PS : All images credit and content copyright : KBS
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Tuan No
mengemudikan mobilnya dan melihat ada Restoran daging di depan pengadilan
keluarga saat mobil berhenti. Ia berkomentar kalau Ironis sekali karena Orang
tak biasanya memesan hanya satu porsi daging tapi Orang yang bercerai bahkan
tak bisa makan daging.
“Apa ini
hukuman hidup?” komentar Tuan No. Nyonya Hong tak mengubrisnya memberitahu
kalau sudah Lampu hijau.
“Aku
terlalu lapar untuk tanda tangan.” Kata Tuan No. Nyonya Hong
memperingatkan Jangan coba hal aneh jadi
lebih baik jalan saja.
“Aku tak
mencoba hal aneh... Mari makan untuk terakhir kali.” Ucap Tuan Nok
“Kau ini
tak bisa dipercaya.” Keluh Nyonya Hong dengan terus mendengar bunyi klakson
karena Tuan No tak mau melajukan mobilnya.
“Tak
bisakah kita makan daging bersama terakhir kali? Bahkan terpidana mati bisa
makan sesukanya sebelum mati.” Ucap Tuan No merengek
“Apa yang
dahulu kusukai darimu?” keluh Nyonya Hong kesal sambil menghela nafas.
Akhirnya
mereka makan di restoran, Tuan No
mengaku ini sungguh tak adil karena
Seakan ditangkap karena mengikat tali sepatunya di bawah pohon prem. Nyonya
Hong memperbaiki kalau yang dimaksud "mengikat
tali topi." Dan Tuan No itu salah pepatah.
“Aku
sungguh tak bersalah secara psikologis dan fisik. Jujur, aku bahkan tak
menggandeng tangannya. Lalu Hyang-mi jelas bukan tipeku sejak awal.” Kata Tuan
No mencoba menjelaskan
“Baik,
anggap saja kau hanya mencoba. Percobaan perselingkuhanmu adalah pemicu mutlak,
tapi...” kata Nyonya Hong yang langsung disela oleh Tua No.
“Apa Kau
perlu gunakan kosakata sulit?”keluh Tua No, Nyonya Hong pikir Itu sama saja dengan mereka.
“Delapan
atau sembilan dari sepuluh pasangan bilang tak bisa hidup bersama karena
perbedaan karakter. Itu juga kasus kita...” kata Nyonya Hong
“Sial.
Tak ada yang sungguh cocok secara karakter. Bahkan orang tua dan anak berbeda
karakter. Bagaimana bisa kau ledakkan keluarga kita karena hal seperti itu?”
ucap Tuan No
“Hancurkan...
Bukan "ledakkan." Hancurkan.” Kata Nyonya Hong berkomentar kembali
karena Tuan No kembali salah bicara.
“Ini
sebabnya... Ini jelas sebabnya... Apa kau pernah mendukungku dengan berkata,
"Bagus, Suamiku... Gyu-tae, kau yang terbaik"? Kau selalu merendahkan
dan mengabaikanku. Orang ingin hidup
bersama istri, bukan polisi tata bahasa. .” Komentar Tuan No
“Kau juga
merendahkanku.” Ucap Nyonya Hong. Tuan No pikir tak ad alasan rendahkan pengacara
mulia seperti Nyonya Hong
“Mengoreksi
bukan satu-satunya cara... Jujur saja. Kita bukannya mandul. Kita memakai
kontrasepsi. Sudah bertahun-tahun kita hidup seperti teman sekamar.” Kata
Nyonya Hong
“Hei,
kenapa mengatakan hal seperti itu di sini?” kata Tuan No panik melihat
sekeliling takut ada yang mendengarnya.
“Sepertinya
kita tinggal bersama karena tak bisa pesan antar satu porsi makanan. Kau pria
yang selalu mengatakan hal yang salah, dan aku orang yang tak bisa hidup tanpa
memperbaikinya. Jadi, kita bisa apa? Kita tak punya pilihan. Mari berhenti
menahan.” Jelas Nyonya Hong.
“Kalau
begitu, tak bisakah kita tinggal bersama setelah kau balas dendam?” tanya Tuan
No
“Aku
sudah balas dendam melalui Choi Hyang-mi.” Kata Nyonya Hong. Tuan Nok kaget
mendengarnya.
Tuan No
keluar restoran lebih dulu, Nyonya Hong baru selesai membayar akan masuk mobil.
Tuan No dengan sengaja menguncinya. Nyonya Hong pun mengetuk jendela dan Tuan No menurunkan
sedikit. Nyonya Hong bertanya apa yang dilakuan suaminya itu.
“Aku
sungguh berpikir kau keren karena kau polisi tata bahasa. Aku tak tahu kenapa
aku menjadi bodoh sekali.” ucap Tuan No. Nyonya Hong meminta suaminya agar
membuka pintunya.
“Namun
awalnya, kau pikir aku manis karena sangat bodoh. Mari kembali ke awal.” Kata
Tuan No. Nyonya Hong meminta kembali agar membuka pintu mobilnya.
“Ja-yeong
sayang... Aku mencintaimu.” Kata Tuan No lalu pergi begitu saja. Nyonya Hong
hanya bisa mengumpat kesal pada suaminya.
Yong Sik
berjalan sampai didepan bar sambil memegang sebuket bunga, lalu terlihat ragu
didepan bar karena sebelumnya sedang marah dengan Dong Baek.
“Dia terlalu
cantik bagiku untuk bicara. Dia minta putus setiap kali kesal. Tapi Apa dia di
rumah?” ucap Yong Sik mencoba mengintip lalu dikagetkan oleh Ibu Dong Baek
sudah dibelakangnya.
“Astaga,
Nyonya. Kau kembali dari mana?” tanya Yong Sik. Nyonya Jung melihat Yong Sik membawa
bunga lagi.
“Aku
harus berusaha keras untuk dipandang baik lagi.” Kata Yong Sik. Nyonya Jung
mengeluh kalau Dong Baek bukan anak
kecil.
“Dia tak
akan senang karena bunga, Kenapa beli yang tak bisa dimakan?” keluh Nyonya
Jung.
“Ini
lebih murah... Harga hortensia hanya 3.000 won seikat.” Kata Yong Sik
“Lupakan
harganya 3.000 won. Apa Kau tahu berapa yang dibutuhkan untuk menafkahi
keluargamu? Apa kau kaya? Apa Kau punya tabungan?” ucap Nyonya Jung
“Namun,
aku berinvestasi dengan hortensia.” Kata Yong Sik. Nyonya Jung berkomentar Yong
Sik memang polos sekali.
“Kau
sangat naif. Namun, agar kau bisa hidup lugu, istrimu harus tangguh.” Kata
Nyonya Jung
“Tetap
saja, menurutku kebahagiaan bukan soal uang.” Ucap Yong Sik masih saja
tersenyum
“Benarkan?
Tak ada jaminan kau akan bahagia dengan uang, tapi kemungkinannya besar. Kebahagiaan
tak hasilkan uang, tapi dengan uang, kau bisa beli kebahagiaan.” Kata Nyonya
Jung. Yong Sik pikir benar juga.
“Jika
anak meminta makan saat kau bangun, maka kau juga akan telantarkan mereka.”
Ucap Nyonya Jung dengan mata berkaca-kaca.
Flash Back
Nyonya
Jung mengingat saat menangis dalam kamar mandi, memeluk anaknya. Dong Baek
merengek karena lapar. Nyonya Jung menangis meminata agar Dong Baek berhenti merasa lapar seperti sangat
frustasi. Dong Baek terus mengaku sangat lapar sambil menangis.
“Aku
hanya berharap anakku bisa hidup kenyang. Aku tak ingin dia mencemaskan kata
orang.Namun, pria baik sepertimu selalu meragukan.” Kata Nyonya Jung tak ingin
Dong Baek merasakan seperti dulu.
“Nyonya...
Aku tak akan biarkan Dongbaek kelaparan. Dia juga tak perlu khawatirkan kata orang.”
Kata Yong Sik menyakinkan.
“Bagaimana
caranya? Bagaimana dengan ibumu?” tanya Nyonya Jung. Yong Sik hanya bisa
terdiam.
“Coba
Lihat itu? Pria baik tak pernah mengatakan apa pun. Jangan biarkan putriku tak
diterima. Dia sudah waspada dalam seumur hidupnya. Jangan buat dia
terintimidasi. Kenapa kau membuatnya menyesal?” ucap Nyonya Jung.
“Aku akan
pelan-pelan meyakinkan ibuku...” ucap Yong Sik yang langsung disela oleh Nyonya
Jung.
“Jika sikapmu
tidak jelas, lupakan saja. Seumur hidup kau akan ragu-ragu.” Kata Nyonya Jung.
Yong Sik
gugup berdiri didepan restoran KEPITING
RENDAM BAEKDU lalu masuk dengan buket bunga lebih dulu, memanggil ibunya kalau
akan... tapi saat itu wajahnya terlihat kaget melihat yang ada didalam restoran
ibunya.
Di dalam
bar sedang banyak pelanggan yang datang, Dong Baek dan ibunya sibuk didapur.
Dong Baek mengeluh ibunya terus keluar
malam-malam bahkan datang dan pergi sesukanya. Ia pun ingin tahu apakah
ibunya punya keluarga lain. Nyonya Jung
hanya diam saja.
“Apa ada
pria atau anak lain?”tanya Dong Baek. Nyonya Jung mengeluh anaknya yang banyak
tanya
“Kenapa? Apa
Kau merindukanku?” ejek Nyonya Jung, Dong Baek mengeluh ibunya pasti bermimpi.
“Kau
membenciku, tapi Apa kau penasaran dan
sedih jika aku tak ada?” ejek Nyonya Jung. Dong baek pikir itu Tidak mungkin.
“Ini karena
kau dan Hyang-mi tak ada. Kubilang kita ada reservasi reuni sekolah malam ini.”
Kata Dong Baek mencoba menelp Hyang Mi ponselnya tak juga diangkat.
“Dia
mematikan ponselnya. Apa dia memutuskan hubungan karena 30 juta won?” kata Dong
Baek heran.
“Dia
takkan datang lagi... Jangan tunggu yang tak akan datang.” Ucap Nyonya Jung
santai.
Dong Baek
heran karena ibunya bisa tahu, terdengar teriak pelanggan yang meminta bill.
Dong Baek pun bergegas pergi tanpa mendapatkan jawaban dari ibunya.
Yong Sik
terlihat kaget karena ibunya sedang mempersiapkan untuk upacara peringatan.
Nyonya Kwak menyindir kalau sudah
berniat tak menganggapnya anak jika Yong Sik tak datang malam ini. Yong
Sik hanya bisa terdiam karena merasa bersalah.
“Aku tahu
kau tak berpikir lurus, tapi kau bukan manusia jika lupa peringatan kematian
ayahmu.” Komentar ibunya.
“Kenapa
dia tak berpikir lurus?” kata Gyu Sik yang sedang membantu ibunya. Yong Sik pun
menyapa kakaknya yang datang.
“Gyu-sik
bekerja di kapal ikan, dia bertanya satu hal setiap datang. "Berapa kali
harus kupukul kau?" gumam Yong Sik ketakutan melihat kakaknya.
“Kenapa
tak berpikir lurus? Apa Kau punya pacar?” tanya
Du Sik. Yong Sik melihat kakak yang lain makin takut karena sang kakak bisa yuyitsu.
“Ibu, apa
dia bertingkah belakangan ini?” tanya Du Si. Yong Sik mengeluh kalau bukan
anak-anak.
“Mungkin
dia sungguh berpacaran. Dia membawa bunga.” Komentar si kakak perempuan. Yong
Sik langsung menyembunyikan buket bunganya.
“Apa Kau
berpacaran? Maka kau harus bicara denganku. Aku tahu semuanya.” Kata Du Sik.
“Berhenti
bicara omong kosong dan ganti pakaian.” Kata Nyonya Kwak. Yong Sik akhirnya
mengaku sedang berpacaran dengan seseorang.
“Astaga.
Yong-sik, kau sudah dewasa.” Komentar Du Sik.
Gyu Sik pun menyuruh adiknya agar berpacara dengan banyak orang.
“Itu
Baik, kalau banyak berpacaran sebelum menikah.” Kata Gyu Sik. Du Sik mengeluh
kalau Yong Sik pasti memacari banyak wanita.
“Dia
mudah jatuh cinta. Dia dahulu tertarik dengan kakak Seung-yeop. Dia suka sekali
gadis kumal itu hingga berkeliaran menangkap kumbang dengannya.” Ejek Du Sik
“Dia tak
seperti itu.” Kata Yong Sik membela. Nyonya Kwak tak ingin mendengarnya lagi
menyuruh anaknya Pergi dan ganti baju
saja.
“Dia tampak
bagus... Berhenti memintanya ganti baju. Omong-omong, apa ini serius? Apa
pekerjaannya?” tanya Du Sik penasaran.
“Dia
mengelola bisnis. Wiraswasta.” Kata Yong Sik. Kakaknya makin penasaranbertanya Seperti
apa? Toko? Di mana?
“Di sini.”
Ucap Yong Sik. Du Sik ingin tahu Di sini
mana. Yong Sik menjawab ada Di sana. Duk
Sik makin penasaran Di sana mana. Nyonya Kwak mengeluh menyuruh Yong Sik agar
Pergi dan ganti baju saja.
“Dia.
Dongbaek... Apa Kau tahu, Camellia. Dia pemiliknya.” Ucap Yong Sik. Semua hanya
bisa menghela nafas mendengarnya.
Dong Baek
gelisah didepan pintu seperti menunggu seseorang, saat seseorang datang Ia
langsung berdiri. Ternyata hanya pelanggan datang karena payungnya tertinggal.
Nyonya Jun yang melihat anaknya mengejek Dong Baek itu seperti anak anjing”
“Kau ingin
ke luar setiap mendengar bel. Kau terlalu mudah bergantung. Jika dia tak
datang, biasa saja. Kau terus putus asa menunggunya. Kenapa kau sangat...”
keluh ibunya
“Ya, aku
gampang karena sendirian seumur hidupku. Senang ada yang mencemaskanku dan
memberiku perhatian.” Komentar Dong Baek.
“Apa Kau
menyerangku? Apa Kau ingin berkata karena kau tak pernah dicintai?” sindir
Nyonya Jung
“Orang-orang
yang tumbuh dicintai sepertinya tak punya masalah berkencan. Tapi bagiku selalu
semua atau tak sama sekali. Aku selalu berusaha tidak jatuh cinta karena takut
terluka” akui Dong Baek
“Aku
bersikap seperti pecundang. Saat aku
mencintai seseorang, maka aku beri semuanya. Aku tahu itu menyedihkan, tapi
itulah diriku.” Tegas Dong Baek
“Berhenti
menatap pintu dan telepon saja dia. Katakan kau siap memberi semua.” Kata
Nyonya Jung
“Kutahan
diri karena punya akal sehat... Kenapa Yong-sik harus begitu sempurna? Aku tak
bisa jujur soal perasaanku karena dia di luar jangkauanku.” Keluh Dong Baek.
Nyonya
Kwak sedang membersihkan kepiting diluar, Dua kakak Yong Sik mengomentari
adiknya itu pasti sudah gila, Gyu Sik
mengeluh Jika masih kecil, maka pasti memukulinya. Du Sik meminta Yong Sik harus
pikirkan mereka.
“Dia mengelola
restoran sampai hari ini untuk menghidupimu. Kenapa kau tak bersyukur dan
mengecewakannya?” teriak Gyu Sik
“Lebih
baik kau berkeliaran menangkap kumbang! Dari semua wanita... Apa dia terus
merayumu? Apa Dia terus mendekatimu? Karena itu?” tanya Du Sik marah
“Jaga bicaramu!”
kata Yong Sik membela dengan tatapan sinis. Duk Sik melihat adiknya yang sudah
hilang akal.
“Hei,
jangan menatap begitu! Cepat Keluar! Coret saja namamu dari kartu keluarga!”
teriak Du Sik marah
“Biarkan
saja dia... Biarkan dia! Yong-sik, kau pulanglah.”
Ucap Nyonya Kwak akhirnya masuk ke restoran.
“Ibu, dia
seperti ini karena kau selalu membiarkannya. Dia tak dewasa karena kau perlakukan
dia seperti anak-anak.” Keluh Du Sik marah
“Kalian
setidaknya hidup dengan ayah kalian saat dia masih hidup. Namun, dia tak pernah
melihat ayahnya. Jadi, jangan keras padanya. Seharusnya kalian lebih sayang daripada
bersikap keras. Jangan keras padanya. Ini membuatku kesal!” kata Nyonya Kwak.
Yong
Sik mendengar ucapan ibunya hanya bisa
menangis haru. Kakaknya langsung menyuruh adiknya Berhenti menangis. Yong Sik mengaku sayang
Ibu dan juga sayang pada kakaknya tapi tak
bisa apa-apa soal perasaannya ke Dongbaek, bahkan tak bisa hentikan
perasaannya.
Pagi
hari
Dong Baek
sudah memakai pakai rapih dan juga sepatu membawa keranjang belanja dan keluar
rumah. Tiba-tiba Nyonya Jung sudah ada didepan rumah bertanya mau kemana
anaknya, apakah mau kepasar. Dong Baek terlihat gugup.
“Kau
berdandan.. Apa Kau mau ke pasar dengan sepatu itu?” ejek Nyonya Jung
“Kau tahu
apa soal mode pasar? Kau tak pernah ke sana.” Ucap Dong Baek membela diri.
“Tunggu...
Aku ikut denganmu.” Kata Nyonya Jung masuk ke dalam rumah. Dong Baek pun
bergegas pergi. Nyonya Jung hanya tersenyum melihat tingkah anaknya karena
hanya mengodanya.
Yong Sik
masih tertidur pulas, mendengar bunyi alarm tertulis [KAMIS- PERGI KE PASAR
DENGAN DONGBAEK TIAP KAMIS] tapi kembali tertidur karena masuk mengantuk.
Nyonya Kwak sudah sibuk didapur memasak sup.
“Sudah
kubilang aku bisa sarapan di kepolisian. Kenapa selalu membekaliku?” keluh Yong
Sik tak ingin merepotkan ibunya.
“Kau
harus makan rebusan sehari setelah peringatan.” Kata Nyonya Kwak. Yong Sik pun
mengeluh ibunya itu tak perlu siapkan sebanyak itu.
“Hei,
jangan membantah kakak-kakakmu... Mereka akan memukulimu.” Nasehat Ibunya. Yong
Sik memberitahu harus berangkat pagi.
“Kudengar
kau ke pasar setiap Kamis pagi dengan Dongbaek. Kudengar kalian duduk di kursi
belakang bus nomor tiga,berpegangan tangan, dan lainnya. Semua orang di lingkungan
ini mata-mataku.” Kata Nyonya Kwak
“Para
wanita itu tak bisa dipercaya. Apa mereka pikir kami masih SMP? Kenapa memberitakan
semua yang kulakukan? Usiaku sudah lebih dari 30 tahun... Astaga.” Keluh Yong
Sik
“ Namun, jangan
pergi hari ini.” Pinta Nyonya Kwak. Yong
Sik mengeluh kalau bukan anak kecil.
“Kau tak
bisa memaksa kami putus. Aku sangat menyukai Dongbaek.” Ucap Yong Sik.
“Aku
memimpikan ayahmu semalam. Ini Sudah lama sekali, tapi aku memimpikannya. Dia
datang untuk peringatan. Ayahmu berdiri sendirian di tengah pasar. Namun, dia
tak tampak senang. Jadi Jangan pergi hari ini. Mari makan bersama saja.” Pinta
Nyonya Kwak.
Saat itu
Tuan Byun menelp. Yong Sik heran Tuan Byun yang menelepon pagi-pagi lalu mengangkatnya
dan kaget mengenai Danau Ongsan.
Di halte
bus
Dong Baek
duduk sendirian menunggu seseorang yang datang, tatapan selalu mengarah ke
samping kirinya. Yong Sik datang dengan
wajah sumringah mengaku ingin tiba lebih cepat darinya. Ia lalu memberitahu
kalau Ibunya membelikan sekotak ekstrak
minyak ikan untuknya.
“Kita
harus minum karena di luar dingin pagi ini.” Kata Yong Sik membuka minuman tapi
malah mengenai bajunya.
“Tidak
mudah bangun pagi-pagi sekali... Kau tak bisa selalu konsisten. Beginilah
keadaannya.” Komentar Yong Sik yang masih tersenyum walaupun ceroboh.
Dong Baek
ternyata hanya melihat bayangan karena selama ini Yong Sik selalu menemaninya.
“Aku
benci naik bus sendirian.” Gumam Dong Baek mengingat selama ini hanya
sendirian.
Saat di
restoran, pelayan datang bertanya untuk berapa orang. Dong Baek mengaku hanya
satu orang tapi akan pesan dua porsi. Ia terlihat sedang hamil besar dan hanya
duduk sendirian direstoran.
“Aku juga
benci butuh teman makan. Sudah lama sejak aku terbiasa melakukan semua sendiri.
Kini, aku tak ingin duduk sendiri. Terbiasa dengan sesuatu itu menyebalkan.” Gumam
Dong Baek akhirnya naek ke bus sendirian.
Pagi hari
di danau ongsan. Tuan Byun mengelu Ada apa
dengan semua kebakaran ini, karena Ini mulai mengganggunya. Yong Sik bergumma Ini kebakaran ketiga. Petugas mengingat Tuan
Byun yang minta dihubungi jika ada kebakaran.
“Namun,
apinya bahkan tak sebesar itu.” Kata petugas. Tuan Byun melihat sesuatu.
“Apa di
gedung akademi juga ada serbuk gergaji?” tanya Tuan Byun. Petugas mengaku Ada
dan melihat serbuk gergaji di sana.
“Kurasa aku
juga melihat serbuk gergaji di kebakaran gudang.” Kata Tuan Byun.
“Astaga,
sepertinya seseorang juga membakar sweter.” Kata Petugas melihat masih ada sisa
pembakaran.
“Ini
sepertinya sweter Dongbaek.” Kata Yong Sik melihat jaket yang dipakai Hyang Mi
mengantar pesanan. Tuan Byun kaget mendengarnya.
“Kepala,
katamu ada empat kebakaran sebelum seseorang mati, 'kan?” ucap Yong Sik mulai
tegang.
“Astaga,
ini jelas laporan palsu. Orang yang menelepon seolah berkata seseorang tewas
terbakar. Siapa yang membuat laporan palsu sepagi ini?” keluh Petugas kebakaran
yang lain.
“Kepala...
Kurasa aku tak sebaiknya di sini sekarang.” Kata Yong Sik lalu bergegas pergi.
Dong Baek
sudah ada didalam bus, Yong Sik mengemudikan mobilnya bertanya keberadan Dong Baek
apakah ada di dalam bus. Dong Baek mengaku akan pergi ke pasar dan ingin tahu
kenapa bertanya. Yong Sik bertanya Apa banyak orang di bus, Apa ada orang aneh
“Memang
kenapa jika ada orang aneh?” tanya Dong Baek heran melihat ada banyak orang.
“Dongbaek,
di mana kau sekarang? Aku akan ke sana.” Ucap Yong Sik. Dong Baek mengaku akan
turun lalu menekan tombol bus dan terlihat tulisan didepan bangku [TAK ADA SATU
PENYIHIR PUN YANG TAK DIBAKAR]
Dong Baek
pergi ke pasar, penjual mulai menawarkan ikan sungut ganda. Salah seorrang bibi
berkomentar Dong Baek datang sendiri dan bertanya dimana pacaranya. Dong Baek
mengaku hanya sendiri hari ini. Tiba-tiba terdengar suara pengumuman dari
pengeras suara.
“Pengumuman untuk pemilik Camellia
di Ongsan. Datanglah ke lantai dua dan ambil tanda terimamu”
“Dongbaek,
jangan lupa tanda terimamu. Membayar pajak bukan main-main.” Komentar salah
satu bibi. Dong Baek mengaku akan pergi.
Sementara
di ruangan, Si paman yang berbicara
didepan mic heran bertanya-tanya Siapa yang taruh catatan ini. Ada sebuah note
bertuliskan “MINTA PEMILIK CAMELLIA AMBIL TANDA TERIMA”
Akhirnya
Dong Baek pergi ke RUANG 201, KANTOR PENJUALAN tapi kosong dan duduk sendirian.
Beberapa saat kemudian seorang paman berpikir Apa ada yang
menyalakan pemanas, karena Baunya membuatnya sakit kepala. Dong Baek yang masih
ada diruangan heran tak ada orang di sini. Ia merasaka kepala sakit dan melihat
ada pemanas yang menyala.
“Ruangan
ini butuh udara segar.” Ucap Dong Baek lalu terdengar suara sirine.
Dong Baek
ingin keluar tapi pintu ruangan terkunci, ternyata ada orang yang mengunci dari dalam. Pelaku keluar dari
TKP, terlihat dengan sepatu gunung dan juga korek api yang dimainkan. Dong Baek
berusaha mengedor pintu meminta tolong.
Ponselnya
terjatuh, saat Yong Sik menelp tak bisa diangkat olehnya. Yong Sik mengemudikan
mobilnya menerima laporan “ Darurat. Terjadi kebakaran di Pasar Boga Bahari Ongsan.”
“Kebakaran
keempat terjadi hari Kamis di pasar.”gumam Yong Sik lalu sampai dipasar melihat
ada api dan asap yang mengepul.
Ia masuk
mencoba menyelamatkan semua pedagang akhirnya keluar, lalu naik ke lantai atas.
Di atas sudah banyak asap yang mengepul, tapi matanya bisa melihat keranjang
yang sering dipakai Dong Baek. Ia pun
berterak memanggil Dongbaek tapi Dong Baek sudah pingsan dalam ruangan.
Yong Sik
mencoba mendobrak pintu tapi terlalu keras dan tubuhnya mulai panas. Ia melihat
ada air galon langsung menyiram ke seluruh tubuhnya dan langsung mencoba
mendobrak pintu kembali dengan lengannya. Saat itu pintu pun terbuka dan Dong
Baek terlihat masih pingsan.
Akhirnya
semua korban sudah dibawa ke rumah sakit, Dong Baek terdiam mendengar
pembicaraan Dokter dengan pasien lainya. Dokter bertanya Kenapa tangannya.
Perawat memberitahu pasienya ini mendobrak
pintu yang terbakar. Mereka berkomentar pria itu sudah gila.
Sementar di
ruang receptionist, perawat memberitahu kalau
namanya ada di daftar pasien di telp, Namun,perlu memeriksa apa dia
boleh dibesuk... S pria yang menelp
terlihat kesal mendengar apakah Orang bisa membesuknya.
“Apa Kau
tak mendengarku? Apa Dia belum mati?” kata Si pria marah da langsung menutup
telpnya, disampingnya sudah ada cairan “HERBISIDA GRAMOXONE sesuai dengan
ucapan Joon Oh “Perusahaan menaruh berbagai label peringatan di botolnya.”
Dongbaek
melihat baju polisi Yong Sik didalam keranjang, lalu hanya bisa menangis
melihat banyak kain yang menutup lengan Yong Sik. Ia akan pergi tapi Yong Sik
menahanya saat membuka mata. Yong Sik bertanya apakan Dong Baek baik-baik saja.
“Astaga.
Aku harus bagaimana?” ucap Dong Baek merasa bersalah. Yong Sik malah meminta
agar Dong Baek memperlihatkan tanganya.
“Apa Kau
mencemaskan tanganku sekarang?” keluh Dong Baek melihat hanya ada luka
ditanganya. Yong Sik tetap ingin melihatnya.
“Yong-sik.
Apa kau bodoh? Apa Kau tak bisa berpikir Kau sungguh tak bisa hati-hati. Apa Kau
pikir kau pahlawan? Apa Kau pikir kau tak bisa mati? Kenapa melakukan ini
untukku? Kau sungguh membuatku kesal. Aku sangat kesal.” Ungkap Dong Baek
sambil menangis.
“Kurasa...
aku tak bisa melakukan ini lagi. Aku lelah. Aku sudah muak. Aku tak bisa fokus
bekerja karenamu. Kau membuatku kesulitan.” Ucap Yong Sik berusaha untuk duduk bersadar.
“Sudah
kuduga ini akan terjadi karenaku.” Gumam Dong Baek sudah tahu dengan nasibnya.
“Aku...ingin
hidup tenang sekarang. Mari kita akhiri ini.” Kata Yong Sik
“Kurasa
kau akhirnya dewasa... Baiklah... Kau harus pergi. Yong-sik. Jika tetap di
sisiku, kau akan kena kesialanku.” Ucap Dong Baek duduk tak menatap Yong Sik
“Mari
hentikan... semua rayuan... Mari akhiri ini.. Dan sekarang... Mari menikah
saja.” Ucap Yong Sik melamaranya. Dong Baek kaget mendengarnya.
“Aku tak
bisa berhenti mencemaskanmu. Aku sangat mengkhawatirkanmu, itu membuatku cemas Lalu...
Kau... Kau sangat manis. Aku ingin kau di sisiku sepanjang hidupku.” Goda Yong
Sik sambil tersenyum bahagia. Dong Baek pikir Yong Sik itu sudah gia
“Apa Kau
pikir nasib sialmu akan menulariku? Dongbaek, kau tak tahu betapa beruntungnya
aku. Aku akan memberimu semua keberuntunganku.” Kata Yong Sik. Dong Baek pikir
Yong Sik memang benar-benar gila.
“Pada usia
34 tahun, aku dilamar pria untuk kali pertama dalam hidupku.”gumam Dong Baek
seperti sangat terharu.
“Aku tak
takut menembus api demi menyelamatkanmu. Jadi, kita harus menikah... Ayolah.
Mari menikah... Bagaimana?” tanya Yong Sik dengan senyuman manisnya.
“Aku lupa
aku pecundang yang mengharapkan cinta seumur hidupku, dan aku tak takut
mengatakannya.”gumam Dong Baek menatap yong Sik
“Yong-sik...
Aku mencintaimu.”akui Dong Baek. Yong Sik tersenyum bahagia mendengarnya
mengaku sudah menduganya. Keduanya hanya bisa tersenyum, Yong Sik lalu menarik
tali jaket Dong Baek, lalu menciumnya. Keduanya pun berciuman di bilik rumah
sakit.
Bersambung ke episode 27
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar