PS : All images credit and content copyright : KBS
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Dong Joo
duduk diam saat Nok Du membantu membalut lukanya. Nok Du merasa makin memikirkannya,
ini makin tidak masuk akal dan hanya membantunya karena dia khawatir. Dong Joo
mengaku bertanya-tanya apakah itu sungguh membantu.
“Dia
bilang tidak suka karena dia mirip gisaeng itu. Jadi, kubilang dia tidak mirip
gisaeng itu. Aku berkata jujur.” Ucap Nok Du
“Bu, Kau
tidak punya teman, kan? Aku yakin kamu hanya punya asisten karena kau berasal
dari keluarga bangsawan. Haruskah kuberi tahu apa yang harus kau lakukan dalam
situasi seperti itu?” ucap Dong Jo. Nok Du mengangu mengerti
“Tanpa
balasan apa pun?” tanya Dong Joo yang memegang perutnya yang lapar. Nok Du
terlihat bingung.
Akhirnya
Dong Joo yang tak bisa makan meminta agar menyuapinya. Nok Du pun menurutinya.
Dong Joo meminta agar Nok Du mendengarkan sambl berkata "Astaga, benarkah?
Tidak mungkin." Nok Du tak mengerti maksudnya.
“Jangan
logis soal itu... "Astaga. Sungguh? Kau mirip dengannya. Astaga." Kau
hanya perlu mengatakan kalimat ini pada saat yang tepat.” Ucap Dong Joo. Nok Du
mengaku sama sekali tidak mengerti.
“ Kau
tahu, memalukan jika membahas beberapa hal sendiri dan kau ingin orang lain
menyinggungnya untukmu. Apa Kau tahu maksudku? Kau hanya perlu berpura-pura. Kau
juga wanita. Bagaimana mungkin kau tidak mengerti?” ejek Dong Joo.
“Astaga.
Sulit dipercaya.” Keluh Nok Du kesal mengambil meja makan akan dibawa keluar.
“Apa? Aku
belum selesai... Tunggu. Sebelum pergi, bisa bantu aku dengan ini?” ucap Dong
Joo akan membuka bajunya.
“Astaga.
Ada beberapa tempat kau tidak boleh melepas pakaianmu.” Ucap Nok Du bingung
“Ada apa
dengan tempat ini?” kata Dong Joo bingung. Nok Du menegaskan kalau Dong Joo harus
ganti pakaian sendiri setelah melepas perbannya.
“Aku tidak
bisa membantumu dengan itu.” Ucap Nok Du lalu mendorong Dong Joo sampai
terjatuh untuk tidur.
“Bu... Aku
tidak bisa tidur tanpa bantal.” Kata Dong Joo, Nok Du langsung melemparka
bantal
“Bukankah
kau bersikap terlalu kejam? Aku butuh bantuanmu.” Ucap Dong Joo
“Kau
jelas membutuhkan banyak bantuan dariku. Aku benci hal semacam ini. Kau harus
menjaga dirimu.” Kata Nok Du kesal. Dong Joo mengerti.
“Ini
saja. Aku tidak akan meminta bantuanmu lagi.” Tegas Dong Joo kesal melihat Nok
Du pergi.
“Apa yang
kulakukan? Lupakan soal berteman dengannya. Aku akan menjadi musuhnya.” Ucap
Nok Du kesal setelah mencuci piring lalu mengulang kata-kata Dong Joo "Astaga,
benarkah? Tidak mungkin."
Saat
masuk kamar, Nok Du kaget melihat Dong Joo yang mengosok-gosokan punggung
dinding, lalu bertanya apa yang dilakukanya.
Dong Ju mengaku Gatal karena aku tidak bisa mengganti pakaiannya. Nok Du
pun akhirnya membantunya.
“Bukan di
sana... Ke samping...” ucap Dong Joo, Nok Du meminta Dong Joo bicaralah lebih
keras.
“Astaga.
Geser ke kanan lagi... Kau Garuk lebih keras... Ya, itu dia... Itu tempatnya.”
Ucap Dong Joo senang karena Nok Du bisa mengaruk ditempat yang tepat.
“Ke kanan
sedikit lagi. Sedikit lagi.... Ayo Turun sedikit. Sedikit saja... Ya, tepat
sasaran.” Kata Dong Joo tersenyum bahagia dan meminta Nok Du lebih kebawah lagi
“Rasanya
enak. Astaga, enak sekali... Turun sedikit lagi.” Ucap Dong Joo, tapi Nok Du
seperti gugup langsung berdiri.
“Kenapa
dia berhenti di tengah-tengah?” keluh Dong Joo melihat Nok Du langsung
berbaring. Nok Du hanya bisa memegang dadanya seperti sangat gugup dan berdebar
kencang.
Dong Joo
tertidur tapi terbangun karena tanganya yang terkena kayu lalu melihat baju Nok
Du dan tahu kalau terbakar juga karena pasti sakit. Ia mencoba membangunkan
tapi berpikir kalau Nok Du pasti juga
lelah. Akhirnya Dong Joo membantu untuk memberikan obat.
“Astaga! Ini
tindakan yang tidak bisa dimaafkan! Beraninya kau melakukan sesuatu yang hanya
dilakukan penjahat? Apa Kau tidak takut menghadapi dewa?”teriak Nok Du
terbangun saat Dong Joo akan membuka celananya.
“Aku
hanya berusaha... Kau juga terbakar. Jadi, ingin kuoleskan herbal. Kupikir
bokongmu juga pasti sakit.” Kata Dong Joo.
“Bokongku?
Herbal? Bagaimana bisa seorang wanita melakukan
itu kepada wanita lain?” kata Nok Du marah. Dong Joo binggung dengan sikap Nok
Du seperti berlebihan.
Raja
bermain baduk dengan Heo Yoon, Heo Yoon merasa
tidak percaya karena menurutnya tidak adil. Raja ingin tahu alasan Heo
Yoon yang merasa ini tidak adil. Heo Yoon berkata "Jenderal datang." Dan seharusnya Raja
mengatakan itu sebelum memindahkan pionnya dengan tawa bercanda.
“Benar.
Aku sudah lupa... Baik. Ronde ini juga tidak masuk hitungan. Mari kita bermain
lagi.” Ucap Raja
“Sudah
larut malam... Apa Kau tidak akan kembali ke istana sekarang?” kata Heo Yoon.
“Malam
masih panjang.”kata Raja. Heo Yoon bertanya apakah Raja masih punya masalah tidur.
Raja
membenarkan Jadi minta setidaknya Heo Yoon tidak mengusirnya. Heo Yoon pikir
kalau itu tak mungkin dan meminta Raja agar jangan katakan itu. Raja mengatakan
Dalam hal janggi, Yun Jeo sangat mahir memainkannya. Heo Yoon terdiam.
“Aku
memohon agar dia memberiku kesempatan mengganti langkahku, tapi dia bahkan
tidak peduli. Dia memang gigih.” Kata Raja. Heo Yoon membenarkan.
“Hari ketika Yun Jeo meninggal... Kau bilang Yun
Jeo meninggal setelah mengubur bayi itu, bukan?” kata Raja. Heo Yoon
membenarkan dan Sudah pasti
“Dan kau
membunuh Yun Jeo, kan?” ucap Raja. Heo Yoon membenarkan. Raja merasa sudah
mendengar ini dari Heo Yoon.
“Aku
mengajukan pertanyaan tidak berguna. Aku yakin perkataanmu benar dan kau tidak
akan pernah menipuku. Mari kita lanjutkan setelah jeda sejenak. Aku lelah.”
Ucap Raja.
Akhirnya
Heo Yoon membiarkan Raja tidur di ruanganya, lalu menatapnya. Beberapa orang
pejaga sedang berjalan mondar mandir. Heo Yoon seperti tak bisa menahan diri
akan mencekik Raja, tapi akhirnya mengurungkan niatnya lalu pergi. Raja membuka
mata dan tahu kalau Heo Yoon akan mencekiknya.
“Sekeras
apa pun aku memikirkannya, kurasa pejabat setempat mengatakan yang sebenarnya. Selidiki
keberadaan Jung Yun Jeo sedikit lagi.” Ucap Raja pada anak buahnya setelah
keluar dari rumah Heo Yoon. Anak buahnya menganguk mengerti.
Di depan
pintu, Nok Du berusaha berlatih mengatakan
"Astaga! Kamu serius? Aku tidak percaya itu! Astaga, benarkah? Tidak
mungkin..." sama seperti yang diajarkan oleh Dong Joo. Saat itu si wanita
pembunuh melihat Nok Du.
Nok Du
panik memilih untuk kabur, Si wanitaan melihat gambar seperti mirip Nok Du
langsung mengejarnya. Nok Du masuk ke
rumah gisaeng, saat itu Wakil kurator memanggilnya karena tahu terkena luka
bakar. Nok Du melirik dan bisa tahu si wanita terus mengikutinya.
“Kau
Ambil ini... Ini untuk mengobati luka itu. Aku jatuh di gunung beberapa hari
lalu. Aku mengunjungi seorang tabib dan diberi resep ini. Ini salep.” Ucap wakil
kurator.
“Ohh.. Begitu
rupanya... Terima kasih...” Ucap Nok Du langsung memegang tangan si Wakil
Kurator. Wakil kurator pun bahagia
karena tanganya disentuh. Si wanita akhirnya pergi seperti tak curiga.
“Kenapa
kau harus menyukaiku?” keluh Nok Du langsung melepaskan tanganya.
“Di mana
luka bakarmu? Biar kuoleskan salep itu untukmu.” Ucap wakil. Nok Du memberitahu
kalau itu ada dibokongnya.
“Tidak,
jangan di sana!” jerit Wakil Kurator dan langsung mimisan. Nok Du mengeluh pria
itu memang Pikirannya sangat kotor.
“Tidak,
Nyonya. Aku tidak berpikiran kotor.” Ucap Wakil mengelak. Nok Du bergegas pergi
mengambil obat. Wakil mengaku kalau Luka
belum sembuh lalu memegang tanganya yang disentuh Nok Du .
Nok Du
melewati rumah dan berpikir Lebih baik menjauh dari hadapan wanita itu agar tak
curiga. Ia lalu melihat Dong Joo berjalan dengan ember besar. Dong Joo pergi ke
sungai sudah siap mencuci pakaian sambil membuka perban dilenganya. Nok Du
datang langsung mendorongnya.
“Apa yang
kau lakukan? Bagaimana kau akan mencuci pakaianmu dengan tangan itu?” keluh Nok
Du
“Ayolah,
tanganku hampir sembuh.” Kata Dong Joo, Nok Du tetap ingin membantu dengan
memukul pakaian.
“Jika
tidak berhati-hati, kau hanya akan memperburuk lukanya!” ucap Nok Du. Dong Joo
ingin memberikan bantalan karena Nok Du harus berjongkok.
“Sudah
kubilang, menjauhlah dari bokongku! Dan Sudah kubilang aku baik-baik saja!”
teriak Nok Du marah
“Astaga,
duduklah di sini... Jika tidak berhati-hati, kau hanya akan memperburuk lukanya.”
Keluh Dong Joo memberikan bantalan agar Nok Du bisa duduk dengan nyaman.
“Kau
pandai mencuci pakaian untuk seseorang dari keluarga bangsawan.” Komentar Dong
Joo
“Ini kali
pertama dan terakhir aku akan membantumu.” Ucap Nok Du ketus. Dong Joo sudah
tahu kalau Nok Du hanya mengatakan itu.
“Aku
yakin kau juga akan membantuku lain kali.” Ejek Dong Joo, Nok Du mengeluh agar
Dong Joo jangan konyol.
“Jika
luka bakarmu memburuk, itu hanya akan membuatku pusing. Ini kulakukan dengan
enggan.” Ucap Nok Du sinis. Dong Joo hanya bisa menatap dengan senyuman.
Nok Du
akhirnya mengolesi obat ke tangan Dong Joo walaupun sambil menghela nafas. Dong
Joo bertanya Kapan kau mengunjungi
seorang tabib karena melihat obat yang dibaw. Nok Du mengeluh tabib apa
maksudnya tapi hanya menemukannya.
“Tidak
terlalu buruk.” Ucap Dong Joo, Nok Du tak mengerti apa maksud ucapanya.
“Memiliki
seseorang yang memedulikanmu. Itu membuatku bernostalgia tentang masa lalu.” Kata
Dong Joo
“Kau
tidak akan pernah bisa menemukan seseorang yang mengurusmu sebaik ini. Aku
hampir seperti ibumu.” Komentar Nok Du. Dong Joo pikir benar juga.
“Tampaknya
ibumu orang yang sangat baik.” Kata Nok Du. Dong Joo membenarkan kalau ibunya Sangat
baik.
“Aku iri
sekali... Kau pasti punya banyak kenangan indah dengannya.” Kaa Nok Du
“Tapi itu
menyakitkan bagiku karena memilikinya. Kenangan seperti itu terus muncul. Bagaimana
dengan ibumu?” tanya Dong Joo. Nok Du mengingat tentang Ibunya.
Flash Back
Nok Du
melihat ibunya seperti sudah kesusahan bicara memberitahu Ayah akan segera
datang membawa obat. Jadi meminta agar bertahanlah. Ibunya meminta maaf pada
Nok Du karena harus hidup seperti ini padahal ia adalah putra yang sangat
berharga
“Tapi ibu
membuatmu seperti ini... Ibu benar-benar minta maaf.” Ucap Ibu Nok Du. Nok Du
bingung dengan ucapan ibunya.
“Dengarkan
ibu baik-baik... Namamu bukan.. Hwang Tae... Kamu adalah Jung Yi...”ucap Ibu
Nok Du terbata-bata. Nok Du panik berteriak memanggil Hwang Tae!
“Semua
ini salahmu... Jika bukan karenamu, putraku akan... Keluargaku akan...” ucap Ibu
Nok Du dan Nok Du berteriak sambil menangis melihat ibunya menghebuskan nafas
terakhir.
“Dia ibu
yang baik... Dia menyedihkan, dan aku kasihan kepadanya.” Ucap Nok Du mengenang
kisah sedih tentang ibunya.
“Apa Kau
baik-baik saja? Apa kau Mau kuoleskan ini di bokongmu?” tanya Dong Joo. Nok Du
langsung berteriak kesal
Dong Joo
tiba-tiba menahan tangan Nok Du sebelum pergi. Nok Du bertanya Ada apa. Dong Joo
dengan tatapan mata tulus bertanya apakah
boleh memperlakukannya seperti seorang kakak. Hati Nok Du seperti
berdegup kencang dan hanya bisa saling menatap.
“Tentu
jika kau tidak keberatan.” Ucap Dong Joo melihat Nok Du hanya diam saja.
“Ada apa?
Apa Kamu tidak mau?” kata Dong Joo, Nok Du menjawab tidak. Dong Joo kaget
mendengarnya.
“Karena
aku tidak lebih tua darimu. Begini... Aku lahir di Tahun Kambing.” Kata Nok Du
“Apa kau
lebih muda dariku?” tanya Dong Joo. Nok Du mengingat kalau Dong Joo yang menghafal
teks Konfusianisme di Tahun Ular...
Ia
mengingat saat Dong Joo mengatakan “Tahun Ular, bukan? Pada tahun itu, aku
menguasai "Thousand-Character Classic" dan menghafal teks
Konfusianisme.”
Dong Joo menarik
kata-katanya, kalau tidak merasa wajib memperlakukannya seperti seorang kakak.
Nok Du pun bergegas pamit pergi karena agak sibuk. Dong Joo mengeluh melihat
Nok Du itu wanita yang lucu karena
dirinya juga sibuk.
Nok Du
berjalan sambil mengoceh mengomel dirinya sendiri yang sudah gila, dan tak tahu
apakah Dong Joo bisa melihat dirinya itu tadi sangat tersipu malu. Ia akhirnya
merasa tak perlu khawatir juga kalau Dong Joo melihat wajahnya yang memerah.
“Tapi Kenapa
dia ingin memperlakukanku seperti seorang kakak? Dasar Sial.” Keluh Nok Du
Tiba-tiba
terdengar suara lonceng dan beberpa wanita langsung bergegas masuk. Nok Du
bingung dan melihat wanita tambun seperti bersembunyi dan langsung
menghampirinya ingin tahu apa yang terjadi. Mulut Nok Du langsung di tutup
sampai seorang wanita berjalan didepanya melewati persembunyian mereka
“Cenayang
di sana berdoa kepada langit untuk menghibur semua janda yang harus menghadapi
kematian yang tidak adil. Hal buruk bisa terjadi jika kau berkeliaran seperti
ini.” Jelas si wanita. Nok Du bertanya
Hal buru Seperti apa.
“Jiwa
yang memikul kebencian mendalam berkeliaran di seluruh desa. Jadi, kita harus
menutup pintu kita dan mematikan semua lampu. Kamu harus mengikutiku ke
rumahku. Beberapa janda yang mengabaikan peringatan akhirnya menghilang. Jadi,
kau tidak bisa...” ucap si wanita tanpa sadar Nok Du sudah menghilang.
Nok Du
mengambil selembar kain yang sedang dijemur lalu diam-diam pergi ke tempat si
cenayang, seperti diatas bukit. Ia lalu melihat ada beberapa orang yang
berjalan dengan jubah dan yakin kalau itu adalah Seorang pria.
Kaki Nok
Du terpeleset dan terdengar oleh
penjaga, semua langsung bersiaga mengeluarkan pedang. Salah satu wanita
memberikan komando dan panah pun langsung terlepas. Nok Du panik langsung
menundukan kepala lalu melihat seekor babi mati terkena panah.
Beberapa penjaga
mencoba mencek dibawah, Nok Du panik akhirnya melepar batu ke sisi yang
berlawanan lal berlari kabur. Salah satu penjaga melihat sosok orang yang kabur
dengan jubah panjang.
Semantara
Dong Joo sedang mengepel lantai melihat Hwa Su masuk dengan pakaian yang kotor
dan bertanya Apa yang terjadi. Hwa Sung menceritakan Seorang pemabuk melakukan
ini kepadanya. Dong Joo mengeluh kalau Hwa Su bau menyengat.
“Aku akan
mengambilkan pakaian baru. Dan Kau harus mandi.” Ucap Dong Joo
“Kau yang
terbaik.” Puji Hwa Su memeluk Dong Joo, Dong Joo pun mengeluh dengan Hwa Sa
karena bisa juga mengotori pakaiannya.
“Aku
ingin memakai pakaian favoritku. Jaket hijau giok.” Kata Hwa Su. Dong Joo
meminta agar Pakai saja apa pun yang
diberikan kepadanya.
Nok Du
masuk masuk ke rumah gisaeng langsung menyembunyikan kain dikolon rumah. Ia pun
bergegas mencari tempat persembunyian dengan mengintip dari dari lubang pintu
yang dibuatnya. Dong Joo sedang mengambil baju melihat seseorang yang akan
mengintip.
Beberapa orang
keluar dari kamar, Nok Du panik langsung masuk ruangan pakaian yang terlihat
kosong. Dong Joo akan menyerangnya tapi mereka malah jatuh dengan saling
bertumpuk. Dong Joo tak percaya melihat Nok Du ternyata yang mengintip. Nok Du
panik langsung berdiri.
“Nyonya
Kim... Astaga, kau mengejutkanku. Kukira bedebah cabul itu mengintip lewat
lubang.” Ucap Dong Joo
“Apa?.. Aku
bukan bedebah cabul.” Keluh Nok Du. Dong Joo bertanya alasan Nok Du datang
kemari karena mengira kalau sedang sibuk.
Saat itu
terdengar suara Nyonya Chun berbicara pada ketua pasukan wanita agar tetap
tenang karena tidak mau mengganggu tamu. Si ketua menganguk mengerti. Nok Du
pun terlihat panik mendengrnya.
“Hei, aku
bertanya kenapa kau di sini.” Tanya Dong Joo, Nok Du bingung lalu mengaku
sedang mencari gunting.
“Ada yang
bilang aku bisa menemukannya di ruang ganti.” Kata Nok Du. Dong Joo ingin tahu
Kenapa butuh gunting
“Seharusnya
kamu masuk saja. Kenapa kau membuat lubang...” ucap Dong Joo. Nok Duk makin
kebingungan menjelaskanya.
“Apa yang
kau inginkan?” tanya Dong Joo, Nok Du mengaku
ingin memotong rambutnya.
“Kenapa
kamu ingin memotong rambutku?” ucap Dong Joo memegang rambutnya.
“Aku melihatmu
tampak sangat lusuh dan membuatku merasa sangat sedih. Jadi Tutup matamu.” Kata
Nok Du
“Kenapa
kau ingin aku menutup mataku?” tanya Dong Joo heran. Nok Du beralasan kalau
Rambutnya bisa masuk.
Dong Joo
tak mau menutup matanya, Nok Du akhirnay menusuk dengan jarinya. Dong Joo mengeluh
Nok Du yang menusuk matanya dan meras sakit. Nok Du akhirnya mulai motong rambut Dong Joo.
Diatas atap
sudah banyak pasukan siap dengan panah layaknya ninja, Heo Yoon masuk rumah gisaeng. Nyonya Chun
menghampirinya mengaku merasa dia bersembunyi di sini.
Nok Du
masih terus mengunting dan merasa bersalah, Dong Joo menyuruh Nok Du agar
membuat saja terlihat sam dan tidak perlu terlalu memikirkannya. Nok Du mengaku
memotong rambut wanita yang berharga jadi harus sangat berhati-hati.
“Jika
menurutmu aku sangat berharga, kenapa kau cemberut saat aku bertanya apa kita
bisa menjadi saudari?” sindir Dong Joo. Nok Du hanya bisa diam saja.
“Ada
sesuatu di dagumu.” Kata Dong Joo akan memegangnya. Nok Du panik berpikir Dong
Joo melihat jakunya.
Dong Joo
mengeluh kesakitan karena gunting yang mengenai telinganya, lalu mencari cermin.
Nok Du langsung merampasnya, karena menurutnya Dong Joo tidak perlu melihat ke
cermin.
“Tingkahmu
aneh... Tolong serahkan kepadaku.” ucap Dong Joo. Nok Du menolak.
“Apa? Ini
aneh... Berikan kepadaku... Aku harus melihatnya.” Kata Dong Joo tapi Nok Du
terus menolaknya.
Dong Joo
akhirnya sekuat tenaga mendorong Nok Du sampai jatuh terbaring. Nok Du panik
takut Dong Joo marah karena rambutnya sangat pendek. Dong Joo akan berdiri tapi
gaunya malah terinjak dan membuatnya terjatuh.
Nok Du
panik karena akan mengenai selangkangnya, Dong Joo pun terjatuh mengenainya.
Nok Du langsung menjerit kesakitan tanpa sadar suara prianya keluar. Di luar
terlihat si ketua mendengar dan sedikit curiga ada suara pria.
“Dong Joo
menatap tanganya seperti merasakan sesuatu yang aneh. Nok Du tak bisa menahan
rasa sakitnya, langsung menekukan badanya sambil menjerit kesakitan.
Dong Joo pun merasakan ada yang aneh langsung mengambil gunting sebagai senjata, Nok Du langsung berpura-pura lagi dengan suara wanita yang terkejut.
Bersambung
ke episode 5
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar