Ho Rang
berkomentar kalau Se hee itu tega membuat Ji Ho kerja sambilan, padahal mereka
sudah suami istri. Soo Ji piki Punya penghasilan ganda itu suatu keharusan
dalam masyarakat zaman sekarang dan bertanya apakah nanti Ho Rang menikah, takkan
bekerja.
“Tentu
saja aku bekerja, yaitu Pekerjaan rumah tangga, Aku akan melahirkan anak-anak
dan menghabiskan waktu bersama mertuaku.” Ucap Ho Rang
“Hei, kau
juga butuh profesionalisme... Lalu Won Seok bilang apa? Apa dia menjawab
lamaran anehmu itu?” kata Soo Ji. Ho Rang mengeluh dengan pacarnya itu.
“Dia
tidak berhak menjawab. Tapi Dia malah membuat wanita duluan yang melamar. Llau
Waktu aku bangun paginya, dia sudah tak ada. Mungkin dia sudah sadar apa
kesalahan dia.” Kata Ho Rang percaya diri.
“Ho Rang...
Apa Kau yakin dia ingin menikah denganmu? Apa kau sudah... bicara serius dengan
dia tentang pernikahan?” ucap So Ji.
“Apa yang
perlu dibicarakan? Woo Soo Ji, kami sudah pacaran selama tujuh tahun. Dia
harusnya sudah berpikiran ingin menikah. Jika tidak, berarti dia itu bajingan.”
Kata Ho Rang kesal.
Sang Goo menyuruh
Won Seok agar menikahi Ho Rang saja,
dengan menunjuk pada Se Hee dengan sifat yang aneh saja bisa menikah,
kenapa Won Seok yang terlihat normal tidak bisa. Won Seok pikir Se Hee itu punya
pekerjaan dan rumah.
“Kalau
aku menikah, kami mau tinggal dimana? Mana mungkin aku menunjukkan lotengku
pada orang tuanya.” Kata Won Seok
“Apa Kau masih
belum dapat investasinya?” kata Sang Goo. Won Seol memberitahu kalau akan
ketemu hari ini tapi tak yakin dengan hasilnya.
“Mereka
mungkin memutuskan tidak berinvestasi..., karena mereka selalu kasih harapan
palsu.” Kata Won Seok pasrah.
“Jangan
salah paham soal apa yang akan kukatakan ini, tapi Dengar saja dulu. Apa kau
mau bergabung dengan perusahaanku? Aku tahu kau juga CEO dari perusahaanmu. Tapi
kau harus menjadi bagian dari suatu perusahaan agar bisa menikah dengan
nyaman.” Ucap Sang Goo membantu.
“Terima
kasih atas tawarannya, tapi aku ingin melihat hasilnya dulu. Apalagi aku telah
mengorbankan banyak waktu dalam hal ini juga. Yang lebih pentingnya, aku tidak
tahu apa itu pernikahan. Apa Hyung tahu, apa itu pernikahan?” kata Won Seok.
Sang Goo terlihat gugup.
“Entahlah...Pernikahan
itu pasti menyenangkan, Bersama lebih baik daripada sendirian. Seperti Punya
seseorang yang memahamimu tanpa syarat, Punya orang yang selalu menemani kita.
Bukankah itu hal baik?” kata Sang Goo.
“Kenapa
mendadak kau jadi begini? Kenapa kau jadi lembut sekali? Apa akhir-akhir ini,
ada orang yang seperti itu di dekatmu?” ejek Sang Goo.
“Pernikahan
itu lebih dari apa yang kau bayangkan... Hei.. Tn. Nam, pernikahan itu apa?
Pernikahan itu apa,... pria yang sudah menikah? Apa Karena kau sudah menikah,
kau senang?” ucap Sang Goo berteriak memanggil Se Hee. Se Hee datang melepaskan
earphonye.
“Sudah
kuperingatkan jangan bicara denganku selagi aku bekerja. Dan Gara-gara kau,
logikaku jadi tidak jalan.” Tegas Se Hee. Sang Goo menganguk mengerti dan
terlihat ketakutan.
“Dan
juga, jangan bawa-bawa masalah pribadi di tempat kerja.” Ucap Se Hee. Sang Goo
mengerti dan Se Hee pun pergi meninggalkanya.
“Aku baru
sadar orang bisa meludah lewat mata mereka. Dia memang tak ada ramah-ramahnya.”
Ucap Won Seok
“Tapi dia
sudah menikah, jadi kenapa kita tidak bisa?” kata Sang Goo menyakinkan temanya
yang tak normal saja bisa menikah.
Ji Ho
bertemu dengan pegawai cafe untuk mencari pekerjaan Si pegawai melihat Ji Ho
masih muda dibanding umurny, lalu Apakah sedang mempersiapkan ujian. Ji Ho
mengaku hanya beristirahat sejenak. Si pegawai seperti tak percaya kalau Ji Ho
melakukan diusia sudah kepala tiga.
“Kau dulu
seorang penulis.” Ucap si pegawai. Ji Ho mnegaku sebagai asisten penulis drama.
“Kau
bilang Asisten penulis? Aku baru tahu ada pekerjaan seperti itu. Sepertinya aku
tidak bisa mempekerjakanmu. Kami sebenarnya mencari orang berusia 20-an.” Kata
si pegawai meminta maaf.
Ji Ho
mencari dan melihat didepan restoran kalau mencari pekerja sambilan, ketika
ingin bertanya seorang paman keluar dari restoran memanggil Bok Nam dan
bertanya apakaha Ji Ho mau melamar kerja sambilan?. Ji Ho membenarkan.
“Padahal
lagi sibuk, tapi kemana dia itu? Maaf, bisakah kau cari Bok Nam?” ucap paman.
Ji Ho binggung siapa Bok Nam.
“Dia
bayiku. Dia pergi waktu aku lagi di dapur. Aku harusnya mengikatnya atau apapun
itu” keluh Si Paman. Ji Ho bertanya apakah Bok Nam pergi sendiri.
“Dia
penampilannya seperti... rambutnya cokelat, tekstur Rambutnya lembut, dan pakai
baju merah muda. Dia suka berada di pojokan. Kalau cari di area itu, maka kau
pasti bertemu denganya” ucap Si paman. Ji Ho mengingat cirinya Cokelat, lembut,
dan merah muda.
Si paman
bergegas masuk karena harus mengantar pesanan dengan menambahkan kalau yang
carinya adalah sangat cantik.
Ji Ho
berteriak memanggil Bok Nam disekitar restoran, sambil mengeluh kalau tadi
tidak tanya anjing jenis apa. Ia terus memanggil Bok Nam berpikir kalau itu
anjing pudel coklat. Sampai akhirnya seorang pria seperti merasakan namnya di
panggil, Ji Ho terus memanggil Bok Nam di balik terpal. Pria itu bertanya apa
yang dicari oleh Ji Ho.
“Aku lagi
cari anjing punya pemilik restoran di sana. Kurasa dia pergi sendirian. Namanya
Bok Nam.” Ucap Ji Ho polos. Si Pria agak kaget mendengar nama Bok Nam.
“Apa Kau
ada melihatnya? Rambutnya coklat. Dia pakai baju merah muda. Pokoknya dia
cantik.” Ucap Ji Ho. Bok Nam hanya tersenyum. Ji Ho kembali bertanya apakah
pria itu melihatnya. Pria itu menjawab
tidak, Ji Ho pun pamit pergi.
“Apa kau
Bisa kasih nomormu? Kalau ketemu anjingnya, nanti kutelepon kau.” Ucap si pria.
Ji Ho pun memberikan nomor ponselnya dan pria itu pun pergi. Tapi setelah itu
Ji Ho binggung kenapa harus memberikan nomor ponsel pada orang yang baru
dikenal pada bukan pemiliknya.
Ji Ho
kembali datang ke restoran merasa tak enak harti kalau Bok Nam tak ketemu.
Paman mengucapkan terimakasih karena Bok Nam sudah kembali datang. Ji Ho pun
mengucap syukur. Paman mengajak Ji Ho duduk karena sebelumnya ingin melamar
kerja sambilan.
“Terima
kasih telah membantuku menemukan Bok Nam. Dia menyelinap keluar kapan pun dia
ada kesempatan.” Ucap Paman. Ji Ho
mengaku kalau menyukai namanya.
“Apa Kau
bawa CV?” kata Si paman. Ji Ho memberikan amplopnya, saat tu pria yang
ditemuinya sedang menyusun minuman dalam kulkas dengan mana Bok Nam di
celemeknya.
Sang Goo
membawa dua plastik sandwich berjalan dengan Bo Mi yang asik minum kopi. Bo Mi
memberitahu Asisten Park menelepon, memberitahu
kalau mereka akan makan malam perusahaan hari ini. Sang Goo tak percaya
mendengarnya kalau Sudah jelas apa yang mereka incar.
“Mereka
ingin aku datang dan membayar makan malam mereka. Asisten Park yang bekerja di
Phoenix itu, 'kan?” ucap Sang Goo
“Bukan, Asisten
Park yang bekerja di HK.” Kata Bo Mi. Sang Goo langsung terlihat bersemangat
ingin tahu dimana dan jam berapa.
“Aku
sudah SMS lokasi dan waktunya.” Kata Bo Mi. Sang Goo menganguk mengerti.
“Tapi,
kenapa aku terus yang jadi relawan membawa-bawa barang? Mengingat usia dan
status sosial, bukankah seharusnya kau yang bawa ini?” kata Sang Goo. Bo Mi
tiba-tiba melihat Ji Ho sebagai istri Se Hee ada didepan gedung.
Sang Goo
langsung menyapa Ji Ho, bertanya ada apa datang, dan bepikir untuk bertemu
dengan Se Hee. Ji Ho mengelak karena ada urusan didekat kantor Se Hee. Sang Goo
mengajak Ji Ho makan bersama mereka akan makan malam. Ji Ho menolak. Bo Mi
mengajak Ji Ho untuk ikut masuk saja.
Ji Ho
akhirnya ikut masuk ke dalam ruangan, Sang Goo meminta agar Ji Ho menganggap
saja rumah sendiri dan belum pernah datang sebelumnya dan ingin tahu
pendapatnya. Ji Ho melihat tempat Se Hee itu nyana,
“Ya, aku
memang berusaha membuatnya nyaman... Se Hee pasti ada rapat, tapi kurasa
sebentar lagi selesai dan Tempat duduk dia di sini. Kau Lihat-lihat saja dulu. Aku
mau menyajikan makanan ini dulu.” Ucap Sang Goo memberikan semangat.
Ji Ho
melihat meja Se Hee yang bersedih dengan dua layar didepanya dan keyboard
berwarna putih. Lalu ada papan bertuliskan [Ini aku.] seperti semua pegawai
yang berkerja di kantor. Foto mereka dibuat poloroid dan candid dengan profile
pada sebuah kertas [Ma Sang Goo: Nama panggilan, Mavely, Suka wanita dan
lembur]
Lalu Foto
Se Hee terlihat sedang makan dari belakang, profilenya bertuliskan [Nam Se Hee:
Tidak ada nama panggilan, Suka kucing dan benci hal-hal seperti ini]. Ji Ho
terlihat senang datang ke tempat Se Hee seperti mulai mengenalnya.
Se Hee
duduk diruang rapat terlihat memarahi anak buahnya, karena sebelumnya
memberitahu tidak ada yang bisa diperbaiki minggu lalu dan sudah jelas bertanya
apa ada yang perlu diperbaiki untuk versi akhirnya bahkan bertanya dua kali.
“Itu
karena begitu banyak orang menyuarakan hal ini.” Jelas anak buahnya Se Hee
bertanya apakah ia harus tahu semuanya/
“Seharusnya
kau mengatasinya sebelumnya. Kuharap kedepannya kau takkan lagi merusak ritme
kerjaku dengan masalah kecil seperti ini.” Kata Se Hee.
Se Hee
terlihat kaget saat keluar dari ruang rapat, Ji Ho sudah ada didepanya. Mereka
pun makan sandwich bersama, Se Hee duduk denganw wajah kaku disamping istrinya.
Pegawai yang lain berpikir kalau yang dilihat seperti hologram, karena tak
menyangka bisa melihat istrinya Se Hee dengan mata kepala sendiri. Sang Goo
meminta anak buahnya agar Jangan berlebihan.
“Tapi
Boleh aku ambil foto untuk dokumentasi kerjaan?”kata Bo Mi “kata Bo Mi. Ji Ho
binggung kenapa harus difoto, tapi Bo Mi akhirnya bisa mengambil foto Ji Ho. Ji
Ho ingin tahu kenapa harus mengambil gambarnya.
“Kau 'kan
tipe idamannya Se Hee. Jadi aku akan memasukkanmu dalam database kami.” Kata
Sang Goo. Ji Ho binggung kenapa jadi Tipe idamannya.
“CEO Ma
bilang dia menikahimu karena kau cantik. Benar, 'kan?”kata Bo Mi
“Aku
belum pernah dengar Se Hee pakai kata sifat seperti itu, saat menggambarkan
seorang wanita. Dia bilang.. Sangat. Sangat cantik. Aku senang kau ada di sini,
Ji Ho Kapan lagi kami bisa meledek Se Hee seperti ini lagi?.” Ungkap Sang
Goo. Pegawai yang lain meminta Ji Ho
agar sering mampir dengan memanggilnya Nyonya Nam. Semua tertawa hanya Se Hee
tetap terlihat kaku.
Soo Ji minum
bersama dengan Manager Park, lalu berpikir kalau akan pulang sekarang. Manager
Park meminta agar menunggu, dan saat itu Sang Goo melambaikan tangan saat
Manager Park memanggilnya. Soo Ji terlihat kesal karena Sang Goo kembali datang
dengan mencari-cari cara lain.
“Apa
Kabarmu baik? Dan Kumpul-kumpul apa ini?” ucap Sang Goo menyapa semua temanya.
“Ini makan
malam untuk rekrutan baru karena ini hari terakhir mereka.” Kata Manager Park
“Dia...
CEO Gyeol Mal Ae, Ma Sang Goo.” Kata Manager Park. Sang Goo pun memperkenalkan
nama dengan memberikan semangat pada tim Manager Park.
“Karena
CEO Ma sudah datang dan sama kita, ayo pergi ke restoran lain. Kenapa kita
tidak pergi makan sashimi sapi mentah saja?” kata Manager Park. Sang Goo setuju
dan akhirnya mereka pun pergi untuk ronde kedua.
Sang Goo
keluar dari restoran ingin membayar tagihan, Soo Ji datang meminta agar
membayar dengan kartunya saja. Sang Goo
heran karena seharusnya ia yang bayar. Soo Ji pikir kenapa harus Sang Goo
karena yang makan adalah teman-teman satu kantornya. Pegawai memberitahu
totalnya 260 ribu won dan meminta tanda tangan Soo Ji.
“Aku tahu
gajimu banyak tapi jangan buang-buang uang untuk orang yang memanfaatkanmu. Jika
kau punya uang buat bayar ini, pergi saja main mesin capit boneka.” Kata Soo Ji
lalu meninggalkan restoran.
“Kenapa
wanita itu? Apa dia memamerkan daya tariknya? Jantungku jadi berdebar-debar.”
Kata Sang Goo.
Mereka
saling bertukar kartu nama dan juga account facebook untuk menerima pertemanan.
Manager Park meminta pada Soo Ji karena tidak
menerima permintaan Pertemanannya padahal sudah dua minggu. Soo Ji berpura-pura
tak tahu.
“Cek saja
sekarang.” Kata Manage Park. Soo Ji Pikir Nanti saja.
“Kenapa?
Apa Kau tak mau berteman dengan orang yang sudah menikah?”ejek Manager Park
yang mabuk, Soo Ji terlihat binggung memberikan alasan.
“Aku juga
belum lama ini permintaan pertemananku ditolak oleh karyawanku. Dia sangat
marah karena atasannya memintanya menjadi temannya. Jadi... Kurasa budaya di perkantoran seperti
itu. Janganlah berteman dengan rekan kerja. Itulah budayanya.” Kata Sang Goo.
“Bukankah
karyawan itu seorang wanita?” tanya Manage Park. Sang Goo membenarkan.
“Sudah
kuduga, Wanita memang seperti itu. Aku tahu alasannya. Pasti di akunnya banyak
foto Soo Ji dengan pacarnya. Jika bukan karena itu, kenapa dia tidak menerima
permintaan pertemanannya?” ucap Manager Park. Soo Ji membenarkan.
“Aigoo,
baiklah. Aku akan menerimanya. Apa Kau puas sekarang? Hei.. Asisten Woo...,kau
memang keren. Jadi jangan hapus foto bikinimu yang di hotel itu.” Kata Manager
Park. Soo Ji pun dengan menahan rasa amarah meminta agar jangan dilike karena
nanti jadi aneh. Mereka pun mulai minum.
Soo Ji
merokok diluar restoran, Sang Goo datang dan Soo Ji menawarkan rokok. Sang Goo
mengeluh dengan sikap Soo Ji karena tidak marah saat mereka membicarakan
omongan sampah seperti itu. Soo Ji meminta Sang Goo agar bisa mengendalikan
dirinya.
“Kau bisa
dengan ku, bersikap blak-blakkan. Tapi kenapa kau hanya tersenyum di depan
mereka? Apa Kau pura-pura bodoh di depan mereka?” ucap Sang Goo terlihat marah
karena Soo Ji seperti direndahkan sebagai wanita.
“Kau
mungkin tidak mengerti karena kau CEO, tapi makan malam seperti ini juga merupakan
pekerjaan bagi orang sepertiku. Dan Jika para senior bertengkar di depan para
pemula, apa kata orang nanti?” kata Soo Ji
“Justru
itu, harusnya kau lebih tegas di depan mereka. Kau harus buat mereka sadar
kalau perilaku seperti itu tidak bisa ditolerir.” Ucap Sang Goo.
“Kenapa
aku harus begitu? Apa kau bisa bayangkan hidup seorang pekerja wanita di
perusahaan besar? Jika ada rumor, maka aku terus yang akan digosipkan. Jadi
berhenti mencampuri urusanku, CEO Ma.” Tegas Soo Ji lalu bergegas pergi.
Ji Ho
berjalan pulang dengan Se Hee terlihat wajahnya sangat sumringah berkomentar
kalau CEO Ma ternyata orangnya jauh lebih menyenangkan dari yang diduga, lalu
bertanya apkah Se HEe melihat wajah Bo Mi wakatu CEO Ma menyembunyikan
sandwichnya,
“Kurasa
Bo Mi cukup menggemaskan.” Ucap Ji Ho. Se Hee hanya berkomentar “Oh, begitu”
“Apa kau
tahu? Berjalan seperti ini pulang bersama, ini pertama kalinya untukku.” Kata
Ji Ho terlihat bahagia. Tapi Se Hee terlihat tak begitu senang.
“Tinggal
sendirian di Seoul memang tak masalah kecuali saat aku harus pulang sendiri.
Jadi aku membayangkan hal ini saat aku masih sekolah. Aku berpikir aakan pulang
dengan seseorang jika sudah menikah dan Pasti senang sekali rasanya.”ucap Ji
Ho. Se Hee hanya menjawab “ya”
Mereka
pun masuk rumah, Kucing kesayangan Se Hee sudah menunggu. Ji Ho langsung
memanggilnya “Woori” dengan mengajak bicara apakah tak bosan tinggal dirumah
sendirian. Se Hee terdiam didepan pintu. Ji Ho memberitahu kalau ia yang
memberinya nama karena sebelmnya Se Hee hanya memanggilnya “kucing/kitty”
“Kurasa lebih
baik kalau dia punya nama. Memanggilnya Kitty (Kucing) agak aneh. Sama saja
seperti ibuku memanggilku Nak, seperti "Nak, makanlah."” Kata Ji Ho.
Se Hee hanya diam dengan menuangkan makanan di piring kucingnya.
“Apa Kau
tak suka... namanya?” tanya Ji Ho binggung melihat wajah Se Hee yang berbeda.
“Bukannya
aku tidak suka... Aku hanya merasa sedikit tidak nyaman.” Kata Se Hee. Ji Ho
kaget karena Se Hee merasa tidak nyaman.
“Ya. Dia
'kan kucingku, tapi orang lain memanggilnya pakai nama yang lain. Jadi rasanya
tidak nyaman.” Kata Se Hee. Ji Ho terlihat agak shock tapi bisa mengerti.
“Berarti
karena aku datang ke kantormu hari ini, apa kau juga merasa tidak nyaman?” kata
Ji Ho
“Ya,
jujur, aku tidak nyaman... Kita memang sudah menikah. Jadi jika kau menginginkan
lebih dari hubungan pemilik-penyewa, maka itu sangat tidak nyaman bagiku. Aku
ingin menghindari situasi seperti hari ini, sebisa mungkin.” Kata Se Hee. Ji Ho
mengaku bisa mengerti.
“Kurasa
kau benar... maka Ke depannya, aku akan mencobanya.” Kata Ji Ho. Se Hee pun
meminta izin agar bisa memegang kucingnya karena sudah saatnya potong kuku
kakinya. Ji Ho pun memberikan Woori pada Se Hee.
Ho Rang
duduk disofa sambil mengingat ucapan Soo Ji sebelumnya “Ho Rang, apa Won Seok
ingin menikahimu? Jadi apa kalian sudah bicara serius tentang pernikahan?”. Won
Seok pulang sambil mengeluh sangat lelah dan berbaring di pangkuan Ho Rang.
“Katanya
kau ada pertemuan sama para investor. Kau sudah kerja keras.” Ungkap Ho Rang
“Ya, aku
sudah kerja keras. Tadi mereka semua berlagak seperti Steve Jobs. Mereka ingin
kita mulai dari garasi. Memangnya ini Amerika ? Aku saja tidak punya mobil.
Jadi Mana mungkin aku punya garasi?” keluh Won Seok den merasa nyaman berbaring
di pangkuan Ho Rang.
“Won
Seok... Soal pernikahan... Bagaimana pendapatmu?” ucap Ho Rang dengan wajah
serius. Won Seok pun duduk terlihat gugup.
“Aku
belum pernah mendengar pendapatmu soal itu. Apa kau ingin menikah juga?” tanya
Ho Rang
“Soal
itu...,sejujur, aku belum tahu. Jadi, aku sungguh sangat mencintaimu. Aku
selalu ingin bersamamu. Makanya aku tinggal bersamamu sekarang. Tapi... Aku
belum tahu bagaimana soal menikah.” Akui Won Seok.
“Tapi kau
'kan mencintaiku.” Kata Ho Rang heran.
“Tentu
saja. Kau tahu sendiri aku tidak bisa hidup tanpamu. Tapi aku tidak tahu apa
menikah sama halnya dengan mencintai seseorang. Pernikahan itu soal punya
anak-anak dan bertanggung jawab. Aku saja tidak bisa berhasil mengatur
investasi saat ini. Jadi mana bisa aku memikirkan soal menikah” jelas Won Seok.
“Jadi itu
pendapatmu.” Kata Ho Rang. Won Seok membenarkan.
“Makanya
aku juga akhir-akhir ini, banyak merenungkannya dan Banyak yang harus
dikhawatirkan. Ho Rang, kau pasti
kecewa, kan?” ucap Won Seok. Ho Rang mengaku tidak karena Won Seok juga pasti khawatir.
“Menjalin
hubungan dan menikah memang berbeda. Benark, 'kan?” kata Ho Rang berbohong
“Makanya,
ini sulit buatku... Ho Rang, aku kadang berpikir, cinta dan pernikahan itu dua
hal yang terpisah.” Ungkap Won Seok.
Ji Ho
duduk di meja makan sambil melihat foto album dirinya yang diberikan ibunya
pada Se Hee.
“Kami anak-anak tak beruntung yang
lahir tahun 1988. Kami lahir di masa kejayaan Republik Korea. Tapi kami juga
mengalami penurunan terparah juga. Kami mengalami kemakmuran dan kemiskinan.
Karena itu, kami...”
Ho Ran
duduk didepan papan dengan semua foto kebersaaman dengan Won Seok selama tujuh
tahun. Note Won Seok masih ditempel [Aku sayang kau, Ho Rang.] sementara Won
Seok sudah tertidur dengan banyak kerjaan diatas tempat tidur.
“... merupakan anak-anak tak
beruntung yang lahir tahun 1988. Tidak ada yang mudah bagi kami. Menikah,
berkencan dan menjadi diri kita sendiri, semua itu sulit bagi kami.”
Soo Ji
pulang naik taksi, pesan dari Sang Goo masuk “ Maaf. Kadang aku bertingkah
seperti orang congkak.” Soo Ji pun membalasnya kalau itu tak masalah bagianya
dengan helaan nafas panjang.
“Menjadi romantis dan menjalin
hubungan merupakan hal yang tidak bisa kau impikan tanpa menghabiskan uang dan
tenaga. Karena itu aku salah paham kali ini.”
Ji Ho mengingat
saat Se Hee mengatakan “Aku akan bersamamu. Sekarang ini bukan kekhawatiranmu
saja. Tapi kekhawatiran kita.” Yang berpikir kalau Se Hee sudah menganggap
dirinya itu miliknya. Ia memegang sebuah kalung berbentuk kucing dengan ukiran dibelakanganya "Kita" lalu membuang ke tempat sampah.
“Karena kata-kata yang kau
ucapkan..., kukira akhirnya aku berhasil dengan mudah kali ini. Kukira aku
akhirnya menemukan orang yang bisa kupanggil "kita" bersamaku. Untuk
sejenak..., aku merasa senang.”
Pagi hari
Se Hee
melihat Ji Ho yang membuat sarapan enak lagi, lalu menaruh sendok dan sumpit
didepanya. Ji Ho dengan wajah dingin sambil mengeluarkan kimchi merasa kalau
kemarin malam pasti berlebihan. Se Hee pikir tak masalah.
“Setelah
aku berhenti bekerja..., maka harga diriku sudah jatuh. Maaf karena membuatmu
tak nyaman. Sebenarnya, sudah lama sekali aku tak mendengar kata-kata seperti
"kita". Seperti Rumah kita, Lingkungan rumah kita. Kata-kata seperti
itu, belakangan ini, jarang ada yang bilang seperti itu.” Kata Ji Ho. Se Hee
hanya terdiam.
“Aku Sudah
lama tak merasa seperti dianggap di suatu tempat. Makanya aku agak berlebihan. Aku
salah mengira kalau kau dan aku memang "kita". Aku pasti salah paham.
Jadi mulai sekarang, jangan enteng sekali bilang "kita" lagi. Karena
aku mungkin salah paham nantinya.” Kata Ji Ho. Se Hee menganguk mengerti.
“Aku tahu
kenapa sekarang...merasa sangat marah.” Gumam Ji Ho menaruh mangkuk nasi diatas
meja dan meminta memberikan sendok dan sumpitnya.
Se Hee
pun memberikan dan terlihat cangung, akhirnya ia memilih untuk duduk disofa
dengan kucingnya.
“Itu
karena aku salah paham, dan harga diriku terluka dan merasa malu. Mungkin ada
banyak alasannya...,”
Ponsel Ji
Ho berdering, Ji Ho dengan tangan belebotan dengan saus kepiting mengangkat
dengan speakr. Karena tak menyimpan ponselnya Ji Ho bertanya siapa itu. Bok Nam
mengaku sebagai cowo yang ada digang. Ji Ho mengingat kalau orang itu yang
ditemuinya saat mencari Bok Nam. Bok Nam membenarkan. Ji Ho pun bertanya ada
apa menelpnya.
“Ada yang
mau kukatakan. Apa Ada kertas di sampingmu?” ucap Bok Nam. Ji Ho mencari note.
Bok Nam meminta pulpen. Ji Ho bisa menemukanya.
“Kalau
pacar? Apa.... Pacar, punya?” ucap Bok Nam. Ji Ho terdiam dan Se Hee yang duduk
di kursi menatapnya terlihatkaget.
“Mungkin
ada banyak alasannya. tapi aku yakin satu hal. Sekarang, aku ingin menyakitimu. Gravitasi kita kini...sudah runtuh.”
Ji Ho
dengan tegas mengatakan kalau ia tak punya pacar, dengan menatap Se Hee.
Bersambung
ke episode 7
PS; yang udah baca
blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 &
Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Wah makin seru, Bok nam ganteng.😍
BalasHapusWah makin seru, Bok nam ganteng.😍
BalasHapusUhui... Ad boknam... Lo ud ad saingan gne,, bru ngrasa tuh se hee nantinya...
BalasHapusGumaman dan kata Ji ho yang terakhir mantap 👊👊👊...
BalasHapusBok Nam (Kim Min Kyu) selain ganteng juga punya suara bagus, dia pernah ikut I Can See Your Voice bagus bgt
BalasHapusAk kira lead male nya si boknam ini 😃
BalasHapusSalah ternyata