PS
: All images credit and content copyright : MBC
Woo Jin
bertanya apakah Ho Won itu bunuh diri karena dirinya, Ho Won seperti sudah tak
kuat dan langsung jatuh pingsan. Woo Jin panik mencoba menyadarkan Ho Won tapi
tiba-tiba Hyo Ri datang langsung mendorong Woo Jin menjauh dari temanya
“Apa Kau
cari mati? Beraninya kau macam-macam dengan wanita mabuk? Pergi kau!!” teriak
Hyo Ri berpikir Ho Won tak sadarkan diri karena mabuk. Woo Jin bertanya siapa
wanita yang berani mendorongnya.
“Aku
temannya. Terus, kau siapa?” ucap Hyo Ri sinis
“Temanmu
pingsan. Ayo kita bawa dia ke rumah sakit.” Kata Woo Jin khawatir, Hyo Rin
merasa kalau Woo Jin itu bercand
“Apa Kau
pikir kau bisa kabur seperti ini? Aku ini cukup kuat menghajarmu karena punya 5
kerjaan sambilan sehari!” kata Hyo Ri bangga
Woo Jin
mengajak mereka agar bisa mengurus Ho Won lebih dulu karena jatuh pingsan. Hyo
Rin menyuruh Woo Jin pergi saja dan tak ingin dibantu saat ingin membawa Ho Won
masuk rumah.
Hyo Rin
pun membawa Ho Won masuk kamar mengeluh temanya yang mabuk bahkan pingsan di
jalanan, lalu berusaha untuk membangunkanya, lalu tersadar kalau tak ada bau
alkohol. Ho Won tetap diam seperti tak sadarkan diri.
Woo Jin
pulang kerumah melihat ada sedikit luka di tanganya mengeluh Hyo Rin si wanita
galak. Saat akan masuk seseorang menyapanya, Woo Jin binggung bertanya siapa.
Terlihat ibu Ho Won yang datang mengunjungi rumah Woo Jin.
Ho Won
akhirnya tersadar, Adiknya dan Hyo Rin melihat memastikan kalau Ho Won bisa
mendengar suaranya. Ho Won pun bangun berpikir kalau dirinya sudah mati dan hanya
mimpi.Hyo Rin mengeluh dengan temanya yang tiba-tiba pingsan membuatnya panik
“Noona, Apa
kau pingsan di jalan?” ucap Ho Jae, Ho
Wo terlihat senang melihat adiknya yang datang.
“Kenapa
kau kesini tiba-tiba? Katanya kau tak mau datang kesini.” Ucap Ho Won
“Kau tahu
sendiri Ibu bagaimana. Dia bilang kami bisa melihat bagaimana hidupmu
sebenarnya dan ingin mengejutkanmu. Ibu menyuruhku tutup mulut. Kami buru-buru
kesini karena Ibu mimpi buruk.” Cerita Ho Jae, Ho Won pun bertanya mimpi apa
ibunya.
“Sungguh
menakjubkan dia bermimpi seperti itu. Lalu Kenapa kau pingsan? Katanya Hyo Ri
Noona, dia yang menggendongmu kesini.” Ucap Ho Jae.
“Tidak
apa-apa. Aku hanya...pusing saja.” Kata Ho Won lalu teringat sebelumnya bertemu
dengan Woo Jin dan bertanya tentang atasanya itu.
“Kenapa
kau menanyakan bos-mu? Kau itu barusan nyaris dilecehkan pelh orang aneh di
depan rumah Kukira kau itu pingsan karena mabuk..., jadi aku menghajarnya. Tapi
ternyata kau tidak minum.” Cerita Hyo Rin. Ho Won panik bertanya siapa yang
dihajar temanya.
Ibu Ho
Won memotong abalone sambil membahas kalau tak menyangka manager anaknya itu
masih muda, lalu memberitahu kalau sebaai orang ibu mengkhawatirkan anak-anak mereka saat terpisah.
Woo Jin tak bisa menolak suapan abalone dari ibu Ho Won dengan mengatakan tak perlu
melakukan seperti ini.
“Aku
tidak begini karena ingin kau baik-baik sama Ho Won. Aku yakin setiap orang
juga merasakan seperti itu. Aku mana bisa memintamu memberikan perlakuan khusus
pada anakku.” Ucap Ibu Ho Won
“Sepertinya
sifat Ho Won keturunan dari Anda.” Komentar Woo Jin, Ibu Ho Won mengelak kalau
Ho Won itu mirip dengan ayahnya.
“Sikapnya
memang dewasa lebih cepat..., jadi dia tidak mau menunjukkan ke orang kalau dia
sedang kesusahan. Namun, Manager Seo.. kata orang, anak dari keluarga miskin
memang selalu hidup susah. Kalau-kalau nanti kau tidak puas dengan kinerja
dia..., tolong kasihanilah dia karena dia punya orang tua yang miskin. Bukan
salahnya kalau kerjaannya tidak bagus. Tapi salahku.” Ucap Ibu Ho Won, Woo Jin
mengangguk mengerti
Sementara
Ho Won berlari panik karena ibunya
datang ke tempat Manager Seo. Woo Jin tiba-tiba menjerit panik melihat
belut yang berjalan di lantai dan langsung naik ke atas meja. Ibu Ho Won dengan
santai kalau belutnya itu ingin melihat rumah Woo Jin dan menangkapnya, Woo Jin
menjerit histeris saat ibu Ho Won memperlihatkan kepala belut padanya.
Ho Won
baru saja akan keluar dari lift melihat ibunya yang memberikan sebuah amplop
seperti sogokan. Woo Jin pun menolak karena prinsipnya yang tak mudah disogok.
Ho Won berteriak memanggil ibunya. Woo Jin melihat Ho Won datang menanyakan
keadaanya. Ho Won mengaku baik-biak saja
dan meminta maaf dan bertanya untuk apa ibunya datang ke rumah Woo Jin.
“Apa
salahnya datang ke sini? Ibu datang buat menyapa saja.” Ucap Ibu Ho Won, Ho Won
segera mengajak ibunya untuk pergi sekarang juga.
“Maaf
soal temanku dan ibuku ini.” Ucap Ho Won pada Woo Jin dan menarik ibunya pergi.
Lift
didepan pintu terlihat lama naik, akhirnya Ho Won memutuskan untuk menuruni
tangga saja. Ibu Ho Won pun mengaku senang bertemu dengan Woo Jin. Woo Jin pun
berpesan agar hati-hati dijalan.
Woo Jin
masuk rumah merasa kalau hari yang melelahkan sekali. Lalu melihat isi kotak
makanan yang dibawakan oleh ibu Ho Won. Ia melihat salah satu toples dan
memberikan label “Simpanlah dalam freezer dan makanlah sedikit demi sedikit.”
Lalu ia
melihat toples lainya “Simpanlah dalam freezer dan makan ini secepat mungkin.”
Senyuman Woo Jin terlihat dan mengambil kotak makan lain dengan label “Makanan
ini tahan lama disimpan.” Woo Jin seperti merasakan perhatian dari ibunya.
Ketiganya
duduk dikamar, Ho Won memberitahu ibunya kalau Woo Jin itu bukan gurunya,
menurutnya itu memalukan dengan datang kerumahnya. Ibu Ho Won tak percaya kalau
dianggap memalukan anaknya. Ho Won menegaskan kaalu ia sangat malu gara-gara
Ibunya.
“Aku saja
sudah khawatir kalau bertatap muka dengan Manager Seo. Tapi Ibu malah
membuatnya jadi makin parah.” Keluh Ho Won, Ibunya ebrtanya apa kesalahanya.
“Apa Ibu
tak tahu? Manager Seo tidak suka hal-hal seperti itu. Kenapa Ibu buat masalah terhadapku?”
ucap Ho Won
“Semua
orang suka hal-hal yang gratisan. Kau bilang bersyukur karena apa yang dia
lakukan bagimu. Kau ingin mengirimkan dia sesuatu, dan kau pun memberikan
alamatnya pada Ibu. Bukannya mengirimnya, aku malah memberikannya langsung sama
dia. Apa Ibu harus butuh izinmu biar bisa kasih makanan padanya?” ucap Ibu Ho
Won
“Kenapa
Ibu tega mempermalukanku? Ibu saja belum berbuat apa-apa untukku.” Kata Ho Won
kesal
Hoo Jae
tak habis pikir kakaknya bisa berkata seperti itu dan merasa hanya bercanda
saja. Ho Won merasa memang ibunya tak pernah berbuat apa-apa untuknya. Ibu Ho
Won akhirnya meminta maaf.
“Apa Ibu
mengerti bagaimana perasaanku? Apa Ibu tahu betapa sengsaranya aku setiap hari?”
ucap Ho Won yang merasa selama ini tak pernah diperhatikan.
“Jadi,
apa menurutmu cari uang itu mudah? Bukan kau saja yang sengsara. Aku memang tak
banyak berbuat apapun untukmu, tapi aku ini masih ibumu. Ucapanmu itu terlalu
mengerikan. Coba saja kau merawat anak yang seperti tingkahmu ini.” Ucap ibu Ho
Won marah
“ Aku
malah ingin hidup lama dengan anak yang seperti diriku. Karena itu, aku tidak
akan membuatnya menderita seperti ini.” Kata Ho Won
“Kau
pasti kesusahan karena punya ibu yang tak baik. Ayo pergi. Kalau Ibu lama-lama
disini, dia ini mungkin bisa memukul Ibu.” Ucap Ibu Ho Won tak tahan menahan emosi. Ho Jae
memanggil ibunya dan bergegas keluar berjanji akan menelp kakaknya.
Hyo Ri
datang mengeluh agar Hoo Won menyudahinya karena ia pun tak pulang ke rumahnya
setahun sekali, dan tak perlu bersikap kasar karena mungkin nanti bisa sempat
melihatnya lama-lama. Ia pun melihat ada banyak makanan yang dibawa Ibu Ho Won
dan bertanya-tanya cara membawanya.
“Semua
Ibu memang hebat.” Ucap Hyo Ri, Ho Won kaget melihat Ibunya yang membawa banyak
sekali makanan untuk dirinya lalu berlari mengejar ibunya, tapi Ibu dan adiknya
sudah lebih dulu naik taksi.
Ia pun
hanya bisa menangis sambil berlutut di jalan, merasa bersalah karena sudah
marah-marah pada ibunya. Woo Jin keluar dari rumah melihat Ho Won ingin
mengembalikan amplop, tapi karena Ho Won seperti sangat sedih memilih untuk
mengurungkan niatnya dan kembali masuk ke dalam rumah.
Tuan Seo
mengajak anaknya makan bersama, Dokter Seo memuji ayahnya yang kelihatan keren.
Tuan Seomengaku Suasana hatinya sangat baik sekali hari ini. Dokter Seo pikir Ayahnya
pasti merasa lebih nyaman setelah berhenti
mengurusi manajemen keuangan lagi.
“Hauline
sudah seperti keluarga bagiku Berhenti tidak membuatku lebih nyaman. Aku malah
frustrasi dan penasaran kalau aku tidak tahu bagaimana keadaan perusahaan.
Seperti itulah rasanya mengelola perusahaan.” Ucap Tuan Seo
“Bukankah
Ayah penasaran denganku?” ucap Dokter Seo, Tuan Seo mengaku karena itu
menelpnya lalu menyuruh anaknya makan udang yang masih sangat segar. Dokter Seo
pun makan udang yang ada didepanya.
“Kenapa
kau tidak datang saat peringatan kematian ibumu?” tanya Tuan Seo, Dokter Seo mengaku harus menangani pasien darurat.
“Padahal
kau tinggal dengan ibumu lebih lama daripada kau tinggal denganku. Bukannya
peringatan kematian seharusnya penting buatmu? Apalagi cuma setahun sekali.”
Ucap Tuan Seo
“Ayah
peduli soal peringatan kematian mantan istri Ayah..., tapi kenapa Ayah
menceraikannya?” sindir Dokter Seo
Tuan Seo
pun mengalihkan dengan membahas anaknya yang membuka sebuah rumah sakit dan
bertanya apakah lancar. Dokter Seo mengangguk menurutnya Karena "ayah,
anak sama saja" jadi mengelola rumah sakit dan mendapatkan keuntungan
besar.
“Kau
bilang Keuntungan? Menyelamatkan nyawa pasien seharusnya itu bentuk kewajiban.”
Ucap Tuan Seo menasehati.
“Yang
penting apapun yang kulakukan..., aku tidak pernah memuaskan Ayah, 'kan?” kata
Dokter Seo dingin
“Semua
ayah mana pernah tidak puas dengan anaknya kalau tidak ada alasan.” Ucap Tuan
Seo membela diri.
“Aku
selalu saja salah...,tapi kakakku selalu benar. Ayah saja tidak peduli padaku.
Apa Ayah tidak tahu kalau aku ini alergi udang? Apa sebenarnya yang Ayah
ketahui tentangku?” ucap Dokter Seo memperlihatkan kulit ditanganya memerah
karena makan udang.
“Ayah saja
menyarankan kami bersaing. Tentu saja aku pasti yang akan kalah.” Kata Dokter
Seo sinis lalu pamit pergi lebih dulu.
“Apa kau
marah?” ucap Tuan Seo, Dokter Seo balik bertanya kalau memang marah apakah
ayahnya akan mentolerirnya
“Kau tak
pernah mengatakan apa yang kau inginkan..., kau selalu bertele-tele.” Ucap Tuan
Seo, Dokter Seo harus mengatakannya sekarang
Woo Jin
sarapan dengan makanan yang dibawa oleh Ibu Ho Won lalu memuji kalau Sup buatannya enak pasti karena menuruni
bakat ibunya. Ia makan lahap dengan seperti bisa merasakan masakan rumah
seperti masakan ayahnya. Sementara Ho
Won terbangun dan melihat baju yang dibelikan oleh adiknya, seperti ingin
memakainya.
Ji Na
kembali masuk ke kantor, menyapa Tuan Heo. Ki Taek pun seperti sudah tak peduli
hanya diam saja. Tuan Heo pun menanyakan keadaan Ji Na karena kemarin tak masuk
kantor. Ji Na mengaku masih sakit, tapi tidak terlalu parah. Ki Taek akhirnya
menyapa Ji Na dengan bahasa formal seperti baru mengenalnya.
Woo Jin
baru datang, melihat Ho Won yang belum datang. Ki Taek malah binggung Woo Jin
bisa mengetahuinya. Woo Jin melihat meja
Ho Won yang masih kosong, Ki Taek bisa mengerti dan memberitahu Ho Won datang
terlambat hari ini.
Woo Jin
meminta agar bisa menghubunginya. Ji Na mengerti, Ki Taek mengatakan akan yang
menghubunginya. Ji Na melirik sinis, Woo Jin pun meminta apabila Ho Won sakit sampaikan
padanya kalau boleh istirahat di rumah. Ki Taek mengangguk mengerti. Ji Na
menyindir Ho Won karyawan sementara
datang terlambat kerja
“Apa kau tadi
bilang dia terlalu ceroboh buat jadi karyawan sementara? Oh ya ampun. Bukankah
semua pekerja kantor seharusnya tunduk dan patuh?Dia ini rupanya harus masih
banyak belajar.” Ejek Yong Jae, Ji Na mengaku benci sekali selera humornya.
“Kenapa
memang selera humorku?” kata Yong Jae. Ji Na menyuruh agar Yong Jae agar duduk
saja.
“Bukannya
Asisten Ha pernah izin sakit lewat telepon juga? Ho Won mungkin saja sakit.”
Ucap Ki Taek membela
“Ki Taek.
Ketika kau cuma karyawan baru...,kau tidak boleh sakit tanpa persetujuan bosmu.
Apa Kau mengerti? Kalau kau sakit, itu namanya
mengabaikan tugas.” Kata Yong Jae. Ki Taek hanya bisa menghela nafas.
Ho Won baru
saja sampai di depan lift, lalu masuk dengan wajah lesu, seseorang menyeberobot
disampingnya. Terdengar suara lift, menandakan kalau lift penuh. Akhirnya Ho
Won mengalah untuk keluar dari lif lalu menatap bayangan di depan pintu lift.
“Kalaupun
aku mati besok, aku harus menjalani hidup hari ini. Meskipun tak tertahankan
hidup terus berlanjut.” Gumam Ho Won
Woo Jin
memikirkan kalau memberikan sesuatu maka akan terjadi salah paham. Tapi menurutnya Ia adalah bosnya jadi Tak
masalah memberikan hadiah pada bawahannya dan harusnya bersyukur bisa dapat
ponsel gratis.
“Tapi
kalau dia bertanya padaku kenapa aku memberikannya..., aku harus bilang apa ke
dia?” ucap Woo Jin binggung, Saat itu ponsel diketuk. Woo Ji pun buru-buru
menyembunyikan dan Ho Won masuk ruangan.
“Maaf
soal ibuku semalam.” Ucap Ho Won, Woo Jin menanyakan keadaan Ho Won sekarang.
“Kenapa
kau pingsan dan membuatku panik seperti itu?” keluh Woo Jin, Ho Won pun meminta
maaf.
“Aku
kurang tidur selama beberapa hari ini. Semalam, aku sepertinya pusing.” Kata Ho
Won.
Woo Jin
menyuruh Ho Won agar bisa merawat diri baik-baik , serta Tetap sehat adalah
bagian dari tugas pekerjaannya. Ho Won menganguk mengerti. Woo Jin lalu
memberikan kotak ponselnya, mengaku baru
mendapatkan dari acara promosi perusahaan tempat temannya bekerja dan baru saja
membeli ponsel dan tidak membutuhkannya.
Ho Won binggung tiba-tiba Woo Jin memberikannya ponsel.
“Baterai
ponsel-mu 'kan tak awet..., lalu jaringannya juga jelek.”kata Woo Jin, Ho Won
mengaku kalau itu karena ponsel model lama.
“Ketika
kau bekerja, pasti ada banyak keadaan darurat di toko cabang dan di kantor. Kau
itu anggota tim pemasaran. Apa menurutmu kau bisa menangani situasi seperti itu
pakai ponsel itu?” kata Woo Jin menyindir, Ho Won pikir lebih baik memberikan uang itu saja dan
akan membelikan ponsel
Woo Jin
binggung uang apa maksudnya, Ho Won tak tahu sebanyak apa uang itu tapi ibunya
susah payah menguliti tiram dari pagi buta buat cari uang, dan pasti menabung
uang itu dengan tangan ibunya juga sampai melepuh. Jadi meminta agar
mengembalikan saja karena tidak ingin
menyogoknya. Woo Jin mengaku tak mengerti yang dikatakan Ho Won padanya.
“Kau itu
dapat amplop dari ibuku. Aku melihatnya.” Kata Ho Won, Woo Jin pun mengerti
kalau itu yang dimaksud.
“Tapi kau
berlagak kau itu pria yang punya integritas.” Komentar Ho Won melihat amplop
yang diterima Woo Jin
“Dengar.
Aku tadinya mau mengembalikannya..., tapi ibumu memaksaku. Kembalikanlah itu
pada ibumu. Dan Juga..., sampaikan salam terima kasihku pada ibumu.” Kata Woo
Jin, Ho Won melihat isi dari amplopnya bukan uang tapi jimat dari peramal.
“Apa kau
memberikan ponsel ini padaku seebagai imbalan atas makanan yang dibawa ibuku?”
ucap Ho Won, Woo pikir Ho Won bisa menganggapnya seperti itu.
“Tapi...,
ibuku hati-hati sekali membuat hidangan itu untukmu. Apa kau harus kasih harga
seperti itu?” ucap Ho Won. Woo Jin malah
menyindir kalau Ho Won sendiri yang ingin menganggapnya seperti itu padahl
menyuruhnya menganggapnya seperti itu.
“Aku
malah menikmati makanannya pagi ini dan seterusnya, aku akan tetap
menikmatinya. Sampaikan itu pada ibumu.” Kata Woo Jin, Ho Won pun mengangguk
mengerti lalu pamit pergi dengan mengucapkan Terima kasih. Woo Jin pun bisa
bernafas lega karena Ho Won tak salah paham.
Ho Won
menelp ibunya mengomel karena memberika jimat pada Woo Jin. Ibu Ho Won mengingatkan anaknya kalau mengecam
seaka ingin membunuhnya, menurutnya tak ada yang salah memberikan jimat padanya. Ho Won merasa kalau
ibunya itu memberitahukan hal itu.
“Kalau
Ibu bilang, apa kau akan mengizinkanku? Aku dapat jimat itu dari dukun hebat Jimat
seperti itu mana ada di Seoul. Katanya si dukun itu, jimat itu bisa membuat dia
jadi Presdir. Bosmu suka, 'kan?” ucap Ibu Ho Won
“Gara-gara
Ibu, aku bisa gila. Sudahlah” kata Ho Won menutup ponselnya, Ibu Ho Won pun
sedikit mengumpat.
Ho Won
merasa kalau sudah terlau kasar pada ibunya, lalu memberikan bertanya-tanya
alasan Woo Jin memberikan ponsel tapi ia bersyukur bosnya itu memberikannya.
Saat itu Ki Taek menelp menyuruh Ho Won agar segera datang karena keadaanya
gawat.
Ho Won
dtang melihat semua sudah berbaring lalu berisik dengan dengan bertanya pada Ki
Taek, apa yang terjadi. Ki Taek memberitahu kalau Direktur Han datang ke tempat
mereka. Direktur Han mngomel kalau sudah
lama menunggu kinerja mereka membaik tapi sampaikana harus menunggu.
“Aigoo.
Data penjualan ini tidak mencakup perubahan terbaru..Bisa-bisanya kalian
enak-enakan makan tidur saat kalian... membuat penjualan buruk seperti ini?Aku
saja tidak bisa tidur karena aku tidak percaya angka penjualan untuk kuartal
pertama ini. Tapi kalian selalu dapat gaji walau kinerja kalian bagus atau
jelek. Karena itulah kalian ini tak bisa diharapkan. “ ucap Direktur Han marah
“Memangya
kalian pikir ini yayasan amal apa? Jika kalian tidak mencapai target penjualan
kali ini..., akan kubuat kalian semua mengundurkan diri. Mengerti?” ucap
Direktur Han, Manager Park mengangguk mengerti.
“Jadi,
apa semuanya lancar dengan rencana peluncuran Hauliz ini?” tanya Direktur Han
pada Woo Jin dengan nada lembut.
“Ya.
Setelah kita memperbaiki anggaran publisitas, nanti aku akan melaporkannya pada
Anda.” Kata Woo Jin
“Tapi,
Manager Seo, bukannya kau terlalu bekerja keras belakangan ini? Tampangmu
sepertinya kelelahan sekali.” Kata Direktur Han, Ho Won mengaku tak seperti
itu.
“Kau
memang hebat. Aku merasa tidak enak, kau yang kerja keras sendiri.. sementara
yang lain kerjanya santai-santai saja.”sindir Direktur Han pada Manager Park.
Manager
Park setelah Direktur Han pergi mengajak semua
Tim penjualan berkumpul diruanganya. Sementara Tim pemasaran meminta
agar kembali berkerja kembali seperti biasa.
Manager
Park bersama dengan timnya yang berdiri seperti sedang dihukum, mengaku kalau
tidak percaya ini, lalu melihat kalau Yong Jae adalah masalahnya karena bohong
padanya, padahal menggatakn akan
menghasilkan penjualan yang bagus bulan ini.
“Apa ini
namanya penjualan yang bagus? Kenapa aku harus dimarahi pagi-pagi begini? Apa
salahku?” ucap Manager Park sangat marah.
“Yong Jae...
Jadi kau mau bagaimana? Salah siapa ini? Apa salah dia, si karyawan baru? Apa
salahnya Manajer Jo? Ini tugas pekerjaanmu! Aku tidak membelikanmu sup ikan
tiap hari biar bisa cari gara-gara denganku seperti ini!” teriak Manager Park
marah merasa memiliki anak buah yang bodoh dari timnya.
Semua
hanya diam saja, Managar Park pikir mereka lebih baik dipecat dan mati
kelaparan. Yong Jae mengeleng kalau akan bekerja lebih keras. Tapi Manager Park
yang sudah sangat marah merasa lebih baik mereka mati saja.
Ho Won
melihat dari luar merasa khawatir dengan tim penjualan karena Manager Park itu sangat
marah sekali. Ki Taek pikir Semua yang
ada di luar dan dalam kantor ini memang mimpi buruk.
Yong Jae
ketakutan melihat Manager Park yang mengambil stik golf. Manager Park
memberikan stick golf pada Yong Jae merasa kalau dirinya itu akan dipecat jadi
lebih baik mati saja dengan menyuruh Yong Jae memukulnya. Yong Jae menolaknya
sambil menangis tak ingin melakuanya
“Tingkatkanlah
nilai penjualan. Aku tidak peduli kau mau melakukan apa di kantor. Pokoknya,
tingkatkan nilai penjualan atau Pukul aku, cepat!” teriak Manager Park, Suk
Kyung yang melihatnya meminta agar Manager Park menghentikanya.
“Hentikan
apa maksudmu?!! Jika kita tidak bisa meningkatkan penjualan bulan ini..., maka kita
semua akan dipecat!” teriak manager park
Ho Won
benar-benar khawatir dengan Kang Ho karena Mereka sudah di dalam selama satu
jam. Manager Park tetap menyuruh mereka memukulnya saja karena .Yang penting
adalah memenuhi kuota penjualan. Yong Jae mengaku tak bisa memukul Manager Park
dengan stick golf.
“Kalau
begitu, tingkatkan angka penjualanmu dan Yong Jae...Jika kau tidak bisa
menaikkannya, maka kau juga akan mati.” Ancam Manager Park lalu keluar dari
ruangan.
“Kang Ho
dan Min Jae, rapikan ruangan ini. Dan Asisten Lee, sore nanti, kunjungi toko.”
Perintah Suk Kyung melihat kertas yang banyak berserakan dan keluar ruangan.
Sementara
Yong Jae yang terlihat sedih mengeluh dengan Manager Park yang marah-marh
sampai muncrat di wajahnya dan berpikir harusnya bunuh diri saja lalu keluar
dari ruangan. Hanya tinggal Min Jae dan Kang Ho dalam ruangan.
“Kau
pasti senang... Kau tidak perlu khawatir soal target penjualan karena kau cuma
pegawai sementara. Jadi Rapikan ruangan ini.” Ucap Min Jae dengan gaya
sombongnya keluar dari ruangan. Kang Ho pun membenarkan kalau sangat senang
sambil mengumpat.
Ho Won
dan Ki Taek masuk ruangan memastikan kalau teman mereka baik-baik saja.
Terdengar teriakan “Eun Jang Do, berkumpullah ke atap!” suara Yong Jae yang
memanggil ketiganya.
Ho Won
kaget mengetahui Yong Jae yang ingin agar mereka bisa menjual furniture dan
bertanya kemana harus menjualnya. Yong Jae mengingatkan mereka yang ingin
menjadi pegawai tetap.
“Cara
tercepat dan termudah agar bisa diakui oleh atasan kalian ialah dengan
memperoleh angka penjualan yang tinggi.” Ucap Yong Jae, Ho Won heran karena
mereka anggota tim pemasaran.
“Tim itu
tidak penting bagi kalian karena kalian karyawan sementara. Menurutmu bagaimana
perusahaan mengevaluasi kinerja kita? Bukankah membantu perusahaan menghasilkan
keuntungan lebih itu cara terbaik agar prestasimu yang tak terbantahkan?” kata
Yong Jae
Ki Taek
pun meminta agar menurunkan targetnya sedikit, Ho Won pun bertanya akah ini usul
dari Yong Jae sendiri, Suk Kyung atau Manager Park. Yong Jae pikir Mereka tak bisa mengatakannya langsung
jadi menyampaikan padanya dan mengingatkan siapa Siapa yang mempekerjakan mereka.
“Jika
kalian tidak bisa kerja bagus kali ini..., maka kalian akan dipindah ke toko dan
bekerja disana sebagai sales.” Kata Yong Jae mengancam. Ho Won langsung menolak
tidak bersedia melakukannya.
“Ini
tidak adil sekali. Bukannya Anda ini mencoba memanfaatkan kami, dengan
menggunakan posisi permanen sebagai umpan?” ucap Ho Won melawan, Yong Jae
melihat Ho Won itu kurang ajar sekali.
“Ya. Aku
memanfaatkan kalian. Jadi Anggap saja aku memanfaatkan kalian. Terus kenapa,
memang? Perusahaanlah yang memutuskan apa yang jadi tugas kalian. Berhenti saja
kalau kau tak mau dan Tak usah kerja!” ucap Yong Jae menantang
“Aku yang
akan bicara soal itu dengan Manager Park” kata Ho Won, Kang Ho langsung melarangnya.
“Kami
paham apa maksud Anda.” Ucap Kang Ho, Yong Jae pun akan menunggu hasilnya. Ki
Taek dan Ho Won terdiam tak percaya Kang Ho mau saja di berikan tugas yang
bukan tangung jawabnya.
Bersambung
ke part 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar