“Namanya
Jung Hee Joo, dia mengelola hostel Korea di Granada bernama Hostal Bonita...
Akan kukirimkan alamatnya. Jika kau di Granada, sebaiknya mampir ke sana... Membujuk
kakaknya mungkin lebih baik. Dia pemegang kuasanya.” Ucap Mr A di telp
“Kurasa
kau benar.” Kata Jin Woo tersenyum bahagia melihat Hee Joo masih menangis
diatas counter dapu.
“Aku
memeriksa email antara mereka, tapi kakaknya tak tahu apa pun.” Kata Mr A. Jin
Woo pun menutup telp dari temanya.
“Apa
Alarmnya mati? Aku dengar berisik.” Ucap penghuni hostel masuk ke dalam dapur
lalu mengeluh karena minya hangus.
“Padahal Sudah
kuminta kau jaga.” Keluh si pria pada Jin Woo, lalu Jin Woo pura-pura masuk
bertanya ada apa. Hee Joo melonggo binggung.
“Ada apa
ini? Apa yang barusan terjadi? Apa aku membiarkan hangus saat kau minta kuawasi?
Lalu Apa alarm asapnya mati? Apa Aku murka lalu teriak dan mengeluh berisik?”
kata Jin Woo seperti berpura-pura hilang ingatan atau memiliki kepribadian
ganda.
“Ini Tak
mungkin... Makanya kau menangis, karena teriakanku? Aku tak pernah begitu. Jika
benar, aku bukanlah manusia... Maksudku, aku mungkin... Aku menderita hilang
ingatan singkat... Aku bercanda. Tak perlu ditanggapi serius.” Kata Jin Woo.
Hee Joo
hanya diam seperti tak percaya, Jin Woo melihat tatapan Hee Joo berpikir kalau
rencananya gagal. Temen Hee Joo tak mengerti yang dikataan Jin Woo, akhirnya
Jin Woo memilih pergi dengan membawa jas dan keluar dari hostel.
“Jika di
sini tempat tinggalnya, seharusnya dia beri tahu.” Keluh Jin Woo menatap hostel
Bonita milik keluarga Hee Joo.
Berita di
TV
“Mobile
World Congress, salah satu pameran IT terbesar di dunia, dimulai sejak kemarin
di Barcelona. Ada 2.300 perusahaan dari 190 negara berpartisipasi tahun ini, dan
tiket telah terjual habis sejak hari pertama.”
“Lensa
kontak pintar perusahaan Korea, J One, menarik banyak perhatian. Kemudahan yang
belum pernah ada, dengan definisi ultra, yang menyerupai mata manusia, menjadikannya
perangkat sempurna untuk mewujudkan realitas tertambah.”
Beberapa
orang mulai mencoba games yang dibawa
oleh Jin Woo saat pameran. Se Joo berada dalam kamar melihat berita Jin Woo
mulai bersiap-siap, sekeliling kamarnya berantakan dan ada dua layar komputer
layaknya pemain games profesional.
“Kami
akan pasarkan alat ini tahun depan, dan produknya diluncurkan bulan Desember
ini. Penundaan tak disebabkan masalah pada perangkatnya. Kami butuh waktu
menambah konten, jadi Harap maklum.” Ucap Jin Woo saat melakukan Konferensi
pers.
“Yoo Jin-woo, Direktur J ONE Korea,
membeberkan detail rencana perusahaan, juga bilang lensa pintar ini jadi
perangkat pertama yang berhasil mengomersialkan teknologi realitas tertambah.”
“Apa
pemicu penundaan dalam pengembangan konten?” tanya Wartawan.
Mr A
memberitahu tentang pemilik games yang menelp Jin Woo sebelumnya “Namanya Jung
Se Joo, Dia lulusan D3, tapi kini
menganggur. Dua bulan lagi usianya 18 tahun.”
Se Joo
keluar dari kamar, Nenek Oh bertanya apakah akan pergi sekarang. Se Joo
membenarkan dan bergegas pamit pergi. Nenek Oh menyuruh Se Joo agar bisa berteman
dan sering telepon mereka. Se Joo hanya
diam lalu bergegas pergi.
“Astaga.
Apa bibirnya dilem?” keluh Nenek Oh, salah satu penghuni wanita berpikir kalau
Se Joo adalah cucunya.
“Dia
bukan cucuku. Dia pengganggu.” ucap Nenek Oh sinis, Sementara Hee Joo melihat
adiknya pergi langsung mengikutinya.
“Dia Anak kedua dari tiga
bersaudara dan memiliki nenek.”
Hee Joo
berpesan pada adiknya agar Selalu berhati-hati dan menjawab teleponya, lalu bertanya kapan akan
kembali. Se Joo menjawab Belum tahu lalu mengayuh sepedannya. Hee Joo tetap
meminta supaya adiknya bisa mengirim pesan sesekali.
“Dia
pamit mau ke Barcelona bertemu teman, tapi dia belum kembali.”
Jin Woo
sudah ada didepan rumah bertanya pada Mr A Sudah berapa lama Se Joo pergi, Mr A
menjawab Seminggu. Jin Woo heran karena
Keluarganya tak cemas. Mr A pikir Hee Joo sudah lulus dan anak lelaki
dan menurutnya email yang dibawa kalau
keluarga sudah menyerah pada Se Joo.
Saat itu
seorang pria menekan bel hostel, Jin Woo yang sedang duduk didepan cafe
langsung menyembunyikan wajahnya agar tak ketahuan. Hee Joo keluar menyapa tamu yang baru datang dengan ramah
“Bagaimana
soal kakaknya?” tanya Jin Woo, Mr A pikir
Tak ada banyak info dan hanya tahu Hee Joo mengelola hostel sejak orang
tuanya meninggal.
Di dapur,
Nenek Oh sibuk memasak dan Hee Joo menyiapkan meja sarapan tamu-tamu yang
tinggal di Hostel. Mr A menceritakan kalau Hee Joo punya banyak hal yang selalu
diurus. Hee Joo memanggil adiknya untuk keluar kamar karena akan terlambat
sekolah.
“Dia
menjual makanan di hostel.”
Hee Joo
berjalan sebagai pemandu wisata untuk turis korea yang datang ke Granda
mengajaknya pergi ke Mirador de San Nicolas. Lalu malam harinya, Hee Joo
menerjemahkan buku-buku bahasa spanyol.
“Dia seorang
pemandu wisata. Dan Dia juga penerjemah.”
Di sebuah
toko gitar, Hee Joo bertanya pas Master pada gitanyanya, Apa ini bagus, Si
pemilik memberitahu kalau Bagian lekukanya seharusnya lebih mulus. Hee Joo pun
memperbaikinya.
“Dia juga
kerja di toko instrumen.” Ucap Mr A. Jin Woo heran Hee Joo yang mengerjakan
banyak hal?
“Mereka
mungkin tak kaya, dan Mungkin dia tulang punggung keluarga. Dia punya nenek dan
adik kecil.” Kata Mr A
Jin Woo
pun melihat tamu yang baru datang diajak masuk oleh Hee Joo ke dalam hostel.
“Bagaimana
dengan Hyung Seok? Apa Dia belum mengontak keluarganya?” tanya Jin Woo
“Kurasa
Pak Cha belum tahu, kalau dia masih remaja... Kurasa dia mungkin tak bilang.”
Kata Mr A
“Dia tak
mau diremehkan. Aku pun tak diberi tahu. Apa Ada info lain?” tanya Jin Woo. Mr
Ah mengatakan kalau hanya ada itu saja saat ini dan akan mencari tahu lagi.
“Terima
kasih... Aku akan kembali dan lihat situasi.” Kata Jin Woo lalu menutup
telpnya.
Di dapur
Semua
sudah bersiap-siap untuk sarapan, Jin Woo mengintip dari depan pintu mengingat
yang dikatakan Mr A kalau Hee Joo tinggal bersama nenek dan dua saudaranya,
lalu menyapa semua penghuni dengan ramah. Hee Joo tetap saja masih sinis.
“Siapa
kau?” tanya Nenek Oh tak mengenal Jin Woo. Jin Woo memberitahu kalau baru masuk
semalam dan tinggal di kamar 601.
“Kau yang
menginap di lantai enam. Apa kau Mau sarapan?” ucap Nenek Oh. Jin Woo menganguk
dan meminta izin agar bisa membayarnya nanti.
“Tentu
saja. Duduklah di mana saja.” Kata Nenek Oh, Jin Woo bertanya apakah ada menu
pilihan untuk sarapan.
“Tak ada.
Makan saja yang kami buatkan.” Ucap Nenek Oh, Jin Woo senang karena menurutnya
jadi tak perlu untuk memilih karena bisa melelahkan.
“Kami
hanya punya satu menu karena orang sepertimu.” Puji Nenek Oh, Jin Woo
mengucapkan terimakasih atas pujianya.
“Aku
terkadang ragu... wahh... ini Sup rumput
laut dan kerang. Pasti lezat.” Ucap Jin Woo melihat mangkuk sup didepannya.
“Ini
masakan khas cucuku.” Ucap Nenek Oh, Jin Woo tersenyum berusaha mengambil hati
Hee Joo mengucapkan terimakasih. Tapi Hee Joo yang terlanjur kesal hanya bisa
cemberut.
Kim Sang
Bum bertanya apakah Jin Woo datang kemarin malam. Jin Woo menjawab datang saat tengah
malam. Sang Bum pikir mereka pergi bertemu, karena tampak familier. Jin Woo berpura-pura
kalau tak mungkin pernah berpapasan.
“Lalu Kau
dari mana?” tanya Sang Bum. Jin Woo menjawab Barcelona. Sang Bum pikir pasti
tak mungkin mereka pernah bertemu.
Nenek Oh
mengajak cucunya untuk duduk, Jin Woo menarik kursi kosong disampingnya. Tapi
Hee Joo masih kesal memilih duduk dikursi dekat neneknya. Penguni wanita ingin
tahu tentang Barcelona karena akan pergi lusa.
“Aku ke
sana berbisnis, jadi tak tahu apa-apa.” Ucap Jin Woo. Sang Bum pikir Jin
Woo dan naik kereta. Jin Woo menjawab Pesawat.
“Sebaiknya
naik pesawat juga.” Kata Si wanita. Sang Bum menolak karena Tiketnya mahal.
Sementara
Nenek Oh dan Hee Joo membahas Se Joo yang tak jawab telpnya. Jin Woo berusaha
mendekatkan kupingnya agar bisa mendengar dengan jelas. Hee Joo memberitahu kalau
adiknya yang Tak bisa dihubungi berpikir
karena Ponselnya rusak. Nenek Oh ingin tahu apakah mendapatkan kabar lagi.
“Kemarin dia
menghubungi dari telepon umum.” Ucap Hee Joo, Nenek Oh mengeluh karena ponsel
Se Joo yang rusak.
“Kapan
dia akan kembali?” tanya Nenek Oh, Hee Joo menjawab kalau hari ini.
“Dia bilang
naik kereta semalam dan melarangku menjemputnya.” Ucap Hee Joo. Nenek Oh ingin
tahu Kapan keretanya akan tiba. Hee Joo menjawab jam delapan pagi.
“Terima
kasih sarapannya.” Kata Jin Woo bergegas setelah mendapatkan informasi tentang
Hee Joo
“Apa kau Sudah
selesai? Kau belum makan apa-apa.” Ucap Nenek Oh binggung, Jin Woo mengaku lupa
harus menemui orang pagi ini dan akan membayarnya.
“Tapi...
Apa Kau tak mau makan? Kurasa kau tak menyukainya.” Kata Hee Joo sinis melihat
sikap Jin Woo
“Bukan
begitu... Ini lezat, tapi aku akan terlambat.” Ucap Jin Woo lalu bergegas
keluar dari rumah. Mereka heran dengan
Jin Woo terlihat tiba-tiba terburu-buru.
Pegawai
bar menyapa Jin Woo saat keluar dari Hostel mempersilahkan untuk datang ke bar
malam hari dan bisa memakain toilet sesukanya. Jin Woo menolak karena tak ada di
level itu lagi. Si pegawai terlihat binggung.
Jin Woo
akan menghentikan taksi tapi tak ada yang mau berhenti, Jung Hoon tiba-tiba datang
dengan mobil dengan bangga kalau datang sangat cepat, memberitahu kalau terbang
jadwal pertama, bahkan tak sarapan. Jin Woo pun berjalan mendekati
Sekertarisnya.
“Aku
menyewa mobil ini. Apa Kau suka?” ucap Jung Hoon, Jin Woo meminta agar
memberikan kunci padanya.
“Kau Mau
ke mana? Akan aku antar.” Kata Jung Hoon, Jin Woo menolak karena Ada tugas lain
dan menyuruh Masuk lalu taruh barang dan pesan bunga.
“Bunga?
Ke mana harus kukirimkan?” tanya Jung Hoon, Jin Woo menjawab Untuk pemilik hostel tempatny menginap.
“Namanya
Jung Hee Joo dan Kasih kartu namaku.” Perintah Jin Woo, Jung Hoon pikir sudah tahu
yang terjadi.
“Aku penasaran
kenapa kau terbang kemari tengah malam... Pak... Kuharap kau tak lupa... Kau
masih terlibat gugatan hukum dan belum tanda tangan berkas perceraian jadi
Sebaiknya tahan diri untuk terlibat dengan...” ucap Jung Hoo sok tahu. Jin Woo
kesal langsung mengumpat.
“Jangan
berbuat hal yang bisa merugikanmu. Banyak orang Korea, mereka selalu
memperhatikan.” Ucap Jung Hoon.
“Dia
calon rekan bisnis penting jadi Harus pakai tampangku jika gagal.” Tegas Jin
Woo
“Kau Tampang?
Sebaiknya kudekati dia untukmu... Aku lebih tampan.” Kata Jung Hoon bangga
“Jung
Hoon, Coba pikirkan ini... Jika kita harus menggodanya dengan tampang, siapa
lebih pantas?” keluh Hyun Bin merasa lebih tampan
“Coba
Pikirkanlah... Antara kita... Kau masih menikah secara hukum. Aku saja karena
masih lajang dan lebih muda.” Ucap Jung Hoon bangga
“Lajang
atau tidak, tapi kau jelek.” Ejek Jin Woo. Jung Hoon tak terima karena ibunya
bilang ia paling tampan di Sanggye-dong.
“Jung
Hoon, Terlepas ras atau budaya, wajahmu tak akan pernah dianggap
"tampan" dalam sejarah manusia. Bahkan Tak sekali pun dalam sejarah
manusia. Lalu Beri tahu ibumu, kalau Kasih ibu tak menyangkal sejarah.”ejek Jin
Woo lalu menutup pintu mobilnya
“Itu
sebabnya musuhmu banyak, Pak.”keluh Jung Hoon lalu menurunkan kopernya.
“Apa Itu
kopermu? Wah.. Besar sekali. Kau akan kesulitan.” Ejek Jin Woo lalu pergi
mengemudikan mobilnya. Jung Hoon terlihat binggung.
Jung Hoon
sampai di hostel hanya bisa melonggo melihat tangga yang melingkar diatasnya
dan harus naik sampai ke lantai enam tempat Jin Woo tinggal. Ia pun bertanya
pada bibi yang sedang mengepel lantai keberadan Lift. Si bibi mengelengkan
kepala kalau tak ada Lift. Jung Hoon hanya bisa melonggo.
“Dia
pakai telepon umum sebelum naik kereta. Dia belum hubungi karena ponselnya
rusak.” Ucap Jin Woo pada Sun Ho yang
ada dikorea.
“Syukurlah...
Kukira dia berubah pikiran dan kembali ke Hyung-seok, Jadi dia sungguh datang.”
Ucap Sun Ho
“Aku
menuju stasiun dan mau bicara langsung dengannya. Kalau Diskusi di hostel bisa
gawat.” Komentar Jin Woo. Sun Ho ingin tahu alasanya.
“Kakaknya
membenciku.” Ucap Jin Woo, Sun Hoo heran Hee Joo yang cepat membenci Jin Woo padahal belum lama
tiba.
“Dia
marah karena aku memberinya beberapa saran. Lalu Dia menangis.” Cerita Jin Woo
“Kau
bilang "Beberapa saran"? Saranmu itu bukan saran. Kau mengomel dengan
kejam di hadapan orang. Apa Kau mengomelinya? Kau sungguh menyebalkan.” Ucap
Sun Ho mengejek.
“Pak, apa
kau mau naik level hari ini?” tanya Yang Joo yang sibuk makan ayam. Jin Woo
piir itu tak penting saat ini.
“Kurasa
aku sudah ketagihan.... Aku mau tonton lagi.” Komentar Yang Joo, Jin Woo pikir
dirinya terlihat keren kemarin
“Tidak, Tapi bagian terkerennya adalah melihatmu
dikalahkan.” Ejek Yang Joo
“Itu
pengalaman melegakan... Jangan remehkan aku. Kini aku level dua.” Ucap Jin Woo
“Kenapa
tak bermain sekarang? Tapi Kau harus cari pedang baru.”saran Yang Joo
“Tunggu
saja, Aku Harus urus Jung Se Joo dulu. Mari cari tahu kenapa dia tolak tawaran
sepuluh miliar won Hyung Seok.” Ucap Jin Woo.
Hee Joo
yang tertidur membuka matanya saat mendengar pemberitahuan kalau kereta akan
tiba di Stasiun Granada, lalu membangukan teman satu keretanya agar Bangun tapi
si pria tetap saja tertidur. Lalu tiba-tiba ada perubahan cuaca terjadi awan
dan hujan terjadi saat akan masuk Granada.
Jin Woo
melihat papan kedatangan “GRANADA, SATU MENIT LAGI” tapi saat itu tak ada Hee
Joo yang turun dari kereta, lalu bertanya pada petugas apakah ada jalan keluar.
Petugas mengelengkan kepala.
Akhirnya
Hee Joo masuk ke dalam stasiun berpapasan dengan pria yang sebelumnya tidur
disamping Hee Joo, di dalam kereta hanya ada tas Hee Joo tanpa ada pemiliknya.
Seon Ho
menelp ingin tahu kelanjutanya, Jin Woo pikir Ada yang tak beres. Seo Ho
menduga kalau Hee Joo tak muncul. Jin
Woo yakin kalau Ada yang sangat tak beres. Yang Joo melihat dari belakang
dengan wajah serius.
Sementara
Jang Hoon sibuk mencari “TOKO BUNGA DI GRANADA” Saat itu Hee Joo masuk ruangan
kaget melihat pria lain ada di lantai enam lalu
memberitahu kalau ia adalah pemiliknya. Jang Hoon pun mempersilahkan
masuk.
“Di mana
tamu...” kata Hee Joo, Jang Hoon menjawab Jin Woo sedang keluar.
“Halo,
aku akan sekamar dengannya dan Baru saja tiba.... Apa Bisa tambah ranjang di
sini?” ucap Jang Hoon ramah.
“Apa Kalian
akan menetap di sini?” tanya Hee Joo, Jang Hoon pikir seperti itu karena Jin
Woo yang tak minta check out.
“Tak bisa,
kau harus check out... Dia hanya bayar semalam. Dan kau bisa bawa ini.” Ucap Hee Joo memberikan
lembaran uang. Jang Hoon binggung apa maksudnya itu.
“Aku akan
mengembalikan uangnya... Dia akan tahu saat kau berikan. Kau harus keluar pukul
11.00... Jangan terlambat.” Tegas Hee Joo. Jang Hoo meminta Hee Joo agar
menunggu sebentar.
Jin Woo
menelp ingin tahu keberadan Jang Hoo sekarang. Jang Hoon mengaku ada dikamar.
Jin Woo menyuruh agar turun ke lobby dan tanyakan di mana adik Nona Jung Hee
Joo. Jung Hoon mengaku sedang bersamanya. Jin Woo memastikan kalau yang
dimaksud adalah Hee Joo ada di dekatnya.
“Tapi dia
bersikeras mengembalikan uangmu. Kau Bicara saja langsung.” Ucap Jang Hoon.
“Apa kau
Bisa bicara dengannya langsung? Aku tak paham keadaannya.” Kata Jang Hoon
memberikan ponselnya. Hee Joo terlihat binggung.
“Halo?
Aku tak butuh pengembalian. Kenapa kau...”ucap Jin Woo, Hee Joo langsung menola
karena harus mengkembalikan.
“Ada
begitu banyak masalah, jadi, aku tak bisa menerima uangmu. Ini Sudah kuberikan
ke temanmu. Kau tak makan sarapan, jadi aku juga tak bisa terima uangmu. Aku
tak mau tampak tak peduli.” Kata Hee Joo,
Jin Woo ingin bicara tapi Hee Joo kembali bicara.
“Kami
perlu merenovasi kamar ini, Harus perbaiki jendela, periksa kabel, tangkap
tikus, jadi, silakan keluar dari kamar ini.” Tegas Hee Joo
“Kau
pasti masih marah. Aku minta maaf atas sikapku pagi ini. Aku sering hilang
kesabaran.” Ucap Jin Woo
“Tidak,
aku tak marah... Semua yang kau katakan benar... Kau sangat jujur. Jadi, aku
juga ingin berkata jujur... Yahh... Benar rumah ini tua, tapi aku punya
nurani... Tolong ingat... Karena itu kukembalikan uangmu.”ucap Hee Joo tak bisa
menahan amarahnya.
“Tunggu,
kumohon... Bisa beri kesempatan bicara?” ucap Jin Woo
“Aku tak
bisa bicara, kau... Kau yang tak biarkan orang bicara... Kau terus bicara hal
di benak tanpa biarkan aku bicara. Bersikap seolah aku tak kejam dan kasar...
Tapi aku punya nurani... Makanya kuminta kau ke hotel lain.” Kata Hee Joo
dengan nada tinggi. Jung Hoon yang di ruangan terlihat kebingungan
“Kubilang
kamarnya di lantai enam. Lalu Kusuruh ke tempat lain sebab kamarnya kotor, Itu
Jelas sudah kuberi tahu. Tapi kau bersikeras tinggal. Katanya kau bilang tak
apa, tapi kenapa bersikap jahat? Aku tak malas dn mungkin lebih rajin darimu.”teriak
Hee Joo
“Kau Tahu
apa soal hidupku hingga menilai begitu? Jadi Ambil saja uangmu kembali... Aku
tahu kau butuh uangnya... Kau pakai sepatu dan jam tangan palsu dan cemas koper
mahal palsumu tergores. Tapi Kau minta kamar sendiri dan pelayanan terbaik.” Keluh
Hee Joo terus meluapkan emosinya.
“Proyek 100
triliun won itu biasa saja! Itu membuatmu menyedihkan. Kau pun tampak tua, jadi,
aku sedih melihatmu pura-pura!” teriak Hee Joo sambil terengah-engah bicara.
“Aku tak
tahu sebelumnya, tapi pelafalanmu bagus.”komentar Jin Woo. Hee Joo mengaku juga
baru tahu pelafalannya bagus.
“Apa Jam
tanganku tampak palsu?” tanya Jin Woo. Hee Joo membenarkan kalau seperti jam
seharga 30 euro yang dijual di pasar jalanan. Jin Woo dengan senyuman mengejek
kalau ini mengejutkan.
“Aku
lebih terkejut kau tak tahu... Sampai jumpa.” Kata Hee Joo lalu mengembalikan
ponsel pada Jung Hoon meminta agar keluar jam 11 nanti. “Pak, apa yang barusan
terjadi?... Aku terkejut.” Ucap Jung Hoon binggung
“Aku
lebih terkejut membayar mahal untuk jam ini. Kurasa dia tak akan berubah
pikiran. Jika ke bawah, kau akan bertemu adiknya, kau Tanya dia saja. Dia lebih
ramah.” Perintah Jin Woo, Jung Hoo mengerti dan bertanya apa yang harus ditanyakan.
Jung Hoon
turun ke lantai satu melihat seorang wanita bertanya apakah ia Min Joo. Min Joo
membenarkan dan ingin tahu kenapa menanyakan hal itu. Jin Woo keluar dari
stasiun, Jung Hoon memberitahu kalau Se Joo belum telepon dan akan datang besok.
“Apa Keluarganya
tak ada yang peduli padanya? Rupanya hanya aku lebih peduli.” Kata Jin Woo
bingung
“Kurasa
dulu mereka peduli... Dia jarang pulang dan sering tak mengabari keluarganya.
Jadi Apa Kita pindah dari kamar ini?” kata Jung Hoon. Jin Woo tak perlu kalau
akan ke sana.
Saat itu
seorang wanita menyapa Jin Woo sedang menelp seperti tak percaya bisa bertemu.
Ji Woo melihat sosok wanita yang memanggil adilnya Su Kyung yang menyapanya
lebih dulu. Su Jin wanita yang sedang hamil terlihat kaget, Jin Woo pun menutup
telpnya dengan Jung Hoon.
“Lama tak
jumpa. Apa kabar?” ucap Jin Woo, Su Kyung pikir
ini sungguh kejutan karena tak percaya bisa bertemu dan sangat mustahil
bertemu di Seoul.
“Lama tak
bertemu.” Sapan Jin Woo, Su Jin membalas dan terasa sangat canggung dan
bertanya apa yang sedang dilakukan di Granada.
“Ada urusan
pekerjaan... Kandungannya membesar, ya?” komentar Jin Wo, Su Jin menutupinya
karena terlihat jelas
“Aku tak
tahu apa pun hingga sekarang.” Kata Jin Woo, Su Jin kaget karena mengira Jin
Woo sudah tahu.
“Tak ada
yang memberitahuku. Jadi Kapan lahirnya?” tanya Jin Woo. Su Jin menjawab Desember.
Jin Woo dengan nada dingin mengucapkan Selamat.
“Sudah
kubilang sebaiknya kita naik mobil, tapi dia bersikeras ingin naik kereta. Dia
wanita hamil yang cerewet.” Keluh Su Kyung
“Kalian
mau ke mana?” tanya Jin Woo. Suk Kyung menjawab akan ke Sevilla.
“Ini Sekitar
dua jam dari sini dengan kereta.... Kami akan kembali malam ini.” Ucap Su Kyung
“Apa Kau hanya
bersama saudarimu aja?” tanya Jin Woo. Su Jin mengaku tidak karena menemani
suami urusan bisnis.
“Tapi dia
tiba-tiba harus datang ke Granada dan Kami tak punya rencana kemari. Awalnya
kami berniat tinggal di Barcelona. Tapi kami ikut karena belum pernah ke
Granada.” Jelas Su Jin
“Kapan
kalian sampai?” tanya Jin Woo, Su Kyung menjawab Kemarin pagi.
“Omong-omong,
apa kau baik-baik saja?” tanya Su Jin, Jin Woo tak mengerti maksudnya
“Aku
sungguh terkejut setelah membaca berita.” Ucap Su Jin, Jin Woo pikir karena
dirinya sukses.
“Tujuanku
mengejutkan orang lain. Perceraian pertama yang terbera, lalu Yang kedua mudah.
Dengan Bertahan setahun, maka Cukup. Terlalu Makin lama itu bosan... Bukankah
kau juga begitu?” komentar Jin Woo dengan sinis.
“Kereta
kami segera berangkat.” Kata Su Kyung. Jin Woo mempersilahkan pergi dan
berhati-hati.
“Terima
kasih. Kapan kembali?” tanya Su Kyung. Jin Woo mengaku belum tahu karena masih
ada pekerjaan dan mengajak bertemu di Korea. Su Kyung pun setuju dan mengajak
Su Jin pergi.
Bersambung
ke part 2
Udah baca tulisan sinopsis aku 'kan..
hihihi...
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Tinggal Klik disini, buat
yang sudah Subscribe. Terimakasih banyak. Semoga bisa sampe akhir tahun
ini
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
KABAR BAIK!!!
BalasHapusNama saya Aris Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu untuk Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran dimuka, tetapi mereka adalah orang-orang iseng, karena mereka kemudian akan meminta untuk pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, sehingga hati-hati dari mereka penipuan Perusahaan Pinjaman.
Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial dan putus asa, saya telah tertipu oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan digunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya diterapkan, telah dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.
Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan menghubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan oleh kasih karunia Allah ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda menuruti perintahnya.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan bercerita tentang Ibu Cynthia, dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Cynthia, Anda juga dapat menghubungi dia melalui email-nya: arissetymin@gmail.com sekarang, semua akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening mereka bulanan.
Sebuah kata yang cukup untuk bijaksana.