PS : All images credit and content copyright : KBS
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
KANTOR POLISI
Tuan No
mengeluh kalau buku milik Dong Baek bisa
dianggap bukti dan tak percaya kalau diangggap menepuk pundak Dong Baek tahun
2016. Ia pikir hanya membahasnya sungguh konyol. Nyonya Hong menatap dingin
pada keduanya.
“Kau
melakukannya.” Tegas Dong Baek dengan tatapan sinis. Tuan Byun pun menatap
sinis pada Tuan No yang terus menyangkal.
“Sekalipun
aku sungguh menepuknya di belakang pundaknya,
bagaimana dengan Undang-Undang Pembatasan? Ini terjadi tahun 2016. Tidak
mungkin, tidak ada batas tiga tahun untuk ini.” Kata Tuan No
“Masalahnya,
insiden pundak itu bukan satu-satunya kasus yang ada di buku besar ini.” Ucap
Tuan Byun. Dong Baek seperti tak bisa menahan amarahnya.
Saat itu
Yong Sik keluar setelah mencuci wajahnya dengan berpura-pura kalau Matanya sangat
kering. Tuan Byun tak pecaya kalau Yong Sik
yang menangis sungguhan. Yong Sik menyangkalnya, sementara Nyonya Kwak
melihat anaknya itu sangat konyol.
“Baiklah,
kuberi tahu pendapatku. Semua insiden didekripsikan dengan sangat detail di
buku ini. Lalu perbuatanmu sungguh menjijikkan. Menurutku ini bisa dianggap
bukti yang tak terbantahkan. Itu kesimpulan legalku.” Ucap Yong Sik memegang
buku besar Dong Baek.
“Apa kau
sekolah hukum?” keluh Tuan No lalu meminta tolong pada istrinya agar bisa
mengatakan sesuatu.
“Orang
dungu ini mengira bisa berkata sesukanya dan menyebutnya hukum.”keluh Tuan No.
Istrinya pun langsung berdiri.
“Jadi Apa
Kau sungguh berencana menuntut suamiku?” tanya Nyonya Hong. Dong Baek menganguk
karena itu rencananya.
“Tapi dia
Pemilik gedungmu. Dia punya banyak uang dan koneksi.” Kata Nyonya Hong seperti
membela suaminya
“Aku
tetap mau melakukannya.” Kata Dong Baek tak peduli. Nyonya Hong pikir Dong Baek
tahu kalau ia adalah pengacara.
“Ini
takkan menjadi pertarungan mudah.” Ucap Nyonya Hong, Dong Baek tertunduk dan
Yong Sik sedikit gugup.
“Istriku
masuk Jurusan Hukum di Universitas Nasional Seoul. Teman-teman sekelasnya kini
pengacara di firma hukum terbaik.” Kata Tuan No membela istrinya.
“Aku
sekompeten itu.” Kata Nyonya Hong bangga lalu mengeluarkan kartu namanay.
“Jadi...
hubungi aku untuk saran hukum. Kau tak perlu membayarku.” Ucap Nyonya Hong lalu
berjalan pergi.
Dong Baek
melonggo, Tuan No pun kaget ternyata istrinya malah membela Dong Baek bukan dirinya. Semua yang ada didalam ruangan pun kaget
mendengarnya.
Nyonya
Kwak berjalan dengan cepat, dibelakang Dong Baek dan Yong Sik seperti anak ayam
yang mengikuti induknya. Nyonya Kwak akhirnya mengeluh mereka yang terus mengikutinya. Yong Sik pun kesal pada
ibunya yang tak bisa katakan sesuatu
“Katakan
apa? Mari berpisah dan pergi sendiri-sendiri.” Ucap Nyonya Kwak.
“Astaga,
sungguh. Ini tak sepertimu. Kau bahkan tak memukulku. Ayo Pukul saja
punggungku! Kau menakutiku.” Kata Yong Sik memperlihatkan badanya.
“Aku
sakit kepala. Sebaiknya aku masuk.” Kata Nyonya Kwak masuk ke restoran. Dong
Baek akan ikut masuk ke dalam, Yong Sik menahanya.
“Dongbaek...
Kenapa kau mengikutinya masuk? Jangan ke dalam.” Ucap Yong Sik khawatir. Dong
Baek meminta Yong Sik pergi saja karena akan tetap bicara pada Nyonya Kwak
“Dongbaek...
Ibuku bisa memukulmu.” Kata Yong Sik memperingati.
“Hentikan
omong kosongmu. Pergilah.” Kata Dong Baek lalu masuk ke dalam restoran.
Di dalam
restoran
Dong Baek
dengan wajah tertunduk mengaku ini buruk dan pasti sudah gila. Nyonya Kwak
hanya menatapnya, Dong Baek merasa tak punya pikiran dan juga kejam sekali,
bahkan pengkhianat lalu mengumpat dirinya itu jalang licin.
“Kau tak
bernyali menjadi jalang.” Kata Nyonya Kwak akhirnya duduk didepan Dong Baek.
“Aku
berusaha keras bertingkah angkuh dan tangguh. Tapi masalahnya, Nyonya Kwak...
Aku rasa... aku rindu memiliki seseorang. Kurasa aku rindu memiliki seseorang
yang peduli dan mencemaskanku. Aku tahu bahwa satu orang yang mencemaskanku
bisa mengubah seluruh duniaku. Apa yang harus kulakukan? Apa yang akan kau
lakukan?” ucap Dong Baek kebingungan.
Di depan
restoran, Yong Sik hanya bisa mondar mandir dengan wajah gelisah tapi tak
berani masuk ke dalam. Nyonya Kwak tahu kalau Orang tua tak pernah menang melawan
anaknya, jadi tak ada yang bisa dilakukan.
“Aku akan
memukulinya jika dia 15 tahun. Tingkahnya seperti 15 tahun saat usianya lebih
dari 30 tahun. Bagaimana aku bisa menghentikannya? Aku hanya bisa mengandalkan
waktu. Jika ini hanya hujan, akan berhenti.” Kata Nyonya Kwak
“Benar.”
Kata Dong Baek setuju dengan ucapan Nyonya Kwak. Nyonya Kwak merasa Dong Baek
berpikir dirinya tak punya hati mengatakan hal seperti ini. Dong Baek mengaku Tidak.
“Kau
sangat tenang, dan itu membuatku merasa makin buruk.” Kata Dong Baek
“Api yang
membakar dengan cepat juga padam dengan cepat. Pria juga lebih cepat berubah
daripada wanita. Jadi, jangan cepat percaya saat mereka katakan mereka akan
memberimu segalanya. Kau harus beri waktu dan sungguh mengamatinya. Jika kau
tetap ingin bersamanya walau setelah lama mengamatinya... Kita bisa bicarakan
lagi saat itu terjadi. “ ucap Nyonya Kwak.
“Jika...
aku yakin ingin bersamanya bahkan setelah mengamatinya, apa kau bersedia
merestuiku?” tanya Dong Baek
“Dongbaek...
Aku yakin kau mengerti karena kau membesarkan Pil-gu. Hatiku hancur meski dia
menceburkan kakinya ke lumpur karena dia putra kesayanganku. Mengetahui
beratnya merawat anak orang lain, bagaimana bisa menyuruhnya memilih itu?” ucap
Nyonya Kwak. Dong Baek membenarkan.
Yong Sik
masih menunggu di depan restoran, Dong Baek akhirnya keluar restoran. Yong Sik
bergegas menghampirinya. Dong Baek mengeluh padahal sudah menyuruh Yong Sik pergi
saja. Yong Sik menahan Dong Baek langsung mengajaknya makan pangsit bersama.
“Katanya,
orang tak bisa lakukan apa pun jika belum makan. Jantung dan ususmu hanya
berjarak sejengkal, jadi, kau perlu mengisi perutmu saat marah. Itu juga akan
memuaskanmu secara emosional, dan...” jelas Yong Sik yang langsung di sela oleh
Dong Baek.
“Baiklah,
ayo pergi. Ayo makan pangsit.” Kata Dong Baek. Yong Sik melonggo kaget tak
percaya kalau Dong Baek akan pergi denganya. Dong Baek berjalan lebih dulu dan
Yong Sik tersenyum mengikutinya.
Yong Sik
menyiapkan sumpit dan sendok untuk Dong Baek sebelum makan, Dong Baek seperti
tak enak hati lalu mengaku kalau sedikit peduli pada Yong Sik, Bahkan tadi menggila karena cemas Yong Sik mungkin
dipenjara. Yong Sik dengan santai kalau sudah lama tergila-gila padanya.
“Bahkan
di kantor polisi, aku hanya bisa melihatmu. Aku tak bisa melihat Nyonya Kwak.
Seperti pengkhianat. Aku tak semestinya begini. Apa aku tersihir?” keluh Dong
Baek.
“Dongbaek,
aku sudah lama tersihir olehmu.” Tegas Yong Sik merasa kalau cintanya lebih
besar.
“Tapi saat
melihat Nyonya Kwak, aku merasa buruk dan bersalah. Lalu kini aku duduk
bersamamu makan pangsit, aku merasa...” kata Dong Baek yang disela oleh Yong
Sik.
“Kau
bahagia, bukan? Kau sungguh merasa baik di dalam hati, kan? Kalau begitu,
mungkin kita sebaiknya...” ucap Yong Sik dengan mengebu-gebu.
“Aku tak
ingin berpacaran.” Tegas Dong Baek. Yong Sik melonggo tak percaya mendengarnya.
“Kini
karena sudah kukatakan, biar kuberi tahu kau yang terjadi agar tidak bereaksi
berlebihan. Aku sungguh peduli padamu, tapi aku tak tergila-gila padamu hingga
ingin mengabaikan pendapat Nyonya Kwak, Pil-gu, dan yang lain.” Jelas Dong
Baek.
“Aku juga
tak ingin semuanya berantakan.” Kata Dong Baek. Yong Sik ingin tahu Kenapa
"berantakan"
“Cinta
itu seperti api.” Tegas Yong Sik. Dong Baek mengeluh kalau tak ingin seperti itu.
“Begini...
Aku pernah terlibat cinta seperti itu. Dan aku kalah. Aku tak muda lagi dan aku
tak sendirian, aku harus hasilkan uang. Aku tak bisa singkirkan semuanya dan
kasmaran. Aku sungguh tak bisa.” Ungkap Dong Baek
“Cari
orang lain jika kau ingin jenis hubungan yang membara.” Kata Dong Baek. Yong
Sik langsung menolaknya.
“Kau
menyingkirkanku lagi... Hentikanlah. Kenapa kita tidak makan pangsit ini saja?”
ucap Yong Sik langsung makan tanpa henti seperti ingin mengobati hatinya yang
sedih.
“Yong-sik...
Hanya diperlukan uap untuk memasak pangsit. Kau tak perlu merebusnya.” Ucap
Dong Baek. Yong Sik membenarkan.
“Lupakan
api... Kenapa kita tidak pelan-pelan dan hangat saja bersama?” ucap Dong Baek.
Yong Sik melonggo mendengarnya.
“Kau bisa
mencintai seperti api, tapi semua usai saat putus. Aku harus berpisah dengan
ibuku, juga dengan pria itu. Jika aku harus melaluinya lagi, maka aku tak bisa
melakukannya. Kalau begitu, aku sungguh akan kalah.” Kata Dong Baek.
“Jadi,
maksudmu...Maksudku, kau ingin kita melakukan sesuatu bersama, bukan?” kata
Yong Sik seperti tak pecaya. Dong Baek membenarkan.
“Mari...Mari
jalani saja. Aku ingin selalu menjalani hubungan yang hangat untuk waktu lama.”
Ucap Dong Baek. Yong Sik ingin menangis haru mendengarnya.
“Kutarik
kata-kataku jika kau menangis.” Kata Dong Baek. Yong Sik langsung menahanya.
Dong Baek pun memberikan tissue.
Dong Baek
berjalan pulang dengan Yong Sik, Yong Sik membawa bungkusan PANGSIT KAESONG lalu
mengingatkan kalau prioritas Dong baek
adalah menjadi ibu Pil-gu dan pemilik Camellia. Setelah itu Dong Baek meminta
Yong Sik harus prioritaskan menjadi anak baik untuk Nyonya Kwak.
“Dan polisi
baik untuk warga Ongsan. Setelah semua itu, kita bisa bergaul dan melihat bagaimana
ini berjalan. Selain itu, tolong periksa anjing Yeong-sim.” Ucap Dong Baek
“Kalau begitu,
yakinlah dan janji padaku karena kau sudah memutuskan mencobanya denganku.”
Kata Yong Sik memmberikan kelingkingnya. Dong Baek binggung apa maksudnya itu.
“Entah kita berpacaran atau tidak... Benar,
kita harus lakukan yang harus dilakukan.” Kata Yong Sik
“Lakukan
apa? Astaga. Apa aku tampak murahan
bagimu?” keluh Dong Baek berjalan pergi. Yong Sik pun Dong Baek itu seperti
remaja lalu berjalan pergi. Dong Baek melonggo kaget.
“Kurasa
kau sangat tertarik di bidang itu belakangan ini.” Ucap Yong Sik. Dong
Baek pun ingin tahu Janji macam apa.
“Ketahuilah
aku akan selalu ada dalam radius 400 m darimu mulai sekarang. Saat kau merasa
sedih atau kesal, jangan sedih sendirian. Kau hanya perlu segera lari ke
arahku. Kau hanya perlu menjanjikan hal itu” ucap Yong Si
“Mari
resmikan ini.. Mari janji kelingking.” Kata Yong Sik mengulurkan jeri
kelingkingna. Dong Baek pun mengalungkan jarinya mengaku janji dan langsung
melepaskanya. Dong Baek tersenyum melihatnya.
[EPISODE 13-14 -- PERI ONGSAN]
Pagi hari
Yong Sik
dengan santai makan ramyun, Dua teman dan Tuan Byun menatap Yong Sik seperti
tak percaya. Tuan Byun mengeluh Yong Sik itu tak cabut gigi bolong itu saja.
Yong Sik mengeluh terlahir dengan gigi super sehat, jadi, tak masalah.
“Jika kau
ingin pertahankan pekerjaanmu, kau perlu membuatnya sebanding.” Ucap Tuan Byun.
Yong Sik seperti tak peduli terus
“Apa
Enak? Kau menikmati mi itu? Kau datang bekerja untuk makan mi, kan?” Sindir
Tuan Byun.
“Aku
diminta diam.” kata Yong Sik. Tuan Byun bertanya oleh siapa. Yong Sik menjawab Dongbaek.
“Katanya
dia akan mengurusnya.” Ucap Yong Sik santai. Tuan Byun kaget dan bertanya apa yang akan dilakukan
Dong Baek.
“Apa Dia
akan menuntut juga agar impas?” tanya Tuan Byun. Yong Sik mengaku tak tahu
karena Dong Baek hanya mengatakan akan mengurusnya.
“Entah
kenapa aku percaya padanya. Kemarin, aku sadar dia sedikit berubah.” Ucap Yong
Sik tersenyum bahagia.
“Apa
Ongsan bisa mengubah orang? Aku merasa semua wanita di sini belajar sesuatu
sendiri.” Ungkap Tuan Byun tak percaya menatap keluar kantor.
Dong Baek
menatap lembaran didepan barnya [DISEWAKAN, TERSEDIA SEGERA] lalu bergumam
melihat ada empat tanda seru, seperti tanda yang menulis sangat marah. Saat itu
telp di barnya berbunyi, Dong Baek pun langsung bergegas mengangkatnya.
“Aku memindai
dan menyimpan semuanya. Aku akan kirim berkasnya lewat surel.” Ucap Nyonya Hong
menuliskan semua laporan di komputernya.
“Tapi
kenapa kau berbuat ini?” tanya Dong Baek heran.
Nyonya Hong pikir Dong baek tak bisa andalkan lembaran kertas.
“Jika
seseorang membawanya, maka kau tak punya apa-apa.” Ucap Nyonya Hong
menjelaskan.
“Jadi,
kau sungguh membantuku menuntut suamimu? SeJujurnya, aku hanya menulis di sini
seperti buku harian. Aku hanya butuh untuk cerita.” Akui Dong Baek
“Hasil
Rekam semua selayaknya entah itu cerita atau bukan. Pastikan semua tahu kau
punya itu.” Kata Nyonya Hong memasukan USB di kantung celana Dong Baek. Dong
Baek terlihat bingung
“Bukankah
kau selalu diikuti rumor? Aku yakin mereka selalu merugikanmu. Saatnya kau
untung karena rumor.” Ucap Nyonya Hong
“Aku tak
begitu mengerti.” Kata Dong Baek. Nyonya Hong menjelaskan Anggap saja Dong Baek membawa pedang.
“Jika ada
yang mengganggumu, gigit saja orang itu daripada menggeliat.” Tegas Nyonya
Hong.
Beberapa
bibi membahas ada buku berisi dosa orang di Camellia dan kekuasaan berubah
sekarang. Di sebuah ruangan, Sek membaca catatanya "Daftar tamu Restoran
C. 14 Agustus 2019. Pesta perpisahan Tuan Park dari kantor kementerian. Minuman
campuran alkohol berat dan bir..."
“Tunggu. Apa
Ada tentang keadaanku hari itu?” tanya Tuan Park tak percaya.
“Kau
mabuk berat, Pak.” Kata Sek. Tuan Park tak percaya alau "Mabuk berat"
lalu mengumpat marah pada mereka yang tak melakukan.
“Kami
mencampur minuman.” Kata Sek. Tuan Park kaget dan mengeluh kalau menyewa mereka
untuk mencampur minumannya.
“Kami
melakukannya karena kau suruh, Pak.” Ucap Sek. Tuan Park tak bisa berkata-kata
ingin tahu apakah bicara omong kosong.
“Apa
tindakanku bodoh?” tanya Tuan Park. Sek menjawab tidak ad Tapi Tuan Park
meninggalkan tanda tangan di dinding.
“Aku sudah
membuat ratusan tanda tangan, jadi, aku tak bisa membuat kesalahan. Masalahnya,
kau menulis sesuatu di dinding.” Jelas Sek-nya. Tuan Park ingin tau apa yang
dituliskanya.
“Tergantung penafsiran, itu bisa dianggap
agak... Agak... Menurutku, itu bisa dianggap kata-kata kotor.” Kata Sek-nya.
Tuan Park ingin tahu apa yang ditulisnya.
Tuan Park
yang mabuk menuliskan [DONGBAEK PUNYA
KAKI SEJUTA DOLAR] dan memberikan tanda tangan di bawahnya lalu menatap ke arah
Dong Baek.
Tuan No
kebingungan dan berpikir melaporkan ini ke partai lebih dahulu sambil berjalan.
Bibi Park melihat Tuan No bertanya-tanya apakah
berdamai lalu menyuruh agar pergi memohon kepada Dong Baek dan yakin
takkan dipenjara karena memperjuangkan demokrasi.
“Siapa
yang akan memilihmu jika kau dipenjara karena menyentuh tangan wanita bar?
Karier politiknya akan tamat.” Ejek Bibi Park tertawa mengejek.
“Ini
semua hanya manuver politik. Ini bisa dianggap penistaan nama baik figur publik
dan manuver politik. Bahkan Clinton menang pemilihan ulang. Ini tak akan bisa
bahayakan masa depanku.” Tegas Tuan No berjalan mundur untuk membela diri.
“Apa kau
Bill Clinton? Hei, orang-orang di Ongsan tak sebaik warga Amerika.” Kata Bibi
Kim
“Aku akan
ikuti jalanku. Kuda tak maju jika terus berbalik tiap kali anjing menyalak.”
Tegas Tuan No. Bibi Park mengeluh dengan yang dikatakan Tuan No.
“Dia
bahkan tak bisa bicara.” Ejek Bibi Park. Tuan No mengaku sungguh tak apa-apa.
“Aku akan
tetap tenang dan menjaga kudaku maju...” kata Tuan No yang langsung disela oleh
bibi agar pergi saja.
“Bawa kudamu
pergi. Kami harus bekerja. Berhenti buang waktumu di sini dan tunggangi kudamu,
Tolol. Kenapa kau berdiri menginjak lobak hijau keringku?” keluh Bibi Park.
“Kalian
yang mulai bicara.”kata Tuan No, Bibi Park menaku hanya mengobrol sendiri dan Tuan No yang
salah jalan
“Hei,
ritsletingmu turun.” Ejek Bibi Jung, Tuan No mengumpat kesal lalu berjalan
pergi.
Tuan No
masuk ke bar mencari di dalama laci dan tak menemukanya. Hyang Mi bertanya
apakah Tuan No mencari buku besar, lalu
memberitahu kalau Dong Baek membawanya. Tuan No mengeluh kalau itu seperti tas
tangan karena membawanya ke mana-mana.
“Apa Kau
berniat mencurinya? Kau tahu itu mencuri, kan?” ucap Hyang Mi Tuan No mengeluh kalau Hytak berhak
mengatakan itu kepadanya.
“Berikan
uang tiket pesawatku Jumat ini.” Kata Hyang Mi santai. Tuan No kesal berpikir
butuh pengusiran setan?.
“Aku
paham kau sedang kesulitan, tapi bukan hanya kau.” Sindir Hyang Mi. Tuan No
makin kesal berpikir Hyang Mi ingin bertengkar dengannya. Saat itu ibu Dong
Baek datang langsung memukul kepala Tuan No.
“Hei,
kenapa kau memukul kepalaku?” keluh Tuan No, Ibu Dong Baek menyuruh Menyingkir
dan mengaku punya demensia.
Dong Baek
duduk disofa sambil minum teh ingin tahu kenapa melakukan semua ini untuknya.
Nyonya Hong mengaku Tak ada alasan dan tak
tahan mengamati Dong Baek yang membuat orang tertarik. Dong Baek masih
penasaran alasan Nyonya Hong yang membantunya.
“Omong-omong,
krim mata apa... Ahh... Tidak, lupakan saja.” Ucap Nyonya Hong tak ingin
membahasnya. Dong Baek pun tak bisa menguliknya lagi.
Didepan
kantor hukum, Tuan No duduk dalam mobil tak percaya Nyonya Hong tu sungguh akan membela Dongbaek.
Ia lalu berpikir bisa menyalahkan semua tindakanya karena meminum obat ini saja. Saat itu Dong Baek
keluar dari kantor.
“Hei!
Tunggu.. Kenapa kau muncul dari sana? Kenapa kau temui istriku? Apa Kalian
bersekongkol melawanku?” ucap Tuan No marah.
“Aku
bertemu untuk konsultasi.” Kata Dong Baek memegang buku besar ditanganya.
“Apa itu
harta karunmu? Biar kulihat.” Kata Tuan No mencoba mengambilnya, tapi Dong Baek
bisa menahanya.
“Kenapa
kau memeluknya?” keluh Tuan No, Dong baek menegaskan kalau ini adalah miliknya
jadi urus saja urusannya.
“Hei!.. Mari
makan es serut.” Teriak Tuan No mengajak Dong Baek makan.
Akhirnya
Dong Baek makan dengan lahap es sambil terus memeluk buku ditanganya. Tuan No
pikir Dong Baek kurang paham situasi saat ini jadi akan menuntut Yong-sik juga.
Ia yakin bisa buktikan perbuatannya karena implannya lepas.
“Aku juga
punya bukti.” Ucap Dong Baek santai. Tuan No melihat Dong Baek memang wanita
bernyali.
“Bagaimana...
Apa Kau kira bisa begini pada induk semangmu?” kata Tuan No. Dong Baek mengaku
bisa. Tuan No tak percaya dengan ucapan Dong Baek.
"Jika
kau kasar padaku, aku juga akan begitu." Itu moto hidupku mulai sekarang.
Katanya, "Kotoran dihindari karena menakutkan, bukan kotor." Ucap Dong
Baek
“Dasar
Sial. Aku terbalik.” Gumam Tuan No. Dong Baek pikir kalau Tuan No takut maka minta
maaf saja.
“Lupakan.
Aku akan biarkan ini karena aku figur publik, jadi, mari sama-sama cabut
tuntutan.” Kata Tuan No
“Minta
maaf.” Balas Dong Baek seperti tak peduli. Tuan No pikir Dong Baek benar-benar tak
mengerti situasinya
“Yong-sik
memukulku lebih dahulu. Gigi nomor 36-ku lepas karena itu.”tegas Tuan No
“Kau
harus minta maaf.” Ucap Dong Baek. Tuan No menolak dan tak mau melakukanya.
“Aku
punya salinan digitalnya di dalam diska lepas dan salinannya dikirimkan lewat
surel.” Ucap Dong Baek saat Tuan No akan mengambil buku besarnya.
“Apa
kalian semua kuliah? Kenapa semuanya pintar?” keluh Tuan No akhirnya melepaskan
tanganya.
“Sampai
jumpa di pengadilan.” Tegas Dong Baek lalu berjalan pergi. Tuan No terlihat
gugup dengan tanganya mengepal tanganya.
“I’M
Sorry! I’m Sorry...” ucap Tuan No. Dong Baek menatap dingin agar Tuan No Berhenti
meremehkannya.
“ Aku
bicara bahasa Inggris... Baiklah... Aku sungguh minta maaf. Aku sungguh
menyesal Apa Kau puas?” kata Tuan No
“Jangan
macam-macam denganku lagi.” Tegas Dong Baek. Tuan No tak percaya dengan sikap
Dong Baek berpikir kalau sedang mabuk.
“Pelatuk
sudah ditarik dan Dongbaek yang lama sudah mati. Mulai sekarang, jika kau
sebutkan kacang, aku akan menembak.” Tegas Dong Baek.
“Hei, kau
dapat obat dari pembedah saraf di persimpangan?” tanya Tuan No tak percaya
mendengarnya.
“Aku akan
menembakmu tanpa ragu.” Tegas Dong Baek lalu berjalan pergi.
Dong Bae
berjalan pulang mengaku sungguh tak terbiasa dengan in dan Sungguh tak mudah
menjadi tangguh dalam semalam. Para bibi menatap Dong Baek yang berjalan menyembunyikan
buku dipungungnya. Dong Baek pun menyapa Bibi dengan sopan.
“Itu
pasti buku besarnya.. Aku tak percaya perempuan itu. Aku tak percaya dia. Aku
tak percaya dia menulis itu di belakang semua orang.” Komentar Bibi Kim.
“Mereka
pantas menerimanya. Itu membuat para pria tak bersyukur itu takut pada buku
besar. Dongbaek bisa sangat lihai. Itu pujian.” Komentar Bibi Park.
Lembaran
profil keluar dari pesan printer, masuk
ke dalam WARGA DALAM WILAYAH YURISDIKSI. Tuan Byun tak percaya kalau Polisi yang menyebut ini kerja sama.
Yong Sik pun mengartikan kalau minta mereka menyelidiki setiap orang dalam
wilayah yurisdiksi yang menggunakan ukuran sepatu 260 mm
“Apa kau
Belum lihat Unanswered Questions? Jejak kaki yang ditemukan di TKP ukuran 260
mm.” Jelas Detektif.
“Dengan
begitu, kami harus mulai dari anak-anak usia 15 tahun, dan kami harus periksa
semua yang masih hidup di atas usia itu. Kami tak punya cukup orang untuk...”
kata Tuan Byun.
“Semoga
berhasil.” Ucap Detektif. Yong Sik tak percaya mendengarna. Detektif mengulang semoga
berhasil.
“Astaga,
ukuran sepatumu juga 260 mm... Wahh... Tersangka nomor satu.”teriak Yong Sik
melepaskan sepatu detektif dengan nada
mengejek.
Yong Sik
membawa tumpukan profil mengeluh kalau detektif pikir ini tahun '80-an padahal butuh
investigasi ilmiah. Tuan Byun menyindir kalau mereka lakukan, maka Yong Sik tak
akan ikut. Tapi Tim sains yang akan lakukan. Yong Sik menegaskan tak setuju
investigasi seperti ini.
“Apa ada
yang minta persetujuanmu?” keluh Tuan Byun. Yong Sik pikir Investigasi payah semacam ini tak
terbayangkan di Miami.
“Maka
pergilah ke sana. Berhenti membuat kami pusing dan pindah ke kantor Miami.” Kata
Tuan Byun.
“Apa aku
harus datangi tiap rumah untuk mengukur kaki orang?” keluh Yong Sik
“Kau
harus serahkan lamaran ke polsek Miami. Jika kau ingin, maka aku bisa sediakan
referensi.” Ucap Tuan Byun.
“Kau bisa
ukur kaki orang-orang. Dan Aku selidiki sendiri.” Tegas Yong Sik memberikan
tumpukan kertas pada Tuan Byun.
“Enam
tahun dia lolos kejaran orang pintar, Kau bisa apa?” keluh Tuan Byun.
“Aku
punya kualitas yang mereka tak punya.” Tegas Yong Sik yakin. Tuan Byun ingin
tahu apa yang diinginkanya.
“Kau
pikir kau ini siapa?” ucap Tuan Byun mengejek. Dong Baek dengan yakin kalau ia
adalah penduduk asli Ongsan.
Bersambung
ke episode 14
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar