Seung Won
masuk rumah binggung melihat kakaknya hanya diam didepan jendela bahkan lampu
rumah dimatikan. Jae Chan menyuruh adiknya agar
Jangan dinyalakan. Seung Won binggung berpikir kakaknya itu sangat
menakutkan.
“Apa Mereka
sedang berpesta?” ucap Seung Won melihat dibagian atap tetangga sebelah.
“Itu
Woo-Tak.” Kata Jae Chan terlihat kesal karena Woo Tak tinggal dirumah Hong Joo
sementara.
Nyonya
Yoon mengajak Woo Tak agar mereka bisa minum soju kapan-kapan lalu kembali
memberikan nilai untuk Woo Tak sebagai polisi setelah sebelumnya dihapus. Woo
Tak terlihat senang diajak makan makan bersama.
“Hong-Joo
memberitahuku segalanya dan Kudengar, kau menyelamatkan nyawanya.”kata Nyonya
Yoon bangga
“Itu
bukan apa-apa. Aku melakukan yang sewajibnya, dilakukan semua petugas
kepolisian.” Kata Woo Tak mengajak Hong Joo juga harus makan dan akan membantu.
“Tak usah.
Aku sudah selesai memanggang dan akan merawatmu
dengan sangat baik, sampai kau sembuh total.”kata Hong Joo
“Apa
makanan kesukaanmu?” tanya Nyonya Yoon. Woo Tak mengaku sangat banyak
“Akan
kupikirkan dan kuserahkan laporannya kepadamu.” Kata Woo Tak dengan gaya
polisi. Nyonya Yoon pun dengan senang hati menerimanya dan mengoda dengan
memberikan hormat.
Woo Tak
ingin membungkus daging, dan seperti kehilangan sesuatu. Hong Joo bertanya
apakah Woo Tak mencari sesuatu. Woo Tak pikir tak melihat daun perilla karena Daging
harus dimakan dengan itu. Hong Joo menyuruh makan dengan daun selada saja
atau salad daun bawang juga. Woo Tak
merasa Barbekyu takkan lengkap tanpa daun perilla lalu mengeluarkan ponselnya.
Jae Chan
mengangkat telp dari Woo Tak dirumahnya, Woo Tak bertanya apakah di rumahnya
ada daun perilla. Jae Chan mengatakan Tak ada. Woo Tak meminta tolong agar Jae
Chan membelikannya karena tak bisa makan daging tanpa daun perilla. Jae
Chan tak menolak akan membelikanya.
“Kalau
begitu, tolong belikan acar lobak juga.”kata Woo Tak. Jae Chan mengerti akan
membeli daun perilla dan acar lobak.
“Seung-Won,
aku tiba-tiba teringat kutipan dari sebuah puisi. "Kau harus melihat dari
jauh untuk melihat kecantikannya. Kau harus melihatnya sekilas agar bisa
menganggapnya manis. Pria itu memang seperti itu."” Kata Jae Chan menahan
amarah.
“Memangnya
ada puisi semacam itu?” kata Seung Won bingung. Jae Chan dengan kesal
menegaskan kalau itu memang ada
“Hei...
Bersihkan semuanya! Aku akan segera kembali.”ucap Jae Chan keluar dari rumah.
Seung Won mengeluh pada kakaknya yang pergi begitu saja.
Jae Chan
keluar dari rumah, Hong Joo ikut keluar mengajak mereka untuk pergi bersama, Jae Chan pikir Tak perlu dua
orang untuk membeli daun perilla. Hong Joo memperlihatkan sebuah daftar barang
belanja yang dinginkan Woo Tak.
“Dia juga
memintaku membeli kaus kaki dan piyama.” Kata Hong Joo. Jae Chan pikir itu harus
ke toko besar itu.
“Itu
cukup jauh, 'kan? Jadi Gunakan saja mobilku. Aku akan memberimu kunci mobilku.
Tangkap!”kata Woo Tak melempar kunci dari atap. Jae Chan menangkapnya dan
mengucapkan terimakasih.
Keduanya
masuk ke sebuah toko, Hong Joo melihat ponselnya berdering dan Woo Tak dengan
video call. Ia bertanya Kenapa melakukan panggilan video. Woo Tak mengatakan
kalau ingin melihat yang dibeli Hong Joo dan menunjuk sebuah boneka Penguin di
dekat Hong Joo.
“Kau aneh
sekali. Apa Kau suka boneka seperti ini?” ungkap Hong Joo
“Tidak,
aku hanya berpikir boneka itu mirip denganmu.” Kata Woo Tak
“Ini
memang mirip denganmu. Bertangan dan berkaki pendek, bermata lebar, dan
berbibir manyun.” Kata Jae Chan melihat boneka pilih Woo Tak
“Sebentar,
Jae-Chan. Apa yang ada di sampingmu? Bisakah kau memakainya?” kata Woo Tak. Jae
Chan mencoba penutup mata untuk tidur beberapa kali sampai Woo Tak menuntukan
pilihan yang disukainya.
“Ya. Aku
harus melihat penampilannya sebelum memutuskan untuk membeli.” Kata Woo Tak
setelah menemukan yang dinginkan.
“Hong-Joo,
apa yang ada di samping kirimu? Yang panjang itu.” Kata Woo Tak. Hong Joo
melihat kalau tu tongkat pijat.
“Ahh..
Rupanya itu, Seniorku pasti dia akan menyukainya. Bahunya sering pegal selagi
dia bertugas.” Kata Woo Tak.
Hong Joo
pikir akan memilih satu, Woo Tak tak
ingin bentuk ayam tapi yang bentuk
beruang. Jae Chan sedang memegang bentuk dinosaurus. Woo Tak mulai berpikir
untuk menganti dengan boneka yang dipegang oleh Jae Chan. Hong Joo sudah
mengambilnya tapi Woo Tak mengubah kembali untuk memilih yang ayam saja.
Keduanya
pulang ke rumah dan sempat lewat di kedai coffee, mereka terlihat sedih karena
Cho Hee belum juga kembali setelah keputusan kakaknya yang harus dihukum seumur
hidup. Mereka seperti berharap Cho Hee kembali berkerja setelah ditinggalkan
oleh adik dan kakaknya di penjara.
Keduanya
akhirnya sampai dirumah, Jae Chan menyuruh Hong Joo tak perlu membawanya, Hong
Joo pikir tak ingin terus merepotkan Jae Chan. Jae Chan heran karena Hong Joo
berpikir seperti itu. Hong Joo mengatakan kalau Jae Chan yang terus membantu
tapi ia tak bisa membalasnya.
“Apa Kau
sungguh membenci hal itu?”kata Jae Chan. Hong Joo mengangguk.
“Aku ingin
membalas semua kebaikanmu, tapi tak bisa. Jadi Aku bisa apa? Aku akan membalasmu
sedikit demi sedikit.” Kata Hong Joo tak ingin banyak hutang budi.
“Bisakah
aku menjadi pengecualian? Jangan merasa,. kau harus membalasku dan tak perlu sungkan. Apa Kau tak bisa seperti
itu?”ungkap Jae Chan.
“Kenapa
kau ingin dijadikan pengecualian? Apa Kau ingin membantuku setiap kali bertemu
denganku? Apa Kau ingin melindungiku dan mencemaskanku?” ungkap Hong Joo.Jae Chan
membenarkan.
“Ada apa
denganmu belakangan ini? Aku sedang bergurau. Kenapa kau terus bersikap sok
romantis? Kau membuatku bingung saja. Jadilah dirimu sendiri, seperti
biasanya.” Kata Hong Joo mengipas wajahnya yang tiba-tiba merasa panas
“Setelah
ini, kita bisa menganggapnya impas.”ungkap Jae Chan memegang tangan Hong Joo
dan berusaha mendekat.
Hong Joo
binggung tiba-tiba Ja Chan mendekat seperti ingin menciumnya. Jae Chan mendekat
tapi terhenti karena ternyata sabuk pengamanya tak cukup panjang, walaupun
sudah ditarik tetap tak bisa mendekati Hong Joo. Hong Joo pun bertanya apa yang dilakukan Jae
Chan. Akhirnya Jae Chan hanya bisa mundur lalu tertunduk di atas stir mobil dan
keluar. Hong Joo sedikit gugup lalu ikut keluar dari mobil.
Woo Tak
keluar dari kamar berpikir kalau Bibi Yoon sedang keluar. Hong Joo terus
menekan bel tapi tak ada yang membuka dan berpikir kalau ibunya sudah tidur
lalu menyuruh Jae Chan membawa barang belanjaan karena harus mencari kuncinya.
“Cepatlah!”
kata Jae Chan dengan nada kesal. Hong Joo mengeluh kalau sedang berusaha mencari kuncinya dalam tas
dan membuka pintu rumah setelah menemukanya.
“Oh iya,
kau ingin melakukan apa di mobil tadi?”taya Hong Joo membahasnya.
“Ah,
bisakah kau tak membahasnya? Hal serupa juga terjadi waktu itu, saat kau
melepaskan celemekku.” Keluh Jae Chan kesal
“Apa yang
kulakukan saat itu?” kata Hong Joo pura-pura lupa.
“Aku
hanya diam karena aku menghargai perasaanmu. Jadi, kau juga harus...” kata Jae
Chan dan tiba-tiba Hong Joo memberikan kecupan di bibirnya.
“Bukankah
ini yang ingin kau lakukan?” kata Hong Joo. Jae Chan hanya diam Hong Joo pikir
seperti itu tapi melihat wajah Jae Chan berpikir kalau dugaanya itu keliru.
“Anggap
saja ini tak pernah terjadi.” Kata Hong Joo tersadar lalu bergegas masuk ke
dalam rumah.
Jae Chan
masih terlihat melonggo kaget, Woo Tak melihat semuanya dari interkom dan
menahan perasannya. Hong Joo masuk rumah dan Woo Tak buru-buru masuk ke dalam
kamar berpura-pura tak tahu. Hong Joo
berjongkok mengumpat pada dirinya yang sudah gila.
“Aku
terus bersikap agresif kepadanya. Bagaimana nasibku saat bertemu dengannya
besok?” kata Hong Joo.
Woo Tak
akhirnya keluar kamar melihat Hong Joo yang baru pulang. Hong Joo baru tahu
kalau Woo Tak di rumah rupanya. Woo Tak mengeluh Hong Joo yang lama datangnya.
Hong Joo beralasan kalau jalanan macet.
“Periksa
dulu yang kubeli. Aku bisa menukarkannya.” Kata Hong Joo memberikan barang
belanjaanya.
“Tak
perlu. Aku suka semua yang kau beli.” Kata Woo Tak berjalan pergi. Hong Joo
heran dengan sikap Woo Tak karena tak
memeriksanya. Sementara Jae Chan pulang kerumah, hanya bisa tersipu malu
mengingat Hong Joo yang mengecup bibirnya.
Seung Won
datang mengedong Woo Bin dengan wajah panik memberitahu kakaknya kalau anjing
itu buang kotoran lagi di dapur. Jae Chan langsung mengendong Woo Bin malah
bersikap manis layaknya berbicara pada seorang anak bayi.
“Ya
ampun, Woo-Bin. Apa Kau buang kotoran? Apa Kau sudah lega? Ya ampun, sayangku.”
Ungkap Jae Chan. Seung Won melonggo berpikir kakaknya itu sedang mabuk. Jae
Chan mengaku tidak.
“Apa Kau sudah
makan? Bagaimana rasanya? Apa Lezat?” ucap Jae Chan terus mengajak Woo Bin
bicara lalu menurunkanya.
“Hyung,
kita mendapatkannya lagi.” Kata Seung Won dengan wajah serius. Jae Chan
binggung apa maksudnya.
“Pria itu
mengirimi kita uang lagi. Entah bagaimana, dia berhasil menemukan alamat baru
kita. Dia telah mengirimi kita uang selama hampir 10 tahun. Tak bisakah kita
menggunakan uang itu sekarang?” kata Seung Won
“Aku akan
kembalikan saat kita menemukannya. Lalu Dimana uangnya?” tanya Jae Chan. Seung
Won mengatakan kalau itu ada dimeja kerja kakaknya.
“Aku tak
menyentuhnya.”kata Seung Won. Jae Chan memuji adiknya dan bergegas masuk ke kamar.
Jae Chan
melihat sebuah amplop yang cukup tebal dengan alamat dibagian depan "27
Sangkujoongangseo-ro, Hangang-gu, Unit 201, Jung Jae-Chan" Pikiranya
menerawang ke kembali ke masa lalu.
Flash Back
"Rumah Duka Korea Selatan"
Jae Chan
dan Hong Joo berlari menghindari kejaran wartawan dan bersembunyi ditempat yang
gelap. Dua orang wartawan mengejar mereka kebingungan karena melihat keduanya
berlari ke ruangan itu.
“Anak
yang memakai pakaian berkabung adalah putra polisi itu, dan yang memakai jaket
bisbol adalah putra sopir bus itu.”kata salah satu wartawan.
“Hei....
Kita tak punya waktu untuk mencari putranya. Kabarnya, kakak prajurit yang
kabur itu ada disini. Ternyata si Brengsek itu membuat masalah saat hendak
menemui kakaknya dan Kakaknya polisi.” Ucap salah seorang wartawan lain yang
datang.
Mereka
pun bergegas mencari si kakak prajurit karena
Lebih baik bicara dengannya dari pada dengan bocah-bocah itu. Jae Chan
dan Hong Joo bisa mendengar semua yang dikatakan oleh wartawan.
Jae Chan
melihat Hong Joo memastikan kalau ia adalah putra mendiang sopir bus itu. Hong
Joo menatap ke arah lain seperti merasakan ada sesuatu yang aneh. Jae Chan
bingung apa yang dilihat Hong Joo dalam kegelapan, Hong Joo memberitahu kalau Ada seseorang
dibelakang mereka. Jae Chan menengok dan kaget melihat ternyata anak buah dari
ayahnya yang bersembunyi.
“Apa Paman
polisi yang barusan dibicarakan, oleh para reporter itu?” kata Jae Chan
mendekat sambil menangis. Si paman hanya bisa meminta maaf.
“Apa Yang
membunuh ayahku, adalah adikmu?” kata Jae Chan benar-benar shock
“Aku juga
tak menyangka... Aku tak menyangka adikku akan melakukan hal semacam itu...
Maafkan aku... Aku sungguh minta maaf.” Ucap si Paman polisi ikut menangis
karena merasa bersalah.
“Kau bilang,
aku punya banyak waktu. Kau bilang, aku bisa membuat Ayahku terkesan mulai
sekarang... Kau yang mengatakan itu. Sekarang Banyak waktu apanya? Dia telah
meninggal... Ayahku telah pergi... Bagaimana aku bisa membuatnya terkesan?.... Bagaimana?”
ucap Jae Chan menangis sambil mencengkram baju pamanya. Hong Joo mendengar
semuanya juga hanya bisa menangis.
Jae Chan
menatap amplop pemberian dari si paman, seperti tak bisa menerima begitu saja
lalu membuka laci dan menaruhnya. Terlihat ada banyak tumpukan surat yang
dikirimkan padanya.
Pagi hari
Jae Chan
sudah menunggu didepan rumah terlihat kebingunan. Sementara Hong Joo mengintip
dari bawah pintu gerbangnya binggung karena Jae Chan menunggu didepan rumah.
Ibunya keluar rumah binggung melihat Hong Joo menbungkuk didepan pintu,
bertanya apa yang sedang dilakukanya.
“Ibu,
Jae-Chan sedang menungguku di luar.” Bisik Hong Joo. Ibunya balik bertanya lalu
kenapa.
“Bilang
kepadanya aku sudah berangkat.”kata Hong Joo. Ibunya pun menganguk setuju lalu
keluar dari rumah. Jae Chan melihat Ibu Hong Joo yang keluar rumah dan
menyapanya.
“Hong-Joo
memintaku bilang kepadamu bahwa dia sudah berangkat. Apa Ada masalah? Apa Kalian
bertengkar?” kata Ibu Hong Joo.
Jae Chan
bisa tersenyum mendengarnya dan mengatakan kalau Tidak sama sekali lalu berteriak memanggil
Hong Joo agar keluar karena terlambat ke
kantor. Hong Joo hanya bisa mengeluh pada ibunya yang tak bisa diajak kerja
sama. Jae Chan kembali memanggil Hong Joo untuk keluar. Akhirnya Hong Joo
keluar dengan wajah seperti tak terjadi masalah
“Maaf,
aku agak terlambat.” Kata Hong Joo lalu pamit pergi pada ibunya. Jae Chan pun ikut pamit pada ibu Hong Joo
untuk pergi mengantar anaknya.
Keduanya
berjalan bersama melewati taman, Hong Joo sengaja berjalan dengan jarak yang
jauh. Jae Chan menariknya agar mendekat dan bertanya apakah Hong Joo
menghindarinya karena kejadian kemarin, Hong Joo pura-pura lupa dan bertanya
kemarin memangnya ada apa dan apakah mereka
bisa bertemu.
“Kalau
begitu, anggap saja kemarin tak terjadi apa-apa. Itukah maumu?” kata Jae Chan.
“Memangnya
apa yang terjadi? Aku tak mengerti maksudmu.”kata Hong Joo berusaha menjaga
jarak. Akhirnya Jae Chan menariknya agar bisa bicara bertatapan.
“Tak
terjadi apa-apa kemarin. Apa kau Setuju?” kata Jae Chan. Hong Joo mengangguk
setuju.
“Jadi,
jangan saling menghindar. Berhentilah menghilang setiap kali aku mencarimu.”
Kata Jae Chan lalu mereka pun kembali berjalan untuk pergi ke kantor, rasa
canggung mereka seperti hilang begitu saja.
Hak Young
kembali datang ke rumah si wanita. Si wanita meminta agar Hak Young
memperbaiki kabelnya dengan benar kali
ini karena Bulan ini saja sudah tiga kali. Hak Young merasa Saat ini sedang
perubahan musim dan juga karena perusahaan lain terus menyentuh kabelnya.
“Perubahan
musim hampir selesai, jadi takkan terjadi lagi.” Kata Hak Young menyakinkan.
“Kau
selalu mengatakan itu, tapi itu selalu rusak lagi.” Keluh si pelanggan. Hak
Young mengodanya kalau bisa meneleponnya lagi.
“Begini...
Nona... Saat kau menerima panggilan survei nanti, tolong beri penilaian bagus
untukku.” Kata Hak Young. Si wanita pikir itu akan diberikan kalau pekerjaannya
bagus.
“Bagaimana
jika kubawa kardus itu keluar saat aku pulang?” kata Hak Young. Si wanita
terlihat masih kesal karena berkali-kali internetnya rusak. Hak Young keluar
membawa kardus dan matanya kembali terlihat dingin setelah melayani
pelanggannya.
Polwan
bertanya pada Petugas Oh kapan Woo Tak
kembali bekerja. Petugas Oh menjawa Woo Tak akan kembali pekan depan.
Polwan pun mengajak agar mereka mengajaknya untuk makan malam.
“Biarkan
dia beristirahat dulu secukupnya... Lagipula, kau sedang berpatroli bersamaku. Kenapa
kau ingin makan malam bersamanya?” kata Petugas Oh heran
“Itulah
alasannya, Karena aku sedang berpatroli bersamamu. Setidaknya, aku ingin
bertemu dia saat makan malam.” Kata Polwan.
Terdengar
laporan dari dari pusat “Mobil patroli 592 di Polsek Sangku. Laporkan lokasi
kematian tak wajar!” Polwan mendengarkan langsung membalas kalau sudah mendengarnya.
Mereka
pergi ke dalam apartement, bertemu dengan si bibi yang ada didepan rumah dan
terlihat gugup bertanya apa yang terjadi. Si Bibi panik memberitahu sebagai
pelayan rumah dan Saat membuka pintu,
melihat...
Petugas
Oh akhirnya masuk rumah dan dibuat kaget melihat si wanita atlet pemanah itu
sudah tergeletak penuh darah dan dibuat garis disekitar mayatnya.
“Pemanah peraih medali emas,
Yoo Soo-Kyung, ditemukan tak bernyawa pada tanggal 21. Bukti terkini
mengungkapkan ada kemungkinan bunuh diri. Polisi secara terbuka mencari tersangka
utama, Do Hak-Young. Reporter Nam Hong-Joo akan memberikan info lebih lanjut.”
“Ratu panah, Yoo Soo-Kyung, ditemukan
tewas di rumahnya pada tanggal 21.Menurut keterangan polisi, dia tewas karena
kehabisan darah, akibat luka di kepala bagian belakangnya. Polisi berspekulasi
bahwa itu adalah pembunuhan, karena gambar geometris yang dibuat dengan
darahnya, yang ditemukan di lokasi.”
“Berdasarkan hasil autopsi, polisi
memperkirakan korban tewas pada tanggal 21 pagi. Satu-satunya orang yang
berkunjung ke rumahnya dalam kurun waktu itu, adalah teknisi internet berusia
29 tahun, Do Hak-Young. Polisi telah mengeluarkan daftar pencarian orang untuk
tersangka.”
Semua
sedang mempersiapkan makanan untuk sarapan. Hong Joo melihat Woo Tak yang fokus
menatap ke arah TV. Jae Chan pun bertanya apakah Jae Chan mengenal orang itu.
Woo tak mengaku tak pernah bertemu dengannya.
“Bibi
Yoon, aku sudah membuat daftar lauk yang kuidamkan. Bolehkah aku membawa pulang
beberapa lauknya? Aku ingin memakannya di rumah.” Kata Woo Tak
“Oh,
tentu saja... Aku sudah menunggu daftar ini. Permintaan diterima.” Kata Nyonya
Yoon senang. Hong Joo dengan nada sedih
bertanya apakah Woo Tak akan pulang.
“Ya, sebentar
lagi, aku kembali bekerja Jadi Aku harus pulang sekarang.” Kata Woo Tak. Jae
Chan langsung berkomentar dengan nada senang mendengarnya, Semua orang
menatapnya.
“Ah, aku
sangat sedih. sayang sekali.... kau juga harus makan ini, Tumis daging dan
dadar gulung.” Kata Jae Chan berusaha
melayani. Woo Tak terlihat tak bisa menahan senyumanya.
Semua
barang masuk ke dalam mobil. Woo Tak merasa Aneh sekali, karena barangnya itu
jadi lebih banyak. Jae Chan pikir itu pasti karena sebelunya Woo Tak meminta barang yang dibelikan dan juga meminta begitu banyak makanan dengan
nada menyindir.
“Kau
bilang, kita harus membalas kebaikannya. Sampai kapanpun, jangan lupakan
kejadian itu!” ucap Hong Joo mencubit Jae Chan untuk memperingatkan.
“Aku
sedang melakukannya. Lalu Apa lagi yang bisa kulakukan?” kata Jae Chan menahan
rasa sakit.
“Masuklah!
Aku akan mengantarmu!” kata Jae Chan. Woo Tak pun dengan senang hati karena
akan mengantarnya pulang.
Jae Chan
seperti ingin melayani Woo tak akan membuka Atap suryanya bahkan kalau belum
merasa nyaman maka akan mengemudi dengan
hati-hati. Woo Tak merasa kalau nyaman.
Hong Joo melihat ke arah cafe dan melihat Cho-Hee sudah kembali
berkerja.
“Syukurlah.
Aku mencemaskannya.” Kata Hong Joo. Jae Chan dan Woo Tak juga merasa lega
melihat Cho Hee sudah kembali berkerja.
Jae Chan
membantu Woo Tak mengeluarkan barang-barang diruang tengah. Hong Joo membongkar
tas makanana meberitahu ada kimchi lobak, kimchi daun bawang sup rumput laut,
jadi akan dimasukan ke kulkas jadi bisa dipanaskan saja ketika ingin
memakanya.
“Apa kau
harus ke rumah sakit lagi?” tanya Jae Chan khawatir.
“Tidak,
jahitannya sudah dilepas kemarin. Apa Mau lihat?” goda Woo Tak.
Jae Chan
langsung memeluknya berusaha menahan sebelum Woo Tak memperlihatkan
badanya.Sementara Hong Joo terdiam, seperti sedih melihat kulkas yang dimiliki
Woo Tak kosong tanpa makanan. Jae Chan melepaskan pelukan Woo Tak tapi karena
mengkhawatirknya bertanya apakah sakit. Woo tak mengaku tidak tapi mengaku
kalau pelukan Jae Chan itu erat sekali.
Ketiganya
sudah ada didepan lift, Hong Joo memberitahu kalau Ibu ingin Woo Tak mampir
untuk sarapan setiap hari karena hanya perlu mengeluarkan peralatan makan
tambahan jadi bisa memberitahu saja kalau kehabisan makanan. Woo Tak menganguk
mengerti.
“Hubungi
aku jika butuh bantuan. Aku akan langsung datang.” Kata Jae Chan.
“Tenang
saja. Kau sudah banyak membantuku. Berkat kalian, hari-hariku belakangan ini
menjadi indah. Jadi, anggap saja kita impas. Kalian sudah tak berutang apapun.”
Kata Woo Tak. Keduanya binggung apa maksud ucapan Woo Tak.
“Kau
benar, Jae-Chan. Aku tak berniat membahas cederaku ataupun kesal kepada kalian.
Tapi Aku hanya senang kalian baik-baik saja. Jadi, aku tak ingin melihatmu sedetikpun
menangis. Jangan menyalahkan dirimu juga, oke?” kata Woo Tak sedikit mendekat
pada Hong Joo.
“Sebentar,
apa itu artinya... Apa Kau di taman saat itu?” kata Hong Joo
“Tidak,
aku melihatnya di mimpiku. Kalian berdua menyiksa diri di taman.” Kata Woo Tak
“Itukah
alasanmu membuat kami melakukan semua permintaanmu?” kata Jae Chan tak percaya.
Woo tak malah heran melihat mereka yang baru menyadarinya.
“Ah, itu
menyakiti perasaanku. Aku takkan pernah menyusahkan orang lain tanpa alasan.”
Kata Woo Tak lalu menyuruh mereka masuk setelah pintu lift terbuka.
Jae Chan
dan Hong Joo masuk lift dalam diam. Hong
Joo seperti tak percaya kalau Woo Tak melakukanya agar mereka tak merasa
terbebani. Jae Chan juga tak menyangka, tapi Hong Joo pikir Jae Chan terlihat
sangat marah dengan sikap Woo Tak.
“Setelah
membuat kita melalui semua itu, dia membuat dirinya terlihat keren hanya dengan
satu ucapan. SeJujur, itu tak adil. Dia membuatku terlihat seperti orang paling
hina.” Ungkap Jae Chan. Hong Joo terlihat binggung.
“Ah, tak
kusangka Woo-Tak bisa seperti itu. Dia punya sisi misterius.” Ungkap Jae Chan.
Hong Joo lalu mengingat saat membuka kulkas tak ada makanan, padahal sebelumnya
Woo Tak mengatakan putra semata wayang
selama tiga generasi.
“Saat aku
masih kecil, buah kesemek jatuh di kepalaku. Orang tuaku langsung menebang semua
pohon kesemek di daerahku.” Ucap Woo Tak bercerita tentang keluarganya.
“Kau
benar. Ada sesuatu yang misterius pada dirinya.” Kata Hong Joo karena seperti
tak melihat orang tuanya itu memberikan makanan pada anak semata wayangnya.
Woo Tak
tertidur dikamarnya dan kembali bermimpi, dalam mimpinya ia sedang di
interogasi oleh Jae Chan.
“Apa hubunganmu
dengan Do Hak-Young?” tanya Jae Chan.
“Kami
satu SMA,. dan dia teman kamarku satu setengah tahun lalu.” Jawab Woo Tak
“Apa kau
juga mengira bahwa dia mungkin pembunuhnya,. saat kali pertama mendengar kabar
soal insiden itu?” tanya Jae Chan. Woo Tak membenarkan.
Woo Tak
lalu terbangun dari tidurnya dan Woo Bin sang anjing ikut terbangun lalu
berjalan pergi dari tempat tidurnya. Ponsel Woo Tak berdering, Hong Joo menelp
dengan wajah panik bertanya apakah Woo Tak baik-baik saja dan apakah terjadi
sesuatu. Woo Tak mengaku tak ada apa-apa.
“Aku baru
saja memimpikanmu. Kau ingat buronan itu, Do Hak-Young, 'kan? Di mimpiku, pria
itu menyusup ke rumahmu.” Kata Hong Joo
“Untuk
apa dia ke rumahku?” ungkap Woo Tak heran. Hong Joo merasa kalau Woo Tak
mengenalnya dan berpura-pura tak mengenalnya.
“Tidak,
aku sungguh tak mengenalnya. Kurasa mimpi itu tak berarti apapun.” Ucap Woo Tak
tenang.
“Apa Kau
sudah mengunci pintu?.. Kau harus segera menelepon polisi, Woo-Tak.” Kata Hong
Joo panik.
Woo Tak
pikir itu apa karena dirinya juga seorang polisi, Hong Joo menceritakan kalau ia melihat Hak
Young mencengkeram dan mengancam Woo Tak dalam mimpinya. Woo Tak mengerti dan
meminta agar Hong Joo Jangan khawatir dan memastiakan unuk mengunci pintu jadi
meminta Hong Joo agar bisa tidur.
“Kenapa
kau kemari?... Do Hak-Young...” ucap Woo Tak menahan amarah melihat seseorang
yang duduk di depan pintu dengan Woo Bin.
“Kau
belum mengganti sandinya. Bukankah aku sudah pindah dari sini, satu tahun lalu?
Dan Anjing ini juga masih mengingatku.” Kata Hak Young.
Woo Tak
hanya bisa diam saja kedatangan tamu yang tak diundang. Hong Joo terlihat masih
panik mondar mandir dalam kamarnya.
“Kau
belum menjawab pertanyaanku. Kenapa datang kemari?” ucap Woo Tak duduk di sofa
bersama Hak Young.
“Woo-Tak...
Aku telah menjadi seorang pembunuh.” Kata Hak Young membuka topi dan terlihat
wajahnya yang tak terawat.
“Aku
melihatnya di berita. Polisi sedang mencarimu.” Kata Woo Tak. Hak Young
menyakinkan kalau tak melakukannya.
“Aku
memang datang ke rumahnya, tapi aku pergi setelah memperbaiki kabel
internetnya. Mereka berpikir membunuhnya. Aku sungguh tak melakukannya, tapi
semua orang bilang aku membunuhnya... Aku tak menyangka ini terjadi.” Ucap Hak
Young
“Baiklah,
kau harus menyerahkan diri dulu. Aku akan ikut denganmu, oke?” ucap Woo Tak
berdiri dari tempat duduknya.
“Aku akan
menyerahkan diri, tapi... Woo-Tak... Kau akan membantuku, 'kan? Kau orang
kompeten yang kukenal dan punya koneksi karena kau polisi serta cerdas. Dan Itulah
alasanku kemari. Kau mempercayaiku dan akan membelaku, 'kan?” ucap Hak Young.
“Jika aku
bilang mempercayaimu, akankah kau menyerahkan diri?” kata Woo Tak dengan
sedikit dengan nada dingin.
“Hei!
Jika... Jika putusan hakim menyatakanku bersalah, maka akan kuungkap rahasiamu
kepada polisi.” Ancam Hak Young. Woo Tak terlihat kebingungan.
“Kau tak
mau, 'kan? Jadi, lakukan semua yang kau bisa, untuk membuatku tak bersalah.”
Tega Hak Young dan Woo Tak pun menatapnya. Sementara Hong Joo yang panik keluar
dari rumah memakai jaketnya seperti ingin menyelamatkan Woo Tak.
Bersambung
ke episode 15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar