu hal setiap datang. "Berapa kali harus kupukul kau?" gumam Yong Sik ketakutan melihat kakaknya.
“Kenapa tak berpikir lurus? Apa Kau punya pacar?” tanya  Du Sik. Yong Sik melihat kakak yang lain makin takut karena sang kakak  bisa yuyitsu.
“Ibu, apa dia bertingkah belakangan ini?” tanya Du Si. Yong Sik mengeluh kalau bukan anak-anak.
“Mungkin dia sungguh berpacaran. Dia membawa bunga.” Komentar si kakak perempuan. Yong Sik langsung menyembunyikan buket bunganya.
“Apa Kau berpacaran? Maka kau harus bicara denganku. Aku tahu semuanya.” Kata Du Sik.
“Berhenti bicara omong kosong dan ganti pakaian.” Kata Nyonya Kwak. Yong Sik akhirnya mengaku sedang berpacaran dengan seseorang.
“Astaga. Yong-sik, kau sudah dewasa.” Komentar Du Sik.  Gyu Sik pun menyuruh adiknya agar berpacara dengan banyak orang.
“Itu Baik, kalau banyak berpacaran sebelum menikah.” Kata Gyu Sik. Du Sik mengeluh kalau Yong Sik pasti memacari banyak wanita.
“Dia mudah jatuh cinta. Dia dahulu tertarik dengan kakak Seung-yeop. Dia suka sekali gadis kumal itu hingga berkeliaran menangkap kumbang dengannya.” Ejek Du Sik
“Dia tak seperti itu.” Kata Yong Sik membela. Nyonya Kwak tak ingin mendengarnya lagi menyuruh anaknya  Pergi dan ganti baju saja.
“Dia tampak bagus... Berhenti memintanya ganti baju. Omong-omong, apa ini serius? Apa pekerjaannya?” tanya Du Sik penasaran.
“Dia mengelola bisnis. Wiraswasta.” Kata Yong Sik. Kakaknya makin penasaranbertanya Seperti apa? Toko? Di mana?
“Di sini.” Ucap Yong Sik. Du Sik ingin tahu  Di sini mana. Yong Sik menjawab  ada Di sana. Duk Sik makin penasaran Di sana mana. Nyonya Kwak mengeluh menyuruh Yong Sik agar Pergi dan ganti baju saja.
“Dia. Dongbaek... Apa Kau tahu, Camellia. Dia pemiliknya.” Ucap Yong Sik. Semua hanya bisa menghela nafas mendengarnya. 



Dong Baek gelisah didepan pintu seperti menunggu seseorang, saat seseorang datang Ia langsung berdiri. Ternyata hanya pelanggan datang karena payungnya tertinggal. Nyonya Jun yang melihat anaknya mengejek Dong Baek itu seperti anak anjing”
“Kau ingin ke luar setiap mendengar bel. Kau terlalu mudah bergantung. Jika dia tak datang, biasa saja. Kau terus putus asa menunggunya. Kenapa kau sangat...” keluh ibunya
“Ya, aku gampang karena sendirian seumur hidupku. Senang ada yang mencemaskanku dan memberiku perhatian.” Komentar Dong Baek.
“Apa Kau menyerangku? Apa Kau ingin berkata karena kau tak pernah dicintai?” sindir Nyonya Jung
“Orang-orang yang tumbuh dicintai sepertinya tak punya masalah berkencan. Tapi bagiku selalu semua atau tak sama sekali. Aku selalu berusaha tidak jatuh cinta karena takut terluka” akui Dong Baek
“Aku bersikap seperti pecundang.  Saat aku mencintai seseorang, maka aku beri semuanya. Aku tahu itu menyedihkan, tapi itulah diriku.” Tegas Dong Baek
“Berhenti menatap pintu dan telepon saja dia. Katakan kau siap memberi semua.” Kata Nyonya Jung
“Kutahan diri karena punya akal sehat... Kenapa Yong-sik harus begitu sempurna? Aku tak bisa jujur soal perasaanku karena dia di luar jangkauanku.” Keluh Dong Baek. 


Nyonya Kwak sedang membersihkan kepiting diluar, Dua kakak Yong Sik mengomentari adiknya itu  pasti sudah gila, Gyu Sik mengeluh Jika  masih kecil, maka  pasti memukulinya. Du Sik meminta Yong Sik harus pikirkan mereka.
“Dia mengelola restoran sampai hari ini untuk menghidupimu. Kenapa kau tak bersyukur dan mengecewakannya?” teriak Gyu Sik
“Lebih baik kau berkeliaran menangkap kumbang! Dari semua wanita... Apa dia terus merayumu? Apa Dia terus mendekatimu? Karena itu?” tanya Du Sik marah
“Jaga bicaramu!” kata Yong Sik membela dengan tatapan sinis. Duk Sik melihat adiknya yang sudah hilang akal.
“Hei, jangan menatap begitu! Cepat Keluar! Coret saja namamu dari kartu keluarga!” teriak Du Sik marah 

“Biarkan saja dia... Biarkan dia! Yong-sik,  kau pulanglah.” Ucap Nyonya Kwak akhirnya masuk ke restoran.
“Ibu, dia seperti ini karena kau selalu membiarkannya. Dia tak dewasa karena kau perlakukan dia seperti anak-anak.” Keluh Du Sik marah
“Kalian setidaknya hidup dengan ayah kalian saat dia masih hidup. Namun, dia tak pernah melihat ayahnya. Jadi, jangan keras padanya. Seharusnya kalian lebih sayang daripada bersikap keras. Jangan keras padanya. Ini membuatku kesal!” kata Nyonya Kwak.
Yong Sik  mendengar ucapan ibunya hanya bisa menangis haru. Kakaknya langsung menyuruh adiknya  Berhenti menangis. Yong Sik mengaku sayang Ibu dan juga sayang pada kakaknya tapi  tak bisa apa-apa soal perasaannya ke Dongbaek, bahkan tak bisa hentikan perasaannya. 


Pagi hari 
Dong Baek sudah memakai pakai rapih dan juga sepatu membawa keranjang belanja dan keluar rumah. Tiba-tiba Nyonya Jung sudah ada didepan rumah bertanya mau kemana anaknya, apakah mau kepasar. Dong Baek terlihat gugup.
“Kau berdandan.. Apa Kau mau ke pasar dengan sepatu itu?” ejek Nyonya Jung
“Kau tahu apa soal mode pasar? Kau tak pernah ke sana.” Ucap Dong Baek membela diri.
“Tunggu... Aku ikut denganmu.” Kata Nyonya Jung masuk ke dalam rumah. Dong Baek pun bergegas pergi. Nyonya Jung hanya tersenyum melihat tingkah anaknya karena hanya mengodanya. 

Yong Sik masih tertidur pulas, mendengar bunyi alarm tertulis [KAMIS- PERGI KE PASAR DENGAN DONGBAEK TIAP KAMIS] tapi kembali tertidur karena masuk mengantuk. Nyonya Kwak sudah sibuk didapur memasak sup.
“Sudah kubilang aku bisa sarapan di kepolisian. Kenapa selalu membekaliku?” keluh Yong Sik tak ingin merepotkan ibunya.
“Kau harus makan rebusan sehari setelah peringatan.” Kata Nyonya Kwak. Yong Sik pun mengeluh ibunya itu tak perlu siapkan sebanyak itu.
“Hei, jangan membantah kakak-kakakmu... Mereka akan memukulimu.” Nasehat Ibunya. Yong Sik memberitahu harus berangkat pagi.
“Kudengar kau ke pasar setiap Kamis pagi dengan Dongbaek. Kudengar kalian duduk di kursi belakang bus nomor tiga,berpegangan tangan, dan lainnya. Semua orang di lingkungan ini mata-mataku.” Kata Nyonya Kwak
“Para wanita itu tak bisa dipercaya. Apa mereka pikir kami masih SMP? Kenapa memberitakan semua yang kulakukan? Usiaku sudah lebih dari 30 tahun... Astaga.” Keluh Yong Sik
“ Namun, jangan pergi hari ini.” Pinta  Nyonya Kwak. Yong Sik mengeluh kalau bukan anak kecil.
“Kau tak bisa memaksa kami putus. Aku sangat menyukai Dongbaek.” Ucap Yong Sik.
“Aku memimpikan ayahmu semalam. Ini Sudah lama sekali, tapi aku memimpikannya. Dia datang untuk peringatan. Ayahmu berdiri sendirian di tengah pasar. Namun, dia tak tampak senang. Jadi Jangan pergi hari ini. Mari makan bersama saja.” Pinta Nyonya Kwak.
Saat itu Tuan Byun menelp. Yong Sik heran Tuan Byun yang menelepon pagi-pagi lalu mengangkatnya dan kaget mengenai Danau Ongsan. 

Di halte bus
Dong Baek duduk sendirian menunggu seseorang yang datang, tatapan selalu mengarah ke samping kirinya.  Yong Sik datang dengan wajah sumringah mengaku ingin tiba lebih cepat darinya. Ia lalu memberitahu kalau Ibunya  membelikan sekotak ekstrak minyak ikan untuknya.
“Kita harus minum karena di luar dingin pagi ini.” Kata Yong Sik membuka minuman tapi malah mengenai bajunya.
“Tidak mudah bangun pagi-pagi sekali... Kau tak bisa selalu konsisten. Beginilah keadaannya.” Komentar Yong Sik yang masih tersenyum walaupun ceroboh.
Dong Baek ternyata hanya melihat bayangan karena selama ini Yong Sik selalu menemaninya.
“Aku benci naik bus sendirian.” Gumam Dong Baek mengingat selama ini hanya sendirian.
Saat di restoran, pelayan datang bertanya untuk berapa orang. Dong Baek mengaku hanya satu orang tapi akan pesan dua porsi. Ia terlihat sedang hamil besar dan hanya duduk sendirian direstoran.

“Aku juga benci butuh teman makan. Sudah lama sejak aku terbiasa melakukan semua sendiri. Kini, aku tak ingin duduk sendiri. Terbiasa dengan sesuatu itu menyebalkan.” Gumam Dong Baek akhirnya naek ke bus sendirian. 


Pagi hari di danau ongsan. Tuan Byun mengelu  Ada apa dengan semua kebakaran ini, karena Ini mulai mengganggunya. Yong Sik bergumma  Ini kebakaran ketiga. Petugas mengingat Tuan Byun yang minta dihubungi jika ada kebakaran.
“Namun, apinya bahkan tak sebesar itu.” Kata petugas. Tuan Byun melihat sesuatu.
“Apa di gedung akademi juga ada serbuk gergaji?” tanya Tuan Byun. Petugas mengaku Ada dan melihat serbuk gergaji di sana.
“Kurasa aku juga melihat serbuk gergaji di kebakaran gudang.” Kata Tuan Byun.
“Astaga, sepertinya seseorang juga membakar sweter.” Kata Petugas melihat masih ada sisa pembakaran.
“Ini sepertinya sweter Dongbaek.” Kata Yong Sik melihat jaket yang dipakai Hyang Mi mengantar pesanan. Tuan Byun kaget mendengarnya.
“Kepala, katamu ada empat kebakaran sebelum seseorang mati, 'kan?” ucap Yong Sik mulai tegang.
“Astaga, ini jelas laporan palsu. Orang yang menelepon seolah berkata seseorang tewas terbakar. Siapa yang membuat laporan palsu sepagi ini?” keluh Petugas kebakaran yang lain.
“Kepala... Kurasa aku tak sebaiknya di sini sekarang.” Kata Yong Sik lalu bergegas pergi. 


Dong Baek sudah ada didalam bus, Yong Sik mengemudikan mobilnya bertanya keberadan Dong Baek apakah ada di dalam bus. Dong Baek mengaku akan pergi ke pasar dan ingin tahu kenapa bertanya. Yong Sik bertanya Apa banyak orang di bus, Apa ada orang aneh
“Memang kenapa jika ada orang aneh?” tanya Dong Baek heran melihat ada banyak orang.
“Dongbaek, di mana kau sekarang? Aku akan ke sana.” Ucap Yong Sik. Dong Baek mengaku akan turun lalu menekan tombol bus dan terlihat tulisan didepan bangku [TAK ADA SATU PENYIHIR PUN YANG TAK DIBAKAR]

Dong Baek pergi ke pasar, penjual mulai menawarkan ikan sungut ganda. Salah seorrang bibi berkomentar Dong Baek datang sendiri dan bertanya dimana pacaranya. Dong Baek mengaku hanya sendiri hari ini. Tiba-tiba terdengar suara pengumuman dari pengeras suara.
“Pengumuman untuk pemilik Camellia di Ongsan. Datanglah ke lantai dua dan ambil tanda terimamu”
“Dongbaek, jangan lupa tanda terimamu. Membayar pajak bukan main-main.” Komentar salah satu bibi. Dong Baek mengaku akan pergi.
Sementara di ruangan, Si  paman yang berbicara didepan mic heran bertanya-tanya Siapa yang taruh catatan ini. Ada sebuah note bertuliskan “MINTA PEMILIK CAMELLIA AMBIL TANDA TERIMA”
Akhirnya Dong Baek pergi ke RUANG 201, KANTOR PENJUALAN tapi kosong dan duduk sendirian. 

Beberapa saat  kemudian seorang paman berpikir Apa ada yang menyalakan pemanas, karena Baunya membuatnya sakit kepala. Dong Baek yang masih ada diruangan heran tak ada orang di sini. Ia merasaka kepala sakit dan melihat ada pemanas yang menyala.
“Ruangan ini butuh udara segar.” Ucap Dong Baek lalu terdengar suara sirine.
Dong Baek ingin keluar tapi pintu ruangan terkunci, ternyata ada orang  yang mengunci dari dalam. Pelaku keluar dari TKP, terlihat dengan sepatu gunung dan juga korek api yang dimainkan. Dong Baek berusaha mengedor pintu meminta tolong.
Ponselnya terjatuh, saat Yong Sik menelp tak bisa diangkat olehnya. Yong Sik mengemudikan mobilnya menerima laporan “ Darurat. Terjadi kebakaran di Pasar Boga Bahari Ongsan.”
“Kebakaran keempat terjadi hari Kamis di pasar.”gumam Yong Sik lalu sampai dipasar melihat ada api dan asap yang mengepul.
Ia masuk mencoba menyelamatkan semua pedagang akhirnya keluar, lalu naik ke lantai atas. Di atas sudah banyak asap yang mengepul, tapi matanya bisa melihat keranjang yang sering dipakai Dong Baek.  Ia pun berterak memanggil Dongbaek tapi Dong Baek sudah  pingsan dalam ruangan.
Yong Sik mencoba mendobrak pintu tapi terlalu keras dan tubuhnya mulai panas. Ia melihat ada air galon langsung menyiram ke seluruh tubuhnya dan langsung mencoba mendobrak pintu kembali dengan lengannya. Saat itu pintu pun terbuka dan Dong Baek terlihat masih pingsan. 


Akhirnya semua korban sudah dibawa ke rumah sakit, Dong Baek terdiam mendengar pembicaraan Dokter dengan pasien lainya. Dokter bertanya Kenapa tangannya. Perawat memberitahu pasienya ini  mendobrak pintu yang terbakar. Mereka berkomentar pria itu sudah gila.
Sementar di ruang receptionist, perawat memberitahu kalau  namanya ada di daftar pasien di telp, Namun,perlu memeriksa apa dia boleh dibesuk... S pria  yang menelp terlihat kesal mendengar apakah Orang bisa membesuknya.
“Apa Kau tak mendengarku? Apa Dia belum mati?” kata Si pria marah da langsung menutup telpnya, disampingnya sudah ada cairan “HERBISIDA GRAMOXONE sesuai dengan ucapan Joon Oh “Perusahaan menaruh berbagai label peringatan di botolnya.” 

Dongbaek melihat baju polisi Yong Sik didalam keranjang, lalu hanya bisa menangis melihat banyak kain yang menutup lengan Yong Sik. Ia akan pergi tapi Yong Sik menahanya saat membuka mata. Yong Sik bertanya apakan Dong Baek baik-baik saja.
“Astaga. Aku harus bagaimana?” ucap Dong Baek merasa bersalah. Yong Sik malah meminta agar Dong Baek memperlihatkan tanganya.
“Apa Kau mencemaskan tanganku sekarang?” keluh Dong Baek melihat hanya ada luka ditanganya. Yong Sik tetap ingin melihatnya.
“Yong-sik. Apa kau bodoh? Apa Kau tak bisa berpikir Kau sungguh tak bisa hati-hati. Apa Kau pikir kau pahlawan? Apa Kau pikir kau tak bisa mati? Kenapa melakukan ini untukku? Kau sungguh membuatku kesal. Aku sangat kesal.” Ungkap Dong Baek sambil menangis.
“Kurasa... aku tak bisa melakukan ini lagi. Aku lelah. Aku sudah muak. Aku tak bisa fokus bekerja karenamu. Kau membuatku kesulitan.” Ucap Yong Sik berusaha untuk duduk bersadar.
“Sudah kuduga ini akan terjadi karenaku.” Gumam Dong Baek sudah tahu dengan nasibnya.
“Aku...ingin hidup tenang sekarang. Mari kita akhiri ini.” Kata Yong Sik
“Kurasa kau akhirnya dewasa... Baiklah... Kau harus pergi. Yong-sik. Jika tetap di sisiku, kau akan kena kesialanku.” Ucap Dong Baek duduk tak menatap Yong Sik
“Mari hentikan... semua rayuan... Mari akhiri ini.. Dan sekarang... Mari menikah saja.” Ucap Yong Sik melamaranya. Dong Baek kaget mendengarnya.
“Aku tak bisa berhenti mencemaskanmu. Aku sangat mengkhawatirkanmu, itu membuatku cemas Lalu... Kau... Kau sangat manis. Aku ingin kau di sisiku sepanjang hidupku.” Goda Yong Sik sambil tersenyum bahagia. Dong Baek pikir Yong Sik itu sudah gia
“Apa Kau pikir nasib sialmu akan menulariku? Dongbaek, kau tak tahu betapa beruntungnya aku. Aku akan memberimu semua keberuntunganku.” Kata Yong Sik. Dong Baek pikir Yong Sik memang benar-benar gila.
“Pada usia 34 tahun, aku dilamar pria untuk kali pertama dalam hidupku.”gumam Dong Baek seperti sangat terharu.
“Aku tak takut menembus api demi menyelamatkanmu. Jadi, kita harus menikah... Ayolah. Mari menikah... Bagaimana?” tanya Yong Sik dengan senyuman manisnya.
“Aku lupa aku pecundang yang mengharapkan cinta seumur hidupku, dan aku tak takut mengatakannya.”gumam Dong Baek menatap yong Sik
“Yong-sik... Aku mencintaimu.”akui Dong Baek. Yong Sik tersenyum bahagia mendengarnya mengaku sudah menduganya. Keduanya hanya bisa tersenyum, Yong Sik lalu menarik tali jaket Dong Baek, lalu menciumnya. Keduanya pun berciuman di bilik rumah sakit.
Bersambung ke episode 27

Cek My Wattpad... Stalking 

      
Cek My You Tube Channel "ReviewDrama Korea"

PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 




Tidak ada komentar:

Posting Komentar