Ji Ho
masuk menemui ibunya bertanya dengan sikap ibunya, karena sebelumnya waktu datang ke pernikahan
Yong Hyun berkomenta bahwa pesta pernikahan itu
berisik dan buang-buang uang, menurutnya merkea sudah mengadakan pertemuan keluarga dan saling silaturrahmi
dan kenapa harus menggelar upacara pernikahan.
“Ibu
merasa mereka merendahkan kita. Apa dalam Pikiranmu hal baik kalau mereka berpendapat
kau itu baik dan lugu? Itu artinya kau harus menuruti mereka dan kau tak boleh menolak. Apa Kau
tahu itu? Mereka seakan merendahkanmu karena sebelum menikah, maka kau
sudah tinggal bersama anak mereka.” Ucap Ibu Ji Ho marah
“Kenapa
Ibu memikirkan masalah itu?” keluh Ji Ho. Ibunya pikir keluarga Se Hee memang
merendahkannya dan ingin menanyakan satu hal.
“Kau...
Kenapa kau ingin menikah?” ucap Ibu Ji Ho. Ji Ho pikir tak adan yang aneh
karena ingin menikah di umur 30 tahun.
“Lalu
pekerjaanmu? Apa Kau tak menulis lagi?” tanya Ibu Ji Ho. Ji Ho mengatakan
takkan menulis lagi dan sudah berhenti.
“Jadi Kau
malah memilih pernikahan sebagai pekerjaanmu. Berarti kau bukan menikah sungguhan.”
Kata Ibu Ji Ho.
Ji Ho
heran memangnya tak boleh seperti itu.
Ibunya menegaskan aklau ia membayar kuliah itu akan membuat dirinya
seperti ini, bahkan setelah ayahnya
mengulahinya tak mendapatkan apapun. Ji Ho dengan kaca-kaca bertanya apa ayang
harus dilakukan sekarang.
“Apa Ibu
pikir aku bisa jadi orang berhasil? Kalau aku jadi penulis terkenal, Apa Ibu
pikir aku bisa memberikan uang?” ucap Ji Ho. Ibu Ji Ho mengaku kalau berpikir seperti itu.
“Ibu
frustrasi sekali karena semua usaha yang aku kerahkan buat kau. Ibu bayar uang
masuk kuliahmu, bahkan memberikan uang padamu tanpa bilang-bilang Ayah. Jadi
Kembalikan semua biaya baju mahalmu itu, bahkan Bajunya pun tak bagus-bagus
juga. Bahkan kau Beli tas saja seperti orang lain saja tak bisa.” Kata Ibu Ji
Ho mengumpat anaknya itu bodoh.
“Aku Mana
bisa dapat penghasilan banyak sedangkan kerjaan menulisku tak berhasil. Lalu Keluarga
kita punya apa? Ibu saja tak bisa mencarikanku tempat tinggal. Ibu harusnya
merasa bersalah mengatakan hal itu padaku dan kau bilang Menulis? Kerjaan itu
bisa berhasil kalau punya latar belakang yang bagus. Kalau tak ada uang, maka
yang bisa dilakukan cuma tidur. Kita mana bisa mimpi tinggi-tinggi.” Kata Ji Ho
benar-benar mengeluarkan semua emosinya. Ibu Ji Ho hanya terdiam menatapnya.
Tuan Nam
sibuk menyemprotkan tanaman kesayanganya dalam vas. Nyonya Cho berbicara pada
Se Hee kalau Ayahnya mengkhawatirkan kekasih Se Hee dan keluarganya, menurutnya
Pria memang tak tahu apa-apa, tapi wanita ingin
pakai gaun
“Ayah tak
pernah peka jadi kukira Ayah hidup seperti itu. Bilanglah begitu sama Ayah.” Ucap
Se Hee. Nyonya Cho pun berjalan menghampiri suaminya.
“Jadi Se
Hee bilang, dia tak mau menggelar upacara pernikahan demi orang lain.” Kata Nyonya Cho
“Menantuku
itu bukan orang lain. Bilang begitu ke dia.” Kata Tuan Nam. Nyonya Choi ingin
bicara tapi Se Hee lebih dulu bicara pada ayahnya.
“Hari yang
baik waktu keluarga kita saling bertemu. Kita semua harus berkumpul dan
merayakan pernikahanmu. Bilang saja kalau Ayah ingin apa yang Ayah berikan padaku untuk dikembalikan. Kalau itu alasannya, maka aku lebih percaya.” Ucap Se Hee. Nyonya
Cho panik melihat sikap ayanya.
“Ayah
pasti ingin membangga-banggakan betapa hebatnya seorang ayah membesarkan anak dan
betapa berpendidikannya menantu Ayah itu.
Aku tak mau menikah hanya untuk demi Ayah. Ayah janji kalau takkan menceraikan Ibu dan takkan mencampuri urusanku kalau aku menikah. Jadi
tepati janji itu.” Tegas Se Hee lalu keluar dari rumah.
“Kau tak
menggelar acara pernikahan tapi Apa kau bilang ini pernikahan? Ayah tak bisa
terima.” Kata Tuan Nam menyindir. Se Hee seperti akan melawan, Nyonya Cho
menahan menyuruh Se Hee agar pergi saja.
Ji Ho
makan odeng dengan cepat dan sangat banyak, Ho Rang pikir JI Ho sudah banyak
makan di restoran tadi. Ji Ho mengaku itu
Sudah tercerna semua. Ho Ran ingin tahu apakah Ji Ho tak ada upacara
pernikahan. Ji Ho mengaku tak punya pekerjaan dan harus bayar angsuran rumah
menurutnya Buang-buang uang.
“Apa Kau
tak mau pakai gaun atau Foto pernikahan juga tak mau?” kataHo Rang.
“Entahlah.
Kami berdua tak terlalu memikirkan itu.” Kata Ji Ho santai karena mereka
menikah saling membutuhkan.
“Ji Ho,
upacara pernikahan bukan hanya untuk kalian berdua dan Pendapatmu tak penting.
Dalam drama saja, harus ada upacara penayangan drama. Dan Pemilik saham dan
stasiun TV takkan rugi, kalau kau menggelar upacara penayangan drama, karena
itu berguna untuk menarik penonton. Dan Upacara pernikahan juga begitu.” Kata
Soo Ji
“Makanya
karena itu, aku tak mau. Kenapa juga harus melakukannya, Lagipula orang tuaku
juga bukan pemilik saham.” Kata Ji Ho. Ho Rang pikir benar juga.
Tapi
menurutnya Ibu Ji Ho mengatakah hal itu karena marah dan ingin minta ganti rugi
dengan cara apapun walaupun itu bukan uang. Ho Rang juga mengaku kalau ingin
melihat temanya mengunakan pakai gaun
dan ibunya juga pasti berpikiran yang sama. Ji Ho mengaku tak punya uang untuk menggelar upacara
pernikahan, begitu juga Teman serumahnya
“Tapi,
kenapa dari tadi kau memanggil tunanganmu dengan panggilan teman serumah?” ucap
Ho Rang. Ji Ho pura-puara tak sadar. Ho Rang pikir itu sudah dua kali. Ji Ho
terlihat kebingungan.
“Apa kau
jangan-jangan.... bermain peran penyewa dan pemilik? "Hei..Kau menunggak
membayar, maka Akan kukasih kau pelajaran malam ini." Goda Soo Ji. Ji Ho
merasa temanya sudah gila. Ho Rang mendengarnya terlihat sangat bersemangat.
“Lalu kau
bilang "Apa Air mandimu air dingin? Kalau begitu akan kuhangatkan dengan badanku..." ejek Soo
Ji. Ji Ho mengeluh kalau tak seperti itu dan merasa malu dengan pelanggan yang
lain.
Ho Rang
yang bahagia memeluk temanya, lalu tersadar kalau Ho Rang tak mengunakan bra
lagi. Soo Ji pikir kalau seharian dadanya, diperas dan ditekan mengunakan bra
dengan sengaja menekan wajah Soo Ji sampai mulutnya monyong.
“Bukannya
itu terasa sesak?” kata Soo Ji . Ho Rang menyuruh temanya melepaskan tanganya
karena wajahnya terlihat sangat jelek.
“Aku
lebih nyaman ke kantor, kalau tak pakai bra...” kata Soo Ji. Saat itu Ji Ho
melihat ponselnya, Ji Sook mengirimkan pesan “Noona, Ibu minta nomor pacarmu.
Se Hee
minum satu gelas penuh bir, Sang Go meminta
Ahjumma memberikan satu botol bir lagi. Se Hee menolaknya, Senga goo
pikir temanya akan mabuk hari ini. Se Hee mengaku sudah cukup mabuk. Sang Goo
tak percaya Sel otak Se Hee akan terasa mabuk dengan 500mL bir Tapi menurutnya
itu rasanya enak.
“Kenapa
sel otakmu tidak berfungsi rasional soal pernikahan. padahal berfungsi selagi
mabuk?” kata Sang Goo. Se Hee bertanya apa maksudnya.
“Pernikahan
itu juga mengumpulkan uang. Orang akan menjadi senang walaupun mereka membayar
makanannya sendiri.Dan Sudah kubilang berkali-kali kalau pernikahan itu acara
yang aneh. Kau menyelenggarakan upacara pernikahanmu dari uang kumpulan
orang-orang. Bahkan Kau juga dapat untungnya.” Kata Sang Goo.
“Aku tak
berniat jadi alat orang tuaku untuk mengumpulkan uang.” Kata Se Hee,
“Apa kau
mau menderita karena hal sepele ini Atau
kau mau hidup tenang setelah sabar menahan 2 jam upacara pernikahan? Apa kau yakin
bisa tahan ocehan orang tuamu seumur hidupmu? Lebih baik Lakukan saja. Lagipula
upacara pernikahan tak butuh uang banyak-banyak.” Kata Sang Goo mencoba
menghitung estimasi dananya. Se Hee pikir tak perlu
“Lagipula
aku takkan kasih hadiah pernikahan, dan jangan traktir aku ini. Tapi Aku tahu
tempat baju pernikahan yang murah.” Kata Sang Goo mengutak ngatik ponselnya. Se
Hee pikir tak perlu mengunakan upacara adat.
Sang Goo
memperlihatkan biaya yang akan dikeluarkan,
Se Hee melihat seperti tak percaya kalau hanya segitu biayanya. Sang Goo pikir Jika Se Hee bisa tawar menawar
dengan orang yang dikenal maka dananya
bisa lebih rendah dari ini, lalu menunjuk seorang untuk bertanya.
“Siapa
memang dari tadi yang tidur disitu?”
ucap Se Hee heran karena selama berbicara dengan Sang Goo ada orang yang
tertidur. Sang Goo mengatakan kalau Won Seok dari kemarin sudah tidur disana.
“Dia adalah pria itu. Yang mengenalkanmu sama Ji
Ho.” Ucap Sang Goo menyuruh Wan Seok untuk bangun.
“Senang
bertemu denganmu. Aku yang akan buat undangan pernikahannya, jadi jangan
khawatir.” Kata Wan Seok lalu kembali tertidur.
Se Hee
pulang ke rumah bertanya apakah Ji Ho sudah membujuk ibunya. Ji Ho balik
bertanya apakah Se Hee sudah membujuk ayahnya. Akhirnya Se Hee duduk disofa dan
Ji Ho berdiri didepan meja makan, tiba-tiba keduanya sama-sama ingin berbicara.
Se Hee pun mempersilahkan Ji Ho agar berbicara lebih dulu.
“Kenapa
kita tidak menyelenggarakan upacara pernikahan saja?” kata Ji Ho. Se Hee
seperti merasa seperti benar-benar cocok.
Sang Goo
meminta agar minggu ini, stabilisasikan aplikasinya dan mengingatakan kalau ada
makan malam perusahaan hari Senin, Bo Mi
mengangkat tangan kalau sudah ada janji. Sang Go mengatakan Inilah poin kuat
dari perusahaan liberal.
“Kalau
kau tak suka, maka jadilah CEO.” Tegas
Sang Goo. Se Hee mengangkat tangan kalau ia juga tak bisa ikut.
“Kau tak
boleh izin, kecuali urusan keluarga.”
Kata San Goo. Se Hee mengatakan harus menghadiri upacara pernikahan hari itu.
“Pernikahan
Senin malam, itu Pilihan hari yang bagus. Tapi Siapa yang akan yang menikah
hari Senin?” ejek Sang Goo seperti tak ingin dibohongi.
“Itu
Pernikahanku... Jadi aku harus menghadirinya dan Itu hari paling murah. Selain
itu Kau yang jadi pembawa acara pernikahanku. Apa mungkin, kau tak bisa datang
karena ada makan malam perusahaan?” ucap Se Hee. Sang Goo hanya bisa melonggo
begitu pun juga yang lainya.
Soo Ji
seperti baru saja meminjam baju temanya yang baru sekali memakainya, tapi kelihatan
baru. Ji Ho mengucapkan terimakasih dan meminta agar memberitahu teman Soo Ji
kalau akan mentraktirnya. Ho Rang bertanya apakah Ji Ho tak masalah
mengunankanya, karena itu termasuk gaun bekas.
“Ini 'kan
untuk foto pernikahan, tapi terlalu biasa, bahkan bagian bawahnya tak mekar”
kata Ho Rang yang memimpikan pernikahan.
“Lagipula
aku cuma pakainya sejam dan Cantik bajunya. Menurutku semua gaun pernikahan sama
saja.” Kata Ji Ho sangati
“Kenapa
seperti itu? Apa Kau buta warna?” keluh Ho Rang. Soo Ji membahas hari
pernikahan Ji Ho itu hari kerja dan memikirkan apakah ada banyak tamu yang
datang.
“Kebanyakan
tamu dari orangtua kami. Kalau tamu kami
berdua, tidak banyak sepertinya. Dan Si majikan rumah... maksudku Se Hee juga
mengundang rekan kerjanya.” Ucap Ji Ho tak ingin ketahuan kalau sebenarnya
hanya pernikahan kontrak.
“Apa ada
teman dia yang lumayan? Kau Tahu, aku sudah lama tak pacaran.” Kata Soo Ji mengoda. Soo Ji
pikir itu bukan masalah pacaran tapi kehidupan seksual temanya.
“Apa Kau
tak suka sama Ahjussi yang tempo hari kau temui? Apa Kau memblokir kontaknya?”
kata Soo Ji. Ho Rang mengaku kalau Dia lumayan, tapi agak menganggu.
“Ho Rang.
Aku juga telepon Won Seok karena
pernikahanku.” Kata Ji Ho. Ho Rang sedikit agak kaget tapi berusaha untuk
tenang.
“Kurasa
dia banyak minum belakangan ini. Dia kedengarannya sedang tak sehat. Apa Kau
tak mau telepon dia?” ucap Ji Hoo
“Kenapa
aku harus telepon mantanku? Ini
Menggelikan. Dia saja tak meneleponku lebih dari seminggu, jadi kupikir dia mau
putus. Dan Minggu depan, aku mau ikut kencan buta.” Kata Soo Ji. Ji Hoo pun
menganguk mengerti.
Sang Goo
memberikan tab dengan contoh gambar bertanya pada Se Hee temanya ingin konsep
Romantis, adat, atau komikal. Se Hee
mengeluh melihat foto-foto yang diberikan Sang Goo, Sang Goo pikir Se Hee akan
menyanyi juga. Se Hee langsung menolaknya.
“Apa hal
kuno seperti push-ups dan lainnya, itu
'kan lebih seru kalau lagi di acara
pernikahan.... Wahh.. Aku jadi tak sabar menunggunya” kata Sang Goo penuh
semangat. Se Hee menolak.
“Hanya
satu hal yang bisa Kau lakukan. Selesaikan urusan pernikahan ini secepat
mungkin.” Ucap Se Hee. Sang Goo heran melihat sikap Sang Goo sangat berbeda.
“Ini
hanya satu-satunya pernikahan yang akan kau jalani sepanjang hidupmu. Dan Apa
kau ingin pernikahannya cepat selesai?” kata Sang Goo tak percaya.
“Ya, aku
ingin pernikahanku singkat dan biasa
saja agar orang tak mengingatnya Jadi akan Kuserahkan padamu.” Ucap Se Hee lalu
beranjak pergi.
“Pasti
ada yang dia rencanakan.” Ungkap Sang Goo melihat temanya.
Ji Ho dan
Se Hee duduk di meja makan dengan tabel persiapan pernikahan. Ji Ho bertanya Se
Hee akan memakai baju apa nanti. Se Hee menjawab akan pakai kemeja saja dan bertanya tentang
hanbok orang tua Ji Ho. Ji Ho mengatakan kalau Orang tuanya sudah pinjam dari kerabat.
Se Hee mengetahui kalau ibunya juga punya satu.
“Baik.
Ini lebih sederhana dari yang kukira.
Apa Kita sudah selesai sekarang?” kata Ji Ho. Se Hee mengatakan kalau sekarang hal yang paling penting yaitu Kontrak mereka.
“Apa yang
harus kita sepakati, Kita harus membicarakan biayanya Dan masa habis
kontraknya. Sama seperti diskusi kita kemarin, yaitu kita harus bayar
masing-masing acara keluarga dan liburan. Apa Kau tak keberatan?” ucap Se Hee.
Ji Ho setuju.
“Habis
kontraknya selesai setelah berjalan dua tahun saja. Jika ada hal tak terduga, maka
kita diskusikan lagi. Apa Kau tak keberatan?” kata Se Hee. Ji Ho mengaku tak keberatan.
“Tapi,
bagaimana kita mengakhiri kontraknya? Jadi maksudnya... Apa kita bercerai
karena keputusan bersama? Tentu, kita memang tak mendaftarkan pernikahan kita, tapi
teman dan semuanya sudah tahu.” Kata Ji Ho
“Ya,
sepertinya begitu cara kita mengakhirinya. Kita akan mengakhiri kontrak dengan perceraian. Kita akan memberitahu orang
lain kalau kita cerai karena perbedaan kita. Bagaimana alasannya?” kata Se Hee.
Ji Ho pikir itu boleh dan mereka pun sudah menandatangi kontrak.
Ji Ho
datang menemui adiknya di taman bertanya apa yang dibawa adiknya di malam hari.
Ji Sook memberitahu kalau ibunya membawakan makanan untuk Ji Ho dan tak sempat memberitahu
ketika datang, kakaknya langsung pergi.
Ia juga memberitahu pesan ibunya kalau meminta nomor telp Se Hee.
“Bilang
saja kau tak tahu, dan aku tidak kasih nomornya. Memang buat apa nomornya? Kenapa
Ibu jadi seperti itu dan jadi aneh begitu??” Ji Ho heran
“Aku juga
agak kaget., Kukira Ibu takkan seperti ini. Bahkan Aku pun kaget waktu dia
bilang tentang pernikahan dan tas. Tapi Jangan
khawatir. Kau hanya perlu menggelar pernikahan saja dan Akan kujaga Ibu dan
Ayah. Sampai ketemu di pernikahan.” Ucap Ji Sook akan pamit pergi. Ji Ho akan
berjalan masuk di panggil oleh adiknya.
“Noona...
Tapi..., sepertinya aku tahu kenapa Ibu bersikap seperti itu. Pernikahan bukan semudah yang kau kira. Kau tahu maksudku setelah
menikah nanti” ucap Ji Sook
“Sikapmu
seolah sudah 6 tahun menikah saja Padahal baru 6 bulan.” Keluh Ji Ho berjalan
pulang sambil membawa makanan dan bergumam.
“Menurut
pakar sosiologi, Gary Becker..., .orang cuma menikah jika membawa keuntungan
daripada harus melajang.” Gumam Ji Ho lalu masuk ke dalam rumah membuka makanan
dari ibunya.
Ia
melihat banyak lauk yang berikan untuknya dalam bungkusan kain, sambil bergumam
melihat surat kontrak ditanganya.
“Kukira
menikah itu mudah.Hanya orang yang bisa menghitung keuntungan yang berpikir
seperti itu. Tapi bagi kami...,tak ada rasa kasih sayang. Jadi kukira ini hal
yang lebih mudah.” Gumam Ji Ho bahagia
karena seperti menikah tanpa membawa banyak beban.
Se Hee
sudah menunggu diruang tengah. Ji Ho keluar kamar dengan gaun. Wajah Se Hee tak
seperti pasangan menikah terpana dengan calon pengantinya langsung berdiri. Ji
Ho bertanya apakah mereka akan berangkat sekarang. Se Hee menganguk, lalu
memuji kalau Ternyata gaunnya lebih
cocok dari ia kira. Ji Ho pun mengucapkan
Terima kasih.
Keduanya
sudah ada di pinggir jalan, Ji Ho menerima telp dari Ho Rang kalau mereka
terjebak macet karena ada kecelakaan dan
mungkin butuh waktu sampai sejam. Ji Ho mulai panik. Ho Rang menyuruh Ji Ho pergi lebih dulu saja karena
nanti akan terlambat.
“Bagaimana
ini? Temanku yang harusnya menjemput Kita
akan datang terlambat.” Ucap Ji Ho panik
“Aku juga
tadi cek keadaan lalu lintas dan memang ada kecelakaan. Kita naik taksi saja
dulu, Kalau tidak maka kita bisa terlambat.”
Ucap Se Hee lalu sebuah bus datang. Se Hee melihat kalau Bus itu menuju gedung pernikahan. Ji Ho pikir Naik taksi,
mahal dan mengajak mereka berlari mengejar bus sampai halte.
Keduanya akhirnya
naik bus dan duduk dibagian belakang, Ji
Ho memastikan kalau mereka pasti sampai tepat waktu. Se Hee pikir mereka masih
punya banyak waktu lalu bertanya apakah Ji Ho membutuhkan sapu tangan. Ji Ho
binggung tiba-tiba Se Hee yang membahas tentang Sapu tangan.
“Temanku
bilang aku harus bawa sapu tangan. Dia bilang kalau pengantin wanita
menangis..., maka aku harus menyeka air matanya pakai sapu tangan.” Ucap Se
Hee.
“Apa aku
nanti bakal menangis?” kata Ji Ho tak percaya. Se Hee pikir seperti itu. Ji Ho
merasa kalau itu tak mungkin dan tak perlu khawatir soal itu.
“Kenapa
pula aku menangis? Aku bukan orang
seperti itu.” Kata Ji Ho. Se Hee pun mengucap syukur.
Ji Ho
sudah duduk menunggu diruangan pengantin wanita dengan buket bunga dan hiasan
dikepalanya. Temanya datang melihat Ji Ho memujinya sangat cantik, bahkan melebihi
dugaan mereka sebelumnya. Bo Mi meminta
mereka duduk bersama dan akan mengambil foto.
“Hei,
calon suamimu ternyata lebih tampan
dilihat langsung Kukira kau tidak peduli
soal penampilan.” Komentar Ho Rang
“Aku juga
sampai kaget, bahakn Dia juga tinggi” kata Soo Ji. Ji Ho seperti tak
memperhatikan Se Hee karena memang menikah bukan karena perasaan tapi
kebutuhan.
“Hei, kau
sudah pakai riasan anti air?” tanya Ho Rang. Ji Ho binggung kenapa harus anti
air.
“Nanti
riasanmu luntur kalau kau menangis. Jadi pengantin harus pakai riasan anti air.
Apa Kau tak tahu?” ucap Soo Ji. Bo Mi
meminta mereka bersiap karena akan mulai mengambil gambar dan mereka bertiga
memberikan gaya dengan banyak foto mereka.
Keluarga
Se He dan Ji Ho menyambut semua tamu didepan pintu, ibu Ji Ho melihat Se Hee
dan ingin pergi. Ji Sook bertanya mau kemana ibunya. Ibu Ji Ho mengaku kalau
ingin pergi Kamar kecil lalu melihat ke dalam ruangan Ji Ho. Bo Mi memberitahu
kalau Pengantinnya lagi ke kamar kecil saat itu ibu Ji Ho akan pergi bertemu
dengan anaknya.
“Apa Ada
lagi yang mau Ibu katakan?” ucap Ji Ho
sinis. Ibu Ji Ho mengaku tak ada.
“Lalu kenapa
Ibu kesini?” kata Ji Ho. Ibu Ji Ho beralasan kalau ruangan itu kamar kecil.
“Ibu...
Kenapa Ibu minta nomor dia?” tanya Ji Ho. Ibunya pikir apakah ia tak boleh
meminta nomor telp menantunya sendiri.
“Aku
penasaran apa yang akan ibu katanya padanya,
Aku bahkan sampai menyelenggarakan acara ini karena ini mau Ibu. Jadi
Ibu jangan berkata aneh-aneh lagi dengan dia.
Kalau Ibu begitu lagi, maka aku akan marah.” Ucap Ji Ho marah
“Ibu
harap, kau juga punya anak seperti dirimu sekarang” kata Ibu Ji Ho menahan
amarah dengan berkaca-kaca lalu pergi.
Ji Ho
kembali keruangan, Bo Mi memberitahu kalau Acaranya mau mula, lalu betanya Apa
tas hitam itu punya Se Hee. Ji Ho membenarkan dan bertanya balik kenapa Bo Mi
menanyakan hal itu. Bo Mi menceritakan
kalau Ibu ibu menanyakan itu dan ingin memberikan sesuatu pada Se Hee. Ji Ho
panik langsung membuka tas milik Se Hee.
Semua
masuk ruangan, Soo Ji duduk dan Ho Rang duduk dibangku yang kosong. Ho Rang
seperti mencari-cari seseorang. Won Seok datang seperti duduk di meja lainya. Orang
tua Ji Ho dan Se Hee duduk dibagian bangku paling depan.
“Upacara
pernikahan Nam Se Hee and Yoon Ji Ho
akan segera dimulai. Dimohon hadirin silakan duduk.” Ucap Sang Goo.
Bo Mi
tiba-tiba datang menuruni tangga lalu berbisik pada Se Hee yang sudah siap
masuk berjalan di altar. Se Hee bertanya
kenapa seperti itu. Bo Mi mengaku tak tahu.
Se Hee
berjalan masuk ruangan kaget melihat Ji Ho yang berjongkok dan menangis
sesunggukan. Lalu melihat sebuah album foto dan juga surat diatasnya. Ia pun
membaca surat yang ditulis tangan oleh ibu mertuanya.
“Aku
ibunya Ji Ho. Aku belum tahu harus memanggilmu apa. Kita baru bertemu cuma
beberapa kali. Aku meminta maaf atas sikapku di pertemuan keluarga kita, itu
Karena dia putri pertamaku.”
“Kadang,
dia seperti suamiku dan dia juga seperti temanku. Dia takut sama ayahnya...,dan
banyak yang harus dia korbankan demi adiknya. Karena dia bertemu orang
seperti aku sebagai ibunya..., banyak
pertarungan yang dia alami. Walau begitu, untungnya, dia bukan sepertiku. Dia sangat pintar.”
Se Hee
bisa melihat semua foto yang ada dalam album, saat Ji Ho masih bayi, balita,
TK, Remaja bahkan lulus kuliah. Ibu Ji Ho juga menyimpan semua sertifikat yang
diterima oleh anaknya serta foto saat nama anaknya menjadi penulis dalam sebuah
nama di Credit title.
“Aku lega
karena kupikir, dia takkan hidup seperti ibunya. Kurasa, di dunia ini...,
menjadi pintar tak ada gunanya jika kau tak berasal dari keluarga berada. Se
Hee.. Apa kau bisa bantu aku dua hal? Jika kelak Ji Ho bilang mau menulis...,bisakah
tolong izinkan dia menulis? Kalau perlu aku yang bersih-bersih rumahmu.
“Jadi jika
dia ingin menulis kelak..., tolong jangan biarkan dia menyia-nyiakan impiannya.
Aku tak mau dia hidup sepertiku. Aku minta Tolong padamu.. Dan...kalau Ji Ho...
sudah mulai menangis, maka susah dihentikan tangisannya. Jadi jangan biarkan
dia menangis sendirian. Walaupun kau
membuat dia menangis..., temanilah kalau
dia menangis.”
Ji Ho
masih saja terus menangis. Bo Mi panik karena Se Hee harus segera masuk. Ji
Ho menyuruh agar pergi lebih dulu saja
karena ia bisa mengurus dirinya sendiri. Bo Mi pikir ia yang akan menemani Ji
Ho karena semua tamu sudah menunggu, lalu berusaha mencari tissue dan
memikirkan make up yang digunakan Ji Ho.
“Jangan
menangis, Ji Ho....” ucap Ji Ho pada dirinya sendiri mencoba agar bisa
berhenti. Tiba-tiba Se Hee kembali datang masuk ke dalam ruang tunggu
“Apa
susah... berhenti menangis?Kalau demikian...,kita harus masuk bersama. Dengan
kau Menangis pun, tak masalah. Kita harus bersama dan .. Karena aku di sampingmu...
Aku akan bersamamu.” Ucap Se Hee mengulurkan tanganya.
“Kupikir
menikah itu mudah... Disinilah... kita bertemu... Mungkin, ini juga....tempat
hati kita bersatu. Hal yang tak mudah ini, tapi baru bermula.” Gumam Ji Ho
meraih tangan Se Hee.
Bersambung
ke episode 6
PS; yang udah baca
blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 &
Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
😭😭😭😭q jd inget IBU,endingx sedih cmpur haru
BalasHapus