PS
: All images credit and content copyright : JBTC
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Hye Ja
bertemu dengan senior teman Joon Ha. Senior mengaku Kemarin, mendengar reporter dari surat kabar
lain dibebaskan jadi, bertemu dengannya dan bertanya tentang Joon Ha. Hye Ja
ingin tahu apa yang dikatakan tentang suaminya.
“Apa yang
dia katakan? Apa Joon Ha baik-baik saja?” tanya Hye Ja penasaran.
“Situasinya
tidak terlihat bagus.” Ucap senior. Hye Ja ingin tahu kenapa seperti itu dan Apa
yang Joon Ha lakukan?
“Intinya,
pemimpin redaksi kami telah mengajukan permintaan, jadi, mari kita tunggu saja.
Pemimpin redaksi memohon kepada mereka agar setidaknya membiarkan keluarganya
menemuinya. Kau harus mempersiapkan mentalmu sebelum menemuinya.” Ucap
Seniornya.
Hye Ja
berjalan ketakutan masuk ke kantor polisi denga spanduk "Membasmi Komunis
dan Mata-Mata, Demi Kesadaran Diri dan Integritas" Si Polisi yang terlihat
bengis mengantar Hye Ja sampai ke ruang pertemuan. Hye Ja melihat suaminya
sudah mengunakan pakaian tawanan bahkan wajahnya babak belur.
“Sayang...
Kenapa kemari? Pulanglah.” Ucap Joon Ha. Hye Ja menangis melihat suaminya.
“Kenapa...Kenapa
kau harus ada di sini? Kenapa wajahmu? Apa Mereka memukulimu?” kata Hye Ja
melirik pada polisi. Si pria hanya menaikan bahunya.
“Pasti
ada kesalahpahaman. Aku akan segera dibebaskan, jadi, pulang saja dan tunggu.”
Ucap Joon Ha.
“Apa yang
suamiku lakukan? Kenapa kalian memukulnya? Apa dia mencuri sesuatu Atau
membunuh seseorang? Kenapa kalian memukulnya?” teriak Hye Ja memarahi polisi
“Lihat
suamimu dan pergi dengan tenang jika itu tujuanmu datang ke sini.” Kata Si
polisi terlihat licik
“Hye
Ja..... Hye Ja, aku baik-baik saja.” Kata Joon Ha. Hye Ja tak terima karena suaminya
yang tak bersalah tapi ada dipenjara.
“Jangan
menangis. Aku akan dibebaskan.” Ucap Joon Ha. Hye Ja menyuruh Joon Ha agar keluar
dari sana sekarang.
“Hye Ja,
aku akan segera keluar. Jaga Dae Sang sampai aku keluar... Tidak, kita pulang
bersama. Ayo melihat Dae Sang bersama.” Ucap Joon Ha menyakinkan.
“Aku
tidak akan pergi... Pokoknya, kita harus pulang bersama.” Kata Hye Ja.
Keesokan
harinya, Seorang pria masuk ke rumah memberikan surat. Ibu Hye Ja menerimanya
lalu membaca dan langsung jatuh pingsan. Hye Ja panik melihat ibunya bertanya
apa yang terjadi dan Ibunya memegang surat "Pemberitahuan Kematian"
Akhirnya
Hye Ja pergi ke kantor polisi dengan ayahnya. Polisi menjelaskan Joon Ha menunjukkan
gejala pneumonia selama investigasi jadi memindahkannya ke rumah sakit dan
meminta dirawat tapi malah meninggal. Hye Ja mencoba menahan rasa sedihnya.
“Aku
turut berduka cita. Terimalah belasungkawaku.” Ucap Polisi. Ayah Hye Ja tak
bisa terima karena terjadi seperti itu pada suaminya sambil menahan anaknya
agar tak pingsan.
“Kami
juga turut berduka. Ini barang-barang miliknya.” Kata polisi. Hye ja melihat
barang-barang suaminya
“Arlojinya
tidak ada di sini.” Kata Hye Ja teringat dengan hadiah saat melamar Joon Ha.
Si pria
polisi memakai jam tangan Joon Ha hanya diam. Hye ja memberitahu kalau Arloji
suaminya hilang dan mengaku pada Ayah, arloji Joon Ha tidak ada. Polisi
mengatakan kalau Tidak ada arloji dalam daftar ini.
“Itu
tidak mungkin... Dia selalu memakainya... Arlojinya hilang!” ucap Hye Ja histeris.
Si polisi pencuri mulai sedikit panik
“Mungkin
dicuri sebelum dia dibawa ke stasiun kami. Jangan membuat keributan di sini.
Pergi dan ajukan laporan. Beraninya kau membuat keributan di sini.” Teriak si
polisi pencuri
“Jelaskan
ini.. Apa yang kau lakukan pada Joon Ha?” teriak Hye Ja. Tapi si polisi malah
mengeluh dengan yang dilakukan Joon Ha.
“Arloji
ini.. Arloji ini... Itu miliknya. Itu arloji suamiku! Kenapa aku harus memakai
arloji orang mati? Dasar gila... Kau membunuhnya. Kau memukulinya sampai mati!”
teriak Hye Ja mencari jam tangan ditangan si pria.
Tapi si
pria menyuruh anak buahnya agar membawa Hye Ja keluar. Hye Ja yang berusaha
mengambil jam tangan milik suaminya membuat tangan si pria polisi terluka lalu
menjerit histeris karena ingin mengambil jam tangan milik suaminya. Tuan Kim
mengajak Hye Ja seger pergi juga.
"Panti
Wreda Hyoja"
Tuan Kim
menemani ibunya di kamar, seorang perawat datang lalu bertanya Ada yang bisa
dibantu. Si perawat mengaku kalau sudah terus memberitahunya bahwa ini tidak
diperbolehkan, tapi kakek ini bersikeras lalu bertanya apakah Hye Ja
mengenalnya
“Entahlah..
Biarkan dia menemuinya karena dia sudah ada di sini.” Ucap Tuan Kim.
Akhirnya
si kakek polisi yang mengambil jam tangan Joon Ha mendekati Hye Ja sambil mengembalikan
jam tangan dan meminta maaf sambil menangis. Hye Ja seperti sudah bisa ikhlas
mengembalikan jam tangan, tapi Si pria terus menangis.
“Aku
selalu berpikir bahwa hidupku dahulu dirusak oleh kemalangan. Aku pikir itu
tidak adil, tapi melihat ke belakang sekarang, aku menyadari semua ingatanku, dari
saat kami bahagia hingga saat kami bersedih, semua kenangan masa laluku telah
membantuku bertahan sampai sekarang.” Gumam Hye Ja.
Semua
sudah menyiapkan makanan untuk peringatan, Foto Joon Ha yang masih mudah ditaru
diatas meja. Cucu Hye Ja duduk disamping neneknya lalu berkomentar Setiap
melihat foto-fotonya, berpikir kakeknya itu
sangat tampan.
“Kenapa
aku tidak mewarisi itu?” keluh Cucu Hye Ja. Hye Ja melihat cucunya itu juga tampan.
“Berpikir
akan kehilangan kenangan itu saja sudah membuatku takut. Yang lebih menakutkan
daripada hari kau mati adalah pikiran aku mungkin melupakanmu. Aku tidak akan
sanggup melakukannya.”gumam Hye Ja.
“Mungkin
kita seharusnya menggunakan foto lain.” Kata Tuan Kim
“Kenapa? Ayah
akan selalu muda dan tampan.” Kata Nyonya Lee. Tuan Kim mengucapkan Terima
kasih atas semua kerja kerasnya.
“Ayo Beri
hormat... Ibu pasti lelah.... Min Su.” Kata Nyonya Lee akhirnya Min Soo dan
ayahnya memberikan hormat.
“Apa Nenek
mau mengatakan sesuatu kepada Kakek?” kata Min Soo membantu Neneknya berjalan.
“Ibu
tidak perlu membungkuk.” Kata Tuan Kim. Hye Ja pun duduk mendekat sambil
menatap foto suaminya yang masih muda.
“Waktu
berlalu, tapi kau tidak pernah menua. Kau terlihat tampan. Bagaimana kabarmu di
sana? Kau tidak pernah mengunjungiku dalam mimpiku. Aku yakin keadaanmu sangat
baik. Apa Kau ingat arloji yang sangat kau sukai itu?” ucap Hye Ja
“Aku
ingin mendapatkannya kembali, tapi aku menyerah. Apa Kau kecewa? Maafkan aku karena
tidak mendapatkannya kembali. Selain itu, maaf aku membiarkanmu pergi sendiri
setelah kesepian sepanjang hidupmu. Maaf aku membiarkanmu pergi sendiri setelah
kesepian sepanjang hidupmu.” Ucap Hye Ja
Semua
hanya bisa diam dan terlihat ikut sedih dengan ucapan Hye Ja yang masih
mengingat tentang mending suaminya.
Hye Ja
kembali ke panti makan siang tapi seperti nafsu makanya berkurang. Si nenek
yang memakain tongkat berpikir kalau sepertinya sebentar lagi turun salju
sambil mengeluh Lututnya sakit.
Tuan Kim
berkerja di ruangan, temanya memberitahu kalau
Akan turun salju semalaman jadi mengajak untuk menyapu salju sebelum
menumpuk. Tuan Kim menganguk setuju. Temanya ingin tahu keadaan Tuan Kim tapi
Tuan Kim tak bisa menjelaskan karena sedih.
“Pastikan
saja salju tidak menumpuk... Jika tidak, warga akan mengeluh.” Kata temanya.
Tuan Kim menganguk mengerti.
Flash Back
Dae Sang
melihat tangan tangga menuju rumahnya di penuhi salju, lalu jalan menyamping
karena kakinya yang pincang. Tetangganya memberitahu kalau Hari ini licin jadi meminta agar
berHati-hati.
Tuan Kim
mengingat semua kenangan buruknya saat salju turun karena membuatnya bisa
terjatuh dan susah untuk berjalan menuruni tangga. Sat itu telp dari rumah
sakit membuatnya panik.
Tuan Kim
bertemu dengan perawat yang panik. Perawat
memberitahu kalau Hye Ja tidak ada di kamarnya dan juga tidak
menemukannya dan sebelumnys sedang mengukur suhu tubuhnya tadi. Tuan Kim pikir
ibunya mungkin ada diluar.
“Beberapa
perawat sedang mencarinya di luar.” Kata Perawat. Tuan Kim menganguk mengerti.
Tuan Kim
mencari diluar panti dan merasa kelelahan mencari ibunya akhirnya duduk
ditaman. Tapi Hye Ja terlihat tak jauh sedang menyapu lantai. Tuan Kim bertanya apa yang dilakukan ibunya lalu
memberikan jaket. Hye Ja melihat anaknya
yang datang.
“Aku
menyapu salju... Salju turun... Putraku tidak bisa berjalan dengan baik. Dia
harus pergi ke sekolah dan jalanannya terlalu licin.” Ucap Hye Ja terus
menyapu.
Tuan Kim
terlihat kaget karena teringat dengan ibunya yang ketus tak ingin membantunya
berdiri bahkan menyuruh untuk bangun sendiri agar bisa menjalani hidup. Dae
Sang yang malu tak ingin ikut tidur dan berpura-pura sakit.
“Apa Kau
malu? Kalau begitu, hiduplah sendirian seumur hidupmu.” Ucap Hye Ja marah
“Anak Ibu
tidak akan tahu.” Ucap Tuan Kim tak percaya. Hye Ja pikir tak masalah selama
anaknya tidak terpeleset.
“Kau
pasti kedinginan...” kata Hye Ja melihat anaknya memberikan jaket. Tuan Kim
menangis memeluk ibunya.
“Ibu bisa
berhenti menyapu sekarang.” Ucap Tuan Kim. Hye Ja menolak karena masih turun
salju.
“Anak Ibu
tidak pernah jatuh. Bahkan pada hari-hari bersalju, dia tidak pernahjatuh,
tidak sekali pun.” Ucap Tuan Kim. Hye Ja mengucap syukur. Tuan Kim hanya bisa
menangis.
“Kenapa
kamu menangis? Tidak. Jangan menangis.” Kata Hye Ja menghapus air mata anaknya.
Perawat
datang memberikan selimut untuk Hye Ja agar pasti dekat dan mengajak untuk
masuk. Nyonya Lee datang melihat suaminya, Tuan Kim memberitahu Nyonya Lee
kalau itu ibunya, Orang yang menyapu salju selama ini. Nyonya Lee mengusap
punggung suaminya. Tuan Kim menangis dibahu suaminya.
“Teruskan
menangis... Tidak apa-apa menangis... Jangan ditahan, menangislah.” Ucap Nyonya
Lee sambil menepuk bahunya.
Tuan Kim
dan Nyonya Lee akhirnya duduk diruangan melihat Hye Ja yang tertidur pulas.
Nyonya Lee tak percaya kalau Ini pertama kalinya Tuan Kim memandangi Ibunya dengan wajah yang
hangat. Tuan Kim seperti bisa tersenyum melihat ibunya sekarang.
“Sepanjang
hidupku, kakiku yang membatasi hidupnya seperti belenggu dan hidupku kini
hilang dari ingatan Ibu. Aku tidak bisa marah padanya lagi.” Kata Tuan Kim.
Saat itu
terjadi suasana genting meminta agar memanggil keluarganya. Perawat bergegas,
dan saat itu juga terdengar suara tangisan anak yang memanggil ibunya. Si nenek
yang hanya diam saja sudah ditutup kain dan didorong oleh perawat.
Tuan Kim
melihat dari kejauhan, Sang anak terus memanggil ibunya. Beberapa kakek dan
nenek memberikan hormat sebagai tanda duka cinta. Sang anak terus menangisi ibunya lalu mengadu
pada ayahnya yang hanya diam saja.
“Tidak
apa-apa.. Kau sudah banyak menderita selama ini karena ibumu sakit. Kau bisa
istirahat sekarang. Ayah senang dia pergi. Dia seharusnya pergi lebih cepat...
Ayah senang dia sudah pergi. Sekarang Ayah bisa hidup lebih nyaman” ucap Si
kakek
“Apa Kau
tahu betapa sulitnya merawat wanita tua itu? Astaga, Ayah muak dan lelah
karenanya. Sekarang dia sudah pergi, Ayah bisa melakukan yang Aku mau dan hidup
lebih nyaman.” Ucap Kakek seperti ingin menenangkan anaknya.
“Bagaimana
dengan Ji Yoon? Apa Kau sudah mengantarnya ke sekolah sebelum ke sini?” tanya
si kakek. Si cowo pun menganguk.
Salah
satu petugas melihat Ibu Ji Yoon sebagai anak dari pasien yang baru meninggal
lalu meminta agar bicara di kantor. Si kakek berjalan ke ruang rawat melepaskan
nama "Yoon Hyeon Sook" didepan pintu lalu memegang tempat tidur
istrinya dan akhirnya menangis. Tuan Kim melihatnya seperti kasihan.
Tuan Park
dan Hee Won berada di lobby. Hee Won menagku A sering mengalami ini, tapi tidak
pernah terbiasa. Tuan Park mengeluh
karena tak mungkin bisa terbiasa
dengan kematian. Hee Won pikir Setiap kali seseorang meninggal, yang lain
menjadi sangat tertekan.
“Aku
bingung harus berbuat apa. Apa yang harus kita lakukan?” kata Hee Won akhirnya
hanya bisa menangis.
“Jangan
menangis... Kau laki-laki... Kau mengerikan, tapi kau benar-benar menangis.” Ucap
Tuan Park dan dua-duanya sambil menangis.
Semua
kakek dan Nenek menghias pohon natal, semua terlihat bahagia karena sangat
cantik sekali. Setelah itu mereka melakukan foto bersama saat natal. Semua terlihat
bahagia tanpa terlihat mereka punya sakit.
**
"Salon
Happy"
Tuan Kim
membawa makanan dan juga sprite lalu merasa bersalah karean sudah berusaha
bergegas, tapi sudah dingin. Nyonya Lee mengaku Ini masih renyah dan enak
walaupun sudah dingin. Tuan Kim mengaku ingin berhenti dari pekerjaannya
sebagai penjaga apartment.
“Bagus...
Aku juga takut tidur sendiri di rumah kecil ini setiap dua hari. Kau membuat
keputusan yang tepat.” Ucap Nyonya Lee
“Bukan
tentang itu... Aku ingin pindah ke pedesaan dengan Ibu. Setelah melihat salah
satu orang tua meninggal kemarin, aku terus bertanya-tanya apakah tepat bagi
Ibu untuk tetap terbaring di sana sampai saat-saat terakhirnya.” Kata Tuan Kim
“Baiklah...
Aku akan memberi tahu makelar bahwa kita akan menjual ruko ini.” Ucap Nyonya
Lee
Tuan Kim
kaget bertanya apakah istrinay akan ikut. Nyonya Lee menganguk dan berpikr
kalau Tuan Kim ingin tak ingin dirinya ingin ikuta karean ingin tahu temanya
tinggal nanti. Tuan Kim memastikan kalau istrinya tak masalah karena tidak
perlu...
“Astaga,
yang benar saja... Apa kau akan terus berusaha memisahkan aku dari kalian
berdua? Aku sudah bilang aku takut tidur sendirian.” Ucap Nyonya Lee. Tuan Kim
gugup lalu memberikan ayam
“Kau Makan
saja. Aku tidak suka sayap ayam.” Ucap Nyonya Lee. Tuan Kim merasa tak enak
lalu berpikir anaknya, Min Su yang suka sayap ayam?
“Kau
kenapa? Aku terkejut kau ingat itu.” Kata Nyonya Lee. Tuan Kim mengaku selalu
ingat.
“Lain kali
saat Min Su datang, kalian harus minum bir dan makan ayam goreng.” Ucap Nyonya
Lee. Tuan Kim membenarkan lalu kedauanya pergi ke "Kantor Makelar"
Panah di
Panti bertuliskan "Jalan Hyoja, Panti Wreda Hyoja, Mata Air Mineral".
Hye Ja sedang duduk ditaman, Tuan Kim mendekati ibunya melihat kalau hari ini
yang indah, Tuan Kim membenarkan. Hye Ja
bertanya kapan Tuan Lee pindah ke panti. Tuan Kim bingung. Hye Ja ingin tahu
sudah berapa lama.
“Bagaimana
dengan Ibu? Kapan Ibu pindah ke sini?” ucap Tuan Kim. Hye Ja bingung kapan
pindah ke panti dan mencoba mengingatnya.
“Tidak
perlu memaksakan diri untuk mengingat.. Kau Ingat saja saat-saat ketika Ibu
bahagia.” Ucap Tuan Kim. Hye Ja tersenyum mengingat Saat-saat bahagia.
“Ibu,
sejauh ini, kapan saat paling bahagia dalam hidup Ibu?” tanya Tuan Kim ingin
tahu
“Aku
tidak akan menyebutnya hari istimewa. Kau tahu, hari-hari biasa itu membuatku
bahagia. Saat seluruh desa dipenuhi dengan aroma beras sedang ditanak, aku pun
mulai menanak nasi di atas kompor.” Cerita Hye Ja.
“Saat
itu, putraku baru belajar berjalan. Aku akan memegang tangannya dan ke halaman
depan bersamanya. Lalu kami melihat matahari terbenam dari kejauhan.” Cerita Hye
Ja.
Flash Back
Hye Ja mengandeng
tangan Dae Sang, saat itu Joon Ha baru saja pulang. Hye Ja bertanya Di mana
ayah Dae Sang lalu melihat Joon Ha yang berjalan pulang. Dae Sang akhirnya
melihat sosok pria didepanya.
“Dae
Sang, siapa itu? Siapa itu? Siapa dia?” kata Hye Ja. Dae Sang berlari pada
ayahnya. Keduanya melihat matahari terbenam bersama. Joon Ha mengendong
anaknya.
“Matahari
terbenam yang indah... Benarkan? Aku tidak pernah bosan dengan pemandangan ini.
Menurutku matahari terbenam lebih indah daripada bunga.” Cerita Hye Ja. Tuan
Kim membenarkan.
“Itu
adalah saat-saat paling membahagiakan... Hari-hari itu.”kata Hye Ja bisa
membayangkan dirinya.
“Ibuku
menderita penyakit Alzheimer. Tapi mungkin, dia hanya menghidupkan kembali saat-saat
paling bahagia dalam hidupnya.” Gumam Tuan Kim
"Saat itu
kelopak bunga mawar jatuh, Hye Ja kaget melihatnya lalu seperti bisa melihat
Joon Ha yang masih muda menyapanya dan berjalan mendekat. Mereka akhirnya
bertemu ditepi pantai. Hye Ja kembali muda bertemu dengan Joon Ha. Keduanya berpelukan."
“Sekarang,
tetaplah bersamaku di sini. Jangan ke mana-mana.” Ucap Joon Ha.
“Adakalanya,
hidupku suram oleh kemalangan, tapi ada juga saat-saat bahagia. Orang bilang
hidup hanyalah mimpi, tapi aku masih bersyukur atas hidupku.” Gumam Hye Ja.
“Udara
dingin dan menusuk saat fajar, angin sejuk tepat sebelum bunga mulai
bermekaran, dan aroma senja di udara saat matahari terbenam. Setiap hari sangat
indah.”
Musim
terus berganti dari panas, hujan, salju dan bunga bermekaran.
“Walaupun
kini kau sedang berjuang, semua orang hidup berhak menikmati semua ini setiap
hari. Bahkan jika hari-hari yang terasa hambar diikuti oleh hari hambar lainnya,
hidup masih layak dijalani.”
Terlihat salon
milik Hye Ja yang kosong karena akan pindah ke desa. Semua para wajah para
nenek, lalu Hye Ja saat muda dan Hye Ja yang sudah tua, semua tersenyum
bahagia.
“Jangan
buang waktu sekarang dengan menyesali masa lalu dan mengkhawatirkan masa depan.
Jalani hari ini dengan indah. Kau layak mendapatkannya. Untuk kalian para ibu,
saudara perempuan, putri, dan dirimu sendiri.”
THE
END
BONUS.. Kim Hye Ja kayanya sayang disayangi dan Sunbaenim yang sangat dihormati...
Ini drakor awalnya aku pikir ceritanya fiksi ilmiah bisa menembus waktu gara2 arloji ternyata pas episode 10 kita semua dibuat kaget, pantesan aja kenapa Hye Ja kok ga kembali muda, ternyata Hye Ja memang sudah menjadi nenek2 dan menderita Alzhaemer penyakit yang menyebabkan seseorang kehilangan daya ingat/memory, disini Nenek HJ ingatannya tumpang tidih kemasa lalu dan masa kini ..dan sebenarnya dia tidak bisa menerima kalau suaminya tewas di penjara dan diperlakukan tidak adil oleh kepolisian, dengan salah satunya kehilangan arloji kesayangan keduanya...cerita drama psikologi yang sangat bagus..bener2 sangat terkesan dan tidak terduga
BalasHapusDari episode awal Sampek akhir
BalasHapusAku nangis 😂😂
Recommended banget ini drama..