PS : All images credit and content copyright : TVN
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Dan Yi
kaget mengetahui kalau Pak Kang sakit dan selama ini Eun-ho merawatnya, setelah
membaca semua jurnal milik Penulis Kang.
“5 Juli,
2007. Aku didiagnosis mengidap penyakit Alzheimer. Aku bertanya berulang kali
karena tak memercayainya, tapi jawaban temanku tak berubah. Aku tak sangka akan
kehilangan kemampuan untuk berkomunikasi dan menulis.”
Flash Back
Acara “KULIAH
KHUSUS KANG BYEONG-JUN” Eun Ho pergi ke toilet dan kaget melihat Tuan Kang
membuka semua bajunya seperti sudah mulai lupa. Eun Ho hanya bisa menatap
binggung.
“Sekarang,
aku takut pada hari-hari yang harus kulalui. Eun-ho datang setiap hari. Saat
kutanya kenapa terus datang, dia hanya tersenyum. Hari ini, kami berjalan-jalan
bersama. Itu hari yang indah, aku jadi bersemangat.”
Eun Ho
terus mengikuti Tuan Kang seperti seorang yang selalu menjaga dibelakangnya.
Eun Ho bahkan menemani Tuan Kang ada dirumah. Dan Yi terus membaca jurnal Tuan
Kang seperti bisa membayangkan cerita Eun Ho dan Tuan Kang selama ini.
“Tidak mungkin aku akan mengenal
pemuda sepertimu.”
Eun Ho
datang ke rumah Tuan Kang langsung menjerit kaget dan memeluk kaki Tuan Kang
yang sudah tergantung dan berusaha menyelamatkan sambil menangis. Sejak saat
itu Eun Ho mencoba menjaga Tuan Kang tapi Tuan Kang tak mengenalinya bahkan
mengusirnya.
“Aku
menemukan jurnal lamaku. Aku menemukan tulisanku soal putraku yang
mengunjungiku. Apakah selama ini aku masih terus menulis meskipun kemampuan
kognitifku menurun?”
"Syukurlah
kebiasaan lamaku masih ada. Membuatku
merasa diriku masih pantas disebut penulis. Mungkin putra yang kutulis adalah
Eun-ho. Sudah lama sekali sejak aku mulai berpikir bahwa dia adalah putraku.”
Eun Ho
yang diusir dirumah mencoba terus membantu Tuan Kang, bahkan dalam cuara dingin
tanpa alas kaki mencoba menyelamatkan dengan mematikan aliran gas sebelum
terjadi kebakaran. Eun Ho akhirnya duduk bersama dengan Tuan Kang melingkarkan
jarinya.
“12
September, 2009... Aku membuat Eun-ho berjanji padaku, bahwa dia akan
memastikan aku mati sebagai penulis Kang Byeong-jun, bukan sebagai pria tua
pikun yang hilang ingatan. Aku meminta dia pastikan kronologiku bisa berakhir
dengan hilangnya diriku, bukan dengan Alzheimer.”
“Aku
hidup untuk menulis buku,cmaka kubilang aku ingin diingatcsebagai pria yang
habiskan hidupcsebagai penulis sampai mati. Kubilang aku ingin mati sebagai
penulis karena itulah diriku selama ini. Karenanya, kutulis wasiat, deklarasi
akhir karier menulisku. Itu akan menjadi tulisan terakhirku.”
“Aku
memikirkan soal apa yang telah dilalui Eun-ho dan perasaannya setiap kali orang
salah paham padanya. Kau yang mencintai bintang-bintang. Pasti karena itu”
gumam Dan Yi
Eun Ho
yang gelisah akhirnya hanya bisa mengisap rokok dan berdiri ditepi jalan saat
akan pergi ke Gapyong
“Eun-ho duduk di halaman depan sendirian. Karena
janjinya kepada Pak Kang, yang harus dia jaga bahkan dariku. Begitu pun
denganmu” gumam Dan Yi teringat saat keluar rumah menunggu Eun Ho ternyata
duduk di halaman depan rumah.
Flash Back
“Aku
hanya butuh kau juga, Seseorang yang begitu mengenalku. Walau dunia berpaling
dariku...” kata Eun Ho, Dan Yi pun mendengarkanya.
"Dia
pasti punya alasan. Selalu ada alasan untuk segalanya. Dia pasti melakukannya
untuk melindungi sesuatu yang ingin dia lindungi." Gumam Dan Yi
“ Kau...
Setidaknya, kau akan mempercayaiku, 'kan?” ucap Eun Ho menyakinkan.
“Dan itu
alasan dia hanya bisa mengatakan itu. Ada banyak hal yang ingin dia katakan, tapi
dia harus menyimpannya sendiri. Bayangan dia menderita sendiri membuat hatiku
sakit. Dan aku hanya bisa menangis karena tahu aku tak bisa memutar waktu dan
menemaninya.” Guman Dan Yi sambil menangis.
Eun Ho
datang mencari Dan Yi tapi tak melihat di kamar lalu bertanya apakah Dan Yi ada
di loteng. Ia tak mendengar suara Dan Yi akhirnya menaiki tangga dan kaget
melihat Dan Yi sudah membaca kotak milik Tuan Kang.
“Pak
Kang... Kau merawatnya, 'kan? Di Gapyong... Pak Kang di Gapyong, 'kan?” ucap
Dan Yi sambil menangis. Eun Ho datang menghapus air mata Dan Yi.
“Tatap
Aku Sekarang, Aku tahu yang kau pikirkan, tapi aku baik-baik saja. Kau lihat,
aku merasa itu tanggung jawab yang harus kupikul. Karena itu aku baik-baik
saja.” Ucap Eun Ho lalu memeluknya.
“Maafkan
aku karena tak tahu apa-apa. Bahkan tanpa kau memberitahuku, seharusnya aku
tahu, tapi tidak. Maafkan aku, Eun-ho.” Ucap Dan Yi dipelukan Eun Ho
Ji Yool
memberikan naskah Pak Kang yaitu Novel
terakhir yang katanya akan dia tulis. Hae Rin membaca naskah “Para Pahlawan.”
Lalu melihat nama penuliska "Park Jung-hoon" seperti tak percaya lalu
mencoba membacanya.
Dan Yi
dan Eun Ho duduk bersama diloteng. Dan Yi merasa bersalah karena selama itu Eun
Ho menderita sendirian dan ia sama sekali tak tahu jadi Itu membuatnya sedih.
Ia yakin Eun Ho pasti pernah menangis
sendirian Dan pasti ada hari saat tak bisa tidur.
“Pada
saat-saat itu, kau pasti sangat kesepian, tak ada orang yang menemanimu. Menyakitkan
saat tahu kau sudah lama hidup seperti itu.” Ucap Dan Yi sedih. Eun Ho menatap
Dan Yi langsung berbaring di paha Dan Yi.
“Di sini
sangat nyaman... Aku tak pernah tidur di sini.” Ucap Eun Ho berbaring. Dan Yi
mengelus kepala Eun Ho dengan penuh kasih sayang.
“Apa kau
mau tidur di sini?” kata Dan Yi. Eun Ho meminta agar Dan Yi mengatakan kalau melakukan
hal benar.
“Selama
ini, aku ingin dengar itu, Bahwa perbuatanku benar.” Ucap Eun Ho
“Aku
mengenalmu, Eun-ho... Kau pasti sangat tersiksa ratusan kali, berusaha mencari
tahu yang terbaik bagi Pak Kang. Tindakanmu benar... Sungguh.” Ucap Dan Yi. Eun
Ho terlihat bisa nyaman.
Tuan Bong
penuh semangat membawa kue bahkan membawa topi, saaat itu seorang pria membuka
pintu terlihat gugup. Tuan Bong langsung menyanyikan “Selamat ulang tahun” pada
Yeong-cheol. Yeong Cheol terlihat binggung bertanya ada apa datang ke rumahnya.
“Ini hari
ulang tahunmu. Jadi, aku berkunjung. Aku mau kemari lebih awal dan membuat sup
rumput laut, tapi aku harus kunjungi saudaraku. Tapi Kenapa wajahmu? Kau pasti
tersentuh... Tak ada editor yang begini.” Ucap Tuan Bong Bangga.
Yeong
Cheol mengucapkan Terima kasih dan terlihat gugup. Tuan Bong akan masuk rumah
mengajak untuk makan sup rumput laut lalu melihat ada sepatu wanita. Yeong
Cheol terlihat binggung.
“Sepatunya
tak asing.” Ucap Tuan Bong Saat itu Nyonya Seo keluar bertanya siapa yang
datang pada Yeong Cheol. Tuan Bong kaget melihat mantan istrinya.
“Apa Kau
juga mampir untuk menyelamati dia? Kapan kau tiba?” tanya Tuan Bong. Nyonya Seo
menjawab kemarin.Tuan Bong shock mendengarnya.
“Kemarin?
Kenapa? Untuk apa? Kemarin? Apa maksudmu?” ucap Tuan Bong menatap istrinya tak
percaya. Nyonya Seo pikir suaminya pasti tahu. Yeong Cheol tak bisa berbuat
apa-apa.
Tuan Bong
mengikuti Nyonya Seo seperti tak percaya dan menurutnya tak masuk akal. Nyonya Seo pikir semua masuk
akal karena sudah memberitahu Tuan Bong kalau berpacaran.
“Yang
kupikirkan tak terjadi, 'kan? Katakan itu tak terjadi... Yeong Ah.. Apa Kau
tidur dengannya? Apa Kau sungguh tidur dengannya?” kata Tuan Bong memastikan.
Nyonya Seo membenarkan.
“Hei,
bagaimana... Bagaimana kau bisa melakukan itu? Yeong-a, kenapa kau lakukan ini
padaku? Baru setahun dia meneken kontrak dengan kita. Kenapa tidur dengan rekan
kerjamu...” kata Tuan Bong tak percaya
“Lalu
kita? Apa kau Pikir kita berpapasan di jalan lalu akhirnya menikah? Kita dulu
juga rekan kerja.” Ucap Nyonya Seo menyadarkan
“Kasus
kita berbeda!” tegas Tuan Bong. Nyonya Seo mengeluh kalau tak aa yang berbeda.
“Apanya
yang spesial soal kita?” balas Nyonya Seo. Tuan Bong menegaskan kalau mereka
dulu spesial.
“Apanya
yang spesial? Yang benar saja.” Keluh Nyonya Seo. Tuan Bong tetap menegaskan
kalau hubungan mereka dulu spesial.
“Kenapa
kau bilang begitu soal kita? Heii.. Tunggu.. .. mari bicara. Kumohon. Jangan
pergi.” kata Tuan Bong menahan Nyonya Seo yang akan masuk pergi. Nyonya Seo tak
peduli menyuruh Tuan Bong menyingkir.
“Astaga,
menakutkan sekali... Wanita bisa sangat kejam. Begitu mereka berpaling darimu, selesai
sudah.” Ucap Tuan Bong tak percaya melihat Nyonya Seo yang pergi
meninggalkanya.
Eun Ho
sedang membaca buku “ANGIN NEW YORK, dibagian KRONOLOGI PENULIS” lalu teringat
dengan ucapan Tuan Kang meminta agar
berjanji tak akan menulis kronologinya, seta memastikan dirinya saat
mati nanti sebagai penulis Kang Byeong Joon, bukan sebagai pria tua pikun.
Saat itu Hae Rin menelp, Eun Ho menatap Dan Yi
yang ada disampingnya sambil mengelus kepalanya dan menuruni tangga mengangkat
telp dari Hae Rin.
“Apa Kau
mau kemari sekarang? Kenapa?” ucap Eun Ho kaget. Hae Rin menegaskan kalau Ada
naskah yang harus dibaca.
“Ada
orang yang mengirimkan naskah berjudul Para Pahlawan Aku telah membacanya
sepintas, dan menurutku kau harus lihat.” Ucap Hae Rin
“Apa
judulnya?” tanya Eun Ho. Hae Rin menjawab “Para Pahlawan.” Wajah Eun Ho
terlihat gugup.
“Ini
novel terakhir yang katanya akan Pak Kang tulis. Seseorang mengirimkan
naskahnya.” Kata Dan Yi
Eun Ho
bertemu dengan Hae Rin di cafe dekat rumah. Hae Rin memperlihatkan naskah yang
diterima dan membuat salinannya. Eun Ho membacanya, Hae Rin memberitahu kalau
sudah cek alamatnya, dan ternyata palsu
bahkan Nomor telepon juga tak terdaftar.
“Aku ragu
alamat surelnya asli atau tidak.”kata Hae Rin. Eun Ho membaca kop surat “DARI
PARK JUNG-HOON”
“Apa Kau
sudah baca?” tanya Eun Ho. Hae Rin berpikir Entah Pak Kang sudah kembal atau ada
orang yang meniru gaya Pak Kang.
“Aku gabung
dengan Gyeoroo karena Pak Kang memindahkan hak ciptanya ke sini setelah
memutuskan pensiun. Aku penasaran. Setelah gabung dengan Gyeoroo, ada yang
aneh. Tidak ada yang menjawab saat kutanya siapa yang terima deklarasi Pak
Kang.” Kata Hae Rin. Eun Ho hanya diam saja.
“Bahkan sekarang,
kau hanya duduk diam. Kau adalah salah satu anggota pendiri. Apa Kau sungguh
tak tahu siapa yang terima deklarasi dan kontrak terkait hak cipta Pak Kang?”
keluh Hae Rin.
“Akan
kulihat dulu... Katamu ini dikirim ke kantor. Ada lagi yang sudah lihat?” tanya
Eun Ho
“Ji-yul
juga melihatnya... Bahkan, aku dapat dari dia.” Kata Hae Rin. Eun Ho mengajak
mereka membicarakan di kantor setelah membaca lalu berpesan agar Hae Rin Hati-hati
pulangnya.
Eun Ho
membaca dengan serius naskah Tuan Kang, lalu melihat nama penulis PARK
JUNG-HOON lalu dibagian kop surat DARI
PARK JUNG-HOON 148-23 ANYEONG-DONG, JONGNO-GU, SEOUL dibagian akhir ada alamat
Email.
Akhirnya
Eun Ho mengirimkan email untuk Tuan Kang “Halo, Pak Park Jung-hoon. Aku Kepala
Editor Cha Eun-ho dari Penerbit Gyeoroo. Aku telah membaca naskahmu, dan aku
punya beberapa pertanyaan soal novelmu, Para Pahlawan.”
“Aku
ingin berbincang denganmu via telepon, tapi saat kuhubungi nomor di sini,
katanya tak terdaftar. Ini nomorku. Hubungi jika ingin menerbitkan novelmu.”
Seo Joon
membaca pesan yang dituliskan Eun Ho, lalu membalasnya. Eun Ho pun membaca
email balasan dengan subject “INI PARK JUNG-HOON”
“Jika
sudah coba menelepon, kau pasti juga tahu bahwa alamatnya palsu. Kau pasti
sudah tahu bahwa aku hanya ingin komunikasi via surel Balas surelku jika kau
ingin terbitkan novelnya. Kuberi waktu satu pekan. Aku agak terburu-buru.”
Eun Ho
gugup memikirkan waktu yang diberikan Satu pekan. Seo Joon menyimpulkan kalau,
Eun-ho tahu bahwa bukan Pak Kang dan ingin tahu keberadaan Tuan Kang dan Apa
yang Eun Ho rencanakan.
“Aku
yakin Cha Eun-ho tahu... Dia yang pegang kuncinya.” Ucap Seo Joon yakin .
Eun Ho
mencoba membuka kembali naskah yang tulis Tuan Kang “23 APRIL” terlihat makin
gugup.
Eun Ho
baru saja turun dari mobil, Hae Rin baru datang langsung menyapa apakah sudah
baca naskahnya. Eun Ho menceritakan kalau sudah mengirim surel penulisnya dan
orang itu membalas jadi Akan menteruskan
balasannya.
“Jadi,
alamat surelnya asli.. Bagaimana jika... Bagaimana jika itu sungguh Pak Kang? Banyak
penulis yang mengubah gaya tulisan dan menerbitkan karya mereka dengan nama
samaran. Romain Gary menerbitkan novel dengan samaran, Émile Ajar.” Ucap Hae
Rin penasaran.
“Aku akan
cari tahu lebih lanjut, jangan beri tahu orang lain sampai kita tahu jelasnya.”
Pesan Eun Ho
“Baik,
aku mengerti. Aku akan beri tahu Ji-yul juga.” Kata Hae Rin lalu bersama-sama
masuk kantor.
Hae Rin
minm kopi di pantry. Ji Yool mengeluh dengan wajah cemberut karena He Rin berikan kepada Pak Cha karena menurutnya Itu
dikirim oleh salah satu pembaca mereka
jadi seharusnya editor penerima yang harus bertanggung jawab. Hae Rin juga
setuju kalau memang seharusnya begitu.
“Namun,
naskah itu...” kata Hae Rin gugup. Ji Yool menebak kalau pasi Karena itu naskah
Pak Kang Byeong-jun.
“Kau tahu
belakangan ini aku bekerja keras, 'kan? Apakah pegawai baru tak boleh bekerja dengan
penulis terkenal seperti Pak Kang?” ucap Ji Yool masih kecewa.
“Ji
Yool... Siapa yang mengirim naskah itu?” ucap Hae Rin. Ji Yool menjawab Park
Jung-hoon.
“Pengirimnya
Park Jung-hoon. Kita harus periksa lebih dulu. Mengerti? Kita biarkan Pak Cha
menanganinya. Jadi Coba cari naskah lain. Aku yakin ada yang lebih baik. Mengerti?”ucap
Hae Rin. Ji Yool menganguk mengerti
“Tapi aku
ingin melakukannya.” Keluh Ji Yool kesal setelah Hae Rin pergi.
Dan Yi
mengangkat telp lagi, seperti dimarahi kembali lalu mengaku Pak Nam sedang tak ada padahal Tuan Nam
sedang berbicara dengan istrinya. Dan Yi berjanji akan pastikan membayar secepatnya sambil
meminta maaf.
“Apa Itu
telepon kelima hari ini yang bilang mereka belum dibayar?” kata rekan kerjanya
setelah Dan Yi menutup telp. Dan Yi membenarkan dengan wajah lelah, tiba-tiba
Tuan Nam memanggilnya.
“Dan-i,
kami memeriksa proposal pemasaran yang kau berikan Ini hebat dan orisinal.”
Ucap Tuan Nam. Dan Yi tersenyum bahagia.
“Tapi
agak mahal... Bukankah banyak strategi pemasaran yang gratis? Contohnya,
membuat viral.” Kata Nyonya Nam
“Baik.
Akan kuubah jadi proposal pemasaran beranggaran rendah. Aku membaca naskah yang
akan kalian terbitkan pada pertengahan tahun.” Kata Dan Yi. Tuan Nam pikir
kalau pasti Hebat.
“Apa Menurutmu
ini akan laris?” tanya Tuan Nam, Dan Yi berpikir Tuan Nam harus pertimbangkan
lagi publikasinya. Tuan Nam kaget dan ingin tahu alasanya berpikir
naskahnyaTidak bagus
“Itu... Tidak
ada yang unik tentang penulis ini. Sebagian tulisannya bahkan tumpang tindih
dengan novel di internet. Dan tak jauh berbeda dengan buku yang pernah terbit.”
Komentar Dan Yi
“Dan-i,
apakah semua novel pendek dan ringan tak bagus? Jawabannya pasti tidak Ada
alasan novel semacam ini akan laris. Ini hanya tren. Pembaca terhibur dengan
novel pendek dan ringan.” Kata Nyonya Nam. Dan Yi hanya bisa menganguk
mengerti.
Dan Yi
duduk di meja kerjanya memastikan kalau harus bertahan lalu Eun Ho mengirimkan
pesan “Mau kerja paruh waktu sebagai asisten Cha Eun-ho? Mari ke perpustakaan,
lalu makan malam.” Wajah Dan Yi tersenyum bahagia dan menjawab kalau pasti mau.
Eun Ho mengambil
beberapa buku lalu meminta Dan Yi meringkas pengaruh orang tua pada anak sejak
bayi sampai usia enam tahun. Dan Yi menganguk mengerti. Eun Ho duduk disamping
Dan Yi terus menatap sambil berkata agar Dan Yi fokus pada bukunya.
Dan Yi
hanya bisa tersenyum, Eun Ho tiba-tiba memanggil Dan Yi, lalu Keduanya berdiri
di lorong, Eun Ho mencium Dan Yi lebih dulu. Dan Yi hanya bisa tertawa.
Keduanya pergi ke sisi lain, Eun Ho dengan sengaja berdiri di depan Dan Yi
dengan mengoda, lalu keduanya berciuman dibalik buku.
Eun Ho
berjalan bersama Dan Yi mengaku tadi melihat koleksi puisi Pak Na di tasnya.
Dan Yi mengaku menyukainya. Jadi sengaja membawanya dan membacanya berulang
kali dan mengatakan kalau Di antara semuanya, “Karena Kau” adalah puisi
favoritnya.
"Karena
kau, aku tak goyah sampai akhir, tak peduli sesulit apa pun." Ucap Eun Ho
"Meskipun
dunia ini penuh kerutan dan seringai, karena kau, aku menjadi seseorang yang
bisa tersenyum bahkan saat sendirian.” Kata Dan Yi
“Terima
kasih, aku bahagia karena bisa tetap kuat bahkan pada kondisi
tersulit."kata Eun Ho. Dan Yi menatap Eun Ho dengan senyuman bahagia.
“Kenapa
kau melihatku seperti itu? Jika terus melihatku begitu, aku akan menciummu di
sini.” Goda Eun Ho. Dan Yi langsung mencium Eun Ho lebih dulu
“Kalau
jadi kau, aku akan melakukannya.” Ejek Dan Yi lalu jalan lebih lebih dulu.
Eun Ho
hanya bisa tertawa lalu meminta Dan Yi mendekat karena ingin menciumnya juga.
Dan Yi menolaknya, Eun Ho tetap meminta sekali saja tapi Dan Yi tetap menolak
dan berjalan pergi.
Ji Yool
mengeluh pada Park Hoon kalau bisa
menangani Para Pahlawan dengan baik dengan cemberut kalau memang belum ada yang tahu tapi Hae Rin dkk bisa
yakin itu karya Pak Kang Byeong-jun. Park Hoon hanya bias membenarkan.
“Apa yang
kau lakukan? Kau tak mendengarkanku.” Keluh Ji Yool. Park Hoon melihat aplikasi
kencan melihat nama Gyu Seok dan seorang wanita bernama Hye In ternyata mereka COCOK
dan mulai mengirimkan pesan.
“Itu
wanita.” Kata Ji Yool dengan nada cemburu. Park Hoon pikir Ini menyenangkan.
“Aplikasi
Ini menghubungkanmu dengan orang yang tinggal dekat sini.” Ucap Park Hoon. Ji
Yool kaget Itu berarti menghubungkan Park Hoon dengan wanita. Park Hoon
membenarkan.
“Aku
ingin temui dia. Jadi Aku turun di sini.” Kata Park Hoon akan turun. Ji Yool
panik kalau masih ada satu halte lagi.
Park Hoon
pamit untuk pergi lebih dulu. Ji Yool
kaget karena Park Hoon mau menemuinya.
Park Hoon membenarkan lalu bergegas turun dari bus. Ji Yool melonggo binggung
dan berpikir seharusnya turun saat Park Hoon yang mau menemui wanita.
“Pak,
boleh aku turun sekarang?.... Aku benar-benar harus turun, Pak.” Kata Ji Yool
akhirnya turun di halte berikutnya.
“Aku
bukan naik kereta... Kenapa halte berikutnya jauh sekali?” keluh Ji Yool lalu melepaskan
sepatu heels, lalu berlari mencari Park Hoon yang berkencan dengan wanita.
Park Hoon
duduk di restoran subway sambil makan lalu tiba-tiba merasakan sesuatu. Si
wanita kaget bertanya apakah baik-baik saja.
Park Hoon merasakan Ada yang tak beres dan Firasatnya sangat kuat. Saat
itu juga Ji Yool menemukan Park Hoon dan matanya menatap sinis.
“Dan
hatiku yang sensitif merasa sangat cemas sekarang. Aku akan kembali setelah
tenang. Aku baik-baik saja.”kata Park Hoon bergegas pergi. Si wanita menganguk
mengerti.
Ji Yool
mencari kesempatan datang menemui si wanita, Si wanita kaget melihat Ji Yool
menarik sepatu heelsnya diatas meja. Ji
Yool mengaku ada yang ingin dikatakan soal
pria yang tadi duduk didepan si wanita kalau Park Hoon adalah teman serumahnya.
Si wanita seperti tak peduli.
“Apa
maksudmu "lalu"? Apa Kau tak tahu teman serumah? Itu berarti aku
serumah dengan pria yang tadi duduk di sini. Bukankah setidaknya kau merasa
sedikit bersalah?” ucap Ji Yool marah.
Saat itu
Park Hoon pergi ke kasir memberitahu kalau Toiletnya tersumbat dan ia seperti
sudah tak bisa menahan buang air besar jadi meminta agar segera memperbaiki. Ji
Yool panik memegang roti mengancam dengan meremas sandwich.
“Ingat
baik-baik bahwa sekarang dia tinggal bersamaku... Kumohon.”tegas Ji Yool lalu
bergegas pergi.
Park Hoon
akhirnya kembali ke meja meminta maaf karena baru kembali lalu mengaku senang
belajar dengan orang di bidang yang sama jadi Kapan bisa gabung dengan kelompok
belajar. Si wanita pikir Park Hoon tak
bisa bergabung.
“Kenapa
tidak? Aku pemasar yang bersemangat dan ambisius.” Ucap Park Hoon
“Teman
serumahmu terlalu menakutkan. Dia barusan kemari dan mengancamku.” Ucap si
wanita.
“Apa Ji
Yool kemari? Kenapa? Kenapa dia kemari? Hei, tunggu.” Kata Park Hoon bingung.
Ji Yool
duduk di kamar Park Hoon mengeluh dengan yang dilakukan tadi, menurutnya tak
ada alasan kalau datang ke sana. Ji Yool lalu menduga kalau menyukai Hoon, lalu menyakikan kalau itu
mustahil dan tak menyukai Park Hoon. Park Hoon akhirnya datang ke rumah dengan
tatapan marah.
“Ji
Yool... Apa masalahmu? Kudengar kau ke kafe dan mengancam dia.” Ucap Park Hoon
marah
“Apa yang
terjadi? Kenapa jantungku berdebar? Mustahil.” Kata Ji Yool panik
“Kenapa
kau melakukan itu? Apa Kau tahu betapa sulitnya mencari pemasar dekat sini?”
kata Park Hoon marah.
Ji Yool
kaget kalau mereka berkerja dibagian pemasaran
wajahnya terlihat tersenyum karena ternyata bertemu sama-sama berkerja
dibidang yang sama lalu dengan senyuman bahagia kalau ternyata salah sangka.
Park Hoon binggung meminta Ji Yool berhenti senyum karena membuatnya takut.
Bersambung
ke part 2
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar