PS : All images credit and content copyright : TVN
Choi Yang
Joo sedang dalam ruangan didepan komputer hanya bisa melonggo melihat yang ada
di layar komputer. Jin Woo bertanya apakah Yang Joo tadi melihatnya, Yang Joo
merasa kalau tadi luar biasa.
“Ini AR
terbaik yang pernah ada. Aku tak bisa bedakan kenyataan. Terlihat sempurna di
layar. Bagaimana rasanya?” tanya Yang Joo
“Semua
terjadi terlalu mendadak. Aku sungguh mengira sudah mati.” Ungkap Jin Woo yang
terlihat masih shock
“Aku
ingin coba memainkannya juga. Tapi Kenapa dia harus membuat latar di Granada? Pasti
lebih menyenangkan jika di Seoul.” Keluh Yang Joo
“Bagaimana
lensanya?” tanya Jin Woo sambi mengeluarkan softlens dari matanya. Yang Joo
merasa tak masalah.
“Apa terasa
panas?” tanya Yang Joo. Jin Woo mengaku sedikit panas.
“Kurasa
lensa pintarnya tak mampu mengikuti games ini.
Ini luar biasa Ini bisa diluncurkan dalam setahun. Bagaimana menurutmu?
Apa Menurutmu dia membuat ini semua sendiri? Wahh... Ini Luar biasa... Entah dia genius atau gila Atau mungkin
keduanya. Lalu Siapa yang membuat ini?” tanya Yang Joo.
“Aku juga
ingin mengetahuinya.” Kata Jin Woo
Flash Back
[Empat
Jam Lalu]
Jin Woo
tertidur pulas dikamarnya, menerima telp dari nomor yang tak dikenal. Se Joo
menelp bertanya apakah ini nomor telp Yoo Jin Woo. Jin Woo masih tertidur
membenarkan dan dan bertanya balik siapa yang menelpnya.
“Pak.
Maksudku, Profesor... Sebaiknya aku panggil apa?” ucap Se Joo gugup. Ji Woo tak
peduli hanya ingin tahu siapa yang menelpnya.
“Aku
bertemu Pak Cha Hyung Seok di sini... Kau kenal Pak Cha Hyeong-seok, kan? Kalian
berteman.” Ucap Se Joo. Ji Woo membenarkan dan bertanya kenapa.
“Dia
menawariku sepuluh miliar won.” Kata Se Joo. Ji Woo binggung dan kaget.
“Sepuluh
miliar won... Itu terdengar hebat, tapi dia orang jahat. Jadi, kutolak
tawarannya. Aku berniat menghubungimu lebih dahulu. Aku baca artikel soal
kunjunganmu ke Barcelona.” Ucap Se Joo
“Tunggu sebentar.
Aku tak begitu paham. Apa tujuanmu meneleponku? Bagaimana kau bisa dapat
nomorku?” tanya Ji Woo
“Aku
mengirimimu email, Bisakah kau membacanya?” kata Se Joo. Ji Woo makin kaget
karena Se Joo mengiriminya email.
“Aku
enggan menjual kepadanya, tapi harus kuputuskan besok. Ayo bertemu di Granada.
Tunggulah di Hostal Bonita. Aku sering menginap di sana.” Kata Se Joo lalu
meninggalkan telpnya.
Ji Woo
bertanya apakah Se Joo adalah seorang pemrogra dan meminta agar bicara
pelan-pelan, lalu menanyakan namanya. Tapi Se Joo seperti dikejar-kejar oleh
seseorang sudah kabur. Saat mencoba
menelp ternyata telp tak aktif.
Ji Woo
terbangun mengingat yang dikatakan Se Joo “ Kau kenal Pak Cha Hyeong-seok, kan?
Kalian berteman. Dia menawariku sepuluh miliar won. Sepuluh miliar won. Itu
terdengar hebat, tapi dia orang jahat. Jadi aku menolak tawarannya.”
Ia
akhirnya membuka email yang belum dibaca, berjudul "Memori Alhambra"
dan melihat dari layar komputernya. Jin Woo menelp orang berinisial A. Mengaku sudah
lama tak bertemu dan meminta tolong ingin tahu apakah Hyung Suk masih di
Barcelona.
“Entahlah.
Jadwal resminya berakhir dua hari lalu.” Ucap Mr A
“Tolong
cari tahu sedang apa dia di sini. Aku minta detail ke mana dia pergi dan yang
dia temui. Aku juga ingin cek latar belakang seseorang. Dia adalah pria pemrogram.
Aku hanya tahu alamat email dan dia bertemu dengan Hyung-seok di Barcelona.
Kedengarannya penting. Kurasa 100 triliun won dipertaruhkan.” Kata Jin Woo. Mr
A terlihat kaget.
“Tolong
cepatlah. Aku tak ingin dia jatuh ke tangan Hyung-seok.” Ucap Jin Woo. Mr A
mengerti.
“Apa kau
akan menginap di Barcelona?” tanya Mr A. Jin Woo mengaku menuju Granada dan harus
melihatnya sendiri.
“Tapi
Kenapa dia tak menelepon? Apa Kau pikir dia menemui Pak Cha?” tanya Yang Joo binggung
“Dia
mungkin sedang di pesawat. Mari percaya dia tak akan jual kepadanya. Sudah
malam di sini, jadi aku bisa lakukan sesuatu. Ayo coba naik level sebelum
fajar. Aku yakin pasti ada kekurangannya.” Kata Jin Woo memasang softlensnya
lagi. Yang Joo mengerti.
“Lalu Di
mana Seon-hoo?” tanya Jin Woo. Yang Joo mengatakan belum datang tapi akhirnya melihat Seon Hoo
datang.
“Beri
tahu dia detailnya... Jangan beri tahu selain dia dan Tetap pantau gamenya.” Pesan
Jin Woo. Yang Joo mengerti.
“Ada apa?
Kudengar Jin-woo ke Granada.” Ucap Seon Hoo. Yang Joo memberitahu kalau ada sesuatu
yang luar biasa terjadi semalam dan bisa melihatnya. Seon Hoo bertanya apa itu.
“Ini game
AR... Begitu kau melihat ini, game AR lain akan tampak seperti sampah.” Jelas Yang
Joo
Jin Woo
akan masuk ke pemainan tahap kedua,
“SELAMAT
DATANG DI GRANADA TAHUN 1492, PERANG ANTARA NASRID DAN ARAGON SEDANG
BERLANGSUNG DI GRANADA, TAK ADA KAWAN ATAU LAWAN KAU HARUS BERTAHAN, KAU BISA
MENANGKAN EMAS DENGAN MENYELESAIKAN MISI, MISI DISEMBUNYIKAN DI DESA KAU TAK
PUNYA SENJATA, MOHON AMBIL SENJATA”
Jin Woo
mulai berjalan mencari senjata dengan berjalan ke mengikuti tanda panah dan
merasaka seperti nyata. Ia berada di depan bar, dan akhirnya masuk ke dalam.
Pelayan memberitahu kalau ada tempat. Tapi Jin Woo mengikuti petunjuk tempat
penyimpanan senjata.
Ia masuk
ke kamar mandi berusaha mencari-cari tempat senjata, dan akhirnya menarik
pegangan tissue yang mengeluarkan rantai. Dari atap keluar pedang dan turun
didepanya. Yang Joo melihat permaian games seperti nyata merasa merinding lalu
menanyakan perasaan Jin Woo.
“Pegangan
yang mantap.” Kata Jin Woo dengan senyuman bahagia, Seon Hoo dan Yang Joo
benar-benar takjub melihatnya.
“Hei,
kau... Sedang apa kau? Ah... Dia pasti mabuk.” Komentar seorang pria melihat
Jin Woo senyum-senyum sendiri.
Pelayan
melihat Jin Woo keluar dari toilet menawarkan kembali meja, Jin Woo meminta maaf dan berjanji akan
kembali nanti. Akhirnya Ia kembali ke tempat semula. Saat itu pria yang yang
membawa pedang turun sambil menghantam tanah. Yang Joo dan Seon Hoo kaget
melihat di layar komputer yang terlihat sangat nyata.
“Lihat
tatapannya. Itu membuatku merinding... Ini tak bisa dipercaya.” Ucap Yang Joo.
Seon Hoo pun mengaruk-garuk kepala seperti tak percaya.
Jin Woo
mencoba menyerang Zinu, tapi terjatuh dan tak melihat Zinu didepanya. Yang Joo
pun binggung kemana Zinu. Seon Hoo dan Yang Joo panik berteriak kalau Zinu
sudah ada diatas dan akan kembali turun menghantang Jin Woo. Akhirnya Jin Woo
terluka dan kalah.
“Sekarang
aku paham... Aku mulai terbiasa... Ayo coba lagi.” Kata Jin Woo mulai games
lagi dengan memegang pedangnya.
Tapi
pedangnya patah dan rusak, jadi Jin Woo dianggap tak punya senjata. Seon Hoo
dan Yang Joo tertawa melihat permaian Jin Woo, Seon Hoo berkomentar Jin-woo
terlalu lambat, karena Prajuritnya jauh lebih cepat dengan mengejeknya seperti
sedang latihan kendo.
“Umurnya
hampir 40 tahun, aktivitas fisik bisa sangat menantang.”ejek Yang Joo. Jin Woo
menyuruh mereka diam.
“Seharusnya
aku saja yang ke sana. Kau akan butuh setahun untuk naik level.” Ejek Yang Joo.
Jin Woo kembali menyuruh diam saja.
Jin Woo
kembali mencoba tapi karena sudah keempat kali dan tak punya senjata jadi
diminta untuk mengambil senjatanya lagi. Akhirnya Jin Woo kembali masuk ke bar,
pelayan memberutahu kalau ada meja kosong. Tapi Jin Woo tak memperdulikanya
masuk kembali ke toilet mengambil pedang.
“Hei, Apa
kau pergi lagi? Apa Dia datang hanya untuk ke toilet?” ucap pelayan binggung.
Pelayan lain berpikir seperti itu.
Jin Woo
terus mencoba tapi terus kalah dan beberapa kali bolak-balik mengambil pedang
untuk melawan Zinu. Yang Joo dan Seon Hoo hanya bisa menghela nafas melihat
cara Jin Woo bermain.
“Dia
belum juga mengerti polanya.. Prajuritnya menyerang dari atas seharusnya dia ayunkan
pedang begini.” Keluh Yang Joo
“Berapa
kali lagi kau mati oleh orang yang sama?” ejek Seon Hoo. Jin Woo pun kesa
sendiri.
Jin Woo
terus mencoba dan di Korea sudah mulai pagi, Yang Joo membawakan kopi dan
cemilan. Saat itu Jin Woo kehilangan pedangnya karena terjatuh, dan kehilangan
Zinu. Tiba-tiba Zinu datang lompat diatas mobil didepanya, wajah Jin Woo
melonggo melihatnya.
“Apa Kau
melihatnya? Mereka gunakan latar yang nyata.” Ucap Jin Woo bahagia.
Yang Joo
dan Seo Hoo pun seperti tak percaya melihatnya. Di dekat mobil, Seorang pria
hanya bisa mengerutkan dahi karena berpikir Jin Woo gila melihat mobil yang
terparkir baik-baik saja.
Jin Woo
pun kembali kalah dan harus mengambil pedang lagi lalu berusaha mengambil di
dalam bar, tapi pintu sudah ditutup. Si pelayan mengeluh membuka pintu memberitahu
kalau sudah tutup. Jin Woo memberitahu kalau tak akan lama.
“Kami
sudah tutup. Jika mau ke toilet, silakan ke tempat lain. Kenapa pakai toilet
kami?” keluh si pengawal
“Tolong
tetap buka satu jam ke depan, oke?” kata Jin Woo memberikan beberapa lembar
uang dan kembali masuk ke dalam toilet untuk mengambil pedang.
Jin Woo
terus berusaha melawan Zinu dengan pedang berkaratnya, sampai terlihat matahari
mulai naik. Sepasang kakek dan nenek menatap binggung, karena Jin Woo
berguling-guling di jalan lalu akhirnya Jin Woo berhasil mengalahkan Prajurit
KERAJAAN NASRID dan akan masuk ke level dua.
“Hei, Apa
kau lihat itu?” jerit Jin Woo bahagia karena berhasil membunuh prajurit dan
akan mengambi hadiah dalam air mancur yaitu sebuah KUNCI PRAJURIT.
“Jin-woo,
aku tak bisa temukan cela game ini, selain terlalu adiktif. Jika New Word
merebutnya...” ucap Seon Hoo
“Bateraiku
sudah lemah, kita bicara nanti.” kata Jin Woo yang berbaring di jalan karena
terlalu lelah lalu duduk memegang alat pendengarnya.
“Aku bisa membayangkan masa depan.
Masa depan saat ini akan menjadi game di seluruh dunia. Seoul, Beijing, New York,
dan bahkan di Paris. Alih-alih Alhambra menjadi daya tarik Granada, kota ini akan
dikenal atas sihirnya Kota ini akan menjadi kiblat semua pengguna. Sama seperti
toko pertama waralaba menjadi terkenal. Pikiran itu membuatku sangat cemas akan
kehilangan game ini kepada orang lain.”
Hee Joo
baru saja pulang dengan motornya melihat Jin Woo baru pulang menyapanya bertanya
apakah Tidurnya nyenyak dan yakin kalau pasti habis jalan-jalan. Jin Woo
membenarkan saja. Hee Joo memberitau
kalau akan meminta lantai enam dibersihkan awal. Jin Woo mengaku Senang
mendengarnya dengan sinis lalu masuk ke dalam kamarnya.
“Dia minta
bertemu di Granada dan mengirimiku alamat hostel ini, katanya sering menginap
di sini. Apa dia akan datang? Bagaimana jika dia sudah teken kontrak dengan
Hyeong-seok?” gumam Jin Woo mencoba mencharger ponselnya lalu kesal sendiri karena
colokan tak berfungsi.
Akhirnya
ia kembali menuruni tangga pergi ke dapur, seorang mahasisawa meminta bantuan
agar melihat mienya karena harus ke toilet. Jin Woo setuju sambil mencharger
ponselnya. Mr A menelp Jin Woo memberitahu kalau Tuan Cha membatalkan semua
rencananya sejak kemarin saat jadwalnya penuh.
“Lalu di
mana dia sekarang?” tanya Jin Woo. Mr A menjawab kalau masih mencari.
“Bagaimana
jika dia teken kontrak?” ucap Jin Woo. Mr A pikir tak mungkin karena sudah
mencari orang yang meneleponnya.
“Apa Kau
temukan sesuatu?” tanya Jin Woo. Mr A mengaku ada beberapa hal.
“Aku
melakukan tindak kriminal dengan meretas akun emailnya, sekarang Aku akan langsung saja... Orang Pemrogram ini
bernama Jung Se Joo, Usia 17 tahun, masih di bawah umur.” Ucap Mr A. Jin Woo
kaget mengetahui masih Di bawah umur.
Lalu
tiba-tiba alarm bunyi smoke detector berbunyi, Jin Woo buru-buru mematikan
kompor dan membuka jendela agar asap keluar tapi Alarm tetap berbunyi. Hee Joo
sedang ada diruang kerja mendengarnya. Jin Woo akhirnya berusaha keluar dari
rumah dan meminta Mr A agar terus bicara.
“Ada apa?”
tanya Hee Joo, Ji Woo memberitahu kalau itu Alarm asap.
“Ini Bereaksi
pada sedikit asap. Memang agak sensitif. Aku sudah pasang tanda soal itu.” Ucap
Hee Joo. Ji Woo tak peduli memilih segera keluar rumah.
“Benar,
dia masih di bawah umur, untuk mengikat kontrak dengannya...” kata Mr A, tapi
Jin Woo tak bisa mendengar suara dengan jelas karena Hands free tak menjangkau
ponselnya yang ada di ruang dapur.
Hee Joo
berusaha mematikan dengan gagang sapu karena tak bisa menyentuh bagian
langit-langit. Jin Woo mengeluh karena suaranya Kencang sekali dan meminta agar
seger mematikanya. Hee Joo mengatakan kalau sedang mencobanya.
“Aku tak
bisa dengar apa pun di telepon.” Ucap Jin Woo. Hee Joo menyuruh agar menelp
diluar sja.
“Apa Tak
dengar kubilang tak bisa? Sekarang matikan benda itu! Wah.. Tak bisa dipercaya.”
ucap Jin Woo dengan nada tinggi lalu mencoba kembali bicara di telp.
“Katamu
dia di bawah umur... Apa Bisa ulangi?” kata Jin Woo kembali bicara dengan Mr A
“Ini
bukan salahku... Kau yang tadi di dapur... Kenapa kau membentakku? Aku datang
karena mendengar suara.” Keluh Hee Joo yang terlihat masih shock. Jin Woo pun
memutuska telp dengan Mr A.
“Kau
tanya, Kenapa aku membentakmu? Karena kau pemiliknya... Kau pemilik rumah busuk
ini! Apa Kau tak punya malu, ya? Aku juga pengusaha. Aku tak tahan dengan orang
yang bekerja setengah-setengah, yang Cepat puas dan malas.” Tegas Jin Woo tak
bisa menahan amarahnya.
“Jika kau
menerima tamu dan dibayar, sebaiknya kau buat mereka betah. Tapi Apa yang kau
tawarkan? Apa Beberapa bungkus mi instan? Toiletnya terus tersumbat, bahkan ada
lubang tikus di kamar. Kamarku sesak karena jendelanya tak bisa dibuka dan lagi
terlalu banyak tangga.” Keluh Jin Woo
“Gedung
apa yang tak punya lift sekarang ini? Seharusnya ada lebih dari satu soket. Kenapa
harus ke bawah untuk mengecas? Coba Lihat tumpukan sampah ini!” tegas Jin Woo
“Sudah kubilang
kau ke hotel saja.” Balas Hee Joo menahan air matanya.
“Kau
harus Dengar, Aku sedang mendiskusikan proyek 100 triliun di telepon. Aku tak
bisa mengisi daya ponselku di kamar dan alarm ini menyala meski tak ada api. Jika
aku kehilangan proyek ini, maka semua salahmu.” Ucap Jin Woo
Hee Joo
mengeluh tapi akhirnya meminta maaf, dan mengeluh kalau Jin Woo juga tak masuk
akal. Ia heran Jin Woo itu tak merasa
bersikap terlalu kasar pada orang lain. Jin Woo pikir tak ada alasan untuk
bersikap sopan kalau Hee Joon saja menyiksa tamunya lalu keluar dari ruangan.
Jin Woo
berbicara lagi di telp, mengaku kalau Hanya sedikit gaduh dan meminta maaf. Mr
Ah memberitahu orang Pemrogram ini masih di bawah umur jadi Tuan Cha membuatnya
meneken kontrak tanpa persetujuan wali. Jin Woo ingin tahu siapa wali sah atau
orang tuanya.
“Mereka
sudah meninggal, jadi, kakaknya adalah wali sahnya.” Kata Mr A. Jin Woo ingin
tahu siapa kakaknya.
“Namanya
Jung Hee-Joo dia mengelola hostel Korea di Granada bernama Hostal Bonita.” Kata
Mr A. Jin Woo ingin memastikan namanya
“Hostal
Bonita dan Akan kukirimkan alamatnya.” Kata Mr Ah. Jin Woo pun melihat
ucapanSELAMAT DATANG DI HOSTAL BONITA
“Jika kau
di Granada, sebaiknya mampir ke sana. Membujuk kakaknya mungkin lebih baik. Dia
pemegang kuasanya.” Kata Mr A. Sementara Hee Joo sedang menangis. Jin Woo melihatnya
dengan senyuman.
“Aku
memeriksa email antara mereka, tapi kakaknya tak tahu apa pun.” Kata Mr A. Jin
Woo mengerti lalu melihat Hee Joo yang masih menangis di di dapur.
“Dalam
sekejap, hidup Hee Joo juga terkena sihir. Kini dia memiliki kuasa atas
teknologi inovatif yang akan mengubah dunia. Seperti semua putri dalam dongeng,
dia tak menyadari statusnya, tinggal di rumah kumuh, dan membuka pintu untuk
serigala.”
Jin Woo
tersenyum bahagia, sementara Hee Joo terlihat sangat sinis menatap Jin Woo
karena membuatnya sakit hati.
Bersambung ke episode 2
Udah baca tulisan sinopsis aku 'kan..
hihihi...
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Tinggal Klik disini, buat
yang sudah Subscribe. Terimakasih banyak. Semoga bisa sampe akhir tahun
ini
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar