Terlihat
sekilas dari benda diatas piona yang diayun, foto Soo Yoon lalu seperti jatuh bulu-bula angsa
layaknya hujan salju. Lalu Seung Won melonggo ke arah balkon dengan wajah
melotot terkejut.
“Ada momen mengerikan yang tak
pernah ingin, kita hadapi dalam hidup.”
Setelah
itu Jae Chan panik melihat adiknya yang di bawa oleh polisi, tapi adiknya sudah
bawa langsung ke kantor polisi.
“Momen mengerikan itu selalu
didahului,. oleh beberapa pilihan yang memunculkan momen itu sendiri.”
Soo Yoon
keluar dari sekolah mengaku sebagai anak
Park Jun Mo menelp bagian kejaksaan karena hanya ingin tahu,
perkembangan kasus ayahnya. Tuan Choi memberitahu kalau menerima permintaan
korban untuk tidak menghukumnya, jadi mungkin akan diminta untuk segera
menyudahi kasus ini. So Yoon mengerti dengan wajah menahan amarah. Saat itu
Seung Won pun bergegas keluar dari kelas.
“Pilihan
sepele itu kembali, menjadi penyesalan dan menghantui kita kelak. Jika bisa
mengubah pilihan yang sepertinya tak berarti itu,. kita mungkin mampu
menghindari momen mengerikan itu.”
Soo Yoon
sudah siap mengambil botol ZAT ANTIBEKU,
Seung Won menahan tangan Soo Yoon untuk mengantar pulang. So Yoon kaget
menyuruh Seung Won melepaskan tangan dan berpura-pura tidak pernah melihatnya.
“Jangan
seperti ini. Ayo kita bicara di kantor polisi dan pengadilan. Pasti ada jalan
keluar.” Kata Seung Won menyakinkan.
“Tak ada
yang bisa kita lakukan, bahkan Kudengar jaksa akan mengubur semuanya. Dia bodoh
dan bekerja keras dengan sia-sia.” Ucap Soo Yoon marah
“Siapa
jaksa bodoh yang bekerja keras dengan sia-sia itu?” tanya Seung Won.
Hong Joo
bertanya Siapa Seung Won. Jae Chan memberitahu kalau itu adiknya dan ingin tahu
alasan Hong Joo menanyakannya. Hong Joo
menceritakan Di dalam mimpinya pria bernama yang Seung Won,membunuh seseorang.
Jae Chan kaget mendengarnya.
Seung Won
kaget mengetahui Namanya Jung Jae Chan. Soo Yoon dengan penuh amarah
memberitahu kalau Jaksa Jung Jae Chan bersekongkol dengan pengacara itu. Seung
Won yakin kalau itu Tak mungkin. So Yoon heran seperti Seung Won itu tak bisa
mempercayainya.
“Jaksa
itu,...adalah kakakku.” Kata Seung Won dan saat itu Jae Chan menelp, Seung Won
seperti tak ingin menjawabnya.
Jae Chan
terus berusaha menelp adiknya, tapi tak diangkat lalu memilih untuk segera
pergi. Hong Joo ikut khawatir mengikuti Jae Chan untuk pergi. Sementara Ibu So Yoon ada dirumah menelp anaknya, agar bisa menginap di rumah Sung Hee malam
ini
“Ibu dan
Ayah harus membicarakan sesuatu hari ini.” Ucap Ibu Soo Yoon
“Kenapa
aku tak boleh pulang?” kata So Yoon marah. Ibunya memohon dan langsung menutup
telpnya. So Yoon seperti sangat khawatir dengan ibunya.
Jae Chan
terus berlari memikirkan nasib Seung Won. Hong Joo menarik Jae Chan agar bisa
sadar lebih dulu dan meminta agar memastikan apakah mimpi mereka itu cocok
karena sebelumnya mengaku juga bermimpi, lalu bertanya Kapan kejadiannya. Jae
Chan mengatakan Malam ini.
“Kita
berdua mengenakan setelan yang kulihat di mimpi.” Ucap Jae Chan. Hong Joo mengertinya,
waktu mereka tidak banyak.
“Beri
tahu aku soal mimpimu secara detail.” Kata Jae Chan. Hong Joo mulai
mengingat-ingat kejadian dalam mimpinya.
“Tampaknya
seperti di ruang tamu keluarga kaya.Ada piano di tengah ruangan.” Ucap Hong Joo
mengingat rumah yang ditempati So Yoon dan keluarga. Jae Chan memikirkan
tentang Piano
“Ya.
Sepasang suami istri berkelahi di sana... Ah.. Tidak, aku tak bisa menganggap
mereka berkelahi, tapi Sepertinya wanita itu sedang dipukuli oleh suaminya.”
Cerita Hong Joo
Saat itu
Tuan Park seperti benar-benar marah dan langsung memukul istrinya, dengan alat
yang biasa digunakan untuk bermain piano. Saat itu juga So Yoon datang melihat
ibunya dan langsung mendekatnya. Hong Joo menceritakan So Yoon dan Seung Won
datang saat itu.
Seung Won pun menahan Tuan Park agar
menghentikanya, tapi Tuan Park tak mau kalah begitu saja dengan mengambil Stick
golf. So Yoon memperingatkan Seung Won agar menghindar. Tuan Park memecahkan
jendela lalu akhirnya terjatuh dari balkon dan menghantam mobil yang terparkir
di lantai bawah.
“Lalu,
selagi melerai perkelahian, Seung Won... Akhirnya ia mendorong sang suami hingga
terhempas dari balkon.”
Seung Won
benar-benar kaget, lalu menelp Seung Won dan mengatakan semua ini salah Kakanya
dan menjadi pembunuh karena Jae Chan.
“Dia menyalahkan kakaknya. Katanya,
ia menjadi pembunuh karena dirimu.”
Jae Chan
binggung kenapa adiknya mengatakan itu salahnya, lalu beprikir kalau ini
berhubungan dengan kasus Park Jun Mo. Hong Joo binggung apa maksud Kasus Park
Jun Mo, Jae Chan mengingat saat adiknya memberitahu kalau temanya mengadakan
resital piano hari ini dan mengajaknya pergi pada saat hari Valentine.
“Kau tahu
si Ahli Piano itu, Park So Yoon, 'kan? Dia ayahnya. Terdakwa, Park Jun Mo” ucap
Yoo Bum saat datang ke kantornya.
Lalu
karena selalu disindir oleh seniornya,
segera menyelesaikan laporan kasus dengan menuliskan “Pihak korban tak mau
tertuduh dihukum, maka kasus ini tak bisa diusut.” Lalu dengan bangga kala bisa
menyelesaikan. Bahkan tak sampai lima menit.
“Itulah sebabnya
ia bilang itu salahku, Karena aku membiarkan Park Jun Mo bebas. Apa Kau ingat
lokasi apartemennya?” kata Jae Chan.
“Aku
melihat dua bulan dari jendelanya.” Ucap Hong Joo. Mereka pun mencari dan
melihat dua balon besar warna putih bertuliskan "Pameran Star World"
akan terlihat seperti bulan dari kejauhan.
Tuan Oh
Kyung Han mengemudikan mobilnya, lalu memanggil Woo Tak untuk meminta
bantuanya. Tapi terlihat Woo Tak sedang tertidur pulang dibangku penumpang.
Tuan Oh mengeluh dengan yang dilakukan setiap malam karena malah tertidur.
Sementara Woo Tak mulai bermimpi.
Semua
orang sudah berkumpul di bawah apartement, ingin tahu siapa yang membunuhnya,
apakah Istrinya dan Putrinya. Lalu salah satu memberitahu kalau itu pemuda yang
datang ke rumah mereka untuk melerai. Seung Won pun dibawa untuk masuk mobil
dengan tangan di borgol.
“Ya ampun,
dia masih sangat muda dan juga sangat tampan.” Komentar tetangga lainya.
Seung Won
masuk ke dalam mobil dengan Woo Tak duduk disampingnya, lalu mengaku hanya
berusaha membantu ibu temannya. Setelah itu Jae Chan datang dengan wajah panik
mengetuk jendela mobil, Seung Won menangis meminta agar diselamatkan dan
mengaku tak membunuhnya.
Jae Chan
mencoba menahan mobil tapi adiknya sudah dibawa pergi oleh polisi. “Dia
adikku!.. Kumohon, lepaskan!” teriak Jae Chan histeris melihat adiknya di bawa
pergi polisi. Dua polisi memohon pada Jae Chan agar tak boleh melakukan ini.
Woo Tak
pun tersadar setelah bermimpi aneh. Tuan Oh mengejek Woo Tak sudah bangun. Woo
Tak mengelak kalau tak tidur. Tuan Oh menyuruh Woo tak mengusap dulu mulutnya.
Woo Tak lalu mengusap bibirnya.
“Boleh
aku yang mengemudi, Kyung Han?” kata Woo Tak. Tuan Oh pun menghentikan
mobilnya.
“Apa Kau
sakit perut?” tanya Woo Tak ketika turun dari mobil. Tuan Oh pikir karena tiram
yang dimakan jadi mulas.
“Gunakan
saja toilet di divisi patroli.” Saran Woo Tak. Tuan Oh setuju lalu pindah ke
tempat duduk. Woo Tak lalu melihat Jae Chan yang berlar menyeberang jalan, lalu
berpikir kalau itu orang yang ada didalam mimpinya. Tuan Oh bertanya ada apa,
Woo Tak mengelengkan kepala menutupinya.
Woo Tak
berkosentrasi mengemudi, teringat kembali saat Jae Chan menyelamatkan dengan
sengaja menabrakan mobilnya lalu berkata pada Yoo Bum.
“Kau mungkin
sudah membunuh pria itu jika aku tak menghentikan mobilmu.” Ucap Jae Chan
dengan kepala yang berdarah
Dalam
mimpinya, Jae Chan panik melihat sang adiknya harus dibawa ke kantor polisi
karena kasus pembunuhan. Tuan Oh mengeluh pada Woo Tak agar lebih cepat karena
tak bisa lagi menahanya.
Woo Tak
langsung menyalakan sirene dan memutar balik arah, Tuan Oh panik menyuruh Woo
Tak agar mematikan sirenenya karena tidak terlalu mendesak. Woo Tak segera
mengemudikan mobil.
Tuan Park
melihat Surat "Pengajuan Cerai" lalu melihat kalau istrinya juga
ingin agar bisa membiayai sekolah So Yoon di luar negeri, lalu mengejek dirinya
itu bukan UNICEF atau Bunda Teresa. Ibu So Yoon pikir mereka sudah menulisnya,
kalau Tuan Park akan melakukan apapun jika menulis pernyataan itu.
“Seakan-akan
kau pantas mendapatkan semua ini karena menulis surat itu. Kini hukum dan jaksa
memihakku. Jadi Untuk apa aku melakukan ini untukmu?” ucap Tuan Park sombong
merobek kertas penjanjian.
Ibu Soo
Yoon melotot kaget, saat itu juga So Yoon dan Seung Won berlari masuk ke
apartement.
“Apa Kau
tahu kenapa hukum memihakku? Jadi Meski aku melakukan semua ini...” kata Tuan
Park sambil menghancurkan semua barang mengunakan stick golf. Jae Chan dan Hong
Joo pun berlari masuk.
“Tak ada
yang bisa menyentuhku. Apa kau tahu itu? Karena semua yang ada di sini,
termasuk kau, adalah milikku Aku bisa bertindak semauku terhadap yang kumiliki.
Hukum sangat memahaminya karena ini adil.”kata Tuan Park murka.
“Aku akan
membuat pengajuan lagi.” Kata Ibu So Yoon sambil mengambil semua kertas yang
berserakan di lantai. Tuan Park sudah siap melampiaskan semua amarahnya.
Saat itu
juga terdengar alarm tanda kebakaran, Tuan Park pun terdiam. Di lantai bawah
Hong Joo sudah menekan tombol alarm peringatan untuk menghentikan aksi Tuan
Park menghabisi istrinya dan akhirnya jatuh dari balkon.
Ruangan
sudah berantakan, Tuan Park keluar melihat dari balkon rumahnya. Woo Tak dan
Tuan Oh pun datang dengan banyak orang sudah berkerumun, Woo Tak melihat dengan
jelas ke arah blakon, Tuan Park seperti juga pmenatapnya.
Pintu
lift terbuka, Jae Chan akhirnya menemukan adiknya. Seung Won kaget melihat
kakaknya yang datang. Jae Chan langsung menariknya seperti tak bisa
berkata-kata dan melihat So Yoon ada di dalam lift.
"Episode 5: Diam-Diam,
dengan Hebat"
Semua
berkumpul didepan apartement binggung karena ada suaranya lantang sekali dan
bertanya-tanya Siapa yang tekan alarm kebakaran. Soo Yoon berlari melihat
ibunya sudah keluar dari rumah, Ibu So Yoon melihat anaknya yang datang
terlihat tenang. So Yoon memastikan keadaan ibunya sambil memeluknya.
Hong Joo
ikut keluar, memastikan kalau keduanya sudah keluar. Beberapa orang mengeluh
dengan orang yang menekan alarm kebakaran membuat mereka keluar di cuaca yang
dingin. Salah satu pria melihat Hong Jooyang menekan alarm kebakaran.
“Kukira
aku melihat asap. Apa kau tak bisa mengendus bau terbakar?” kata Hong Joo
mencari alasan.
“Aku tak
mengendus apapun. Dimana kau melihat asapnya? Kurasa ia melakukan kejailan.” Ucap
wanita lain. Mereka menuduh Hong Joo mengajukan laporan palsu.
“Aku
sungguh melihatnya.” Kata Hong Joo berusaha untuk menyakinkan. Mereka tak
percaya begitu saja sampai akhirnya Woo Tak muncul.
“Aku juga
melihatnya, maksudku, asapnya. Jadi, ini bukan laporan palsu.” Kata Woo Tak.
Hong Joo kaget karena ada orang yang mempercayai padahal hanya kebohongan
belaka. Keduanya saling menatap, lalu beberapa orang pun binggung dengan
keadaan mereka sekarang.
Jae Chan
menarik adiknya ke taman memarahi kalau sudah menyuruhnya pulang dan tak
mendengarkan ucapanya. Seung Won menegaskan kalau punya alasan dan Jika ingin mendengarkannya
pejelasan maka akan mengerti alasannya.
“Aku
sudah tahu temanmu adalah putri Park Jun Mo. Kau kemari karena mencemaskannya.”
Ucap Jae Chan.
“Apa Kau
tahu? Tapi kenapa masih bersikap seperti ini? Haruskah aku berlagak bodoh?”
kata Seung Won heran.
“Ya! kau
akan tersakiti jika terlibat dan Kenapa kau tak menjawab ponselmu?” kata Jae
Chan.
“Aku tak
bisa menjawab karena kau membuatku malu! Kau bilang Berlagak bodoh? Apa Meskipun
hal mengerikan terjadi kepada temanku? Teganya kau mengatakan itu. Kau tak
pantas disebut jaksa!” ucap Seung Won marah
“ Kau
mungkin sudah membunuhnya jika aku tak mencegahmu.” Teriak Jae Chan
“Kau tak
boleh berkata seperti itu! Kau harus mengakui kesalahan Kakak, dan meminta maaf
karena telah menjadi jaksa gadungan. Kau
harusnya bilang "Aku akan menyidiknya dengan benar. Percayalah kepadaku.
kau tidak perlu khawatir." Dan Itu yang seharusnya diucapkan jaksa! Kau
kakakku, 'kan?” kata Seung Won kecewa dengan kakaknya. Jae Chan menahan adiknya
sebelum pergi.
“Ya,
seorang jaksa sama sekali tidak berguna. Tapi Sebagai kakak, kau sungguh tak
berguna.” Ucap Jae Chan ikut marah
“Benar.
Aku tak berguna Tapi kau lebih tak berarti daripada aku. Bahkan aku akan
terlibat masalah jika tidak bertindak. Sadarlah!” tegas Jae Chan.
Seung Won
merasa sangat malu dengan kakaknya. Jae Chan pikir Itu lebih baik daripada adiknya
yang terluka dan memperingatkan kalau Jangan terlibat dalam masalah So Yoon.
Seung Won seperti tak peduli memilih untuk pergi meninggalkan kakaknya.
Ibu So
Yoon menyuruh ankanya agar menginap di rumah Sung Hee. So Yoon menolak karena
sudah larut dan kembali menanyakan keadaan ibunya. Ibu So Yoon mengaku baik-baik
saja. Hong Joo melihat keduanya seperti kebingungan, lalu mendekat mengajak
untuk pergi ke rumahnya.
Keduanya
binggung siapa wanita yang tiba-tiba mengajak untuk tingal dirumahnya. Hong Joo
dengan percaya diri mengatakan kalau ia adalah pacar dari kakak teman So Yoon.
“Ayo
pergi dari sini sebelum suami Anda melihatmu.”kata Hong Joo mengajak keduanya
pergi
Saat itu
Tuan Park kebinggungan di antara orang-orang memanggil nama istri dan juga
anaknya, wajahnya lingung karena tak menemukan keduanya setelah kejadian alarm
kebakaran.
Hong Joo
berdiri di pinggir jalan merasa Sulit sekali memanggil taksi di lingkungan itu.
So Yoon dengan nada angkuh mengaku Ada
banyak tempat lain yang bisa mereka tuju. Hong Jooo dengan nada mengoda
bertanya dimana tempat itu.
“Kau bisa
Katakan. Aku akan mengantarmu ke sana.” Ucap Hong Joo
“Aku baru
ingat, ada banyak tempat yang bisa kita tuju.” Kata So Yoon. Hong Joo hanya
bisa tersenyum mengejek melihat tingkah So Yoon.
Woo Tak
mengemudikan mobil sambil menceritakan
pada Tuan Oh Kyung Han, kalau sebenarnya, bermimpi aneh sebelumnya dan didalam
mimpinya melihat. Tuan Oh seperti benar-benar merasa sangat mulas dan harus ke
toilet.
“Kita
akan segera sampai, jadi Tahan lima menit lagi.” Kata Woo Tak
“Kau
bilang Lima menit lagi? Tidak, ototku yang di bawah sini... Semenitpun aku
tidak tahan, Jadi Cepatlah.” Kata Tuan Oh. Woo Tak malah menghentikan mobilnya
karena melihat Hong Joo berada di pinggir jalan. Tuan Oh binggung melihat Woo
Tak malah menepi lalu keluar dari mobil.
Woo Tak
pun menyapa ketiganya bertanya apa yang sedang dilakukan di pinggir jalan. Hong
Joo mengatakan harus pulang, tapi tak ada bus di jam segini dan juga tak bisa
memanggil taksi. Woo Tak pun bertanya kemana tujuan mereka. Tuan Oh mengeluh
kalau sudah tak tahan dan harus pergi ke Toilet di divisi patroli.
“Aku
tinggal di dekat Sangku-dong.” Kata Hong Joo. Woo Tak pun mengajak untuk mereka
naik mobil saja karena akan berpatroli ke sana. Hong Joo langsung mengucapkan Terima
kasih. Tuan Oh benar-benar tak menyangka Woo Tak malah mengajak warga sipil dan
memberikan tumpangan.
Di dalam
mobil
Woo Tak
membahas kalau mereka berdua pernah bertemu, Hong Joo binggung seperti tak
mengingat Woo Tak orang yang diselamatkan dalam kejadian kecelakaan. Woo Tak
mengingatkan pada saat Di Hari Valentin karena mereka nyaris mengalami
kecelakaan serius.
“Benar.
Pantas saja kau seperti tak asing.” Ucap Hong Joo. Ibu Soo Yoon berpikir kalau
kecelakaan lain langsung menutupi telinga anaknya.
“Bukan
seperti yang Anda kira, tapi Maksudnya, kecelakaan mobil.” Jelas Hong Joo dan baru
tahu kalau Woo Tak adalah polisi rupanya.
“Aku
bahkan belum berterima kasih di hari itu karena terselamatkan.” Kata Woo Tak.
Hong Joo pikir tak masalah.
Sementara
Tuan Oh terlihat benar-benar tak bisa menahan lagi dengan mata sudah mendelik
keatas.
Di rumah
So Yoon
sibuk melihat semua ruangan tanpa peduli kalau itu rumah yang baru pertama di
masukinya. Ibu So Yoon meminta maaf karena sudah datang dan telah merepotkan
pada Ibu Hong Joo. Ibu Hong Joo pikir
anaknya sudah menceritakan kejadian sebelumnya, Ibu So Yoon memanggil anaknya
karena seperti tak sopan membuka pintu semua kamar.
“Apa Hanya
ada dua kamar?” ucap So Yoon dengan nada angkuh.
“Kalian
berdua di kamar utama saja dan Aku bisa tidur di kamar Hong Joo.” Kata ibu Hong
Joo mengalah
“Tak
usah. Kurasa aku dan ibuku sebaiknya tidur di ruang tamu.” Kata So Yoon. Ibu
Hong Joo melarang karena pasti nanti kedinginan.
“Jangan
merasa tak enak, Tidurlah di kamar utama.” Kata ibu Hong Joo
“Bukan
karena merasa tak enak tapi Aku lebih memilih tidur di lantai. Ibuku juga akan
memilih untuk tidur di sofa. Bukankah begitu, Ibu?” kata So Yoon. Ibunya
binggung melihat reaksi anaknya.
“Ya,
tentu saja... Aku ingin tidur di sofa.” Kata Ibu So Yoon
“Baiklah,
akan kuambilkan matras.Kau sebaiknya tidur dengan matras. Jika tidak, lantai
dingin akan membuat wajahmu kaku.” Kata Hong Joo
“Sudah
kubilang, aku suka tidur di lantai.” Kata So Yoon dingin. Ibu Hong Joo meminta
anaknya agar bisa mengambilkan penghangatnya. So Yoon menolak.
“Kulitku
kering, dan penghangat hanya akan membuatnya makin parah.” Kata So Yoon sinis.
Ibu Hong Joo pun tak bisa berkata apa-apa lagi.
“Dia
kurang bergaul karena anak semata wayang. Maafkan aku.” Ungkap Ibu So Yoon. Ibu
Hong pikir tak masalah karena Kulit putrinya juga kering, jadi, benar-benar
memahaminya. Hong Joo memegang wajahnya seperti tak merasakan hal yang sama.
Jae Chan
pulang ke rumah membaringkan tubuhnya di kasur lalu menatap foto keluarganya di
samping tempat tidurnya. Pikiran melayang saat masih bersama ayah dan ibunya.
Flash Back
Ibu Jae
Chan terlihat benar-benar marah mengaku sangat malu, karena Jae Chan sangat mempermalukannya dan malu
berjalan di lingkungan ini. Ayah Jae Chan memohon pada istrinya agar tenang
karena memegang bara ditanganya agar menaruhnya saja dan bicara baik-baik,
serta memohon agar Jangan menakuti mereka seperti ini.
“Apa Aku
menakutimu? Apa Ini mengerikan bagimu? Bagiku, uang lebih mengerikan. Anak
bodoh itu ditipu dan kini ia berutang 5 juta Won. Itu jauh lebih menakutiku
daripada hal lainnya.” Ucap Ibu Jae Chan marah besar.
“5 juta
Won... Sebenarnya, jika kita berpikir soal mengganti rugi, semua kerusakan
properti dan bisnisnya, 5 juta Won terdengar cukup masuk akal. Wajar saja jika
yang melakukannya mengganti rugi.” Kata Ayah Jae Chan seperti santai
“Ahh..
Begitukah? Haruskah kita membahas yang benar dan salah? Putra sulung kita membodohi
kita dan mencuri uang, dari kita untuk membeli motor. Lalu ia menabrak sebuah
toko dan menyebabkan semua kerugian ini! Dan Kau juga. Aku harus bekerja keras
karena upahmu kecil. Dengan begitu, kalian berdua pantas dihukum mati!.. Baiklah,
lebih baik kita semua mati hari ini!” kata Ibu Jae Chan langsung menjatuhkan
batu bara ke lantai.
Saat itu
juga api pun keluar dari lantai. Ibu Jae Chan panik lebih dulu, Ayah Jae Chan
juga panik mencoba untuk mematikan api, Jae Chan hanya melihat dengan santai
mengeluh dengan yang dilakukan ibunya.
“Katanya
kita semua harus mati. Apa Ibu mencemaskan lantainya?” ucap Jae Chan. Ibunya
makin marah mengusirnya untuk keluar dari rumah. Jae Chan dan ayahnya pun
akhirnya keluar dari rumah.
Keduanya
duduk di atap dengan menahan rasa dingin. Tiba-tiba Seung Won datang membawakan
slepping bad dan juga alat pemanas.Keduanya kaget kalau anak bungsu datang
memberikan pertolongan. Seung Won memberitahu kalau ibunya meminta agar tak
mengirim semua ini.
“Kakak.
Cobalah menjaga sikap, mengerti?” kata Seung Won. Jae Chan kesal melihat
adiknya. Seung Won pun bergegas menuruni tangga.
Keduanya
tidur dengan sleeping bag dan pemanas di atas kepala mereka Ayah Jae Chan
dengan membaringkan tubuhnya bertanya apakah anaknya sudah tidur, tak terdengar
suara Jae Chan berpikir kalau sudah tidur dan langsung duduk sambil mengarahkan
pemanas pada anaknya.
“Maafkan
Ayah... Kau pasti sangat kesal kepada Ayah saat di kantor polisi, Semua ini
karena Ayah payah, Karena Ayah tak becus.. Ayah sangat menyesal. Ayah hanya tak
mau kau menjadi sepertiku. Ayah ingin hidupmu, jauh lebih baik.” Ucap Ayah Jae
Chan.
“Mungkin
itu alasannya harapan Ayah selalu tinggi... Ayah ingin kau lebih tinggi
daripada ayah. Ayah ingin kau mempunyai mobil, meski ayah selalu naik bus. Ayah
tak pernah naik pesawat,tapi Ayah selalu ingin kau naik pesawat kelas satu.” Ungkap
Ayah Jae Chan
“Ayah
memulai karier sebagai PNS Tingkat Sembilan, jadi, ayah ingin kau memulainya di
level yang lebih tinggi. Kau mungkin memanipulasi rapormu seperti itu, karena
merasa tak bisa memenuhi, harapan ayah. Maaf karena ayah telah menekanmu. Ayah
memang payah. Maafkan Ayah.” Ungkap Tuan Ayah Jae Chan. Sementara Jae Chan
ternyata tak tertidur hanya bisa menangis mendengar ungkapan perasaan ayahnya.
Hong Joo
berdiri dibawah pohon dengan salju yang turun, lalu menatap Jae Chan didepanya
dan mendekat seperti ingin menciumnya lebih dulu. Hong Joo pun terbangun dari
tidurnya merasa tak percaya kalau dirinya yang terlalu bergairah bahkan yang
pertama kali menciumnya.
“Tak
mungkin. Itu membuatku tampak menyedihkan!” ungkap Hong Joo tak akan membuat
mimpinya jadi kenyataan.
Ibu Hong
Joo keluar dari kamar lalu melihat So Yoon dan ibunya sudah menyiapkan makanan
untuk sarapan. So Yoon dengan nada angkuh mengaku hanya bisa memakan masakan
ibunya dan tak bisa beraktivitas tanpa masakan ibunya jadi mempersilahkan ibu
Hong Joo untuk duduk karena sudah menyiapkan peralatan makan ekstra. Ibu Hong
Joo pun mengucapkan Terima kasih walaupun merasa risih karena So Yoon seperti
menganggap rumahnya sendiri.
“Ibu,
dimana penyedot toiletnya? Toiletnya tersumbat. Seperti ada sapi yang membuang
kotoran besar di sana!” terik Hong Joo melonggo dari pintu kamar mandi. So Yoon
mengelak kalau bukan ia.
“Hei, nanti
saja. Ayo kemari sekarang... Cepatlah!” kata Ibu Hong Joo tak enak hati. Ibu So Yoon merasa tak enak karena sangat
merepotkan.
“Tidak
sama sekali. Anggap saja kotoran itu milikku... Maksudku, santai saja dan
anggap sedang rumah sendiri. Jadi Tenang saja” ucap Ibu Hong Joo. Ibu So Yoon
tak lupa mengucapkan Terima kasih.
Jae Chan
sibuk didapur membuat telur mata sapi, tapi cipratan minyak mengenai wajahnya,
jeritan keras pun terjadi. Ia melihat daun bawang ukuran besar dan binggung
untuk memotongnya, akhirnya ia memotong ukuran besar dan membuat tanganya
sedikit teriris. Ia pun menyiapkan nasi
untuk sarapan dan Seung Won keluar dari kamar.
“Sarapan
dulu sebelum berangkat.” Ucap Jae Chan. Seung Won dengan dingin mengaku tak
berselera dan akan memakai sepatunya.
“Sejak
kapan ia memperdulikan hal semacam itu?” keluh Jae Chan tak peduli memilih
untuk makan sendiri.
“Aku
takkan pernah menjadi jaksa.” Kata Seung Won. Jae Chan pikir tak perlu khawatir
karena adiknya takkan bisa menjadi jaksa dengan nilai yang didapatkan, lalu
mengoda kalau masakanya sangat lezat sekali.
“Apa Kau
sungguh tak mau makan? Nanti kau menyesal.” Goda Jae Chan. Seung Won tak peduli
memilih untuk segera keluar dari rumah. Jae Chan mengeluh adiknya yang sungguh
keras kepala.
Hong Joo berbicara
pada Ibu So Yoon untuk mencoba
mempercayai jaksa itu. Ibu Hong Joo pikir percaya saja kepadanya dan tetaplah
di rumahnya sampai kasusnya selesai. Ibu So Yoon pikir Kasusnya sudah ditutup
dan Jaksa telah memutuskan untuk tidak mendakwa suaminya.
“Sebenarnya
aku sudah menanyai dia soal hal itu. Asisten kepala jaksa belum menyetujuinya,
jadi, kasusnya belum ditutup. Jadi, jika Anda bisa sedikit membantunya...” ucap
Hong Joo dan langsung disela oleh So Yoon dengan nada sinis.
“Membantunya
dengan apa? Pengacara Ayah dan jaksa bodoh itu sudah mengakhiri permainan itu.”
Kata So Yoon.
“Kenapa
kau menyebutnya bodoh?”kata Hong Joo membela. So Yoon pikir Semua jaksa bodoh.
“Mereka
hanya membutuhkan pernyataan korban untuk membebaskan tertuduh.” Kata So
Yoon. Hong Joo pikir lebih baik jangan
buat pernyataan.
“Andai
ibuku tak menulisnya,... Ayah mungkin akan memukuli ibuku sampai ibuku
menulisnya.” Kata So Yoon.
“Kalau
begitu, beri tahu jaksa soal semua kekerasan dan penyerangannya.” Balas Hong
Joo .
“Kubilang,
tak ada gunanya. Mereka bersekongkol menipu kami!” tegas So Yoon dengan nada
tingi
“Hei,
bagaimana mungkin orang bodoh melakukan hal semacam itu?” ucap Hong Joo membela.
So Yoon
pikir Hong Joo sudah mengakui bahwa mereka bersekongkol. Hong Joo mengaku bukan
itu dan mengajak untuk bertaruh kalau Jaksa
itu akan menyidik Ayah So Yoon dan memasukkannya ke penjara, lalu binggung
untuk bertaruh dengan apa.
“Berhentilah
berusaha terlalu keras. Kau mungkin tak punya apapun untuk dipertaruhkan.” Ucap
So Yoon mengejek lalu bergegas masuk ke dalam kamar mandi
“Hei! kau
yang membuat toiletnya tersumbat, 'kan. Itu Jelas, kau yang membuang kotoran
besar itu.” Kata Hong Joo mengejek. So Yoon mengeluh Hong Joo itu Kekanak-kanakan
sekali mereka saling adu mulut siapa yang memiliki kotoran sampai membuat
tersumbat.
“Terkadang,
membesarkan anak semata wayang memang sulit sekali.” Bisik Ibu So Yoon melihat
keduanya yang adu mulut.
“Aku
selalu berpikir itu lebih baik daripada dia ada dua. Dia mirip ayahnya, bukan
aku.” Kata Ibu Hong Joo.
Jae Chan
pergi ke apotik sebelum berangkat ke kantor, saat itu Hong Joo seperti sudah
menunggu di halte bus. Hong Joo terlihat senang melihat Jae Chan yang datang.
Jae Chan pikir Hong Joo telah meramalkan dalam mimpinya kalau akan ada di halte
bus. Hong Joo mengaku bukan itu tapi memang sengaja sedang menungguny.
“Hei...
Dahimu kenapa? Lalu...Jarimu juga.” Kata Hong Joo melihat luka di wajah dan ujung
jari Jae Chan yang teriris.
“Aku terluka
selagi membuat sarapan.” Kata Jae Chan. Hong Joo tiba-tiba langsung bergegas
pergi. Jae Chan dibuat bingung kemana Hong Joo akan pergi.
Bersambung
ke episode 6
Yee makasih mbak udah bikin sinopsisnya. Semangat terus yah mbak. Salam kenal
BalasHapusmakasih kak udah buat sinopsisnya, ijin jadikan list di daftar sinopsis drama korea
BalasHapus