Jae Chan
sudah duduk di cafe dengan memakai plester di tanganya, saat itu Hong Joo
datang membawa obat kebingungan mencari Jae Chan, sampai akhirnya Jae Chan
menariknya untuk duduk didekat jendela. Hong Joo memberitahhu kalau Luka bakar
bisa terinfeksi jika tak ditangani dengan benar dan menyuruh Jae Chan agar
mendekatkan wajahnya.
“Tenang
saja. Aku bisa mengoleskannya sendiri.” Kata Jae Chan. Hong Joo tanpa rasa
canggung langsung memegang wajah Jae Chan agar menatapnya.
“Sedang
apa kau?” ucap Jae Chan gugup tiba-tiba Hong Joo ada didekatnya. Hong Joo
melihat luka Jae Chan sudah melepuh.
“Kau
mungkin akan masuk rumah sakit jika membuat sarapan lagi.” Kata Hong Joo. Jae
Chan mengulang kalau bisa mengoleskannya sendiri.
“Apa Kau
sudah berhasil berbicara dengan adikmu?” ucap Hong Joo sambil mengoleska salep
“Jangan
membuatku memulainya. Dia membentakku dan bilang aku tak pantas menyebut diriku
jaksa. Aku sangat mencemaskannya. Diapun tak tahu aku menolongnya, Sungguh tak
tahu diri.” Cerita Jae Chan
“Benar, 'kan?
Gadis bernama So Yoon itu sama saja. Aku mengajaknya tinggal di rumahku karena
mencemaskannya. Seharusnya ia berterima kasih, tapi aku malah dicaci maki. Kenapa
kita melakukan semua itu untuk menolong mereka?” keluh Hong Joo.
Jae Chan
terus menatap Hong Joo yang mengobatinya dengan telaten. Hong Joo teringat
kalau Jari Jae Chan juga teriris dan sibuk membuka salep. Jae Chan buru-buru
melepaskan plesternya, Hong Joo pikir Orang lain mungkin tak tahu, tapi ia tahu
kalau Jae Chan sudah berusaha begitu keras sambil memasang plester, setelah itu
memuji Jae Chan sudah Kerja dengan baik. Jae Chan juga membalas kalau Hong Joo
juga seperti itu.
Flash Back
Hujan
turun dengan Ayah Jae Chan berlari berteduh di depan minimarket dan dikagetkan
dengan melihat anaknya sudah ada disampingnya lalu bertanya alasanya
mengikutinya. Jae Chan mengaku ada yang ingin disampaikan. Ayah Jae Chan
binggung
“Aku
berniat untuk memulainya di atas Tingkat Sembilan.” Kata Jae Chan. Ayahnya
kaget mendengarnya.
“Apa Kau
mendengar semuanya saat malam itu? Hei, memangnya kau memahami artinya?” ejek
Ayah Jae Chan.
“Entahlah.
Memangnya apa?”kata Jae Chan.
Di halte
bus
Hong Joo
menunggu bus dengan kacamata masih berembun. Jae Chan bertanya apakah Hong Joo
selalu memakai kacamata dan punya lensa kontak. Hong Joo mengaku Punya, tapi
lensa kontak agak merepotkan, lalu mengoda dengan bertanya apakah terlihat
lebih baik tanpa kacamata.
“Tidak,
tadi berembun, jadi kukira kau terganggu.” Kata Jae Chan.
“Itu sama
sekali tak menggangguku. Kenapa? Apa itu mengganggumu? Apa Aku terlihat berbeda
tanpa kacamata? Apa Kau semakin menyukaiku?” kata Hong Joo sengaja menurunkan
kacamatanya untuk mengoda.
“Tetaplah
memakainya jika itu tak mengganggumu.” Kata Jae Chan seperti sudah bisa
mengenal sifat Hong Joo yang percaya diri.
“Jika kau
terganggu, aku rela melepaskannya. Tapi.. Omong-omong, apa yang terjadi dengan
kasus Park Jun Mo? Apa Kau akan menyelidikinya kembali?” kata Hong Joo.
Jae Chan
mengatakan kalau itu sudah berakhir, jadi Bagaimana bisa menyelidikinya kembali. Hong Joo pikir
Jae Chan akan mengabaikannya lagi Bahkan setelah keributan semalam, padahal
Adiknya nyaris membunuh seseorang. Jae Chan tak peduli menurutnya Yang penting,
sudah menyelamatkan adiknya.
“Hei..
Apa maksudmu? Kau harus menemukan bukti lain dan mendakwa Park Jun Mo.” Ucap
Hong Joo. Jae Chan bertanya Dengan apa.
“Haruskah
kukatakan ia memukulinya di dalam mimpimu? Apa Kau ingin aku mendakwanya tanpa
bukti? Hari ini tenggang waktunya.” Kata Jae Chan.
“Minta
perpanjangan waktu.” Kata Hong Joo. Jae Chan pikir tak bisa terus meminta perpanjangan
waktu.
“Bulan
ini saja, aku punya 300 lebih kasus lama. Jika aku bersikeras menyelidiki lagi
maka kasus yang sudah jelas ini, aku akan dipindahkan ke tempat yang jauh. Aku
tak punya koneksi, jadi bisa saja dipecat.” Kata Jae Chan.
“Apa Kau
akan mengubur kasus itu hanya karena takut dipecat?” ejek Hong Joo. Jae Chan
mengaku takut dipecat.
“Dengar,
aku harus membuang mobil baruku karena insiden itu dan Cicilanku masih 36
bulan. Aku juga harus membayar bunga cicilan rumahku. Jadi, aku tak pernah
punya uang di rekeningku. Mataku meneteskan air mata lagi.” Kata Jae Chan ingin
menghentikan taksi.
“Hei...
Ingat ini!.. 45-15-35-43-27-33... Nomor lotre yang menang pekan ini... Aku
melihatnya dalam mimpiku. Aku tak pernah membeli lotre walaupun melihat nomor
yang menang. Tapi aku hanya membagi informasi ini denganmu. Hadiahnya 2,8 juta
dolar.” Kata Hong Joo menyakinkan.
“Berhenti
bicara omong kosong. Apa Kau berharap aku percaya?” kata Jae Chan tak percaya
“Ya,
cepat temui mereka.” Kata Hong Joo. Jae Chan pikir kalau di pecat itu masalah
walaupun memenangkan 2,8 juta dollar.
“Anggap
saja itu asuransi dan lakukan saja.” Kata Hong Joo mencoba menyakinkan.
“Apa Kau
pikir aku terlihat seperti pecundang menyedihkan, yang menurut hanya karena
uang?” kata Jae Chan.
“Aku
hanya... Kau bicara soal pinjaman dan cicilan mobil. “Kata Hong Joo
“Aku
bukan tipe orang yang memilah-milah perkataan karena uang.”. tegas Jae Chan
lalu menghentikan Taksi. Hong Joo melihatnya hanya bisa mengeluh Jae Chan suka
menyombong, tapi tidak konsisten. Walaupun begitu menurutnya Jae Chan keren.
Jae Chan
bertemu dengan Yoo Bum melihat dahi temanya diberi plester mengejek kalau
sedang jerawatan, lalu mengajak makan
siang bersama karena berjanji membelikannya sushi. Jae Chan menolak karena ia
jaksa yang menangani kasus Yoo Bum. Yoo Bum pikir Tidak lagi.
“Kau
cepat sekali marah. Apa Itu semua untuk pamer? Sepertinya kau tidak mendakwa Park
Jun Mo dan membatalkan kasusnya.”ejek Yoo Bum
“Kata siapa
aku membatalkan kasusnya? Aku belum menyerahkannya kepada Park Jun Mo. Aku sedang
mempelajari dokumennya, dan tampaknya tak bisa kubiarkan.” Kata Jae Chan berani
melawan. Yoo Bum berteriak marah.
“Itu
kasus penyerangan, dan korban tak mau pelaku dihukum. Apa maksudmu, Jae Chan?”
kata Yoo Bum membela klienya yang tak bersalah.
“Itu baru
bisa jika hanya kasus penyerangan biasa. Aku juga melihat beberapa hal yang
sangat mencurigakan. Ada beberapa orang yang perlu dipanggil juga.” Kata Jae
Chan
“Kau
bilang Hal yang sangat mencurigakan, Orang yang harus dipanggil? Tidak ada hal
semacam itu. Takkan ada apapun bahkan jika menelaah dokumennya berbulan-bulan. Kenali
lawanmu jika ingin menggertak. Dan Jae Chan, Aku tahu kartumu.” Ucap Yoo Bum
mengancam.
“Yoo Bum.
Apa Kau tahu yang lebih mengerikan daripada tidak mengetahui apapun?!! Yaitu Saat
berpikir kau mengetahui segalanya.” Balas Jae Chan dengan gagah melawan Yoo Bum
lalu berjalan dengan santai.
Setelah
jarak beberapa jauh, Jae Chan langsung bersembunyi dibalik mobil. Dadanya
berdegup kencang karena merasa sudah gila berani melawan Yoo Bum si licik, lalu
mencoba mengingat nomor undian 45-15-35-43-27-33.
Hyang Mi
menarik trolly untuk kasus yang sudah diselesaikan Jae Chan berbanding terbalik
dengan tumpukan kasus yang diselesaikan Hee Min. Jae Chan melihatnya lalu
memastikan kalau akan mengantarkannya kepada Park Jun Mo. Hyang Mi dengan
mengejek kalau tak mungkin dirinya terlihat seperti akan dibuang ke tempat
sampah.
Jae Chan
melihat beberapa berkas lalu mengambilnya, kalau ingin memeriksa kasus Park Jun
Mo lagi lalu bergegas pergi. Hyang Mi mengeluh dengan Jae Chan menngaku hanya menggali dan marmot tanah.
“Itu
sebabnya banyak kasus yang belum terselesaikan. Bertindak lamban jauh lebih
buruk daripada bersikap bodoh. Aku kasihan kepadamu.” Ucap Sek Hee Mi.
Diam-diam Tuan Park didepan ruangan melihat Jae Chan mengambil kasus yang ingin
disetujuinya.
Jae Chan
masuk ke dalam ruangan meminta Tuan Choi agar memanggil Park Jun Mo, lalu Lakukan pemeriksaan silang
untuk dokter Rumah Sakit Kiyoung, dan korban yaitu Nyonya Do dan memanggil keduanya di hari yang sama.
“Kupikir
kasusnya sudah ditutup karena tak bisa diusut.” Kata Tuan Choi
“Aku
mengusutnya kembali.” Kata Jae Chan yakin. Tuan Choi pun tak bisa mengelak pada
perintah atasanya.
“Ohh..
yahh. Hampir lupa. Tolong minta dokter itu membawakan semua rekam medisnya.”
Kata Jae Chan. Tuan Choi mengerti dan langsung mengeluh kalau harus lembur
lagi.
Tuan Choi
menelp Yoo Bum terlihat sedikit binggung. Yoo Bum dengan nada bahagia pun
bertanya Kenapa menghubungi kantornya padahal
punya nomor ponselnya, lalu merasa merasa kalau mereka hanya membahas
pekerjaan padahal tak seperti itu.
“Ini
memang soal pekerjaan. Jaksa Jung ingin memanggil Tuan Park untuk penyelidikan ulang. Aku ingin
memastikan waktu yang tepat untuknya.” Kata Tuan Choi
“Ah, ia
keterlaluan... Dia bisa mengirimkan semua pertanyaannya.” Ucap Yoo Bum biasa
membuat bermain dengan kejaksaan.
“Kurasa
kau tak memahami situasi ini. Tampaknya ia akan meminta surat panggilan jika
Pak Park tidak hadir. Jika begitu, ini akan menjadi masalah besar.” Jelas Tuan
Choi
“Aku tak
bisa membiarkan itu. Aku akan berbicara dengannya. Jangan mengkhawatirkan
masalah itu.” Kata Yoo Bum
Tuan Choi
mengerti lalu menutup telpnya. Yoo Bum langsung mengumpat marah sambil
mengacak-ngacak semua barang diatas meja, setelah itu menelp sekertarisnya agar
mencari keberadaan istri dan putri Park Jung Mo.
“Aku
sudah memintanya datang, tapi sepertinya takkan mudah.” Kata Tuan Choi. Jae
chan juga berpikir seperti itu.
“Jaksa
Jung... Pak Park ingin bertemu denganmu.” Kata Hyang Mi setelah memberikan
berkasnya. Jae Chan nampak gugup, tapi berusaha untuk tenang mengingat nomor
lotre 45-15-35-43-27-33, kalau ia akan memenangkanya.
Jae Chan
langsung diberikan minuman saat masuk ruangan Jaksa Park, Jaksa Park memuji
kalau wajah Jae Chan itu memberikan dampak positif terhadap divisi mereka dan
menurutnya Akan lebih baik jika bisa berkontribusi, untuk meningkatkan kinerja
mereka. Jae Chan pun berjanji akan berusaha keras. Jaksa Park pun menyuruh Jae
Chan untuk meminum tehnya.
“Sepertinya
kau tak memasukkan kasus Park Jung Mo, ke dalam tumpukan laporan yang kau
kirimkan untuk disetujui. Dan Kudengar itu kasus penyerangan dan korbannya tak
menuntut. Kasus itu sudah jelas. Bukankah kau terlalu mengulurnya?” kata Jaksa
Park yang membuat Jae Chan tak jadi meminum tehnya.
“Aku tak
bisa mempercayai rekam medis dan ia bisa saja sering melakukan hal itu.” Kata
Jae Chan.
“Apa Kau
yakin bukan karena ini kasus Pengacara Lee Yoo Bum?” kata Jaksa Park. Jae Chan
mengaku Bukan itu alasannya.
Di ruang
depan, Sek Min sibuk mengetik yang terjadi didalam ruangan karena suara
keduanya bisa terdengar. Tuan Park pun meminta Jae Chan untuk memberikan berkas kasusnya dan fokuslah
pada kasus lain, menurutnya karena itu sebabnya banyak kasus menumpuk.
“Aku akan
menyelidiki lebih dalam dan memeriksa jika ada hal lain.” Kata Jae Chan
“Ada
banyak kasus lain yang lebih mendesak. Kenapa kau bersikeras ingin menyelesaikan
kasus itu? Jika terus seperti ini, maka kau seolah-olah ingin membalas
Pengacara Lee.” Kata Jaksa Park
“Apa
tidak boleh? Membalas dendam atau tidak, maka tak ada salahnya memeriksa kasusnya
dengan teliti.” Kata Jae Chan berani melawan. Jaksa Park pikir Jae Chans sedang
bercanda karena berani melawanya.
“Aku tak
peduli meski Anda salah paham dengan maksudku. Jika kasusnya kutinggalkan hanya
demi menghilangkan kesalahpahaman, maka kasusnya akan memburuk di masa depan. Jadi,
aku berencana memeriksa semua hal, termasuk kejadian di masa lalu, dengan
teliti.” Tegas Jae Chan.
“Hei... Beraninya
kau!” teriak Jaksa Park
Di
ruangan Jaksa Lee
Sekertarisnya
tak percaya kalau Tuan Park meneriakinya, "Beraninya kau!" menurutnya
Tuan park pasti kesabarannya sudah habis. Karena kalimta "Beraninya
kau!" jarang mengatakan itu. Ia pikir motto orang baru Jae Chan adalah
"hidup dengan bersemangat, dalam waktu singkat." Dan Sepertinya terus
melawan Tuan Park.
“Dia
pemberani! Dia hidup seakan-akan ini hari terakhirnya!” kata Jaksa Lee melihat
Jae Chan yang berbeda
Sementara
Hee Min satu kampus dengan Jae Chan menceritakan dulu pernah dipukul oleh Jae
Chan saat melawanya, menurutnya seniornya dikampus itu tak bisa menahan diri.
Sekertarisnya bertanya apakah Jae Chan.
seperti itu saat masih kuliah.
“Tidak.
Kenapa ia begitu berani? Apa Dia memenangkan lotre?” pikir Hee Min.
Jae Chan
sudah mengemudikan mobil baru, Salesnya mennanyakan perasaan Jae Chan kalau ini
model luar biasa yaitu salah satu sedan mewah yang paling hemat bahan bakar
jadi Akan berfungsi hanya dengan bau gas.
“Bisakah
kau memotretku saat aku sedang mengemudi?” kata Jae Chan. Sei Sales pun dengan
senang hati mengambil gambar Jae Chan.
“Apakah karena
bagian dalamnya yang berwarna merah? Sangat sempurna untuk CEO muda.” Kata Si
sales
“Mobil
apa yang bagus untuk dijadikan mobil kedua?” tanya Jae Chan percaya diri karena
bisa mendapatkan uang untuk mobil kedua.
Si Sales kaget tapi membuatnya senang.
“Benar.
Memang sedang trendi membeli mobil baru untuk bersantai, sebagai tambahan mobil
utama yang dipakai untuk bekerja. Kemewahan
yang menjadi kebutuhan.” Ungkap si Sales. Jae Chan melihat Hong Joo berjalan
sendirian lalu sengaja menghentikan mobilnya.
Jae Chan
bertanya kemana Hong Joo akan pergi, Hong Joo pikir itu bukan urusanya. Jae
Chan mengaku kalau Ada yang ingin dikatakan kalau sudah bilang kepada
atasanya bahwa akan menyelidiki ulang
kasusnya dan akan mengungkap kebenarannya, apapun yang terjadi. Hong Joo tak
percaya mendengarnya.
“Kenapa
kau menyulitkan aku kalau akhirnya setuju juga? Apa Tindakan dan ucapanmu
selalu bertolak belakang? Apa Kau munafik?” ejek Hong Joo
“Tidak...
Bisa dibilang, aku selalu menepati janjiku.” Kata Jae chan. Hong Joo merasa tak
seperti itu lalu bertanya mobil siapa yang dipakai Hong Joo.
“Aku
sedang uji kemudi.” Kata Jae Chan. Hong Joo pikir Jae Chan akan membelinya. Jae Chan juga tak tahu.
“Apa Kau
membeli itu karena mempercayai kebohonganku, soal nomor lotre yang menang?”
kata Hong Joo panik. Jae Chan agar kaget kalau ternyata itu bohong.
Hong Joo
tak percaya kalau Jae Chan bisa mempercayainya. Jae Chan mengelak kalau gila
mempercayai omong kosong seperti itu.
Hong Joo mengucap syukur dengan karena
Jae Chan berani melawan bukan karena bosnya.
“Sudah
kubilang, aku bukan tipe orang, yang mau melakukan segalanya demi uang.” Ucap
Jae Chan.
“Tentu
aku tahu kau tak seperti itu, sekarang” kata Hong Joo. Jae Chan pun pamit
pergi, lalu tiba-tiba seperti merasakan kakinya lemas saat berjalan.
Jae Chan
mengingat sudah melawan Yoo Bum dengan mengatakan “Aku sudah mempelajari
berkasnya, dan sepertinya aku tak bisa melepaskannya begitu saja. Jadi, aku
berencana memeriksa semua, termasuk insiden di masa lalu.” Setelah itu
berbicara dengan Jaksa Park yang dibuatnya berteriak marah.
“Aku
pasti sudah gila. Astaga...” ungkap Jae Chan kebingungan dengan nasibnya
sekarang.
Sementara
Sales menelp istrinya memberitahu klienya hari ini ingin membeli mobil tambahan
jadi mereka bisa membelikan ponsel baru untuk anak mereka dan buru-buru menutup
telpnya saat Jae Chan akan masuk ke dalam mobil.
“Pak, aku
sudah memikirkan yang terbaik untukmu. Anda bilang ingin mobil kedua. Untuk
mobil tambahan, kurasa mobil SUV sempurna. Itu sebabnya aku merekomendasikan model
ini untuk Anda. Bagaimana menurutmu?” kata
Sales mengebu-gebu.
“Baguslah.
Aku akan memikirkannya.”ucap Jae Chan.
“Benar.
Kurasa terlalu cepat, jika kita membicarakan mobil tambahan sekarang. Lalu
kapan Anda akan membeli model ini?” kata Sales
“Kurasa
aku akan membelinya suatu hari nanti.” Ungkap Jae Chan dengan nada lemas. Wajah
Sales langsung dongkol menyuruh Jae Chan untuk kembali ke toko sebelum jalanan
mulai macet.
Hee Min
masuk ruangan berbicara di telp membahas Jae Chan kalau ia lebih senior tapi terus
memanggil namanya di tempat kerja, bahkan melawan Tuan Park seakan-akan hendak
meninggalkan pekerjaan ini. Ia pikir tahu
karena sudah menangani kasus Park Jung Mo tahun lalu.
“Antusiasme
saja tak cukup untuk menyelesaikan kasus itu.” Ucap Hee Min dengan memutar
kursinya dan kaget melihat Jae Chan sudah ada di pojok ruanganya.
“Ada apa,
Jaksa Jung? Sedang apa kau disini?” tanya Hee Min. Jae Chan menatap kertas
lotre mengaku berpikir untuk meninggalkan pekerjaan ini.
“Apa Kau
mendengar semuanya?” kata Hee Min panik. Jae Chan pun merobek kertas lotre
mengajak Hee Min bicara santai saja karena tak ada orang diruangan. Hee Min
mencoba menjelaskan tapi Jae Chan lebih dulu berbicara.
“Apa Kau
juga gagal mendakwanya saat menangani kasusnya tahun lalu?” kata Jae Chan. Hee
Min mencoba membela diri.
“Aku
kemari bukan untuk berdebat, tapi Aku bertanya karena penasaran.” Ucap Jae
Chan.
“Ya, aku
tak berhasil mendakwanya dan Maaf aku masih terdengar formal. Ini takkan
terjadi jika kau berhasil mendakwanya.” Kata Hee Min.
Jae Chan
bertanya apakah Hee Min tak menyesal. Hee Min mengaku Tidak, karena akan
membuat keputusan serupa jika bisa mengulangnya. Jae Chan ingin tahu alasanya.
Hee Min yakin Jae Chan sudah dengan slogan "Kami akan berjuang demi
keadilan dan hak asasi manusia Kami akan menjadi jaksa yang membantu kaum
lemah" Jae Chan tahu kalau Itu Sumpah Jaksa.
“Terkadang,
memperjuangkan keadilan, dan membantu kaum lemah tak berjalan beriringan.
Seperti pada kasus Park Jun Mo. Ada banyak kasus KDRT,. menangkap suami, sang
pemberi nafkah, akan membuat keluarganya kesulitan menopang hidup mereka
sendiri.” Kata Hee Min
“Istrinya
menulis pernyataan bukan karena memaafkannya.” Pikir Jae Chan.
“Kita
semua tahu dan Kita hanya berpura-pura tidak tahu, karena ingin istrinya
membuat keputusan. Antara tetap hidup dalam ruangan penuh duri, atau
memberanikan diri menerobos dinding berduri itu. Orang-orang seperti kita, yang
hidup di tengah taman bunga, bahkan tidak berhak memutuskan pilihan untuknya.
Apa Kau ingin mendakwa dan menangkapnya tanpa hak itu? Tapi Itu, bukan keadilan
tapi Itu keberanian yang bodoh.” Jelas Hee Min. Jae Chan pun hanya diam saja.
Hee Chan
keluar dari kantor kejaksaan Distrik Hangang Seoul" lalu mengingat ucapan
Hee Min “Orang yang tak bisa membedakan tidak pantas menjadi jaksa.” Setelah
itu menatap ID cardnya sebagai jaksa. Setelah itu berdiri seperti melihat
kenangan kembali bersama dengan ayahnya.
Flash Back
Tuan Jung
sibuk memilih payung sambil menahan tawa. Hae Chan kesal meminta Tuan Jung
Berhenti tertawa dan mengomel karena tak mau memberitahunya karena ingin tahu maksud
Ayahnya memulai di level lebih tinggi dari Tingkat Sembilan. Tuan Jung
mengartikan kalau Jae Chan harus lulus
ujian hukum.
“Aku akan
melakukannya. Lalu Aku bisa menjadi apa jika lulus ujian hukum?” kata Jae Chan.
Tuan Jung mengatakan Jae Chan bisa
menjadi banyak hal.
“Banyak
pekerjaan yang akan tersedia, tapi ayah tak yakin.” Ejek Tuan Jung.
Saat itu
seorang tentara masuk, Tuan Jung seperti merasakan sesuatu yang aneh dari
tasnya. Jae Chan melihat ayahnya hanya
diam ingin tahua apa yang dingikan oleh ayahnya. Tuan Jung meminta tolong Jae
Chan agar pulang mengambilkan ponselnya. Jae Chan menganguk mengerti.
“Jae
Chan. Bagaimana jika menjadi jaksa? . Ayah ingin melihatmu menjadi jaksa.” ucap
Tuan Jung sebelum Jae Chan keluar. Jae Chan pun langsung menyetujuinya dan akan
mencobanya.
Jae Chan
pun menunggu di pinggir jalan dengan payung, tiba-tiba kaca di dibelakangnya
pecah dan terdengar bunyi letusan. Si tentara kabur dengan senapan panjang
ditanganya. Jae Chan berlari masuk ke minimarket dan langsung menangis melihat
ayahnya sudah terluka parah.
“Saat itulah aku sadar, Ayahku
sudah membuat pilihan.”
Rumah
duka penuh dengan wartawan dan juga penjabat yang keluar masuk, yaitu dari Kapten
Jung Il Song dan supir bus, Nam Chul Du, yang menyelamatkan banyak orang dari
tentara pelarian. Di ruangan yang berbeda. Jae Chan bersama ibu dan adiknya
hanya bisa menangis karena kepergian Tuan Jung tiba-tiba.
“Ayah
mengorbankan nyawanya demi menyelamatkan orang lain. Dunia ini menyebutnya
pahlawan. Tapi, Ibuku kehilangan suaminya karena pilihan itu, Lalu Seung Won dan
aku kehilangan ayah kami tak bisa bilang, pilihannya membuatku bangga. Sebenarnya
aku membenci itu. Untuk orang lain, pilihannya berarti keadilan. Tapi untukku,
itu hanya keberanian yang bodoh.”
Woo Tak terdiam
melihat Jae Chan melamun dan akan pergi. Jae Chan pun bertanya apakah ada yang
bisa dibantuh. Woo Tak mengaku bisa dipercaya.
Jae Chan binggung apa maksudnya. Woo Tak
pikir Jae Chan tak mengingatnya.
“Aku pria
yang hampir tertabrak mobil di Hari Valentine.” Cerita Woo Tak, lalu melihat
dahi yang diberi plester menanyakan keadaanya. Jae Chan mengaku baik-baik saja.
“Kau pria
itu. Seharusnya aku berterima kasih lebih awal. Namaku Han Woo Tak.” Kata Woo
Tak. Jae Chan pun mengulurkan tangan dan memperkenalkan diri.
“Kau
seorang jaksa.” Kata Woo Tak melihat ID Cardnya. Jae Chan mengaku memang
berkerja di kejaksaan lalu melepaskan ID Cardnya.
“Apa Kau
terluka?” tanya Jae Chan. Woo Tak dengan bangga kalau tak terluka karena berkat
Jae Chan menjadi baik-baik saja.
“Aku
ingin mentraktirmu makan dan Syukurlah kita bertemu. Bagaimana jika makan malam
bersama hari ini? Apa Kau sudah ada janji?” kata Woo Tak. Jae Chan mengaku tak
ada. Woo Tak pun mengajak Jae Chan untuk segera pergi kalau akan mentraktirmu
makan daging panggang.
Saat berjalan
mereka membahas kalau lahir di tahu naga dan ternyata mereka sebaya jadi bisa
mengunakan bahasa Banmal selayaknya teman. Jae Chan langsung menolak.
"Restoran Samgyeopsal Hong Joo"
So Yoon
mengangkat piring bersih, Hong Joo melihatnnya menyuruh So Yoon belajar saja
karena tak membutuhkan bantuannya. So Yoon dengan nada sombong mengaku
melakukannya bukan untuk membantu tapi hanya bosan. Hong Joo mengejek So Yoon
memang luar biasa.
“Seperti
seseorang yang kukenal, perkataan dan ucapan berbeda. Kau sepertinya tegar,
tapi sebenarnya lemah. Kau sepertinya baik, tapi perkataanmu jahat.” Ejek Hong
Joo
“Bibi,
dia ini pianis jadi Tak boleh melakukan pekerjaan yang bisa melukai tangannya.”
Kata Seung Won mengambil dari tangan So Yoon dan So Yoon pun tersenyum
mengikuti masuk ke dalam restoran.
Sementara
Hong Joo binggung bertanya-tanya dimana bibi yang di panggil oleh Seung Won. Dan
saat itu Woo Tak datang bersama dengan Jae Chan menurutnya kebetulan sekal
kalau bertemu lagi. Jae Chan binggung karena mereka seperti sudah saling kenal.
“Aku
mengantarnya pulang dengan mobil polisiku beberapa hari lalu. Aku kemari karena
ingin makan daging.” Kata Woo Tak.
“Yah, Apa
kebetulan seperti ini bisa terjadi?” ucap Hong Joo terlihat senang dengan
kedatangan Woo Tak
“Aku
menyesal tak menanyakan namamu hari itu. Siapa namamu?” kata Woo Tak. Hong Joo
pun menyebutkan namanya.
“Aku
lahir di tahun 1988. Tahun Naga.” Kata Woo Tak setelah memberitahu namanya.
Hong Joo mengak lahir ditahun yang sama.
Woo tak
pun mengajak mereka untuk mengunakan bahasa banmal. Hong Joo langsung menyetujuinya. Jae Chan hanya diam saja melihat keduanya
terlihat akrab. Woo Tak membuat lelucon kalau mereka bertiga itus shio naga
jadi Seperti naga terbang. Hong Joo tertawa lalu berpikir kalau Itu konyol sekali.
“Omong-omong,
kau lebih cantik tanpa kacamata.” Komentar Woo Tak memuji. Hong Joo tersipu
malu karena ada yang mujinya. Jae Chan seperti tak peduli memilih untuk masuk restoran saja.
Yoo Bum
mengemudikan mobilnya, lalu anak buahnya memberitahu kalau sudah Aku menemukan
keberadaan istri dan anak Park Jun Mo dan langsung memutar balik mobilnya
dengan cepat.
Di
restoran, Seung Won melayani kakaknya dengan sengaja menaruh makanan dengan
cara membanting. Jae Chan langsung memarahi adiknya kalau sudah melarang
terlibat dengan So Yoon dan sekarang malah ada di restoran Hong Joo dengan
mengenakan celemek. Seun Chan mengaku kalau Itu yang ingin ditanyakan lalu
bergegas pergi. Jae Chan pun hanya bisa mengumpat marah.
“Kupikir
kalian berdua akur, tapi kalian sama seperti yang lainnya.” Komentar Woo Tak
sambil memakan timu.
“Apa Kau
juga tahu ia adikku? Apa Ini bukan kebetulan? Dari mulai berpapasan denganku sampai
membawaku kemari.” Kata Jae Chan curiga
“Aku juga
penasaran dengan itu. Ini semua kebetulan, atau takdir?” ucap Woo Tak memegang
tangan Jae Chan seperti ingin mengoda. Jae Chan binggung dengan ucapan Woo Tak.
“Ahh.. Sebenarnya
aku tak merasakan apapun. Apa Berarti ini bukan takdir?” kata Woo Tak. Jae Chan berdiri dari tempat duduknya, Woo Tak
bertanya kemana Jae Chan akan pergi. Jae Chan mengatakan mau ke toilet.
“Apa Mimpiku
sungguh akan menjadi kenyataan? Di dalam mimpiku... Dalam perjalanan,. menuju
restoran ini bersama Kyung Han, aku berpapasan dengan Jae Chan”
Mereka
pun bertemu didepan kantor kejaksaaan bersama dengan Tuan Oh.
“Di dalam
mimpiku, kami berpisah setelah berkenalan,. dan datang bersama Kyung Han. Sisanya
sama dengan yang ada di dalam mimpiku. Dari tempat duduk pelanggan, sampai
makanan yang mereka pesan. Semuanya persis. Aku hanya membuat, perubahan kecil dan
Alih-alih Kyung Han, tapi kemari bersama Jae Chan.”
Jae Chan
kembali sambil mengeluh kalau tak ada air. Woo Tak mengaku merasa tak sabar.
Jae Chan meminta Berhenti bergurau dan katakan dengan jujur apakah Ini semua kebetulan
atau sengaja membawanaya kemari menurutnya
Lebih baik tak membicarakan omong kosong seperti takdir. Woo Tak meminta Jae
Chan berhenti bicara.
“ini sama
dengan mimpiku,maka pria itu akan masuk lewat pintu itu dalam lima detik.” Gumam
Woo Tak lalu mulai menghintung mundur.
Saat itu
juga Yoo Bum masuk ke dalam restoran, suasana mulai tegang. Nyonya Do dan
anaknya terlihat agak ketakutan. Hong Joo langsung memegang tangan So Yoon dan
langsung menanyakan alasan Yoo bum datang.
Woo Tak benar-benar tak percaya kalau Yoo Bum masuk tepat dalam hitungan terakhir.
“Aku
kemari bukan untuk menemuimu, Hong Joo. Tapi untuk berbicara dengan kalian
sebagai pengacara Park Jun Mo.” Kata Yoo bm
“Aku
sudah melihat banyak hal. Ini bukan kebetulan, ini takdir. Kau mengenal pria
itu, 'kan?” kata Woo Tak. Jae Chan menatap Woo Tak dengan wajah binggung.
“Aku
benar-benar penasaran, dengan Perubahan kecil yang kubuat. Akankah, itu mencegah
kejadian buruk, yang akan segera terjadi?” gumam Woo Tak ternyata juga memiliki
kemampuan membuat mimpi jadi kenyataan.
Tempat
abu "Mendiang Jung Il Song” saat baru meninggal, hanya foto keluarga. Sampai
bertahun-tahun berlalu, Jae Chan memperlihatkan "Rapor, SMA Donggang"
dan juga fotonya sebagai "Kantor Kejaksaan, Jaksa, Jung Jae Chan"
Bersambung ke episode 7
Bisa gak, kalo langsung di sediakan ling ep selanjut nya atau sebelum nya di bawah sini, jadi gak perlu bolak balik bolak balik. Ribet.
BalasHapus