Ho Rang
hanya melamun dalam diam, Soo Ji duduk didepanya terlihat tak ada gairah. Won
Seok sedang menjemur pakaian memberitahu kalau Sebentar lagi gosong jadi
menyuruhnya agar membalikanya. Ho Rang membalikan Joen untuk teman minum bir,
“Jam
berapa busnya pergi?” tanya Ho Rang sedih. Soo Ji melihat jamnya kalau pukul7
malam jadi pasti sudah naik bus itu sekarang.
“Hei...
Memangnya si Ji Ho mau berimigrasi ke Eropa ? Kenapa kalian khawatir sekali
karena dia cuma pulang kampung? Kita cuma butuh 4 jam ke Namhae, bahkan 3 jam
paling cepat.” Komentar Won Seok melihat keduanya terlihat berlebihan.
“Bukan
begitu. Ji Ho saja dulu berusahan sangat keras waktu mau pindah ke Seoul.” Kata
Si Ho
“Berusaha
keras apanya? Dia saja langsung lolos masuk universitas.” Kata Won Seok
mendekat Ho Rang
“Hei,
walaupun dia lolos masuk Harvard saja, tak ada gunanya kalau orang tuanya tak
membolehkannya.” Kata Soo Ji. Won Seok bingung kenapa bisa seperti itu
“Ji Ho
tidak diizinkan kuliah ke tempat lain selain Universitas Nasional Namhae.
Ayahnya bilang biaya hidup di Seoul mahal.” Cerita Ho Rang
“Begitukah?
Terus bagaimana dia akhirnya datang ke Seoul?” kata Won Seok penasaran.
“Masalahnya,
Ji Ho itu agak gila.” Ucap Ho Rang. Won Seok merasa kalau Ji Ho malah orang
terbaik yang dikenal. Soo Ji pikir kalau Won Seok sepertinya belum kenal betul
dirinya.
Flash Back
[10 tahun lalu]
Ruang
sekolah SMA, semua melihat hasil rapor mereka ada beberapa yang berkomentar
lumayan dan Ji Ho melihat lembaran kertas miliknya seperti tak begitu menyukai
pilihanya.
“Ayahnya itu punya prinsip. Jika Ji
Ho tidak bisa jadi hakim atau jaksa..., satu-satunya pilihan lain adalah
menjadi seorang guru. Tapi nilai akademisnya tidak cukup bagus buat masuk
fakultas hukum Universitas Nasional Seoul.”
Ji Ho
melihat di layar komputer website Universitas Nasional Seoul, Fakultas Hukum
tapi seperti hatinya terus berontak.
“Tapi dari kecil, impiannya Ji Ho
itu menjadi penulis. Makanya dia memutuskan mencoba masuk jurusan sastra Korea.
Itulah sebabnya dia membicarakan dengan ayahnya saat makan malam.”
Ji Ho
duduk bersama ayahnya saat makan dan mengutarakan niatnya, kalau ingin belajar sastra
Korea. Tuan Yoon langung membalikan meja. Dua temanya tahu kalau Ayah Ji sangat
marah sampai membalikan meja. Won Seok tak percaya dan ingin tahu cara Ji Ho
bisa membujuk ayahnya.
“Membujuk apanya? Aku kan sudah
bilang, dia itu gila. Tanpa ada orang yang tahu, dia pun mendaftarkan diri. Sehari
sebelum hari pertama..., dia minggat saat malam hari.”
Soo Ji
duduk sendirian di halte lalu dengan kopernya menaiki bus jurusan Namhae –
Seoul.
Saat itu
Tuan Yoon menunggu didepan Universitas Nasional Namhae. Ji Ho baru saja keluar
dari kelas, menerima pesan dari ayahnya [Di
mana kau? Ayah di depan gerbang kampusmu. Keluarlah.] Ji Ho kaget ayahnya
datang ke kampusnya.
“Sampai semester pertamanya
selesai, ayahnya Ji Ho mengira Ji Ho itu kuliah di Universitas Namhae.”
Tuan Yoon
terlihat sangat marah memilih untuk memakan roti yang dibawanya.
Won Seok
mengakui kalau Ji Ho memang gila karena mengira kalau Soo Ji yang paling gila.
Ho Rang mengatakan kalau Soo Ji ini Cuma kepribadiannya yang jelek. So Ji
mengakuinya menurutnya Kalau Yoon Ji Ho selalu mengejutkan pada saat yang
paling tak terduga. Mereka seperti sangat mengenal sifat Ji Ho dari SMA.
Ji Ho
tiba-tiba turun dari bus memanggil Se Hee,
membeirtahu kalau Pak supirnya tak mau
menunggu lama karena marah jadi meminta agar Se He menjawab dengan
cepat. Se Hee mengangguk mengerti.
“Maukah
kau... menikah denganku? Ayo.... Cepat. Dia tak mau menunggu.” Kata Ji Ho. Se
Hee langsung menjawab Ya
“Kalau
begitu, sekarang aku mau ambil koperku.
Ahjussi pasti kesal sekali sekarang.” Kata Ji Ho segera berlari ke bus.
“Tapi Ada
yang harus kutanyakan sebelumnya. Apa kebetulan, kau... menyukaiku?” tanya Se
Hee dengan menaruh tanganya di kedua mulutnya agar nyaring. Ji Ho dengan mudah langsung menjawab Tidak.
“Bawa
barangmu dan Kutunggu kau di dalam.” Kata Se Hee. Ji Ho mengangguk mengerti.
Keduanya
berdiri di dalam kereta tak banyak bicara, seperti masih merasakan ketegangan.
Se Hee lalu membahas kalau Ji Ho mencuci
mangkuk ramyeon setelah memakanya. Ji Ho
mengaku kalau itu sudah bisa dilakukanya. Se Hee berkomentar kalau
Kebiasaannya sangat bagus sekali.
“Sayang,
ada tempat duduk... Kau, duduklah.” Ucap salah seorang pria menyuruh pacarnya.
Sang wanita menolak dan mereka saling menyuruh siapa yang harus duduk.
Ji Ho
melihat dari kejauhan si wanita akhirnya duduk dengan senyuman memuji sang
pria, seperti ada rasa iri dengan pasangan yang tak malu meluapkan rasa
cintanya.
Bangku
didepan Ji Ho akhirnya kosong, Se Hee menyuruh Ji Ho duduk. Tapi Ji Ho menolak
menyuruh Se Hee saja yang duduk lebih dulu. Dan akhirnya Ji Ho pun duduk lalu
melihat Se Hee dengan wajah datarnya melihat tempat duduk kosong dan berjalan
menjauh.
“Aku
kini... akan menikah dengan pemilik rumah.” Gumam Ji Ho melihat Se Hee sedang
memaikan ponselnya.
Se Hee
memberitahu kalau syaratnya masih belum berubah dan bertanya apakah Ji Ho ada
yang keberatan. Ji Ho mengatakan kalau syarat tak ada tapi ingin ada yang
ditambahkan,dengan membahas kalau ia sekarang sudah berhenti bekerja.
“Jadi
sebelum aku dapat pekerjaan baru..., maka aku butuh penyesuaian dengan uang
sewanya. Bisa tidak uang sewanya diturunkan sedikit?” kata Ji Ho ragu. Se Hee
ingin tahu berapa banyak.
“Sekitar
50 ribu. Kalau kau bisa menurunkannya, maka aku takkan terlalu berat
membayarnya.” Kata Ji Ho. Se Hee langsung menyetujuinya.
“Kalau
begitu, kontrak kita adalah 250 ribu sebulan.” Ucap Se Hee. Ji Ho pun
mengucapkan terimakasih.
“Apa Kau
yakin bisa mengatasinya? Maksudku, pernikahan. Di situasi seperti ini, mungkin
lebih ekonomis jika pulang ke rumah.” Kata Se Hee.
Ji Ho
pikir tidak masalah karena Kalaupun pulang ke kampung halamanya masih harus
cari pekerjaan dan nanti bakal bertengkar sama Ayah. Jadi menurutnya
Satu-satunya perbedaan antara pulang dan tinggal di rumah Se Hee adalah cuma
uang sewa, bahkan Tidak akan ada tempat yang lebih baik dari Seoul karena Di
Namhae pun, susah cari kerja.
“Sepertinya
tingkat stres di luar biaya sewa. Walau begitu, aku tadi agak kaget. Kukira kau
menganggap pernikahan itu didasarkan pada cinta. Waktu kau memilih pernikahan
berdasarkan persewaan, aku sangat kaget.” Ucap Se Hee.
“Yahh..
Itu Hanya saja... Sama seperti katamu..., cinta dan kasih sayang bukan hal yang
kubutuhkan sekarang ini. Yang kubutuhkan sekarang adalah kamar itu.” Kata Ji Ho
“Aku,
hari ini, memutuskan akan menikahi penyewaku dan Aku sadar.Ini bukan keputusan
biasa yang dilakukan orang kebanyakan.” Gumam Se Hee.
“Sebenarnya...,
aku juga sangat ingin mencobanya sekali... Pernikahan.” Ungkap Ji Ho.
“Aku
akhirnya menemukan... seorang wanita yang sangattak biasa sebagai istriku.”
Gumam Se Hee. Ji Ho pun menanyakan apakah Se Hee sudah memilih sampahnya minggu
ini.
[Episode 3: Karena ini Pernikahan Pertamaku]
Ji Ho
tertidur dikamarnya yang nyaman, ketika bangun pun merasa tidurnya sangat
nyenyak, wajahnya pun berseri. Ia membuat bimbibap untuk sarapan, senyuman
bahagia sangat terlihat diwajahnya. Se He keluar adri kamar, Ji Ho langsung
berdiri menyapanya.
“Apa Kau
mau? Aku tadi kebanyakan membuat sarapannya.” Ucap Ji Ho menawarkan bibimbap
buatanya.
“Tak perlu.
Secangkir americano sudah cukup baik buat sarapan pagiku.” Kata Se Hee sedikit
melirik tapi memilih untuk minum kopi dan duduk disof bersama Kitty.
“Enaknya,
Makanan dan malamku juga. Aku sudah lama tak mengalami pagi seindah ini. Sama
seperti kata pepatah. Aku tidak bisa menopang diriku sendiri. Di keadaan
seperti ini, mana bisa aku berkencan dan mencintai? Uang 5 juta buat sewaan
saja, aku tak punya. Namun berkat pernikahan ini, aku dapat diskon 50 ribu
Dalam dua tahun, berapa totalnya itu? Kau membuatnya Keputusan tepat, Yoon Ji
Ho.” Gumam Ji Ho bahagia makan sarapan di meja makan.
“Ini
sangat Nyaman... Kitty dan aku... Aku
sudah lama tak mengalami akhir pekan yang tenang Aku tidak harus menderita ikut
kencan buta lagi dan tertekan soal penyortiran barang-barang. Dengan memberikan
diskon 50 ribu, aku menjadi tenang.” Gumam Se Hee sambil tersenyum.
Ji Ho
mencuci piring memberitahu kalau tadi memakai telur dan akan mengantinya. Se
Hee menganguk mengerti. Ji Ho melihat tempat makan kucing yang kosong dan
langsung mengisinya satu cangkir. Se Hee melihat dengan senyuman.
“Sudah kuduga.
Menikah dengan penyewaku memang solusinya.” Gumam Se Hee
Ji Ho
berdiri menerima telp dari seseorang, dibuat kaget kalau hari ini dan berkata
kalau akan datang malam ini dan berharap Semoga selamat sampai tujuan. Se Hee
berpikir kalau itu telp Dari orang tuanya. Ji Ho membenarkan.
“Ya. Ada
acara pernikahan, jadi mereka datang ke Seoul. Kurasa aku harus pergi ke rumah
adikku malam ini.” Jelas Ji Ho
“Kalau
begitu, apa aku harus ikut denganmu?” kata Se Hee. Ji Ho melotot kaget ingin
tahu alasan Se Hee harus ikut.
“Kalau kita
akan menikah, aku harusnya berkenalan dengan orang tuamu.” Jelas Se Hee.
Ji Ho pikir benar juga.
“Kita
harus seperti itu jika kita mau menikah.” Kata Ji Ho bisa mengerti.
“Ya.
Sebenarnya aku sudah mengatur alur prosesnya semalam.” Ungkap Se Hee.
Ji Ho
melihat bagan dilayar TV [Alur perkawinan sewa dua tahun] mulai dari Proses
pernikahan, menemui orang tua, aula
pernikahan, baju, pemotretan, bulan madu dst. Ji Ho tak percaya kalau mereka
akan melakukan semua itu.
“Apa yang
kau lihat sekarang ini alur pernikahan biasa. Jika itu pernikahan berdasarkan
cinta..., maka inilah prosedur yang harus dilakukan Namun untuk pernikahan
kita, kita bisa melewatkan proses ini Kita hanya perlu fokus pada hal itu dan Hanya
itu yang perlu kita lakukan.” Kata Se Hee
“Ya. Jadi
apa kau mau datang hari ini?” tanya Ji Ho ragu. Se Hee pikir itu akan efisien.
“Tapi
jika ini terlalu mendadak...Ahh.. Tidak, kita pergi saja hari ini.” Kata Ji Ho
memutuskanya. Se Hee pun mengangguk setuju.
Ho Rang
menyapa semua tamu yang meninggalkan restoran, lalu memanggil Seul Gi membahask
tadi salah ambil pesanan untuk meja 13, Seul Gi terlihat gugup membenarkan dan
meminta maaf dengan berjanji takkan
mengulanginya lagi. Ho Rang pikir tak mungkin bisa begitu. Seul Gi mulai
ketakutan.
“Tentu
saja, kau akan membuat kesalahan saat
kau latihan. Kalau kau buat kesalahan, maka kau harusnya bilang saja, jadi aku bisa
mengatasinya.”kata Ho Rang. Seul Gi tersenyum dan mengangguk mengerti.
“Ada
reservasi di meja tiga, jadi rapikan mejanya.” Kata Ho Rang lalu melonggo kaget
melihat Ji Ho masuk restoran melambaikan tanganya.
Keduanya
duduk didepan pertokoan, Ho Rang kesal
Ji Ho tidak memberitahunya dan benar-benar sangat marah, karena
Gara-gara Ji Ho mereka minum 5 botol Soju semalam. Ji Ho pikir itu alasanya
langsung datang menemui temanya.
“Jadi Apa
Kau sudah pindah lagi ke tempat pemilik baru itu?” ucap Ho Rang
“Ya, kami
sudah seperti teman serumah, tapi... Ceritanya panjang. Jadi Kita bertiga harus
bertemu.” Kata Ji Ho. Ho Rang bertanya apakah sudah memberitahu Soo Ji dan
ingin tahu tanggapan temanya.
“Aku
sudah telepon dia. Dia bilang sebaiknya kita minum saja.” Kata Ji Ho
“Apa Dia
bisa minum lebih banyak setelah itu? Apa dia itu kelinci? Dia pasti punya
paru-paru cadangan.” Keluh Ho Rang lalu melihat tas yang dibawa Ji Ho berpikir
kalau isinya Daging sapi.
Ji Ho
mengaku kalau harus pergi ke suatu tempat. Ho Rang melihat kalau penampilan Ji
Ho sangat berbeda hari ini bahkan Tas juga baru, menduga sepertinya mau menemui
orang yang penting. Ji Ho mulai gugup,
Ho Rang menebak kalau JiHo mau
bertemu dengan penulis baru, Ji Ho langsung membenarkan.
“Baguslah...
Ada banyak penulis di dunia ini... Sayang sekali kalau kau berhenti karena mereka.” Ungkap Soo
Ji
“Ho Rang.
Ada yang mau kutanyakan. Saat seorang pria bertemu dengan orang tua si wanita,
apa yang harus disampaikan pria itu agar orang tua si wanita terkesan? Jadi...
Si pria ini mau coba minta izin buat menikah.” Kata Ji Ho sedikit gugup
“Kenapa
kau tanya itu???.... Ahhh pasti itu untuk dialog drama, kan? Apa penulis barumu
mengetesmu? Aku ahli dalam hal-hal seperti ini.” Kata Ho Rang bangga.
Ji Ho
sudah duduk di halte bus, tatapanya langsung berubah melihat sosok Se Hee
berjalan dengan setelan jas dan terlihat sangat gagah. Se Hee melihat Ji Ho
yang datang lebih cepat. Ji Ho hanya diam saja. Se Hee yang memiliki perasaan
datar melihat Bus sudah datang lalu mengajak untuk segera naik.
“Selain ketiga hal ini apa masih ada yang harus
kuperhatikan?” ucap Se Hee duduk dicafe sebelum bertemu calon ayah mertuanya.
“Ada satu
lagi... Adikku kadang bisa agak lepas kendali.” Cerita Ji Ho. Se Hee binggung
apa maksudnya lepas kendali.
“Tapi Sudahlah.
Aku saja yang urus itu, jadi jangan khawatir. Kau hanya perlu berhati-hati
bicara dengan ayahku.” Kata Ji Ho. Se Hee mengerti dan akan mengingatnya dengan
baik-baik.
“Semisal...semua
tiga cara itu tidak berhasil..., maka kau harus menggunakan cara lain” jelas Ji
Ho. Se Hee ingin tahu apa caranya. Ji Ho merasa Se Hee mungkin tidak suka ide
ini.
“Begini,
aku tadi dapat saran dari temanku karena dia ahlinya dalam pernikahan.” Kata Ji
Ho memberitahu tentang pesan yang dikirimkan Ho Rang
Inilah hal penting untuk mengambil
hati ayah mertuamu. Yang pertama, "Aku tidak akan membiarkan putri Bapak
kesusahan bekerja
."
Yang kedua, "Akan kuperlakukan
putri Bapak sebagai ratu."
Yang ketiga, "Aku akan
melayani putri Bapak seperti seorang putri seumur hidupku."
Yang keempat, "Aku akan
mencintai putri Bapak hingga tutup umurku."
Se Hee
yang mendengarnya seperti mulai ciut dengan semua tips yang diberikan Ho Rang,
memastikan apakah akan berhasil dengan melakukan itu. Ji Ho pikir itu mungkin
saja. Se Hee pikir akan berusaha sebaik
mungkin.
Ji Ho
berjalan bersama Se Hee menuju rumahnya, Ji Seok melihat kakaknya langsung
memeluknya dari belakang, dengan memuji kalau Setelah pindah, makin keren saja,
bahkan Bajunya juga baru begitu juga tasnya. Ji Ho mengelak dengan mendorong
adiknya agar menjauh.
“Ini
Pacar baru juga.” Kata Ji Seok melihat Se Hee. Ji Ho membenarkan dengan meminta
agar adiknya menyapa calon kakak iparnya.
“Senang
bertemu denganmu. Namaku Nam Se Hee.” Kata Se Hee. Ji Seok pun memberitahu
dengan saling berjabat tangan.
“Ayah Ibu
ada di rumah, 'kan?”kata Ji Ho. Ji Seok membenarkan dan tahu kalau keduanya
pasti belum makan malam dan menyuruhnya untuk segera masuk saja.
“Ini
lumayan juga... Adikmu sepertinya tidak....” komentar Se Hee melihat adik Ji Ho
yang masuk rumah tapi saat itu juga terdengar teriakan Ji Seok memberitahu orang tuanya kalau
kakaknya membawa pacar.
Semua
makan malam dengan suasana hening, Ayah Ji Ho seperti macan yang siap mengaung
dan Se Hee seperti anak anjing yang ketakutan. Se Hee menaruh sendoknya. Tuan
Yoo bertanya apakah Se Hee tidak suka sup kepiting doenjang, memberitahu kalau
Supnya itu mengunaan kepiting besar da Di Seoul, tak ada ada makanan seperti
itu. Se Hee binggung.
“Maksudnya,
kau harus makan yang banyak.” Bisik Ji Ho mencoba menjelaskan ucapan Ayahnya
yang mengunakan bahasa daerah.
“Ya.
Terima kasih atas makanannya.” Kata Se Hee ingin mencicipi dengan sendok, tapi
saat itu Tuan Yoon meminta agar bisa menuangkan soju. Se Hee binggung tangan
kanan sedang memegang sendok dan gelas ditangan kiri.
Akhirnya
Ia memilih untuk memegang gelas dengan kedua tanganya, Ia mengingat ucapan Ji
Ho sebelum datang ke rumah “Keluargaku sangat mengutamakan laki-laki. Yang perlu
kaulakukan adalah menuruti kata ayahku. Tiga hal saja yang kau ingat. Pertama,
minum tuangan pertama langsung sekaligus.”
Se Hee langsung
menghabiskan minumanya, Tuan Yoon meminta agar bisa dituangkan. Se Hee pun
melakukanya. Tuan Yoon mulai menanyakan apa perkerjaan Se Hee sekarang. Se Hee
memberitah sedang bekerja sebagai
desainer dan CTO di perusahaan start up yang mengembangkan layanan jejaring
sosial.
“Kedua, jawabanmu harus singkat,
padat, dan jelas. Maka Jika lebih dari dua kalimat, dia tak mau dengar.” Pesan Ji Ho pada Se Hee untuk menghadapi ayahnya.
“Aku
kerja di sebuah perusahaan IT.”kata Se Hee singkat. Tuan Yoon tak mengerti IT
itu apa. Se Hee menjelaskan Tentang pengembangan aplikasi ponsel.
“Apa itu
perusahaan penyalur?” tanya Tuan Yoon terlihat belum bisa mengerti.
“Terakhir, jika dia menuntut semacam
penjelasan, maka kau sebutkan contoh yang sangat terkenal.” Jelas Ji Ho sebelumnya.
“Jadi
kami mengembangkan sesuatu seperti messenger yang banyak digunakan orang untuk
mengobrol.” Kata Se Hee.
Tuan Yoon
ingin tahu Dimana perusahaannya. Se Hee menjawab ada di Co-working Space yaitu
Perusahaan start-up. Ji Ho mulai panik.Se Hee dengan cepat mengatakan Letaknya
di antara gedung kantor Samsung dan LG. Tuan Yoon bangga karena tempat itu
sangat elit.
“Jadi Dia
rupanya bekerja di perusahaan bagus. Semua konglomerat itu kurang berpengaruh.
Mengembangkan messenger seluler dan media sosia itulah namanya bisnis
sungguhan, akhir-akhir ini.” Ungkap Tuan Yoon terlihat sangat bangga dan penuh
semangat
“Jika dia bersemangat dan terus
berbicara..., artinya kau telah hampir menyelesaikan misi tersebut.” Kata Ji Ho sebelumnya.
Se Hee
melihat Tuan Yoon yang membahas kalau ada Mobil yang menyetir sendiri. Ibu Ji Ho melihat anaknya
menyuruh suaminya agar menghentikan ucapanya dan makan saja. Tuan Yoon mulai
mengeluh istrinya yang terlalu banyak memasukan ikan ke dalam sup.
“Ayah...
Jadi... Kami....ingin menikah.” Kata Ji Ho. Ayah, ibu, Adik dan adik iparnya
hanya bisa melonggo tak percaya mendengarnya.
“Aku tahu
ini sangat mendadak tapi kami berdua sudah memasuki umur matang buat menikah. Kami
pikir lebih cepat lebih baik.” Jelas Ji Ho
“Noona,
kau sedang hamil, kan?” ucap Ji Seok dengan bahasa daerah. Ji Ho menegaskan
tidak Se Hee binggung maksudnya berpikir kalau Ji Seok malah membahas Shinzo Abe
“Jadi dia
ini bertanya..., Apakah aku mengandung bayi darimu?” bisik Ji Ho menjelaskan.
Se Hee pun melotot kaget.
“Tidak,
itu tidak pernah terjadi... Tentu saja, kami hanya serumah tapi kami tak
menganggu privasi masing-masing.” Kata Se Hee. Semua makin kaget mengetahui
mereka yang sudah tinggal bersama.
“Berarti
teman serumahmu itu pacarmu?” kata Ibu Ji Ho tak percaya keduanya sudah tinggal
bersama. Ji Ho meminta ayahnya agar mendengar penjelasanya lebih dulu.
“Ayah
tidak membesarkanmu jadi seperti ini. Ayah membiarkanmu pindah ke Seoul, tapi Begitu
teganya kau melakukan ini? Kau bilang Kalian tinggal bersama?” kata Tuan Yoon
sudah berdiri dan tak bisa menahan amarahnya. Ibu Ji Ho meminta suaminya agar
duduk dan bisa berhenti mengomel.
“Apa Kau
sudah gila? Apa harus aku harus mengurungmu di kamar?” kata Tuan Yoon makin
marah. Se Hee berusaha menjelaskan kalau yang dipikirkan Tuan Yoon itu salah
paham.
“Kami
tinggal bersama bukan seperti yang Bapak kira. Aku sekarang cuma mau mencoba memperbaiki
kesalahpahaman Bapak Jadi Dengarkan aku dulu.”kata Se Hee. Tuan Yoon yang keras
kepala tak suka Se Hee yang terus berbicara.
Akhirnya Ji Ho menendang kaki Se Hee dan membuatnya berlutut, Se Hee
kaget dan Ji Ho memperlihatkan pesan yang dikirimkan oleh Ho Rang di ponselnya.
“Aku
akan... Aku tidak akan pernah membiarkan tangan putri Bapak keringatan.” Ucap
Se Hee membuat Ayah Ji Ho pun terdiam, bahkan semua tak percaya melihatnya.
Ho Rang
masuk ke toko dan langsung duduk disofa kesayanganya. Semua anak buahnya
berkomentar kalau Ho Rang nanti bisa bosan sama sofa itu bahkan sebelum membelinya.
Ho Rang pikir tak mungkin karenasudah memikirkan bagaimana caranya menghias
rumahnya dengan sofa kesayangan.
“Hari
ini, aku penasaran... kenapa kau belum kesini.”kata si pegawai lalu memberitahu
Seul Gi kalau Sofanya akan datang minggu depan.
Semua
terlihat binggung dan bertanya apakah Seul Gi membeli sofanya padahal rumahnya
kecil dan apakah masih muat untuk menaruh sofa. Seul Gi membenarkan dan
memberitahu akan pindah tempat tinggal, karena menikah bulan depan. Ho Rang
kaget mendengarnya dan semua memberikan Selamat.
Seul Gi
meminta maaf pada Ho Rang, Ho Rang pikir kenapa harus meminta maaf padanya.
Seul Gi tahu Ho Rang ingin membeli sofa
ini dan stoknya tinggal satu dan ingin mencari yang lain, tapi pacarnya ingin
sofa pink yang ada didepan etalase. Ho Rang pikir tak perlu seperti itu karena
ia juga bisa mencari yang lain, dengan menahan rasa sedihnya segera pamit
pergi. Teman-teman Seul Gil langsung membahas bagaimana Seul Gi bertemu dengan
calon suaminya.
Ho Rang
keluar dari Supermarket Gongwon menelp Won Seok untuk bisa jemput tapi
mendengar banyak suara berisik jadi ingin tahu keberadaan pacarnya. Won Seok mengatakan di luar sama Sang Goo. Ho
Rang kesal kesal karena Won Seok yang baru memberitahu. Won Seok pikir Ho Rang
akan makan malam dengan perusahaan.
“Aku
tidak jadi pergi dan ingin makan malam bersamamu.” Ucap Ho Rang. Won Seok
terlihat binggung.
“Apa Kau
bisa menunggu sebentar? 30 menit lagi, aku pergi.” Kata Won Seok. Ho Rang kesal
karena dirinya sangat kelaparan jadi mana bisa menunggu 30 menit dan mengatakan
kalau akan makan sendiri dan langsung menutup telpnya.
Sang Goo
bertanya apakah mereka bertengkar lagi. Won Seok binggung dengan sikap Ho Rang
akhir-akhir ini. Sang Goo menyuruh Won Seok agar menceritakan saja. Won Seok
juga tak tahu harus menceritakan apa karena itu membuatnya sangat kesal. Sang
Goo meminta Won Seok agar memberikan ponselnya.
“Kau
berikan Ponselmu. Biarkan pakar ini menganalisis data untukmu dan Tak usah
bayar.” Kata Sang Goo
“Tak
perlu. Akulah yang paling mengenalnya.” Ucap Won Seok menolak. Sang Goo pikir
tak masalah juga untuknya. Akhirnya Won Seok pun memberikan ponselnya.
Sang Goo
melihat Chat yang dilakukan Won Seok dengan Ho Rang mulai dari "Aku cinta kau,
Kau lagi apa?, Aku besok libur, Ayo kita makan gurita besok, Kau seharusnya
tidak boleh makan itu kalau perut lagi kosong." Won Seok meminta agar tak membaca pesan-pesanya.
Akhirnya
Sang Goo melihat foto dengan caption yang dituliskan Ho Rang "Rekan kerjaku membeli sofa itu untuk
rumah barunya." Lalu Won Seok membalas “Berarti, ini bagus bagi Seul Gi.
Selamat!"
“Kau
menuliskan "Baguslah buat si Seul Gi. Selamat!".. Apa Kau sudah
gila?” ucap Sang Goo tak percaya. Won Seok binggung seperti merasa tak ada yang
salah.
“Apa Kau
tidak mengerti metafora dari pesannya?” kata Sang Goo yang sangat
berpengalaman.
“Dia mengirimiku
foto dirinya sendiri, Jadi kubilang kalau dia itu cantik. Dan rekan kerjanya
akan menikah Jadi aku bilang, "Selamat!" Apa harus ada yang kukatakan
lagi?” kata Won Seok polos
“Coba kau
lihat ini... Apa menurutmu dia hanya ingin mengirim foto dirinya? Dan Bisa-bisanya
kau bilang kasih selamat buat rekan kerjanya? Kau tak mengerti apa maksud dia
ini..., dasar bodoh?” kata Sang Goo.
Won Seok mengerti
yang dimaksud Sofa, tapi menurtnya kenapa Ho Rang harus membicarakannya seperti
itu karena bisa saja hanya mengatakanya.
Sang Goo bertanya apakah ada ruangan di rumahnya sekarang karena tahu tinggal di rumah atap kecil.
“Tentu
saja, dia tidak bisa bilang apapun tentang hal itu padamu.” Tegas Sang Go. Won Seok pun bisa mengerti kalau dengan
alasan itu Ho rang selalu bicara soal
rumah dan sofa.
“Baiklah,
biar kuberitahu hal yang sangat penting, jadi Dengar baik-baik. Wanita tidak
pernah mengatakan apa maunya secara langsung dan Mereka tidak pernah seperti
itu pada pria. Jadi Mereka ingin mendengarnya langsung dari si pria. Untuk
mendengar apa yang ingin mereka dengar, maka mereka terus berbicara dengan si
pria. Tapi ucapan mereka selalu panjang lebar dan Terkadang ucapannya bisa
kuat, Kadang bisa lucu. Tapi pada akhirnya, kau jadi menggila. Apa Kau paham?”
kata Sang Goo.
Won Seok
terdiam, Sang Goo mengejek kalau Won Seok yang tak mengerti tentang wanita maka
selalu gagal. Won Seok pikir Benar juga menurutnya mereka tidak berkencan dengan penampilan tapi
butuh kemampuan. Sang Goo dengan bangga kalau mereka juga bisa berkencan dengan
orang yang penampilannya bagus denga menganggap dirinya “Sang Goo Ajaib.” Won
Seok memberikan tepuk tangan untuk memujinya.
Bersambung
ke part 2
PS; yang udah baca
blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 &
Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar