“Jangan menangis, Ji Ho....” ucap Ji Ho pada
dirinya sendiri mencoba agar bisa berhenti. Tiba-tiba Se Hee kembali datang
masuk ke dalam ruang tunggu
“Apa
susah... berhenti menangis?Kalau demikian...,kita harus masuk bersama. Dengan
kau Menangis pun, tak masalah. Kita harus bersama dan .. Karena aku di sampingmu...
Aku akan bersamamu.” Ucap Se Hee mengulurkan tanganya.
Flash Back
Tahun
1988, Ibu Ji Ho terlihat sedang mengandung menonton siaran olimpiade.
“Mata
dunia tengah tertuju pada Korea. Pada hari perayaan global yang dimulai tahun
1988...,aku tengah bersiap lahir ke dunia.”
Ayah Ji
Ho baru saja pulang terlihat bahagia ingin mendengar suara bayinya. Tiba-tiba
Ibu Ji Ho merasakan perutnya merasakan mulas.
“Demikianlah, aku lahir sebagai
bayi 1988, dimana dunia tengah memperhatikan Korea."
Ibu Ji Ho
berdiri dengan Ji Ho didepan rumah yang cukup besar, ayahnya pulang dengan
mobil dan mengendong Ji Ho, wajahnya terlihat sumringah.
“Pada
masa kejayaan Korea-lah, aku terlahir. Punya rumah dan mobil pada saat itu
sangatlah wajar. Aku menghabiskan masa kecilku selama masa pertumbuhan dan
kelimpahan yang pesat.”
“Lalu ada
perubahan selama waktu itu. Tadinya yang namanya Sekolah Rakyat, kini berubah
menjadi Sekolah Dasar. Tentu saja, krisis juga menimpa kami. Namun, ada harapan
Jika seseorang berusaha keras, maka mereka bisa bangkit kembali.”
Spanduk
krisis dipasang dimana, seperti banyak demo yang dilakukan di Korea pada saat
itu. Dan Ji Ho pun minum bersama dengan dua temanya, seperti mereka sudah mulai
dewasa dan masuk kuliah.
“Aku
meyakini bahwa harapan putus asa akan selalu terwujud. Namun, keyakinan itu pun
cepat sirna. Bahkan impian pun ada golongannya sendiri. Kami bukan anak tahun
1988 lagi, tapi Kami menjadi generasi 880 ribu won.
“Pemungutan
suara yang dilakukan orang usia 20 tahun tidak ada pengaruhnya. Dunia tidak
lagi memandang Korea. Dalam dunia persaingan, teman-temanku mengantri melamar
kerja untuk menambah CV mereka. Di antara mereka..., aku masihlah siput yang
masih mengejar mimpi.”
Ji Ho
menjadi asistant Penulis Hwang dari membawakan secangkir kopir dn kerja lembur
dengan bayaran telat.
“Aku
mungkin sedikit lamban, tapi aku terus meyakini jika aku bekerja keras,
impianku akan terwujud. Jika aku bisa menceritakan hal ini pada diriku sendiri
kelak tentang penampilanku sekarang..., apa dia akan mempercayaiku?” Gumam Ji
Ho sudah berdiri dalam ruangan.
Sang Goo
meminta agar Mempelai wanita, dipersilakan masuk. Se Hee pun mengulurkan tangan
agar masuk bersama. Ji Ho memegang tanganya, Se Hee langsung menaruhnya di
lengan agar berjalan masuk bersama. Semua tamu memberikan tepuk tangan yang
meriah. Ho Rang melihat Ji Ho menikah hanya bisa menahan sedih,
“Yoon Ji
Ho yang berusia 30 tahun, lahir tahun 1988, tidak bisa menjadi penulis...,tapi
dia menggenggam tangan seorang pria yang memberikan diskon sewa padanya. Aku
benar-benar sudah menikah karena tempat tinggal.” Gumam Ji Ho bahagia.
Setelah
melakukan pemberkataan, Ji Ho dan keluarganya mengambil foto keluarga bersama
dan Bo Mi yang bertugas mengambil foto.
Ho Rang
menangis di kursinya, Soo Ji meminta temanya berhenti menangis karenaOrang
pasti mengira ada hubungannya sama mempelai pria. Ho Rang mengeluh pada Soo Ji
karena seperti dibayar untuk datang ke pesta pernikahan temanya.
“Bisa-bisanya
kau tak menangis satu tetes air mata pun? Dasar tak berperasaan.” Ucap Soo Ji
kesal.
Terdengar
dari pengeras suara kalau saatnya teman-teman kedua mempelai foto bersama. Soo
Ji dan Ho Rang akan bergegas maju. Soo Ji kaget melhat Sang Moo ternyata
temanya Se Hee sudah berdiri didepan podium. Ho Rang melihat Wan Seok sudah
berdiri bergegas menarik temanya untuk segera maju. Soo Ji memperingatakan
kalau setelah foto mereka harus bergegas pergi.
Soo Ji
dan Ho Rang berdiri disamping Ji Ho,
Sang Goo sengaja melihat Soo Ji dari belakang sementara, Ho Rang ingi
melihat Won Seok dari depan. Tapi keduanya seperti tak bisa membuat orang yang
disukai menatapnya. Bo Mi
melihat pisisi bagian kiri yang kosong lalu bertanya pada Ji Ho apakah temanya
hanya mereka saja. Ji Ho membenarkan. Bo Mi mengatur agar posisinya pas.
“CEO Ma
dan yang cebol pakai sol tambahan dalam sepatu. Kalian bisa Geser ke sebelah mempelai
wanita.” Ucap Bo Mi. Won Seok binggung kalau ia yang dipanggil
“Ya,
kalian berdua.” Kata Bo Mi. Won Seok dan Soo Ji langsung berteriak menolaknya.
Soo Ji mengaku kalau itu tak muat. Won Seok menegaskan kalau tak pakai sol
tambahan.
“Tolong
kerja samanya agar pernikahan ini lancar. Jadi CEO Ma, sol tambahan, geser ke
kanan.” Kata Bo Mi sopan.
Sang Goo
pun menarik Won Seok agar pindah agar bisa menyempurnakan fotonya. Bo Mi melihat Won Seok yang tertutup oleh Soo
Ji dan meminta agar bertukar tempat. Won Seok bertukar tepat dengan memalingkan
wajahnya. Akhirnya Bo Mi mengambil gambar dan hasilnya, Sang Goo menatapa Soo
Ji dan Ho Rang berusaha menatap Won Seok.
Sang Goo
memeluk Won Seok sambil berjalan ingin membahas tentang pacarnya itu. Won Seok
meminta seniornya untuk tak ramah karena mereka masih bertengkar. Sang Goo
mengerti dan ingin tahua Siapa si wanita
jangkung yang di samping pacar Won Seok itu, apakah mengenalnya.
“Dia
sahabatnya Ho Rang, jadi aku juga dekat dengannya.” Ucap Won Seok.
“Apa Berarti
dia lahir tahun 1988? Wah.. Beraninya dia memblokir kontakku?” kata Sang Goo
“Hyung...
Ayo kita makan saj dan Jangan sok kenal dia. Paham?” ucap Won Seok. Sang Goo
pikir tak mungkin menyapa lebih dulu karena ia adalah orang yang pemalu.
Sang Goo
membawa piringnya dan melihat bangku kosong yang diduduki Ho Rang, allau
bertanya apakah ada orang yang duduk disana. Soo Ji mengaku ada tapi Ho Rang
mengatakan tak ada seperti ingin Won Seok duduk bersama.
Soo Ji
langsung melirik sinis, Won Seok tak ingin duduk sebelah pacarnya memilih untuk
duduk disamping Soo Ji. Sang Goo terlihat kesal tapi akhirnya berusaha uduk
disamping Ho Rang. Ho Rang terlihat kesal melihat pacarnya seperti mengindar.
Won Seok
pun menghilangkan rasa gugupnya bertanya apakah rasa buah melonya enak. Soo Ji
dengan sengaja menyuapi agar Won Seok bisa mencobanyak. Dua orang didepanya
terlihat kesal melihat tingkah keduanya.
“Halo.
Kurasa ini pertama kalinya kita bertemu. Aku banyak dengar cerita tentangmu.”
Kata Sang Goo lebih dulu. Ho Rang mengaku kalau ia juga banyak dengar tentang Sang Goo.
“Dia
temanku Woo Soo Ji...” ucap Ho Rang dan Sang Goo langsung menyebut nama Soo Ji.
Won Seok kaget kalau Sang Goo sudah
mengenal Soo Ji lebih dulu, begitu juga Ho Rang. Sang Goo mengaku tak mengenalnya.
“Lalu kenapa
kau tahu namanya?” tanya Won Seok heran. Sang Goo mengaku itu hanya mirip Soo
Ji saja yang dikenalnya.
“Dia
kelihatan tajam dan bergaya. Lalu Dia kelihatan seperti seseorang yang akan
memblokirmu dalam obrolan. Dari wajahnya, sudah kutahu bahwa dia orangnya
seperti itu.” Ucap Sang Goo sengaja menyindir. Keduanya terlihat benar-benar
kaget.
“Aku
pernah bertemu dia lewat kerjaan. Apa Kabarmu baik, CEO Ma?” ucap Soo Ji dengan
sopan. Sang Goo mengaku berkat Soo Ji maka kabarnya baik.
“Tapi Karena
ini musim dingin, aku jadi kena flu. Setelah diblokir olehmu, aku juga
mengalami depresi. Jadi aku sangat senang dan penuh emosi. Soo Ji si pemblokir.”
Ucap Sang Goo.
Sebelum
pertengkaran terjadi, Ho Rang memberitahu kalau Ji Ho akhirnya keluar untuk
menyapa semua tamu. Sang Goo sengaja memberikan tepuk tangan paling bersemangat
dan berteriak keduanya sangat serasi. Soo Ji yang mendengarnya terlihat kesal
“Siapa
sangka dia akan menikah duluan?” kata Ho Rang. Won Seok juga berpikiran yang
sama.
“Rasanya
baru kemarin dia mabuk dan muntah di rumah kita.” Kata Won Seok
“Lalu
keesokan harinya, banyak burung dara berkumpul.” Ucap Ho Rang. Won Seok
mengeluh kalau Ini Merepotkan sekali.
“Kau pun
mengejarnya seolah kau rajawali.” Ungkap Ho Rang. Won Seok menegaskan kalau itu Elang bukan
rajawali. Keduanya saling menatap seperti tak sadar kalau sebelumnya mereka saling
berbicara dan kembali menatap sinis.
Sang Goo
melihat ke arah Se Hee berpikir kalau sedang
makan camilan. Soo Ji pun bertanya-tanya apa yang ada di mulutnya. Sang
Goo pikir Sepertinya itu sambal. Soo Ji pikir kenapa harus keluar dengan
keadaan berlebotan.
“Tapi
kenapa sambal terus menetes dari hidungnya?” kata Soo Ji. Sang Goo juga bisa
melihatnya. Se Hee seperti tak sadar kalau hidungnya itu mimisan. Ji Ho melihat
Se Hee memberitahu dengan wajah panik.
Hidung Se
Hee pun di sumpal dengan tissue, Ji Ho membersihkan darah di hidung dengan
handuk, merasa kasihan karean pasti lelah sekali. Se Hee pikir kalau ini karena
jumlah aktivitas fisik meningkat beberapa hari terakhir ini. Ji Ho pikir juga
seperti itu jadi hidungnya mimisan.
“Kukira kalau
hidung berdarah itu karena ditonjok sama orang saja.” Kata Ji Ho
“Aku juga
sama bingungnya dengan orang yang ditonjok. Ini sama sulitnya dengan
mengembangkan sebuah proyek.... Yang kumaksud pernikahan.”kata Se Hee.
“Ini sebentar
lagi acaranya selesai, jadi bersabarlah.” Kata Ji Ho. Se Hee menganguk
mengerti.
“Aku
ingin cepat-cepat istirahat di rumah kita.” Kata Se Hee. Ji Ho terdiam
mendengar kata “kita” kalau itu mereka berdua.
“Apa? Apa
aku salah omong?” ucap Se Hee binggung melihat wajah Ji Ho. Ji Ho mengaku tidak
lalu pamit pergi ke toilet karena harus mencuci handuknya.
Ji Ho
mencuci handuk kembali mengingat ucapan Se Hee “Aku ingin cepat-cepat istirahat
di rumah kita.” Wajahnya langsung sumringah karena menganggap dirinya sudah
jadi milik Se Hee. Saat akan kembali ke
ruangan ibunya sudah duduk bersama Se Hee dan ia sengaja menungu diluar untuk
mendengarkanya.
“Itu
karena kau lelah. Jadi kalau lelah, kau harus minum makan apapun ada.” Ucap Ibu
Ji Ho memberikan minuman penambah energi. Se Hee pun menerima minuman dari ibu
mertuanya.
“Kenapa
kau kurus sekali? Apa makanan kesukaanmu? Apa Kau bisa makan sup ular?” ucap
Ibu Ji Ho
“Aku
belum pernah makan itu.” Kata Se Hee. Ibu Ji Ho mengerti kalau Orang-orang
Seoul tidak makan seperti itu dan berpikir apa yang harus dimasak untuk anak
menantunya. Se Hee tiba-tiba bicara dengan wajah serius.
“Ji Ho
itu wanita yang penuh tekad.” Ucap Se Hee. Ibu Ji Ho terlihat binggung.
“Aku
memang belum kenal betul dengan Ji Ho, tapi ketika dia memutuskan menulis
naskah, atau ketika dia memutuskan berhenti dan ketika dia memutuskan menikah
maka dia membuat semua keputusan itu untuk dirinya sendiri.” Ucap Se Hee. Ji Ho
masih mendengar dari depan ruangan.
“Dia
mungkin di luarnya kelihatan lemah dan pemalu tapi dia orang yang penuh tekad.
Dia sangat tegar. Dia tidak melakukan apapun yang membuatnya tidak bahagia. Karena
itu, Ji Ho pasti akhirnya akan memilih jalan yang membuatnya bahagia.” Ucap Se
Hee. Ibu Ji Ho berkaca-kaca mendengarnya.
“Dan
selama masa pernikahanku dengan dia kelak, aku takkan menghalangi jalannya.
Hanya itu janji yang bisa kubuat sekarang.
Aku mohon maaf.” Ucap Se Hee. Ibu Ji Ho pikir meminta maaf untuk apa.
“Karena
aku tidak bisa berjanji membuatnya bahagia atau melindunginya dan Hanya itu
yang bisa kujanjikan.” Kata Se Hee.
“Memangnya
kenapa? Ucapanmu itu benar. Hanya karena kau sudah menikah, bukan berarti kau
harus membuatnya bahagia. Siapa orang yang bisa membuat orang lain bahagia? Zaman
sekarang ini, susah untuk bahagia. Hal terbaik yang bisa dilakukan hanyalah tidak
menghalangi orang lain.</i> Itu jauh lebih baik daripada berucap janji palsu.
Dan Lain kesempatan, akan kubuatkan kau sup ular. Kau harus Coba memakannya”
kata Ibu Ji Ho. Se Hee terlihat kaget diminta untuk makan Sup ular. Ji Ho bisa
tersenyum mendengarnya.
Tuan Yoon
menjabat tangan Tuan Nam merasa kalau sudah bertahan dari masa-masa sulit di
zaman mereka tumbuh dewasa, Tuan Nam membenarkan. Tuan Yoo pikir Anak-anak
mereka semua lahir di masa-masa yang menyenangkan. Tapi mereka selalu mengeluh bagaimana
sulitnya keadaan.
Ibu Ji Ho
melihat suaminya banyak bicara mengajak segera pergi karena besanya itu pasti lelah.
Ji Sook pun menarik ayahnya untuk segera pergi. Tuan Yoon berpesaan walaupun
putrinya itu banyak kekurang meminta agar diperhatikan. Tuan Nam menganguk
mengerti. Tuan Yoon pergi dipapah oleh Ji Sook karena setengah mabuk.
Eun Sol
pamit pergi pada kakak iparnya, Ji Ho meminta maaf pada Eun Sol karena harus
datang padahal sedang hamil. Eun Sol pikir tak masalah lalu berbisik pada Ji Ho
kalau suami kakak iparnya itu sangat tampan. Ji Ho seperti tak menyadarinya,
karena yang dipikirkan adalah memiliki tempat tinggal, lalu mengajak mereka
untuk segera pergi.
Ji Ho
duduk di halte bus menatap Se Hee merasa kalau suaminya itu memang tampan
sekali. Se Hee tiba-tiba memegang dibawah hidungnya, Ji Ho panik bertanya ada apa.
Se Hee mengaku penasaran apakah hidungnya berdarah karena Ji Ho sedari tadi
terus menatap wajahnya.
“Apa ada
yang aneh di wajahku?” tanya Se Hee. Ji
Ho mengelengkan kepala dengan wajah gugup.
“Tadi ada
nyamuk.” Kata Ji Ho. Se Hee bingung apakah Di cuaca seperti ini. Ji Ho juga
mengaku binggung.
“Nyamuk-nyamuk
itu pasti pintar bertahan hidup.” Ungkap Ji Ho mencari alasan dan mengucapkan
Terima kasih pada Se Hee.
“Tadi aku
mendengarnya dari luar. Terima kasih sudah berkata hal-hal seperti itu pada ibuku.
Aku merasa membuatmu khawatir. Seharusnya aku yang mengatasinya sebelumnya.”
Kata Ji Ho
“Itu
tidak hanya menyangkut dirimu. Jika orang tua khawatir kita hidup bersama...,tugaskulah
sebagai yang pemilik rumah untuk membuatnya merasa lega. Tepatnya, itu sekarang
bukan hanya kekhawatiran dirimu. Tapi, kekhawatiran kita.” Kata Se Hee.
Ji Ho
kembali merasakan sesuatu yang aneh karena Se Hee mengatakan “Kekhawatiran
kita” Se Hee memberkankan kalau itu kekhawatiran merkea dan akan menjadi masalah
kita. Ji Ho tersenyum seperti memiliki seorang yang bisa menyelesaikan masalah
bersama.
[Episode
6: Karena ini Saat Pertama Kita]
Soo Ji
bertanya pada bibi pemilik restoran apakah ada meja kosong, Bibi yang sedang
sibuk mengatakan sudah tidak ada. Saat akan keluar Ho Rang melihat Sang Goo
duduk dengan Won Seok. Soo Ji kesal karena Ho Rang pasti sudah tahu sebelumnya
dan sengaja datang ke restoran yang sama.
“Apa
maksudmu Kalau tempat ini enak-enak makanannya?
Tentu saja aku sudah tahu.” Ucap Ho Ran berdalih.
“Ho
Ran... Kebetulan sekali bertemu kau di sini... Seoul memang sempit sekali.”
Ucap Sang Goo menyapa lebih dulu. Ho Rang juga merasakan hal yang sama.
“Karena
sempit, ayo kita duduk bersama.” Ajak Sang Goo. Soo Ji langsung menolaknya.
“Astaga,
aku ini lagi sibuk, tapi kalian ini malah menghalangiku. Sudah Cepat duduk.”
Kata Si bibi melihat keduanya di tengah jalan dan mendorongnya. Akhirnya Soo Ji terpaksa duduk bersama.
Mereka
mulai bersulang bersama, Ho Rang langsung meminum habis satu gelas penuh. Won
Seok sebelumnya hanya memalingkan wajah seperti tak percaya. Sang Goo yang
melihat berkomentar Ho Rang itu jago minum Bir dicampur dengan Soju, karena
berpikir haanya bisa minum soju.
“Aku dulu
tak jago, tapi baru-baru ini aku makin terlatih. Itu karena aku putus dengan
pacarku.” Ucap Ho Rang. Won Seok terlihat menahan kesal dan beusaha untuk tak
peduli, Sang Goo hanya bisa mengulang kalau Ho Rang baru saja putus dengan
pacarnya
“Apa aku
juga harus mendaftarkan namaku di aplikasi buatanmu?” pikir Ho Rang
“Tapi, jika
wanita cantik sepertimu... mendaftar di aplikasi kami, itu sungguh suatu
kehormatan. Lalu Pria macam apa yang kau suka?” tanya Sang Goo.
“Aku tidak
terlalu peduli dengan apapun, asal jangan mahasiswa teknik.” Kata Ho Rang
sengaja menyindir.
“Seorang
mahasiswa teknik. Tapi dia... Memangnya ada apa dengan mahasiswa teknik?” ucap
Sang Goo menunjuk temanya dengan wajah binggung.
“Apa
sebenarnya salah dari mahasiswa teknik itu? Bisakah kau tanya itu ke dia? Aku
ingin mendengarnya.” Kata Won Seok. Sang Goo pikir Ho Rang sudah bisa mendengar
pertanyaan sendiri.
“Karena
kami sudah putus, aku tidak ingin membicarakannya. Kau Bilang begitu ke dia.”
Ucap Ho Rang. Sang Goo mengeluh pada keduanya membuat posisinya jadi tak
nyaman.
“Kau Bilang
juga ke dia, kalau aku berharap dia bisa cepat peka di kehidupan selanjutnya. Karena
kurasa, dalam kehidupan ini, dia tak bisa peka.” Ucap Ho Rang
“Ho Rang,
kau ini benar-benar...Aku sudah mencoba memahamimu..., tapi kau sudah kelewatan
kali ini, Apa kau tahu itu”kata Won Seok marah
“Memang
apa yang kau coba pahami? Bagaimana kau bisa memahamiku?” ucap Ho Rang terlihat
sinis.
“Jangan
senyum sinis seperti itu. Aku benci melihatnya.” Ucap Won Seok.
“Apa Kau
tahu kenapa aku marah dan apa alasan sebenarnya?” kata Ho Rang dengan nada
tinggi.
“Aku tahu
alasannya... Aku tahu kenapa kau marah.” Tegas Won Seok. Ho Rang terdiam, Sang
Goo meminta keduanya agar bisa tenang lebih dulu.
“Won Seok
juga merasa tidak karuan, saat dia tahu kenapa kau kesal. Dia tahu kau marah
karena dia membelikanmu sofa yang dipajang.” Kata Sang Goo.
Ho Rang
kaget mendengarnya, Sang Goo menjelaskan
kalau Won Seok khawatir jika sofa itu ada nodanya karena itu sofa untuk
display, bahkan mencoba mencucinya
sebisa mungkin, bahkan ototnya jadi kaku di lengannya. Soo Ji mendengarnya
berbisik meminta agar Sang Go berhenti bicaranya.
“Dia juga
ingin menghemat biaya pengiriman, jadi dia membawa sofa itu jauh-jauh dari
stasiun. Dia sudah berusaha yang terbaik.” Kata Sang Goo. Soo Ji memohon agar
Sang Goo bisa berhenti bicara.
“Ho
Rang... Won Seok sudah melakukan semua yang dia bisa.” Kata Sang Goo mencoba
menyakinkan.
“Apa
hanya itu alasan yang bisa kau pikirkan? Apa Kau pikir aku kesal karena kau
membelikanku sofa yang dipajang? Kau pasti berpikir kalau aku hanyalah orang
yang kesal dengan hal semacam itu. Padahal kita sudah 7 tahun menjalin
hubungan.” Ucap Ho Rang dengan menahan air matanya keluar dari restoran.
Sang Goo
dan Won Seok binggung dan Won Seok akhirnya mengejar Ho Rang keluar dari
restoran. Won Seok berhasil menahan Ho
Rang ingin tahu kalau bukan itu alasan lalu apa alasan pacarnya itu marah. Ho
Rang benar-benar tak habis pikir dengan pacarnya itu.
“Waktu
pernikahannya Ji Ho, aku menangkap karangan bunganya. Apa Kau tahu itu?” ucap
Ho Rang
“Ya, aku
melihatnya... Aku bahkan melihatmu hampir terjatuh.” Kata Won Seok lal meminta
agar jangan bertele-tele dan Katakan saja kenapa marah.
“Apa kau
juga tahu kalau menangkap karangan bunga artinya kau harus menikah dalam enam
bulan?” ucap Ho Rang. Won Seok seperti masih belum mengerti meminta Ho Rang
berkata yang jelas saja.
“Setelah
menangkap karangan bunga itu, jika kau tidak menikah dalam enam bulan., itu
artinya kau tidak bisa menikah selama tiga tahun.” Ucap Ho Rang
“Kenapa
kau jadi melantur soal takhayul konyol itu? Itu tidak penting sekarang.” Kata
Won Seok
Ho Rang
tak bisa menahan amarahnya memilih untuk memukul Won Seok dengan buket bunga.
Won Seok menjeritk kalau pacarnya itu sudah gila. Sang Goo dan Soo Ji bergegas
keluar, tapi saat itu Ho Rang berteriak sambil menangis kalau yang dimaksud
adalah “Pernikahan!”
“Aku
ingin menikah!.. Pernikahan.” Jerit Ho Rang sambil menangis. Won Seok kaget dan
langsung memeluk Ho Rang untuk menangis pelukanya. Sang Goo dan Soo Ji tak percaya melihat
keduanya akhirnya bisa kembali bersama.
Sang Goo
heran Kenapa itu bisa berubah jadi hal romantis, saat Ho Rang mengatakan
"Aku ingin menikah!" dan Won Seok memeluknya. Ia merasa kalau Itu
lebih mengejutkan daripada liku-liku plot lainnya. Soo Ji melihat Sang Goo
berpikir kalau pasti jarang pacaran. Sang Goo terlihat sedikit gugup
“Aku
bahkan tidak tahu harus berkata apa.. Apa Tahu kenapa namaku Ma Sang Goo? Itu
karena hubunganku selalu berjalan lancar, sejak umurku 18 tahun. Akulah Ma Sang
Goo.” Kata Sang Goo bangga.
“Yang
kumaksud bukan hanya kirim dan balas pesan. Maksudku hubungan sebenarnya. Kau
tidak tahu apa kalian saling mencintai atau terlalu dekat layaknya keluarga. Kau
mungkin merasa terintimidasi. Pernahkah kau menjalin hubungan jangka panjang seperti
itu? Maksudku, seperti pasangan yang tadi kita lihat barusan.” Ucap Soo Ji
menyindir.
“Aku
pernah berkali-kali menjalin hubungan dengan seseorang selama 4 atau 5 bulan.
Lalu bagaiman dengan Kau sendiri? Apa kau pernah menjalin hubungan yang
sebenarnya?” kata Sang Goo.
“Aku Tak
pernah. Karena bisa buat frustrasi... Aku tidak menjalin hubungan. Aku hanya
membuat kenangan bersama pria saja.” Kata Soo Ji lalu menunjuk taksi di pinggir
jalan dan bertanya apa yang akan dilakukan Sang Goo.
Sang Goo
tiba-tiba berjalan dan berjongkok didepan mesin boneka. Soo Ji heran melihatnya
memilih untuk segera naik ke dalam taksi. Sang Goo menahan pintu taksi dan
memberikan sebuah bonek yang berhasil diambil dari mesin boneka.
“Anakmu
menangis di sana. Jadi aku membantunya.” Ucap Sang Goo. Soo Ji binggung apa
maksudnya itu
“Kau
pikir Apa lagi? Kalian mirip sekali.” Kata Sang Goo. Soo Ji pikir tak
membutuhkanya.
“Kau
Simpan saja.. Kau bilang hanya membuat kenangan bersama pria. Maka ini bisa
menjadi kenangan yang kau buat hari ini. Dan..bisakah tidak jangan blokir
kontakku? Aku janji tidak akan mengirim pesan konyol lagi.” Ucap Sang Goo lalu
menyuruh supir taksi segera pergi setelah menutup pintunya.
Soo Ji
melihat boneka yang diberikan Sang Goo mengeluh kalau itu mirip darimananya,
tapi wajahnya bisa tersenyum.
Di kamar
Ho Rang
masih saja terus menangis karena Ji Ho
baru saja menikah. Dan Seul Bi juga akan menikah. Won Sek memeluk pacarnya
mengaku sangat mengerti lalu meminta agar berhenti dan menyuruh agar tidur. Ho
Rang berbaring tapi tetap saja menangis.
Won Seok terus memeluk Ho Rang agar
tertidur.
Setelah
Ho Rang tertidur, Won Seok keluar dari kamar dan duduk disofa yang dibelikanya,
wajahnya terlihat memikirkan sesuatu tentang dirinya.
Se Hee
kelua dari kamar, Ji Ho menyapa Se Hee yang baru bangun. Se Hee melihat menu
Sarapan Ji Ho sepertinya enak. Ji Ho pikir memang biasa selalu sarapan dengan
malu-malu mengatakan kalau ini hari
pertama setelah pernikahan mereka. Se Hee mengaku tahu tapi wajahnya tetap
terlihat datar.
“Kalau
begitu, selamat menikmati.” Ucap Se Hee akan pergi ke kantor.
“Kau juga
boleh makan sarapannya.” Kata Ji Ho. Se Hee langsung menolak.
“Tapi
tetap saja ini hari resmi pertamaku pindah kesini. Aku kebanyakan membuat
sarapannya karena kukira kita akan makan bersama.” Kata Ji Ho terlihat kecewa.
“Kalau
begitu, aku akan memakannya.” Kata Se Hee. Ji Ho terlihat penuh semangat
memberikan mangkuk nasi untuk Se Hee.
Se Hee
mencoba sup lebih dulu saat memakan nasinya, Ji Ho menunggu tanggapan Se Hee
tapi suaminya itu hanya diam saja. Se Hee mengambil telur gulung dan memakanya,
lalu berkomentar kalau rasanya Enak. Senyuman Ji Ho terlihat bahagia
mendengarnya.
“Aku tahu,
kalau aku memang pandai masak.” Ucap Ji Ho bangga.
“Ya.. aku
juga setuju... Kau punya bakat memasak.” Balas Se Hee dengan wajah datarnya.
“Ini
sebenarnya pertama kalinya kita bukan makan ramyeon, tapi makanan sungguhan.”
Kata Ji Ho bahagia. Se Hee membenarkan.
Ji Ho
makan dengan lahap steak direstoran Ho Rang, Soo Ji terus menatap temanya lalu
bertanya apa saja yang dilalukan temanya semalam dengan tatapan mengoda. Ji Ho
mengaku kala setelah acara resepsi, mandi menonton bola, lalu tidur.
“Apa Kau
menonton bola sama dia?” tanya Soo Ji penasaran.
“Kami kelelahan.
Jadi kami menontonnya di kamar masing-masing.” Jawab Ji Ho. Soo Ji kaget kalau
mereka itu berbeda kamar.
“Maksudku,
kami menontonnya lewat ponsel masing-masing.”jelas Ji Ho lalu mengalihkan
dengan meminta Soo Ji mencicipi steaknya yang rasanya sangat enak.
“Tak
usah. Kau saja yang makan, Mempelai Wanita. Kau butuh tenaga sebagai pengantin
baru.... Lalu Menurutmu, dia paling seksi waktu dia sedang melakukan apa?” ucap
Soo Ji. Ji Ho terlihat binggung.
“Kalian
itu 'kan pengantin baru. Apa kau tidak menginginkan dia sepanjang waktu?” kata
Soo Ji. Ji Ho rasa kalau mereka bukan pasangan seperti itu.
“Ji Ho,
jangan bilang kalian itu pasangan tanpa seks.” Kata Soo Ji menebaknya. Ji Ho
mengelak kalau bukan seperti itu.
“Lalu
kenapa kau tidak cerita apapun? Padahal aku selalu cerita tiap detil apa yang
terjadi dengan teman kencanku. Tapi kau tidak menceritakan apapun tentang
suamimu.” Keluh Soo Ji kecewa.
“Saat dia
bilang "kita." Aku suka mendengarnya membicarakan tentang
"kita". Waktu dia bilang rumah "kita" atau urusan
"kita". Aku sangat suka.” Ungkap Soo Ji dengan senyuman bahagia.
“Jadi kau
merasa senang tiap kali dia bilang "kita"? Apa itu jimatmu?” kata Soo
Ji mengoda.
Ji Ho
mengaku Bukan seperti itu. Ho Rang datang dengan wajah penasaran ingin tahu apa
jimatnya. Ji Ho menegaskan kalau itu bukan jimatnya. Soo Ji memberitahu kalau
Ji Ho merasa senang tiap kali suaminya bilang "kita". Ho Rang pikir
Jimat bagi seorang penulis memang beda dengan sengaja mengoda Ji Ho dengan
panggilan"Kita".
“Tapi ini
hari pernikahan pertamamu. Kenapa kau keluar?” tanya Ho Rang
“Aku mau
cari kerja sambilan.” Kata Ji Ho. Ho Rang kaget mendengarnya dan ingin tahu
alasanya.
“Aku harus
bekerja untuk Biaya hidup dan tagihan nirkabel kami.” Kata Ji Ho. Soo Ji pikir
suami Ji Ho itu kejam sekali, Ji Ho
terlihat binggung.
Bersambung
ke part 2
PS; yang udah baca
blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 &
Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar