PS
: All images credit and content copyright : TVN
Ji Ho
memberikan segelas minuman, Se Hee masih mengingat saat berlutut didepan ayah
Ji Ho dan mengatakan “Aku tidak akan pernah membiarkan tangan putri Anda
keringatan.” Wajahnya masih terlihat sangat shock. Ji Ho menanyakan lutut Se
Hee dan mengaku kalau tidak pernah menginginkan hal itu terjadi.
“Tapi
jika ayahku banting meja, maka tamatlah sudah semuanya. Jadi aku tidak bisa
menghentikannya. Tapi itu membuatnya percaya padamu. Pada akhirnya, itu
tidak...”kata Ji Ho dan disela oleh Se Hee.
“Aku
ingin tahu siapa yang buat ungkapan itu. Aku mengatakan "Aku tidak akan
membiarkan tangan putri Bapak keringatan." Apa itu masuk akal? Padahal ada
banyak sekali pilihan. Itulah yang paling aneh.” Ucap Se Hee terlihat masih kesal
lalu pergi masuk ke dalam kamarnya.
Ji Ho
membaca pesan yang dikirimkan Ho Rang [Semoga ini bisa membantu! Semoga
berhasil. Ji Ho] lalu berpikir kalau yang dikatakan temanya itu benar. Ho Rang
mengirimkan pesan bertanya apakah Pertemuan
dengan penulis berjalan lancar. Ji Ho membahas kalau lancar berkat Ho Rang dan
mengucapkan terimakasih.
“Ji Ho,
aku sangat sedih. Aku berdebat lagi sama Won Seok. Entahlah. Aku lelah. Aku
hanya ingin mengakhiri segalanya.” Tulis Ho Rang. Ji Ho seperti tak ingin
membahas dalam chat akan mengajak mereka makan bersama besok.
Ho Rang
melihat Pic Profile Won Seok kalau foto mereka yang terlihat sangat kompak,
tapi sekarang seperti sedang kesal. Won Seok pulang ke rumah, Ho Rang buru-buru
berbaring dengan memberikan pungungnya. Won Seok melihat Ho Rang hanya minum
banyak bir tanpa makan.
“Ho Rang,
Apa kau sudah tidur?” ucap Won Seok mendekati pacarnya. Ho Rang hanya diam saja
dengan berpura-pura tertidur.
“Maaf... Aku
tahu aku bukan pacar yang baik. Seharusnya aku lebih memahamimu.” Kata Won
Seok. Ho Rang langsung membalikn badanya dan terlihat sedang menangis.
“Maaf
karena membuatmu sudah menunggu lama. Aku tahu apa keinginanmu Jadi aku akan
mewujudkannya. Kau pasti frustrasi.” Kata Won Seok mengusap air mata Ho Rang
dan memintanya agar jangan menangis, lalu ingin memeluknya.
Ho
Rang kesal menyuruh Won Seok menjauh
sambil bercerita temanya yang sudah beli sofa terakhir. Won Seok meminta maaf
sambil memeluknya, Ho Rang pun langsung tersenyum memaafkanya dan Won Seok
langsung menarik selimut.
Ji Ho
keluar kamar melihat Se Hee yang mau
berangkat kerja sekarang. Se Hee memberikan amplop sebagai ganti untuk hadiah
yang berikan Ji H pada orang tuanya kemarin jadi harus membagi pembayarannya.
Ji Ho pikir tak perlu karena lebih baik membayar sendiri karena Se Hee juga
pasti kelelahan dan menanyakan keadaan lututnya.
“Kupikir-pikir
kau cukup bijak kemarin Untuk pernikahan kita, bertemu orang tua, sebenarnya
adalah bagian terpenting. Karena kau membuat keputusan tepat, Jadi semuanya berjalan lancar dan Semua teratasi. Untunglah
kau berpikir seperti itu.” Kata Se Hee. Ji Ho membenarkan.
“Kurasa
aku juga akan memberitahu keluargaku hari ini.” Kata Se Hee. Ji Ho kaget kalau
hari ini juga.
“Keluargaku
juga sangat mengutamakan laki-laki. Tapi ini seperti punya dua bos dengan salah
satu dari mereka jadi asistennya.” Jelas Se Hee.
“Apa
ibumu yang jadi semacam asistennya?” tanya Ji Ho
“Ya.
Karena itu aku mencoba menyampaikannya ke ibuku dulu. Dan Kalau begitu, apa
bisa kita berfoto?” kata Se Hee. Ji Ho binggung untuk apa melakukan itu.
“Ini
lebih meyakinkan daripada cuma mengirim SMS ke mereka.” Ucap She Hee. Ji Ho pun
menganguk mengerti.
Se Hee
seperti sangat kaku dan tak pandai mengambil foto selfie. Beberapa kali hanya
ada bagian kepala yang terlihat. Ji Ho pun memberikan pengarahan untuk memegang
kamera yang benar. Se Hee mencobanya tapi tanganya seperti kesusahan untuk
mengambil gambar dengan tangan kirinya.
Di
kantor, Se Hee mengirimkan pesan pada ibunya dengan mengirimkan gambarnya dan
caption “Aku akan menikahi wanita ini.” Lalu membiarkan ponselnya diatas meja.
Bo Mi mendekat bertanya apakah Se Hee tak ingin makan siang. Se Hee mengatakan
nanti setelah mengangkat telpnya, Bo Mi heran melihat ponsel Se Hee kalau tak
ada yang meneleponnya. Se Hee yakin kalau nanti pasti ada dan ponselnya pun
berdering, saat itu juga ibunya menelp.
Won Seok
dan Sang Goo terlihat baru saja selesai makan siang bersama. Sang Goo merasa
tak percaya karena Won Seok yang bisa mentraktirnya makan. Won Seok pikir harus
mentraktir seniornya karena sudah
mengenalkan pada investor. Sang Goo melihat Pakaian Won Seok terlihat
cerah, dan bisa menebak kalau mereka sudah berbaikan.
“Aku akan
membeli sofanya hari ini.” Kata Won Seok. Sang Goo memujinya karena tak mungkin
Won Seok yang bisa menjalani hidup
seperti itu
“Kau
harus bekerja dengan apapun yang dimiliki dan Itulah namanya hidup.” Kata Sang
Goo bangga
“Saranmu
berguna sekali. Jika tidak, aku pasti tidak tahu apa-apa seperti orang idiot. Kau
memang penasihat terbaik soal masalah wanita.” Puji Won Seok.
Sang Goo
memperlihatkan pesan di ponselnya “ Ini kamar 303. Kapan kau datang?” Won Seok
pikir Sang Goo baru punya pacar dan melihat namanya “Cigarette Light” Sang Goo
mengaku kalau itu bukan pacarnya, tapi gadis yang ditemui saat meminjam korek
dan mereka masuk ke kamar 303 malam itu juga. Won Seok penasaran apa yang
terjadi setelah itu di Motel.
“Aku bertemu
dengannya beberapa hari lalu, tapi dia mengabaikanku. Dia bilang tidak ingat
aku. Jadi aku melempar umpan layaknya profesional. Dia pasti akan segera
membalasnya. Dia akan bilang Kamar 303? Apa maksudmu?.” Jelas Sang Goo. Won Seok ingin tahu apa yang dikatakan Sang
Goo selanjutnya
“Bukankah
ini nomor Ji Eun?.. Aigoo, maafkan aku. Kukira ini nomor Ji Eun karena aku
menyimpannya dengan nama kamar 303.” Kata Sang Goo mengunakan pendekatan pada
wanita dengan berpura-pura salah sambung. Won Seok memujinya Sang Goo sangat
hebat.
“Tentulah...
Dia 'kan bukan satu-satunya dari kamar 303. Bahkan ada Sun Young, Mi Ja, Sook
Hee, dan semua orang dari kamar 303 dan Pasti dia nanti kesal sekali. Jadi Dengarlah...
Kemarahannya akan mencapai tingkat cukup tinggi dan dia akan membalasku setelah
tak kuat menahan emosinya.” Ungkap Sang Goo. Won Seok pikir ia dapat saran lagi
darinya. Sang Goo dengan bangga mengajak Won Seok untuk pergi.
Ji Ho
keluar dari ruangan menerima pesan “Ini kamar 303. Kapan kau datang?” lalu
mengeluh kesal pada si Idiot dan tak mengubris pesanya. Saat itu Manager Park bersama teman-temanya
melihat Ji Ho akan pulang dan meberitahu kalau mereka mau minum dengan CEO Lee.
Ji Ho mengatakan tak mendapat pesan. Manager Park mengaku baru saja menerimanya
dan mengajak Ji Ho untuk ikut bersama saja walaupun hanya sebentar.
“Aku ada
janji. Jadi sepertinya tak bisa ikut. Maaf.” Kata Ji Ho menolak. Manager Park
ingin tahu siapa yang akan ditemui Ji
Ho.
“Apa Kau
mau kencan?” goda Manager Park. Ji Ho menyangkalnya.
“Apanya
yang tidak? Kalau dilihat-lihat, kau
pakai riasan dan baju bagus. Wah... Dia pasti punya pacar. Daebak.” Ucap
Manager Park mengejek. Ji Ho dengan ramah berjanji akan ikut lain waktu dan
pamit pergi, wajahnya langsung kesal melihat Manager Park yang selalu
mengodanya.
“Jangan
pulang telat dan Jangan minum banyak-banyak. Ibumu nanti khawatir.” Teriak
Manager Park mengejek.
Ji Ho
pergi menemui Won Seok yang sudah menunggu. Won Seok heran melihat penampilan
Jo hanya mengunakan sepatu kets dan melepas stockingnya, lalu bertanya apakah
orang-orang perusahaan tahu Ji Ho berpakaian seperti ini. Ji Ho mengeluh Won
Seok yang menelpnya karena harus menempuh kemacetan. Won Seok mengatakan Ji Ho
harus ikut denganya.
“Pacarmu
'kan bekerja di sini. Kenapa kau tidak pergi sama dia?” keluh Ji Ho
“Tak bisa.
Aku mau membelinya diam-diam, Nanti kau tahu sendiri.” Kata Won Seok bangga.
Ho Rang
keluar dari restoran melihat Won Seok keluar dari toko perhiasan dan
bertanya-tanya kenapa pacarnya datang disiang hari dan berpikir datang untuk
menjemputnya. Lalu ia melihat Ji Ho yang ikut keluar, dan mulai bertanya-tanya
mereka datang ke dekat tempat kerjanya bahkan
tidak meneleponnya.
Akhirnya
Ho Rang mencoba menelp Won Seok, untuk menanyakan keberadaanya. Won Seok
mengaku kalau sedang ada dikantor dan bertanya kenapa menelp. Ho Rang mengaku
kalau hanya ingin menelp karena sebentar lagi pulang. Won Seok langsung menutup
telpnya.
“Kenapa
ini? Apa jangan-jangan mereka..... Jangan bilang....” kata Ho Rang mulai
curiga.
Soo Ji
berjalan dibelakang Won Seok menerima pesan dari Ho Rang. “Aku melihat kalian berdua, jadi Katakan
sejujurnya. Won Seok mau membelikanku sesuatu,kan?” Soo Ji terlihat kaget dan
membalas pesan temanya
“Hei, pura-pura
saja kau tidak tahu.. Won Seok ingin memberikan kejutan buatmu. Sampai nanti di rumah.” Tulis
Soo Ji. Ho Rang mengerti dan akan pulang cepat ke rumah dengan senyuman
bahagia.
Won Seok
dan Soo Ji terlihat sangat kelelahan duduk di tempat tidur. Soo Ji tahu alasan
Won Sok yang menyuruhnya datang. Won
Seok membenarkan karena tak mungkin bisa mengangkat sendirin dan pasti melelahkan
sekali.
“Hei,
Menurumu Ho Rang pasti kaget sekali lihat ini, 'kan? Matanya pasti langsung
copot.” Kata Won Seok bangga.
“Kalau
matanya copot, maka kau masukkan lagi matanya. Berapa kali angsurannya?” kata
Soo Ji. Won Seok mengatakan 12 bulan dan itu sangat penting baginya.
“Dia
pasti sudah lama menunggu dan Paling tidak ini yang bisa kulakukan.” Kata Won
Seok.
Soo Ji
melihat ponselnya nama [Idiot] kembali
mengirimkan pesan. Won Seok bertanya siapa itu karena disimpan dengan nama
umpatnya. Soo Ji mengaku ada seseorang
dan langsung memblokirnya. Won Seok heran karena Soo Ji malah memblokirnya.
Sang Goo
terlihat kebinguan melihat 3 pesan dari ponselnya “Ji Eun, bawakan bajuku nanti... Young In,
ini Oppa Kamar 303.” Tapi tak ada balasan dari Soo Ji . Ia pun heran kenapa Soo
Ji bahkan tidak mengecek pesannya.
“Ada
e-mail dari HK.. Isinya laporan akhir hari demo.” Kata Se Hee masuk ke pantry.
Sang Goo bertanya siapa namanya.
“Aku
tidak ingat namanya.” Ucap Se Hee. Sang Goo bertanya apakah itu Dari Asisten Woo.
“Bukan,
dari Asisten Park Jin Ho.” Kata Se Hee. Sang Goo kesal hanya bisa membaringkan
tubuhnya disofa mendengar nama Park Ji Ho.
Ho Rang
berjalan dengan teman-temanya melihat toko furniture, dan melihat dietalase kalau Sofa itu pasti
sudah terjual. Pegawai memberitahu kalau ada orang membelinya walaupun itu cuma
sebagai display, lalu merasa tak enak pada Ho Rang karena takkan bisa
membelinya di tempat lain.
“Tak apa.
Waktu aku pindah nanti,maka aku juga pasti butuh barang yang lebih besar pula.”
Kata Ho Rang bangga. Semua kaget mengetahui Ho Rang yang akan pindah rumah.
“Bukannya
kontraknya belum berakhir?” kata salah satu pegawai tahu tentang Ho Rang
“Kurasa
aku harus pindah sebelum kontrak usai.” Ucap Ho Rang bangga.
“Apa
mungkin Manajer Yong mau menikah?” kata salah satu temanya. Ho Rang mengatakan
Belum pasti untuk saat ini Tapi dalam waktu dekat ini.
“Baguslah.
Jadi Bu Manajer harus menangkap buket bungaku di pesta pernikahanku nanti.”
Kata Seul Gi. Ho Rang pun dengan bersemangat mengangukan kepala.
Ho Rang
berlari memeluk Ji Ho yang berjalan kerumahnya. Ji Ho mengaku baru saja menelp
temanya. Ho Rang melihat Ji Ho yang membawa kue, Ji Ho mengatakan kalau Won
Seok menyuruh untuk membelikanya karena ada yang mau dirayakan.
“Apa hari
ini hari istimewa?” tanya Ji Ho binggung. Ho Ran tak percaya Won Seok
mengatakan seperti itu lalu mengejek pacarnya memang bodoh.
“Dia tak
pandai sekali kasih kejutan... Ji Ho, hari ini...” kata Ho Rang. Ji Ho pikir
keduanya akan..
“Ini
rahasia,.. Aku harus pura-pura terkejut nanti.” Kata Ho Rang berusaha untuk
terlihat terkejut dengan wajahnya. Ji Ho pikir Mata temanya seperti mau copot lalu melihat Se Hee menelp
dan menyuruh Ho Rang duluan saja karena harus mengangkat telp lebih dulu.
Ho Rang
berjalan ke atap rumah, terdengar suara Won Seok memberitahu kalau Ho Rang
sebentar lagi datang dan menyuruh Soo Jin agar mematikan lampunya. Ho Rang
berpura-pura kebingungan memanggil Won Seok karena lampunya mati semua dan
bertanya apakah belum di rumah.
Tapi saat
masuk rumah, Soo Ji dan Won Seok memperlihatakan sofa yang dinginkan Ho Rang.
Ho Rang sempat terdiam melihat sofa yang
membuat ruangan makin sempit. Won Seok pikir mata pacarnya sudah mau
copot dan terkejut sampai tak bisa
berkata-kata. Soo Ji pun menyetujuinya.
Ji Ho
mengucap syukur karena merasa khawatir ibu Se Hee tidak mempercayainya. Se Hee
mengatakan kalau itu karena berkat foto mereka. Ji Ho mengatakan kalau akan memberitahu teman-temannya malam ini
juga. Se Hee mengetahui yang dimaksud adalah teman SMAnya itu.
“Ya, aku
ragu memberitahunya karena ada temanku juga yang sepertinya mau menikah lebih
dulu sebelum aku.” Kata Ji Ho. Se Hee pikir itu bagus.
“Tapi ini
terlalu mendadak Jadi aku tidak tahu apa mereka akan percaya omonganku.” Kata
Ji Ho khawatir.
“Akan
kukirim foto pasangan kita pagi hari tadi. Kenapa tidak tunjukkan itu saja,
biar mereka percaya?” ucap Se Hee. Ji Ho menyetujuinya dan menerima foto mereka
yang terlihat kaku.
Ji Ho
berjalan akan masuk kamar merasa gugup kalau tak mungkin bisa menunjukkan foto
pada teman-temanya, lalu saat itu pula terdengar teriakan Ho Rang dari dalam
rumah seperti sangat marah. Ho Rang
mengumpat Won seok sudah gila dan ingin menaruh dimana sofa yang baru
dibelinya.
“Tapi kau
'kan mau sofa ini. Aku sudah menyisakan Ruangan dan membeli sofa terakhir dari
toko itu. Apa lagi yang salah? Apa lagi masalahnya?” kata Won Seok binggung.
“Apa Kau
ini lagi main Tetris ? Coba Lihatlah kamar kita. Apa kau pikir, ada ruang buat
kita makan disini? Apa kita akan makan di sofa ?” kata Ho Rang marah
“Ya... kenapa
tidak bisa makan di sofa?” pikir Won Seok. Ho Rang merasa memang sama sekali tak bisa bicara dengan
pacarnya dan membuat sangat memalukan sekali.
“Apa?!!! Kau
bilang malu denganku?.. Hei.. Ho Rang, Apa cuma itu yang bisa kau katakan?”
kata Won Seok akhirnya mulai marah
“Lalu apa yang harus kukatakan? Kau sama sekali
tidak bisa mengerti. Apa gunanya kau kuliah tinggi-tinggi tapi tak bisa
mengerti? Sudahlah” kata Ho Rang marah.
“Apa Cuma
itu yang bisa kau katakan? Lalu kenapa kau tidak membuatku agar mudah
dimengerti? Kau harusnya membantu aku mengerti daripada bertingkah gila karena
tidak mengerti.” Kata Won Seok.
Ho Rang
marah mendengar Won Seok yang menanggapnya gila, Won Seok melihat Ho Rang yang
menangis dan langsung mengeluh kalau ia yang
yang harus minta maaf lagi. Ho Rang seperti tak menyangka Won Seok
mengatakan seperti itu.
“Kenapa
selalu aku yang harus minta maaf? Kenapa selalu aku yang harus menjaga
perasaanmu? Aku sungguh muak.” Kaat Won Seok mengumpat kesal dan berjalan
keluar dari kamar.
“Jangan
pergi... Jika kau pergi, hubungan kita berakhir.” Kata Ho Rang. Won Seok
seperti sangat marah memilih untuk segera pergi.
Ketiganya
duduk diteras, Ji Ho meminta Ho Rang agar berhenti minum. Soo Ji pikir Ho Rang
sendiri yang bilang menginginkan sofa itu jadi Won Seok sampai mengangsur beli
itu. Ho Ran binggung karena sebelumnya melihat keduanya pergi ke toko
perhiasan.
“ Aku
kesana untuk mengganti tali jam tanganku
dan Won Seok juga yang membayarnya. Dia ingin mengucapkan terima kasih karena telah
menggotong sofa bersamanya. Tidak ada orang seperti Won Seok dan Dia sangat
baik padamu.” Ucap Soo Ji kesal melihat tingkah temanya.
“Lamaran....
“ ucap Ho Rang yang mengingikan Won Seok melamarnya.
“Kau
kelewatan sekali hari ini....Kau harusnya tidak kasar begitu pada dia di depan
kami. Apa kau Tahu berapa banyak toko yang dia datangi?” kata Soo Ji
“Lamaran.....
Kukira dia mau melamarku... Lagipula aku tak terlalu menginginkan sofa itu. Aku
ingin rumah besar, biar sofa itu bisa muat masuk kesana. Dia bilang minta maaf karena telah membuatku
lama menunggu. Makanya kukira hari ini, dia mau melamarku.” Kata Ho Rang kesal dan akhirnya menangis.
“Impian
Ho Rang selalu sama sejak dia berusia 17 tahun Menjadi ibu yang baik.” Gumam Ji
Ho hanya terdiam melihat kedua temanya.
“Sudah
lebih dari tujuh tahun dan Pegawai yang termuda dari restoranku juga akan
menikah. Semantara Aku tidak bisa menikah, padahal aku sudah 30 tahun. Tuba
falopi-ku sudah mulai menua, Rahimku sudah menua.” Kat Ho Rang hanya bisa
menangis.
“Aku
tidak tahan sama yang seperti ini... Hei! Berhenti menangis dan Sudah cukup...
Pernikahan bukanlah apa-apa.”kata Se Hee kesal.
“Ya,
orang yang sukses sepertimu, pasti berpikir pernikahan bukanlah apa-apa. Tapi
bagi orang yang tak berduit seperti aku ini..., maka pernikahan adalah segalanya
Itulah tujuan hidupku!” kata Ho Rang marah.
“Bukan
itu maksudku. Apa tuba falopimu itu saja yang penting? Apa rahimmu itu
identitasmu? Kenapa kau mencoba menjual diri dengan cara pernikahan?” kata Se
Hee kesal
“Itu
karena semua yang kupunya hanyalah rahim ini. Kenapa memang?” kata Ho Rang
“Hei, Ho
Rang. Jangan berlebihan begitu. Kenapa kau tak mengerti maksudku?” keluh Se
Hee.
Ho Rang
menyuruh Se Hee berhenti bersikap sok bijak, karena sangat Menjengkelkan. Soo
Ji pikir Ho Rang mulai kumat lagi kelakuanya dan bergegas pergi. Ji Ho bertanya
mau kemana. Soo Ji merasa sudah tidak tahan dan bergegas menuruni tangga untuk
pulang saja.
Ji Ho
mengejar Soo Ji sampai masuk mobil, Soo Ji memberitahu kalau harinya hari ini
adalah pulang lebih cepat dan tidak
seperti hari-hari lain bahkan terpaksa ikut Won Seok buat beli sofa, lalu membersihkan
kamarnya.
“Apa aku
juga harus tahan dengan sikapnya yang barusan itu?” keluh Ji Ho kesal. Ji Ho
tahu menurutnya Ho Rang juga salah hari ini.
“Jadi
berhentilah marah dan bicaralah dengan dia tatap muka. Jika kau pergi seperti
ini maka Ho Rang pasti sangat kesepian hari ini.” Kata Ji Ho
“Kesepian
hanya datang jika kau punya waktu. Aku kecewa padanya karena dia terlalu
kelewatan dengan temannya ini yang bahkan tidak sempat tidur.” Keluh Soo Ji
lalu melihat ponselnya berdering. Ji Ho pun menyuruh Soo Ji agar mengangkatnya.
Soo Ji
keluar dari mobil untuk mengangkat telp dari CEO yang mencarinya. Ji Ho menatap
Soo Ji yang terus berbicara sambil bergumam “Waktu SMA, impian Soo Ji adalah menjadi CEO. Dia ingin
menjadi CEO di bidang apa pun yang dia pilih.”
Soo Ji terus
berusaha bicara ramah pada CEO, Ji Ho terus melihatnya sambil bergumam “Dia selalu menjadi
pusat hidupnya dan selalu mengagumkan. Begitulah Soo Ji.” Dan Soo Ji
pun menyudahi telpnya. Dan masuk ke dalam mobil.
Soo Ji
memberitahu kalau akan kembali ke kantor. Ji Ho kaget karena harus kembali di
malam hari. Soo Ji mengingatkan dirinya hanya karyawan jadi tak mungkin bisa
menolak dan klienya itu penting bahkan
langsung marah kalau tak ikut kumpul-kumpul.
“Soo Ji
ingin menjadi CEO..., tapi sekarang, dia hanya seorang karyawan yang selalu
menuruti atasannya.” Gumam Ji Ho melihat kepergiaan temanya setelah mengubah
penampilan dengan mengikat rambut dan mengunakan stoking.
“Adapun
Ho Rang, impian satu-satunya adalah menikah. Tapi dia sudah menjalin hubungan dengan
pria yang sama selama 5 tahun dan tinggal bersama pria itu selama 2 tahun.”
Gumam Ji Ho melihat Ho Rang akhirnya tertidur diteras
“Sedangkan
aku, agar bisa hidup di Seoul maka aku memutuskan menikah dengan pemilik
rumah.” Gumam Ji Ho menaiki bus dan saat sampai rumah melihat Se Hee sedang ada
diruang tengah.
Keduanya
duduk sambil menonton bola dan minum bir. Se Hee bertanya apakah sudah
membicarakannya dengan teman-temannya dan apakah tanggapan temannya baik. Ji Ho
mengatakan belum sempat memberitahu karena ada kendala lalu ingin tahu
pekerjaan teman Se Hee
“Jadi apa
pekerjaan mereka dan apa yang mereka sukai?” tanya Ji Ho
“Mereka
hanya bekerja di kantor atau sudah menikah. Beberapa temanku sudah membuka
usaha sendiri. Mereka normal seperti orang lain.” Kata kata Se Hee
“Yahh..
"Seperti orang lain". Aku cuma bertanya-tanya apa status kita
sekarang dan cuma memikirkannya saja. ”kata Ji Ho. Se Hee menatapnya.
“Sepertinya
semua orang berusaha sangat keras Tapi tidak ada yang tahu apa merek semakin
dekat mencapai tujuan mereka atau tidak dan itu Terlalu sulit mengetahuinya. Jadi
aku hanya ingin tahu bagaimana rasanya mendapatkan keinginanmu dan bagaimana
mendapatkannya. Itulah sebabnya aku menanyakan tentang teman-temanmu.” Jelas Ji
Ho
“Kau
seharusnya tidak menanyakan hal seperti itu ke orang lain Belakangan ini, semua hal berbeda. Seperti
yang sudah diketahui, perekonomi mengalami penurunan. Dunia tidak akan menjadi lebih
baik dengan cara seperti itu. Jadi harus ada standar baru untuk generasi baru.
Misalnya...” kata Se Hee dan Ji Ho menyela
“Apa
Pernikahan? Apa itu yang ingin kau katakan?” ucap Ji Ho menebak. Se Hee membenarkan.
Ji Ho
mengosok gigi sambil bergumam “Dunia tidak akan menjadi tempat yang lebih baik. Maka
otomatis, hidupku juga tidak akan menjadi lebih baik. Aku seharusnya tidak
menantikan masa depan yang lebih baik. Aku mungkin seharusnya hidup untuk menghindari
hal terburuk yang mungkin terjadi esok hari.” Ketika keluar bertemu
dengan Se Hee yang akan masuk ke dalam
kamar.
“Tunggu..
Sebentar... Aku tengah merencanakan peraturan pernikahan kita. Kurasa hal yang
paling penting tentang pernikahan kita adalah efisiensi dan situasi keuangan.”
Kata Ji Ho. Se Hee mengatakan sangat
setuju dengannya.
“Jadi aku
ingin menyarankan jangan buang-buang biaya dan
upacara pernikahannya...” ucap Ji Ho sedikit gugup.
“Tentu
saja, kita takkan mengadakan upacara pernikahan. Biaya dan prosedur untuk
pernikahan kita akan terbatas pada pertemuan pertama keluarga kita, Pendapatku
juga sama.” Kata Se Hee. Ji Ho menganguk setuju.
“Zaman sekarang ini... kau tidak
menikahi seseorang untuk cinta lagi” Begitulah menurut orang-orang berada Kini
kami...”
Ji Ho
membaringkan tubuhnya melihat nama [Berhenti bermimpi] dengan poster yang ditempel kembali di dinding kamarnya.
dan esok paginya, Ji Ho mengunakan gaun dan Se
Hee mengunakan jas berlari mengejar bus sebelum pergi meninggalkan halte. Lalu
keduanya duduk di kursi paling belakang.
“Bukankah
kita sudah sepakat tidak akan melakukan apa-apa?” kata Ji Ho dengan tatapan
kosong. Se Hee pikir seperti itu.
“Kami hanya ingin hidup normal,
Untuk mewujudkannya, maka kami harus melakukan sesuatu.”
Bersambung
ke episode 5
PS; yang udah baca
blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 &
Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar