Hong Joo
menatap Jae Chan dengan memegang sapu tangan agar darahnya tak mengalir. Polisi
akhirnya dan ambulance datang, lalu menanyakan
Siapa pemilik mobil putih itu, Hong Joo mengaku kalau itu miliknya. Dan
Jae Chan mengaku sebagai mobil yang tak sengaja menabrak.
“Kalian
bisa melanjutkannya di kantor polisi dan Kalian berdua harus diobati dulu.”
Ucap polisi. Keduanya mengangguk, Yoo Bum dari depan mobil melirik sinis karena
Hong Joo dan Jae Chan pergi menaiki ambulance. Jae Chan sempat menatap sinis
pada Yoo Bum karena tak mempercayainya.
Hong Joo
terus menatap Jae Chan di dalam ambulance masih teringat saat Jae Chan datang
membuka pintu mobil dan mencoba
menyelamatkanya. Ia lalu menanyakan keadaan Jae Chan. Jae Chan mengaku
baik-baik saja jadi meminta tidak usah menatapnya. Hong Joo sempat binggung
karena Jae Chan ternyata menyadarinya, lalu mengarahkan pandanganya ke arah
lain.
Saat itu
Jae Chan menatap Hong Joo dan mengingat saat berjalan memeluknya lalu berkata
“Aku percaya. Sebab itulah akubisa memercayaimu.” Akhirnya Jae Chan pun bertanya Bagaimana bisa Hong Joo
mempercayainya. Hong Joo terlihat binggung
“Soal
yang kukatakan tadi. Tadi sudah bilang kalau kau dan ibumu akan mati karena Yoo
Bum. Kalau aku jadi kau, pasti takkan kupercaya kata-kata itu Bahkan aku juga
marah.” Kata Jae Chan.
“Aku
tidak marah, Aku percaya kau sudah menyelamatkanku.” Kata Hong Joo
“Kenapa kau
percaya padaku?” tanya Jae Chan penasaran. Hong Joo mengaku tidak bermaksud
berbohong.
“Kau juga
bermimpi, 'kan? Dan mimpimu bakal jadi kenyataan. Bukankah begitu?” kata Hong
Joo. Jae Chan kaget Hong Joo bisa mengetahuinya.
“Aku juga
bermimpi seperti itu Dan mimpiku selalu menjadi kenyataan. Sama sepertimu.”
Akui Hong Joo. Jae Chan pun terdiam.
Seorang
wanita muda bermain piano dengan sangat lihai diatas panggung, penonton pun
terpukau menonton dari bangku penonton. Seorang wartawan melihat seorang ibu
seperti merasa kesakitan, lalu menanyakan keadanya karena mengeluarkan banyak
keringat.
“Sepertinya
di sini panas. Kau tak apa 'kan, sayang?” kata suaminya dengan memegang tangan
istrinya. Si wanita terlihat gemetar ketakutan saat suaminya memegang tanganya.
Mereka pun kembali menonton pertunjukan piano.
Hong Joo
duduk disamping Jae Chan dengan luka sudah di berikan plester. Jae Chan
bertanya apakah Hong Joo terus bermimpi seperti itu. Hong Joo membenarkan kalau
banyak bermimpi dan pasti kali ini baru pertama kalinya untuk Jae Chan. Jae
Chan membenarkan.
“Seberapa
jauh kau... Maksudku, seberapa jauh kau bisa memprediksinya? Aku tak tanya
karena aku percaya.” Ucap Jae Chan.
“Tidak
berbatas, Bisa saja sebulan atau esoknya. Bahkan bisa beberapa menit kemudian.”
Jelas Hong Joo
“Apa
Pernah prediksi mimpimu salah?” tanya Jae Chan. Hong Joo mengaku Tak pernah.
“Ada
mimpi yang tak terwujud, tapi tidak pernah salah.” Jelas Hong Joo.
“Apa Kau
belum mencoba mengubahnya?” tanya Jae Chan. Hong Joo pikir Jae Chan itu luar
biasa.
“Apa Aku
benar-benar menyelamatkan seseorang?” ucap Jae Chan tak percaya. Hong Joo
membenarkan. Jae Chan pun ingin tahu apa yang akan terjadi.
“Maksudku,
bukan karena aku percaya kata-katamu, tapi katakanlah misalnya aku akan
mengubah masa depan. Dan Anggap saja aku sudah mengubahnya. Lalu apa yang akan
terjadi?” jelas Jae Chan.
Hong Joo
juga tak tahu, menurutnya Saat Jae Chan menghentikan air yang mengalir, berarti air itu
akan dialihkan pengalirannya. Dan Jae chan menghentikan hal-hal yang terjadi, seperti
menghentikan air mengalir, maka Waktu akan mengalir berbeda.
Di kantor
polisi
Senior
polisi mengeluh dengan perutnya yang makin menonjol berpikir kalau harus
turunkan berat badannya, lalu menanyakan juniornya yang datang terlambat.
Juniornya yang tadi hampir tertabrak, pikir agar Jangan diungkit karena hampir
mati. Sementara seniornya seperti tak peduli, berpikir kalau dirinya bisa saja
mati kalau tidak diet.
Pianis
sedang melakukan wawancara dengan wartawa kalau menjaga fisik dan berlatih
dengan giat. Wartaan tahu Park So Yoon
masuk final Kompetisi Internasional Chopin untuk pertama kalinya di
Korea, jadi meminta tanggapan. Saat So Yoon sedang menjawab pertanyaan
wartawan, ibunya jatuh pingsan.
Soo Yoon
dan ayahnya langsung panik melihat Nyonya Park tak sadarkan diri. Wartawan yang
duduk disebelah Nyonya Park meminta agar segera di panggil ambulance, saat itu
terihat ada berkas tapak sepatu di baju Nyonya Park. Ia pun langsung menatap
sinis pada Tuan Park lalu menelp polisi. Tuan Park mencoba mengelak kalau tidak
melakukan ini.
“HaloApa
ini polisi? Aku ingin melaporkan kasus KDRT.” Kata si wartawan. Tuan Park
menegaskan kalau tidak melakukannya. So Yoon panik meminta agar ibunya segera
sadar. Adik Jae Chan masuk binggung karena sudah banyak orang yang berkerumun.
“Kalau
waktu berlalu dengan cara lain..., ke mana arahnya? Ke arah yang lebih baik
Atau malah sebaliknya?” tanya Jae Chan penasaran.
“Aku
belum mencoba mengubah waktu. Aku juga tidak tahu. Tapi yang pasti orang tidak
menyadari bahwac waktu telah berubah dari awal. Kemudian, seiring berjalannya
waktu..., perbedaannya akan semakin besar.” Ucap Hong Joo.
Nyonya
Yoon dibawa masuk ke dalam ambulance dan belum sadarkan diri sementara Tuan
Park dibawa ke kantor polisi, Tuan Park tetap mengelak dengan meminta polisi
agar mengetahui siapa dirinya. Soo Yoo berdiri sendirian dalam lobby gedung.
Adik Jae Chan melihatnya lalu mendekat.
“So
Yoon... Apa Kau tak apa?” tanya Adik Jae Chan dengan sebuket bunga lalu
disembunyikanya. Soo Yoon bingung melihat Jae Chan yang bisa datang ke
tempatnya.
“Itu...
Aku hanya mampir kemari.” Ucap Jae Chan. Soo Yoon langsung mendekat dan
mencengkram baju Jae Chan.
“Jangan
katakan apa pun tentang yang terjadi hari ini. Anggap saja kau tak lihat
apa-apa. Mengerti?” kata Soo Yoon mengancam. Jae Chan mengangguk mengerti.
“Aku
tidak akan kasih tahu siapa-siapa. Tidak akan pernah.” Kata Jae Chan. Dengan
memegang tangan Soo Yoon diatas bajunya. Soo Yoon pun mengucapkan Terima kasih.
“Satu hal
yang pasti mulai sekarang, waktu akan berlalu dengan cara lain. Entah itu menuju
ke arah yang baik atau buruk.” Ucap Hong Joo. Jae Chan pikir juga seperti itu.
“Sekarang
giliranku yang bertanya padamu. Kenapa kau datang menyelamatkanku? Aku hanya
mimpi bagimu. Kenapa kau menyelamatkanku bahkan ketika mobilmu sendiri kau
hancurkan... dan terluka seperti ini?” kata Hong Joo. Jae Chan juga mengaku tak
tahu.
“Apa Kau
masih belum mengerti? Mungkin aku tahu alasannya.” Kata Hong Joo dengan nada
mengoda.
Jae Chan
binggung apa maksud ucapan Hong Joo. Hong Joo bertanya kapan itu mulainya Jatuh
cinta padanya. Jae Chan kaget karena Hong Joo menganggap kalau ia jatuh cinta
padanya menurutnya Pasti ada salah paham dengan mencoba untuk bergeser tempat
duduknya.
“Kau
jatuh cinta padaku saat aku memelukmu, 'kan? Itu sebabnya kau balas peluk aku,
'kan?” kata Hong Joo ikut bergeser untuk mendekat.
“Tidak,
aku hanya memelukmu karena kau yang peluk dulu. Aku tidak merasakan apa-apa.”
Jelas Jae Chan.
“Apa Kau
tak merasakan apa-apa? Tapi kau memelukku erat-erat. Bahkan menepuk belakangku.
Jadi Apa kau bisa memeluk wanita di mana pun?” tanya Hong Joo. Jae Chan mengaku
tidak seperti itu.
“Berarti
aku bukan sembarang wanita. Apa yang spesial dariku?Apa yang kau sukai dariku?”
tanya Hong Joo
“Aku
bingung. Kenapa bertanya seperti itu?” kata Jae Chan bingung
“Tidak,
aku salah. Kau 'kan memelukku setelah menyelamatkanku. Berarti... di
pemberhentian bis Atau saat kau bawa kue beras?” kata Hong Joo seperti mulai
percaya diri.
Jae Chan
binggung mencoba untuk menjauh malah tubuhnya jatuh dari kursi, Hong Joo pikir
Jae Chan jatuh cinta dengan suaranya dan pindah rumah karenanya. Jae Chan pikir
Hong Joo yang membuatnya gila, seperti sebuah drama kalau Jae Chan dianggap
sebagai (Pria Baik)
Yoo Bum
duduk di mobilnya, berbicara di telp bertanya
Kantor polisi mana? Apa kejahatan dan hukuman untuk itu? Lalu dianggap
sebagai (Pria jahat) . Sementara Hong
Joo merasa kalau badanya langsung merinding menganggap kalau Jae Chan memang
benar pindah karena dirinya. Ia pun dianggap sebagai (Wanita Aneh) dan ketiganya akan bertemu ( Pria Baik, Pria Jahat, Wanita Aneh)
Hong Joo
terbangun dikamarnya dengan wajah cerah lalu menuliskan tentang mimpinya,
seperti sangat bahagia mengingat ketika Jae Chan membuka pintu mobil memastikan
kalau ia baik-baik saja. Setelah itu
membuka tirai kamarnya.
Adik Jae
Chan membuka tirai kamar kakaknya agar menyuruh bangun. JaeC Chan mengeluh dan
meminta waktu Lima menit lagi. Adik Jae Chan memberitahu kalau sudah Telat. Jae
Chan tetap masih saja tertidur, adik Jae Chan pun melempar baju kotor agar
bangun. Jae Chan akhirnya terbangun sambil berteriak marah.
“Sekarang
sudah jam berapa?” teriak Adik Jae Chan menunjuk ke arah jam di meja. Jae Chan
pun hanya diam karena memang sudah telat.
“Hei.. Buatkan
aku sereal juga.”kata Jae Chan melihat adiknya sedang sarapan. Adiknya menyuruh
agar Jae Chan membuat sendiri karena lagi kesusahan
“Kau
malah bertingkah aneh. Kenapa labil begitu?” kata Jae Chan. Adik Jae Chan ingin
memberitahu sesuatu, tapi teringat perkataan Soo Yoon. “Jangan katakan apa pun
tentang yang terjadi hari ini.”
Akhirnya
ia mengurungkan niatnya. Jae Chan heran adiknya malah tak ingin menceitakannya.
Adik Jae Chan mengalihkan cerita dengan menanyakan hubungannya dengan gadis
sebelah dan berpikir kalau mereak berdua sudah pacaran. Jae Chan pikir adiknya
ingin mati ditanganya karena mengatakan hal itu.
“Hidup
itu membosankan bagimu, kan? Kenapa? Kau itu sangat khawatir padanya. Kau
menyelamatkannya walau mobil barumu kau korbankan.” Kata adik Jae Chan kesal.
Sementara
Hong Joo sedang asyik membuat nasi kepal dengan bentuk hati lalu menceritakan
pada ibunya kalau pria itu jatuh cinta
padanya. Ibunya bertanya siapa pria yang dimaksud. Hong Joo mengaku kalau itu
Pria pindahan yang Muda dan tampan.
“Aigoo.
Lalu bagaimana dengan pengacara itu?”ejek Nyonya Yoon.
“Ibu, jangan
ungkit tentang dia lagi. Dia akan memanfaatkanku selagi cari uang.” Kata Hong Joo
“Jadi Apa
kau mau putus dengannya?” tanya Nyonya Yoon. Hong Joo pikir ibuna ingin ia
menemuinya lagi
“Dia bisa
saja menghancurkan sesuatu.” Kata Hong Joo. Nyonya Yoon pun bertanya apakah
Hong Joo mau berkencan dengan pria pindahan itu?. Hong Joo mengaku Tidak.
“Aku
hanya ingin mengganti pacarku. Aku hanya akan membayarnya karena sudah
menyelamatkanku.” Kata Hong Joo
Nyonya
Yoon bingung apa maksudnya Membayar pria itu kembali. Hong Joo menceritakan
alau Jae Chan menyelamatkan hidup mereka jadi harus membayarnya selama sisa
hidupnya dan Itu yang tepat dilakukan. Nyonya Yoon ingin tahu Bagaimana
caranya.
“Sepertinya
dia belum pernah berkencan dengan gadis mana pun. Tapi mau bagaimana lagi? Yang
pasti, dia menyelamatkan hidupku.” Kata Hong Joo seperti sangat berbunga-bunga.
“Kau
harus memikirkan ini. Kau bisa membayarnya kembali dengan balas dendam.” Kata
Nyonya Yoon.
“Balas
dendam? Tapi Kedengarannya bagus juga. Seperti Romeo dan Juliet. Itu membuatku
bersemangat.” Kata Hong Joo terus membentuk nasi kepal dengan bentuk hati.
Jae Chan
menceritakan kalau Hong Joo memang sangat gila karena bepikir dirinya jatuh
cinta dan cari perhatian menurutnya seHarusnya Hong Joo pergi temui dokter jiwa Atau harus ada hukum yang
membedakan mana orang gila itu maka Dengan begitu kita bisa menghindari orang
seperti dirinya.
“Aku
sangat tidak beruntung bertemu dengannya.” Keluh Jae Chan
“Tapi kau
bilang di dalam mimpimu dia sangat sedih.” Kata adik Jae Chan
“Dia
tidak sedih! Tapi Itu agak menakutkan. Ya, aku menyelamatkannya karena dia
menakutkan... Ahh.. Tidak... Sebenarnya aku tidak menyelamatkannya. Aku tidak
pernah bilang apa pun tentang mimpiku. Dan Bisa-bisa aku dipanggil gila karena
mendengar tentang mimpiku.” Cerita Je Chan.
Adik Jae
Chan menganguk setuju saja dan saat itu bel rumah berbunyi, mereka binggung Siapa
yang datang datang pagi sekali, lalu melihat di interkom. Adik Jae Chan
memberitahu kalau tamunya adalah si wanita sebelah rumah. Jae Chan kaget
mendenganya lalu berjalan mendekat.
“Aku Hong
Joo yang tinggal di sebelah rumah.” Kata Hong Joo ramah. Adik Jae Chan pun
bertanya apakah ada yang bisa dibantu.
“Omo, siapa
pemilik suara tampan itu? Coba Perlihatkan wajahmu. Aku jadi penasaran.” Ucap
Hong Joo penuh semangat.
Adik Jae
Chan binggung dengan tanggapan Hong Joo. Jae Chan pikir kalau sebelumnya sudah
mengatakan kalau Hong Joo itu gila. Hong Joo berdiri didepan interkom mengaku
kalau bisa mendengar keduanya bicara.
“Aku
membuat bola nasi untuk dibagikan pada kalian.”kata Hong Joo
“Maaf,
Nam Hong Joo.. Aku tidak percaya yang kau ceritakan tentang mimpi. Jadi aku
bukan menyelamatkanmu karena itu Dan kau tidak perlu membayarku kembali. Kau
bisa ambil kembali bola nasimu.” Kata Jae Chan lalu mematikan interkom merasa
kalau paham yang dikatakan.
“Oh, Apa
kau tidak percaya padanya? Aku benar-benar mengerti maksudmu.” Kata Hong Joo
memegang sebuah note dengan senyuman bahagia.
Keduanya
sama-sama melewati Toko bunga lalu melihat egg tart yang baru keluar dari oven
didepan kaca toko kue. Keduanya hanya lewat dengan helaan nafas dan sempat
berhenti didepan mural kakek dan nenek yang berciuman, walaupun usia senja
merasa mereka masih muda.
Mereka
berjalan di tempat yang sama, melalui lapangan dan bertemu dengan dua ahjumma
sedang berolahraga. Para anak TK sedang jalan-jalan dan salah seorang anak
kehilangan balonya karena terbang dan menyangkut di dahan.
Hong Joo
memberitahu kalau Ada pria yang tinggi dengan lengan panjang dan Namanya Jung
Jae Chan. Beberapa saat kemudian Jae Chan datang membalik balon yang
tersangkut. Si anak langsung mengucapkan Terima kasih pada Jung Jae Chan
Ahjussi. Jae Chan binggung karena si anak bisa mengetahui namanya.
Hong Joo
sudah pergi ke kedai kopi yang cukup ramai, lalu didepan kasir memberitahu
Dalam tiga menit, pria tinggi akan datang kemari memesan sesuatu. Si kasir
bingung, Hong Joo memberitahu cirinya adalah memakai baju krem jadi meminta
kalau datang melakukan sesuatu untuknya.
Jae Chan akhirnya datang dan ingin memesan.
“Apa Anda
pesan Americano dengan gula tambahan dan sirup hazelnut?” ucap si kasir. Jae
Chan binggung lalu membenarkan dan memberikan kartu kreditnya.
Hong Joo
sudah sampai di jalur kereta bawah tanah, berdiri tepat di pintu 8-3 dan
menaiki kereta. Jae Chan datang berdiri di tempat yangs ama dengan Hong Joo
berdiri lalu menaiki kereta yang datang.
Jae Chan
duduk di bangku kosong, saat itu Hong Joo sengaja melonggokan kepalanya menatap
Jae Chan yang bersela seorang paman. Jae Chan kaget melihat Hong Joo ada
didekatnya. Si paman pun bertanya apakah mereka saling mengenal. Jae Chan
mengaku tidak sementara Hong Joo mengaku mengenalnya, akhirnya si paman
memberikan tempat duduknya untuk Hong Joo.
“Ini aku.
Nam Hong Joo yang dari sebelah rumah.” Kata Hong Joo. Jae Chan mengaku sudah
tahu dengan tatapan acuh.
“Kau
pasti sangat penasaran... Kau penasaran kenapa aku mengikutimu tapi ternyata
tidak karena kita naik kereta bersama.” Kata Hong Joo. Jae Chan pikir Rasanya
memang aneh.
“Benarkah?
Apa Kau ini sedang membaca pikiranku?” kata Jae Chan heran
“Aku
benar-benar mengikutimu. Karena aku menebak ke mana kau pergi dalam mimpiku. Aku
menduga balon itu terjebak di pohon da aku juga menebak kau memesan kopi Dan
kau naik kereta subway untuk pergi bekerja Dan aku juga melihat stasiun mana
tujuanmu.” Ucap Hong Joo. Jae Chan hanya diam saja.
“Sudah
kubilang aku bisa meramal masa depan dalam mimpiku. Jadi memang benar kau
menyelamatkanku Dan memang benar aku berutang budi padamu. Benarkan?” ucap Hong
Joo. Jae Chan hanya diam saja keluar dari keerta.
Hong Joo
mengeluh Jae Chan hanya diam saja padahal sengaja datang karena hanya ingin
mendengar jawabannya lalu memberikan sebuah payung karena Hong Joo pasti akan
membutuhkannya. Jae Chan menegaskan kalu tidak percaya dengan kata-kata Hong
Joo.
“Kau
bilang kau bermimpi tentangku. Kenapa kau malah menyangkalnya?” kata Hong Joo
kesal
“Aku
bukannya menyangkal, tapi Aku hanya tidak mempercayainya.” Tegas Jae Chan. Hong
Joo binggung.
“Aku
tidak ingin memercayai itu. Aku tidak akan percaya walau aku memimpikan hal itu
lagi. Aku tidak peduli siapa yang mati dalam mimpiku.”tegas Jae Chan. Hong Joo
ingin tahu alasanya.
“Kalau
aku percaya..., maka aku harus selamatkan siapa pun yang hampir mati. Kalau
tidak...,aku malah menyalahkan diriku tanpa henti. Aku tidak bisa mengatasinya.
Lalu kau bisa mengatasinya?” kata Jae Chan. Hong Joo mengaku Tidak bisa.
“Kalau
tidak bisa, abaikan saja mimpimu itu. Seakan tak pernah terjadi. Itu akan membuatmu
tak pernah menderita. Dan Kalau kau ingin mengubah sesuatu, cari saja orang
lain.” Kata Jae Chan.
“Aku tidak
bisa menemukan orang lain.” Ucap Hong Joo
“Aku
tidak tahu kenapa harus menjadi dirimu. Carilah orang lain yang lebih keras. Jika
ada 2, pasti ada 3 dan 4 juga.” Kata Jae Chan.
“Sudah
kubilang.. itu Hanya dirimu saja.” Kata Hong Joo.
Seorang
anak sedang berlatih melempar bola baseball menceritakan kalau memimpikan sesuatu
yang aneh tadi malam. Ayahnya ingin tahu mimpi seperti apa. Si anak menceritakan kalau Ayahnya akan mati
dalam mimpinya. Sang ayah hanya tersenyum lalu bertanya bagaimana ia nanti
mati.
“Apa ayah
yang banyak darah? Dengan Banyak darah berarti pertanda baik.” Ucap si ayah
dengan terus mengajarkan anaknya melempar bola.
“Bus Ayah
mengalami ledakan. Seorang tentara muda naik busnya Ayah. Dia membawa granat
dan senjata api.” Cerita si anak
“Hei, ini
bukan Amerika. Impianmu sangat tidak
mungkin terjadi.” Kata si ayah.
“Tapi itu
nyata! Dia melempar granat ke dalam bus. Lalu semua orang meninggal. Ayah, Apa hari
ini bisa jangan bekerja dulu? Mimpi yang kurasakan sangat nyata.” Rengek si
anak.
“Benarkah?
Kalau begitu... Jika kau melakukan sesuatu untuk Ayah, Ayah akan
memikirkannya.” Kata Si ayah. Si anak menerima bisikan ayahnya dan langsung
berlati mengejek ayahnya kalau tidak mungkin melakukannya.
“Ayah tidak
minta terlalu banyak. Kenapa kau tidak mau?.” Keluh si ayah.
Jae Chan
keluar dari stasiun dan melihat hujan yang turun, padahal sebelumnya Hong Joo
memberikan sebuah payung dan berkata mungkin akan membutuhkannya tapi
menolaknya. Jaksa Park Dae Young juga baru keluar stasiun mengeuh karena Ramalan
cuaca memang suka salah prediksi.
“Pak
Jaksa, selamat pagi.” Sapa Jae Chan melihat seniornya. Jaksa Park pun menyapa
Jae Chan bertanya apakah membawa payung.
“Tidak,
aku akan lari ke toko seberang dan membelinya.” Kata Jae Chan. Tapi saat itu
Jaksa Shin Hee Min datang dengan payung menyapa seniornya.
“Mobil
Anda di mana?” tanya Hee Min. Jaksa Park menjelaskan Karena kebijakan
pemerintah, jadi tidak membawanya dan melihat Hee Min yang membawa payung.
“Aku akan
mengantar Anda sampai di kantor.” Kata Hee Min. Jaksa Park pun dengan senang
hati menerima bantuan.
“Jaksa
Jung, bagaimana ini... Payungku terlalu kecil untuk bertiga.” Kata Hee Min
dengan nada mengejek.
Jae Chan
pikir tak masalah menyuruh Hee Min untuk mengantar Jaksa Park saja. Keduanya
pun berjalan melewati hujan deras. Jaksa Park membahas kalau Jae Chan bicara
informal pada Hee Min. Hee Min pikir itu karena Jae Chan senior di kampus.
“Meski
begitu, dia tetap harus beretika di kantor kami.” Kata Jaksa Park pikir Jae
Chan pasti tidak tahu.
“Aku
tahu. Jalannya itu masih panjang.”kata Hee Min. Sementara Jae Chan pun akhirnya
hanya bisa berlari keluar dari stasiun.
Tuan Park
duduk melihat rekaman CCTV di dalam lift saat menginjak-nginjak tubuh istrinya
dengan sepatu. Yoo Bum datang meminta maaf datang terlambat karena mendadak
hujan. Tuan Park seperti sudah menunggu lama. Yoo Bum langsung berkomentar
kalau Tuan Park mengibaratkan pergi ke laut kali ini.
“Menurut
laporan medis, Anda mematahkan enam tulang rusuknya. Karyawan kami kesulitan menghapus
rekaman CCTV itu.”jelas Yoo Bum memperlihatkan hasil medis.
“Aku tahu
mereka sangat kesusahan. Itu sebabnya aku akan bayar mereka lebih banyak.
“Tuduhan
cedera akan menyulitkan banyak hal, jadi aku akan bicara dengan para dokter dan
menjadikannya sebagai serangan. Tuliskan surat permintaan maaf untuk setiap tanggal,
hanya berjaga-jaga saja. Anda tahu yang
terjadi selanjutnya jika Anda dikenai
tuduhan penyerangan kan? Anda mungkin mendapat surat cerai yang ditandatangani
oleh istri Anda. Jadi...” kata Yoo Bum langsung disela oleh tuan Park
“Aku
tidak akan diadili karena dia tidak memiliki hak untuk bertindak. Aku sangat
tahu itu.” Kata Tuan Paak
“Istri
Anda akan menandatanganinya, 'kan? Kalau tidak, berarti dia akan memasukkanku
ke penjara.” Ucap Yoo Bum memastikan
“Jangan
khawatir. Dia tidak akan pernah membuat So Yoon menjadi anak terpidana.” Kata
Tuan Park
Saat itu
di ruang rawat, Nyonya Park masih terbaring seperti tak sadarkan diri,
sementara Soo Yoon menjaga ibunya dirumah sakit.
Hong Joo
duduk sendiri di cafe dengan berbicara kala Yoo Bum mungkin berpikir itu tidak
masuk akal karena disalahkan atas sesuatu yang tidak di lakukan lalu ia memeluk
orang lain menurutnya itu wajar saja. Yoo Bum mengetuk jendela cafe, Hong Joo
sempat kaget dan mencoba untuk tenang saat Yoo Bum mulai masuk cafe.
“Bicaralah
dengan akal sehat. Berpisahlah dengannya secara rasional.” Ucap Hong Joo
melihat Yoo Bum duduk di duduk didepanya dan menawarkan kopi. Yoo Bum dengan
melipat tangan didada langsung menolaknya.
“Aku
ingin bertemu denganmu karena kau mungkin ingin banyak bicara denganku. Sebagai
contoh, permintaan maafmu.” Kata Yoo Bum.
“Aku tahu
kau kecewa dengan tingkahku saat kecelakaan itu terjadi.”kata Hong Joo. Yoo Bum
mengaku senang karena Hong Joo sudah menduganya.
“Aku tahu
yang kulakukan sekarang sama sekali tidak masuk akal. Aku juga tahu kau tidak
berbuat salah. Tapi aku akan tidur nyenyak kalau kita mengakhiri hubungan kita
di sini.” Kata Hong Joo. Yoo Bum kaget Hong Joo malah ingin putus denganya.
“Jadi,
ayo kita akhiri di sini. Panggil saja aku gila atau tidak tahu diri. Tapi aku
tidak tahu apa yang harus kubicarakan. Maafkan aku!” ucap Hong Joo dengan nada
tinggi.
“Apa Kau
sebut ini permintaan maaf?” keluh Yoo Bum pikir seperti balas dendam.
“Ya, ini
permintaan maaf. Aku bisa saja lebih nyaring lagi saat minta maaf. Semua ini
salahku. Aku memang pantas disalahkan. Aku dengan tulus meminta maaf!” kata
Hong Joo dengan nada nyaring. Yoo Bum binggung dengan banyak orang melihat ke
arah mereka.
Si Ayah
mengemudikan busnya, lalu memberikan perhatian pada penumpang yang akan naik
kalau lantai licin jadi berhati-hati. Tiba-tiba melihat anaknya yang naik bus
juga. Si Ayah binggung kenapa tak sekolah,
sia anam mengaku sengaja naik bus ayahnya karena khawatir.
“Aigoo.
Kalau banyak bermimpi seperti itu, sebaiknya berhenti sekolah saja.” Ejek Si
ayah dan anaknya duduk di kursi belakang ayahnya lalu melihat sosok pria dengan
baju tentara naik ke dalam bus.
“Ayah,
aku melihat pria itu dalam mimpiku.” Bisik si anak. Ayahnya merasa kalau Itu kebetulan saja.
“Ayah, kurasa
dia bawa pistol di dalam tasnya” kata Si anak, lalu terdengar berita dari radio
dialam bus.
“Seorang
tentara diam-diam lari dari pangkalan militer dan membawa dua granat di
Provinsi Gangwon. Dia menembak seorang petugas polisi di sebuah toko di Seoul. Polisi
dan tentara sedang mencari keberadaannya. Petugas polisi yang tertembak akhirnya
tewas di tempat.Reporter Kim Moo Kyung melaporkan dari tempat kejadian.”
Wajah si
ayah makin tegang, begitu juga si anak lalu terlihat sebuah bola baseball dan
foto bersama anaknya ada didasbord bus.
Bersambung ke episode 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar