Terlihat
sebuah gedung Lembaga Keuangan Kyobo, Salju mulai turun. Seorang wanita Nam
Hong Joo berdiri di tepi jalan dengan luka di wajah, didepanya ada Jung Jae
Chan dengan luka dibagian kepala. Hong Joo melangkah mendekati Jae Chan dan
langsung memeluknya.
“Aku...percaya
padamu. Sebab itulah aku..., bisa mempercayaimu.” Ucap Hong Joo.
Hong Joo
langsung terbangun dari tidurnya dengan wajah kebingungan lalu merasa kalau ini
tak mungkin dan bener-bener gila, lalu menulis diselembar kertas Di jalan. Ibu Hong
Joo,Yoon Moon Sun masuk kamar anaknya mengeluh melihat kamar anaknya lalu
membuka tirai kamarnya.
“Ada apa?
Apa Kau bermimpi lagi?” tanya Nyonya Joon. Hong Joo terus menuliskan di dalam
notenya tentang mimpinya. (Di jalan, di
malam hari, di musim dingin)
“Bau apa
ini? Jangan nyalakan lilin. Bukalah jendelamu dan biarkan udara segar masuk
dalam kamarmu. Aigoo, kamarmu itu seperti kandang babi.” Keluh Nyonya
Yoon.
Hong Joo
menuliskan lebih detail (Aku memeluk pria yang belum pernah kutemui sebelumnya.)
lalu mengeluh kalau semua ini sangat gila. Nyonya Yoon ingin tahu gila apa
maksudnya, lalu mengeluh dengan kekacauan kama anaknya Seperti kandang babi.
“Ibu
bahkan tidak bisa makan babi karena babi pas dengan dirimu sekarang.” Keluh
Nyonya Yoon.
“Bukan
begitu, Ibu. Dalam mimpiku, aku memeluk pria yang belum pernah kutemui. Aku
memeluknya lebih dulu. Ibu, tahu 'kan kalau aku bukan tipe yang harus digoda
oleh cowok dulu.”kata Hong Joo.
“Tentu
Ibu tahu. Bagaimana kau bisa menggoda orang-orang yang terlihat seperti itu?
Kalau kau punya hati nurani, maka begitulah.” Kata Nyonya Yoon mengejek.
“Ibu,
benarkah kau adalah Ibuku?” keluh Hong Joo.
“Boleh
kau bunyikan bel untuk ibumu? Di sini, Ernest Hemingway.” Ejek Nyonya Yoon
memperlihatkan buku milik anaknya.
Nyonya
Yoon duduk diruang tengah, bertanya pada anaknya apakah pria itu tampan. Hong Joo mengambil ayam goreng
dikulkas, pikir merasa tak penting karena ia juga sudah punya pacar. Nyonya
Yoon mengingatkan kalau ia baru menemuinya dua kali sejak kencan buta.
“Lalu
saat menemuinya lagi, Apa kau mau menikahinya?” tanya Nyonya Yoon
“Aku benci
pada orang yang curang..., jadi jangan bicara tentang pria dalam mimpiku. Tidak
boleh.” Tegas Hong Joo.
“Dia akan
masuk dalam hidupmu walau kau tidak mau. Semua impianmu juga akan jadi
kenyataan.” Kata Nyonya Yoon yakin. Hong Joo menegaskankalau itu Tidak benar.
Mereka
lalu melihat ke arah jendela ada mobil truk yang membawa barang ke rumah yang
ada didepan mereka. Nyonya Yoon sudah mendengar ada pindah ke rumah depan
mereka hari ini. Keduanya melihat ada dua pria didepan rumah. Nyonya Yoon
melihat keduanya tampan lalu bertanya-tanya apakah Mereka itu kakak-adik. Adik
Jae Chan menyuruh kakaknya mengambil sepiring kue beras.
“Zaman
sekarang mana ada tukar makanan kue beras? Itu sangat kuno.” Keluh Jae Chan.
“Ini
tidak kuno. Tapi beginilah caramu ramah pada orang lain. Jadi Pergi saja.” Kata
adik Jae Chan.
Hong Joo
melihat dari jendela dan yakin kalau itu Jae Chan, pria yang di lihatnya dalam
mimpi dan memeluknya. Nyonya Ho binggung dengan ucapan anaknya. Saat itu juga
Jae Chan menekan bel dengan menyapa tetangga barunya.
“Halo,
aku baru saja pindah ke rumah di seberang jalan.” Ucap Jae Chan ramah terlihat
dari interkom.
“Pergilah.
Jangan sembarangan bertamu tanpa pemberitahuan. Kami tidak ingin salam atau
buah tangan. Maaf.” Ucap Hong Joo sinis. Jae Chan binggung berdiri didepan
rumah.
“Hei,
sudah kubilang aku tak mau melakukannya.” Ucap Jae Chan kesal. Adiknya pikir
kakaknya yang tak tersenyum
“Aku senyum,
Aku tersenyum lebar macam orang bodoh.” Kata Jae Chan mendekat pada adiknya.
“Lalu
siapa yang bersikap kasar? Apa Dia itu wanita?” tanya Adik Jae Chan. Jae Chan
membenarkan dengan wajah kesal
“Kau
harus mengencaninya. Siapa tahu kalian bakal jadi pasangan serasi.” Ejek adik
Jae Chan. Jae Chan mengumpat kesal pada adiknya lalu menatap sinis kearah
jendela. Hong Joo melihatnya langsung
menutup tirai jendelanya.
Hong Joo
duduk di halte, berbicara ditelp kalau mereka harus punya mobil, karena Kalau
naik bus bisa terlambat. Lalu matanya melihat Jae Chan berjalan ke halte, Hong
Joo panik bergumam dalam hati kalau Pria dalam mimpinya datang.
“Eonni.
Tolong minggir sedikit.” Ucap seorang pelajar meminta agar Hong joo duduk
bergeser, tapi Hong Joo seperti tak mengubrinya.
“Aku tidak
bisa jatuh cinta padanya.” Gumam Hong Joo lalu menutup telp ibunya.
“Tenanglah.
Aku sama sekali tidak tertarik padanya.” Gumam Hong Joo, tapi Jae Chan
tiba-tiba duduk di sampingnya.
“Kenapa
dia duduk di sampingku? Ada 3 kursi di sebelah kiri dan 2 di sebelah kanan. Kenapa
dia malah pilih tempat duduk itu? Apa Dia mencoba menggodaku? Tidak, harusnya
jangan ambil kesimpulan kecuali mempermalukan diri sendiri.” Gumam Hong Joo
lalu bergeser.
Jae Chan
ikut mengeser tempatnya. Hong Joo binggung karena Jae Chan mengikutinya tapi mencoba agar tidak boleh
menyimpulkan kembali bergeser. Jae Chan ikut juga bergeser kembali. Hong Joo
pikir kalau dibiarkan maka tetangga bakal berubah jadi teman dan seorang teman
bakal berubah jadi pacar.
“Aku
tidak tertarik padamu.” Ucap Hong Joo berdiri dari tempat duduknya. Tapi saat
itu juga Jae Chan berdiri memberikan tempat duduk untuk para pelajar yang
sebelumnya meminta agar Hong Joo bergeser.
“Apa Kau
bicara padaku?” ucap Jae Chan membalikan badanya. Hong Joo seperti malu karena
ternyata itu cara mencoba mengeser tempat duduknya.
“Dia pasti
mengira pria itu menggodanya. Ini Memalukan” ejek si remaja melihat Hong Joo.
Temanya pikir Hong Joo bisa mendengar karena pasti sangat malu.
Hong Joo
akhirnya memilih untuk naik ke bus yang berhenti. Supir bus menyuruh Hong Joo
naik halte di seberang jalan, karena Perhentian berikutnya itu pemberhentian
terakhir. Hong Joo mengaku, lalu menegask kalau ia bisa naik bus ke
pemberhentian terakhir.
Si remaja
melihat Hong Joo masih mengejek kalau pasti sangat memalukan sekali. Jae Chan
terdiam lalu mencoba mengingat dan itu ternyata sama dengan suara “Kami tidak
ingin salam atau buah tangan. Maaf.”
“Ahh..
Suara yang kudengar waktu itu. Kau si gadis kasar itu!” teriak Jae Chan kesal
menunjuk ke arah bus. Hong Joo berusaha untuk tenang didalam bus.
“Tidak
apa. Jangan khawatir. Itu tidak membuatku malu.” Gumam Hong Joo.
Hong Joo
dateng ke restoran ibunya, menceritakan kalau perasaanya kalau mimpi itu akan
terwujud. Nyonya Yoon bertanya apakah anaknya jatuh cinta pada pria itu. Hong
Joo hanya diam saja. Nyonya Yoon pikir hati anaknya itu bukan pintu otomatis karena Kalau ada yang
ketuk, pasti terbuka lebar.
“Bukan
begitu maksudku, tapi Dia itu menggodaku.” Kata Hong Joo. Nyonya Yoon bertanya
Apa yang membuat anaknya berpikir demikian.
“Kenapa
juga tadi dia duduk tepat di sampingku seperti itu?” kata Hong Joo
“Katamu
dia begitu supaya para gadis itu bisa duduk. Dia memang playboy dan punya bakat
yang terpendam. Kurasa kau tidak tahu kapan bisa seperti itu dengan pria.” Kata
Nyonya Yoon.
Saat itu
seorang pria akan membayar makananya, Nyonya Yoon memberitahu totalnya 17 ribu
Won. Sementara Hong Joo melihat tangan Si pria dengan plester dan juga korek
api, seperti merasakan sesuatu. Nyonya Yoon melihat tatapan anaknya bertanya
apakah anaknya kenal pria itu.
“Dalam
mimpi kualami sekitar tiga bulan yang lalu..., aku melihat Ahjussi itu dengan
perban di jarinya. Saat itu turun salju. Begitu dia menjentikkan koreknya untuk
merokok..., lalu dia terbakar.” Ucap Hong Joo. Nyonya Yoon panik bertanya kapan
dan dimana kejadianya.
“Aku
tidak tahu jelasnya. Dia menjentikkan koreknya dengan tangan yang diperban
itu.” Kata Hong Joo. Nyonya Yoon pikir itu arti akan terjadi lalu bergegas
keluar dari restoran.
Nyonya
Yoon menahan paman sebelum masuk ke dalam mobil, agar memberikan korek dan
rokoknya. Si paman binggung tiba-tiba Nyonya Yoon meminta korek dan rokok.
Nyonya Yoon mencari alasan kalau Merokok
itu tidak baik buat kesehatan dan bisa kena kanker.
“Apa
pedulimu? Jangan ikut campur urusan orang. Jadi Minggir. Menjauhlah.” Ucap Si
paman ketus
“Ahjussi,
Anda akan mati kalau merokok.” Kata Hong Joo. Si pria merasa keduanya itu gila
dan menyuruh pergi saja. Nyonya Yoon pun terjatuh.
“Ahjussi!..
Anda harus mendengarku, Anda akan mati kalau merokok! Anda tidak akan rugi.
Dengarkan saja aku. mengerti?”kata Hong Joo berusaha menyakinkan.
“Ah,
kalian ini benar-benar menghancurkan hariku.” Keluh Si paman dan bergegas meninggalkan
restoran.
Nyonya
Yoon mendekati anaknya memberitahu kalau sudah mengambil korek dari si paman
lalu bertanya apakah bisa membantu. Hong Joo pikir tak pentin dan barang
itutidak ada gunanya karena Ini hanya pilihan dan hidupnya.
“Bicara
apa kau? Kita harus mengubahnya kalau sudah tahu.” Kata Nyonya Yoon.
“Tidak
bisa... Siapa yang akan percaya omong kosong ini?” kata Hong Joo sambil
menceritakan yang ada didalam mimpinya
"Aku
melihatmu di dalam mimpiku. Apa yang kuihat dalam mimpiku selalu menjadi
kenyataan. Jadi kalau kau ingin hidup..., maka kau harus mendengarkanku."
Paman
mengemudikan mobil lalu mencari-cari korek dalam saku jaketnya dan menemukan
ada di sampingnya. Si paman pun berhenti di pom bensin, saat itu si paman
mengeluarkan korek dan juga rokoknya, saat itu api langsung menyambarnya.
“Semua orang akan berpikir itu hanyalah omong
kosong. Bahkan Ayah pun meninggal seperti itu karena dia tidak
memercayaiku.Masa depan tidak akan berubah. Mengetahui apa yang akan terjadi
tidak mengubah apa pun.” Ucap Hong Joo.
Moon
Hyang Mi melihat sebuah kue di etalase serta meminta banyak lilin juga. Dua temanya bertanya apakah ada yang ulang
tahun. Hyang Mi memberitahu kalau hari ini hari pertama Jaksa Jung jadi harus
merayakannya, keduanya mengeluh mereka yang harus merayakan.
“Yahh...
Kita harus merayakannya. Ayo kita merayakannya. Biar hari ini menjadi hari
libur nasional.” Kata Son Woo Joo langsung berubah pikiran setelah melihat foto
Jae Chan. Min Jung Ho pikir Jae Chan terlihat
pintar.
“Benar
bukan? Apa kalian Tidak lihat sorotan mata Jaksa Jung? Aku sangat menyukainya.”
Kata Hyang Mi
Lee Yoo
Bum masuk ke dalam cafe, mengeluh kalau Hyang Mi membuatnya jadi sakit hati menurutnya biasa selalu sopan
pada saat kerja sama. Tapi sekarang memanggilnya Jaksa Jung seperti yang biasa
dilakukan padanya.
“Eeiy,
Jaksa Lee.. maksudku Pengacara Lee.” Kata Hyang Mi seperti belum terbiasa
memanggil nama baru Yoo Bum. Yoo Bum pun memberikan kartu kreditnya kalau akan
membayar.
“Tidak,
tidak perlu melakukan itu.” Kata Hyang Mi. Yoo Bum pikir tak masalah
karena Hari ini adalah hari pertama
Jaksa Jung jadi harus mengucapkan selamat kepadanya.
“Apa Kau
kenal dia?” tanya Hyang Mi penuh semangat.
“Tentu
saja. Dulu aku mengajarinya. Kalau yang kulihat, dia itu seperti tidak pernah
diajari oleh seorang guru.”kata Yoo Bum bangga.
Mereka
masuk ke kantor kejaksaan sambil minum kopi. Hyang Mi tak percaya kalau Jae
Chan selalu mendapat nilai terendah di sekolah. Yoo Bum pun meceritakan masa
lalunya dengan Jae Chan.
Flash Back
[13 tahun silam]
Jae Chan
terlihat masih sangat muda. Yoo Bum menuliskan sebuah kata dalam bahasa inggris
dan meminta Jae Chan Bacalah dengan nyaring. Jae Chan melihat merasa kalau kata
itu sangat mudah.
“"Just".
Artinya sekarang dan "Ice" seperti pada "ice cube". Bersama-sama,
mereka diucapkan sebagai "just ice". Artinya, "Bekukan
sekarang."” Ucap Jae Chan polos sedang belajar bahasa inggris.
Mereka
tak percaya ternyata Jae Chan memang dulu sebodoh itu. Jung Ha pikir jaksa yang
bodoh pasti akan membuat pekerjaan Hwang Mi lebih sulit. Hwang Mi yakin Jae
Chan itu masih jaksa jadi tidak sebodoh itu. Tapi saat itu depan ruangan Jaksa,
Jae Chan sibuk selfie memperlihatkan ID Cardnya sebagai jaksa.
“Aku
tidak tahan melihatnya.” Ungkap Jung Ho. Yoo Bum menyapa Jae Chan sebagai Jaksa
Baru.
“Kaukah
itu, Yoo Bum?” kata Jae Chan seperti kaget melihat Yoo Bum yang datang.
Sebuah
papan nama diatas meja “Jaksa Jung Jae Chan”. Yoo Bum menaruh jaket diatas meja
dan Tuan Choi Dam Dong sibuk membersihkan jaket yang di pakaian oleh Yoo Bum.
Jae Chan terus melihat seperti tak yakin kalau Yoo Bum dilayani layaknya bos.
“Apa
sudah dua tahun silam? Pekerjaan yang kulakukan karena skandal korupsi dan
kasus pembunuhan berantai membuatku mendapat penghargaan dari Jaksa Penuntut
Umum. Yang kulakukan hanyalah meletakkan sendok di atas meja dan awalnya yang
dapat itu Pak Choi, tapi aku malah dapat penghargaan.” Ucap Yoo Bum. Tuan Choi
pikir tak benar itu.
“Halo,
aku penyidik Choi Dam Dong.” Kata Tuan Choi. Jae Chan pun
menjabat tangan dengan dengan menyebutkan namnya. Yoo Bum menunjuk pada Hyang
Mi.
“Aku
Petugas Moon Hyang Mi.” Kata Hyang Mi dingin. Jae Chan mengulurkan tanganya
tapi Hyang Mi seperti tak mengubrisnya dengan menaruh kue dibawah meja.
Jae Chan
hanya bisa menghela nafas lalu bertanya alasanya datang.Yoo Bum pikir kalau itu
karean Jae Chan kembali sebagai jaksa penuntut Jadi ingin mengucapkan selamat pada Jae Chan. Hyang
Mi membahas keduanya yang pertama kali bertemu sebagai guru dan murid dan
sekarang kalian bertemu lagi sebagai pengacara dan jaksa penuntut.
“Aku
hanya datang untuk menyapa. Kurasa kita bisa saling membantu. Kau Tahu bukan,
hubungan win-win.” Ucap Yoo Bum dengan tangan robek kertas dan menjadikan
seperti butiran kecil.
Ponsel
Yoo Bum berbunyi, Jae Chan menatap Yoo Bum yang berdiri didepanya. Yoo Bum
bertanya apakah sudah dapat SMS darinya dan meminta kalau ada waktu luang
tanggal 14, lalu mengingatkan kalau nanti Hari Valentine.
“Restoran
yang Anda sudah lama ingin memeriksa ... Aku benar-benar tahu tempat itu.” Ucap
Yoo Bum yang terus membuat kertas jadi bulatan kecil.
Flash Back
Jae Chan
berbaring ditempat tidurnya. Yoo Bum membuat seperti bulatan kecil bertanya
apakah Jae Chan tahu arti "win-win". Jae Chan pikir Itu bahasa Cina
kah. Yoo Bum memberitahu kalau Ayah Jae Chan bilang akan menaikkan gajiku
sebanyak 10 ribu Won tiap kali dapat rangking.
“Menyerah
saja. Aku tidak bisa mendapatkan nilai yang lebih baik untuk itu.” Kata Jae Chan pasran
“Kita
bisa menilaimu lewat rapor palsu” kata Yoo Chan. Jae Chan pikir tak mungkin
karena ayahnya itu polisi.
“Bagaimana
kalau kita ketahuan? Aku yakin dia malah menaruh kita di penjara.” Kata Jae
Chan.
“Kita bisa
memastikan tak terlalu jelas. Hei, aku akan dapat 300 ribu Won lebih kalau naik
30 jadi Aku akan memberikanmu setengah dari itu dan Katamu mau sepeda motor.
Kapan kau bisa membelinya dengan uang sakumu sendiri? Aku bisa menghasilkan
lebih banyak uang, dan kau bisa membeli sepeda motor. Nilai perbaikanmu akan
membuat ayahmu juga bahagia Semua pihak yang terlibat akan puas. Itulah yang
namanya win-win.” Kata Yoo Bum membuat curang agar bisa win win.
Yoo Bum
berbicara di telp kalau harus datang, lalu berbicara pada Jae Chan agar
menyisihkan waktu luangmu karena akan membawanya ke restoran sushi yang menakjubkan,
lalu pamit pergi. Jae Chan duduk diam terlihat gelisah dengan membersihkan
bekas kertas diatas meja.
Hong Joo
membuka mata sedang ada dirumah sakit lalu membaca selembar kertas merasak tak
percaya kalau Ibu meninggal karenanya dan itu karena kecelakaan yang dialami.
Bibi Hong Joo merasa sedih seperti tak bisa berkata-kata lagi.
“Katakan
kalau ini hanya mimpi. Kumohon... Bangunkan aku.” Kata Hong Joo seperti tak
percaya setelah melihat lembaran kertas.
“Sadarkan
dirimu” kata Bibi Hong Joo yang juga sedih melihat Hong Joo ditinggalkan oleh
kakaknya.
Hong Joo
bangun dengan air mata mengalir, wajahnya langsung panik mencoba menuliskan
dalam notenya. “Bibi, Ibu.. Karena kecelakaan yang kualami, Ibu...” seperti
tangisnya tak bisa di hentikan membayangkan akan kehilangan ibunya.
“Hong
Joo, makan sebelum mandi.”kata Nyonya Hoon melihat anaknya keluar dari
kamarnya. Hong Joo hanya diam saja.
“Hei,
kenapa matamu bengkak begitu? Apa Kau menangis?” tanya Nyonya Yoon panik
“Aku tadi
malam makan ramyeon sebelum tidur. Sekarang Aku mandi dulu.” Kata Hong Joo
mencoba menghindar. Ibunya menyuruh anaknya agar mandi dulu.
Saat itu
berita di TV terdengar “Sebuah ledakan besar disebabkan oleh warga sipil yang
sedang merokok sambil mengisi bensin. Di pompa bensin swalayan di Osung-dong,
Giheung-gu. Seorang pria melepaskan SUV-nya. Dia menyalakan rokok di mulutnya
dan mengambil nosel dan menuju pembukaan tangki bensin. Saat dia menyalakan
korek apinya, maka kabut minyak dari tangki bensin terbuka terbakar dan
kebakaran di pompa bensin pun terjadi. Kecelakaan ini menewaskan pria berusia
37 tahun, Pak Kim, di tempat kejadian.”
“Hei,
bukannya dia orang yang tempo hari itu? Kau melarangnya tidak merokok. Benarkan
dia orangnya?” ucap Nyonya Yoon melihat rekaman CCTV saat si paman saat mengisi
bahan bakar.
Hong Joo
panik langsung masuk ke kamar mandi dan mengunting rambutnya. Nyonya Hong panik
dan binggung langsung mengambil gunting dari tangan anaknya meminta agar tak melakukan
hal itu.
“Ibu,
orang itu mati seperti yang kulihat dalam mimpiku.” Kata Hong Joo sambil
menangis.
“Ibu
tahu. Tidak ada yang bisa dilakukan.” Kata Nyonya Yoon.
“Masa
depan tidak bisa berubah! Jadi Aku harus bagaimana? Ibu... Ibu, bagaimana ini?”
kata Hong Joo menangis kebingungan.
Akhirnya
Nyonya Yoon duduk di atap mengetahui cerita Hong Joo kalau ia akan mati karena
kecelakaan yang di alami tapi tidak tahu kapan itu akan terjadi. Hong Joo
dengan wajah sedih menganguk. Nyonya Yoon melihat rambut anaknya yang sudah
pendek, lalu mengoda kalau seharusnya dipasang bunga agar terlihat cantik.
“Apa Ibu
pikir ini lucu? Apa Ibu rasa situasi ini lucu? Ibu juga lihat 'kan kalau pria
itu meninggal seperti yang ada dalam mimpiku. Mimpiku itu tidak pernah salah.”
Kata Hong Joo kesal sendiria.
“Apa Itu sebabnya
kau memotong rambutmu seperti ini? Apa Kau pikir dengan mengubah rambutmu bisa
mengubah segalanya?” kata Nyonya Yoon.
“Aku
tidak akan pernah menumbuhkan rambutku lagi, karena Aku punya rambut panjang dalam
mimpi itu.” Tegas Hong Joo
“Ibu
tidak tahu kalau kau terlihat cantik karena rambutmu.” Kata Nyonya Hong. Hong
Joo langsung memeluk ibunya.
“Aigoo,
jangan khawatir, Ibu tidak akan mati.” Kata Nyonya Hong menenangkan.
“Hanya
Ibulah yang kumiliki..., jadi jangan tinggalkan aku. Mengerti?” kata Hong Joo
memeluk erat ibunya. Nyonya Hong kembali mengejek anaknya kalau seharusnya
pakai bunga di rambutnya.
Nyonya
Yoon sibuk menuliskan sesuatu di kamarnya, dan terlihat tak gelisah. Hari itu
tepat tanggal 13 dan akhirnya berubah di tanggal 14. Yoo Bum memesan sebuket
bunga, wajahnya terlihat bahagai ingin pergi kesuatu tempat.
[14
Februari 2016]
Jae Chan
sibuk selfie didepan mobilnya, sampai akhirnya Yoo Bum datang terlihat di layar
bertanya apa yang dilakukan Jae Chan lalu bertanya apakah akan berkencan, lalu
melihat kalau Jae Chan baru beli mobil baru. Jae Chan bertanya alasan datang ke
tempat itu. Yoo Bum mengaku ada janji lalu bertanya balik. Jae Chan mengaku
juga sama.
Seseorang
memanggil nama Yoo Bum, ternyata Hong Joo baru saja keluar dari mobilnya. Yoo
Bum melihat Hong Joo dengan rambut yang di potong pendek. Hong Joo datang dan
langsung kaget melihat Jae Chan, begitu juga sebaliknya. Yoo Bum binggung
melihat keduanya bertanya apakah mereka saling kenal, keduanya terlihat sinis
kalau memang mengakunya.
“Tapi,
bagaimana kau mengenalnya?” tanya Hong Joo binggung,
“Sebentar,
Apa kalian berdua pacaran?” tanya Jae Chan. Yoo Bum mengakuinya, tapi Hong Joo
terlihat gugup.
“Jadi
Kami ini pacaran, kan?” kata Yoo Bum memastikan. Hong Joo membenarkan.
“Hei, Apa
kau mau dengan pacarmu, bergabung dengan kita?” kata Yoo Bum. Keduanya langsung
menolak. Yoo Bum pun tak banyak pikiran mengajak Hong Joo masuk karena diluar
sangat dingin.
“Hei.. Lihatlah
dirimu. Sudah beli mobil pula, dan Sudah dewasa juga kau” komentar Yoo Bum
dengan menepuk bokong Jae Chan. Lalu Jae Chan hanya bisa menatap Hong Joo
seperti merasakan sesuatu. Yoo Bum menceritaka kalau saat SMP Jae Chan sudah
punya sepeda motor dan menurutnya Jae Chan sudah dewasa sekarang.
Flash Back
(Musim Dingin tahun 2003)
Ayah Jae
Chan sebagai polisi bertanya apakah Jae Chan sungguh tidak mencuri motor itu. Jae
Chan mengaku kalau membeli dengan uangnya sendiri. Ayah Jae Chan pikir tidak
pernah memberimu banyak uang saku. Jae Chan mengaku kalau mencari uang sendir.
“Apa Kau
cari uang? Dari mana? Kau Pakai apa?” tanya Ayah Jae Chan curiga. Jae Chan
hanya diam saja.
“Kepala,
biar kami saja yang interogasi dia.” Kata dua anak buah Ayah Jae Chan dengan
wajah khawatir.
“Kenapa tidak
menjawab pertanyaan Ayah? Apa Kau mencurinya?” tanya Ayah Jae Chan mulai naik
darah.
“Tidak, aku
hanya menggunakan raporku...” kata Jae Chan lalu melihat figura Rapor Jae Chan
yang bagus, seperti ayahnya sangat bangga dengan nilai anaknya.
“Aku
memanipulasi raporku. Yoo Bum hyung bilang dia bisa dapat gaji banyak kalau
kami melakukan itu. Kami membaginya jadi setengah.” Akui Jae Chan tak ingin
berbohong. Ayah Jae Chan sangat marah langsung menjatuhkan semua rapor anaknya.
“Ah, kau
ini. Kenapa malah bohong soal nilaimu? Ayahmu pernah bahas soal bagaimana
nilaimu itu, minta maaf padanya.” Kata anak buahnya menyuruh Jae Chan membungkuk.
“Ayah,
tentang kecelakaan itu...” kata Jae Chan. Seperti Ayah Jae Chan sangat marah
dan kecewa pada anaknya.
Yoo Bum
mulai makan tapi Hong Joo kebingungan melihat pesan yang dikirimkan pada ibunya
tak ada satupun yang dibalas. Yoo Bum bertanya apakah ada sesuatu karena Hong
Joo selalu melihat ponselnya. Hong Joo pikir malam ini harus pulang lebih awal
karena Ibunya membalas pesanya.
“Apa dia
sakit?” tanya Yoo Bum. Hong Joo mengelengkan kepala tapi hanya mendapatkan
firasat buruk.
“Aku sudah
meniup lilin, lalu Kompor... aku mematikannya dan Pintu.... Aku lupa mengunci
pintu.” Gumam Hong Joo mengingat sebelum keluar dari rumah.
“Aku
tidak mengunci pintu. Aku harus cepat pulang ke rumah.” Kata Hong Joo panik
mengambil jaketnya. Yoo Bum binggung melihat Hong Joo yang tiba-tiba pergi
begitu saja.
Hong Joo
mencoba menelp ibunya meminta agar segera diangkat. Yoo Bum mengejar Hong Joo
akan naik mobilnya, dan bertanya apakah pernah menyetir dari salju. Hong Joo
mengaku belum pernah lalu berpikir untuk naik taksi atau panggil seseorang saja
“Kemarikan
kuncimu, Biar aku yang nyetir. Aku sering mengemudi di bawah salju.” Kata Yoo
Bum menyakinkan. Hong Joo pun memberikan kunci mobilnya.
Nyonya Yoon
berjalan pulang di malam hari sambil meminum kopi untuk menghangatkan diri,
saat itu juga seorang pria mengikutinya sampai didepan rumah pun menyadari
kalau sedari tadi mengikutinya.
Hong Joo
kebingungan karena ibunya tidak
mengangkatnya dan berpikir kalau harus telepon polisi. Yoo Bum menenangkan
kalau ibu Hong Joo baik-baik saja. Akhirnya Nyonya Yoon mengankat telp dari
anaknya.
“Kenapa
menelepon berkali-kali?... Bukan, tadi di kafe ponsel Ibu ketinggalan. Itu
sebabnya Ibu mengabaikannya. Dan ini Karena sudah ditemukan, Ibu sudah bisa
bicara denganmu. Tadi anak muda menemukannya dan mengembalikannya padaku.” Cerita
Nyonya Yoo sudah ada di dalam rumah.
“Lain
kali jangan ketinggalan ponsel lagi dan pastikan untuk segera mengambilnya! Aku
akan segera pulang.” Kata Hong Joo seperti sudah bisa bernafas lega.
Yoo Bum
melihat Hong Joo merasa kalau selalu khawatir pada ibunya. Hong Joo pikir
tidak, lalu berkata serius pada Yoo Bum dengan berkata Kalau saja mengalami
kecelakaan, maukah Yoo Bum menjaga ibunya baik-baik. Yoo Bum merasa heran
kecelakan apa yang dimaksud.
“Itu, aku
tidak bicara tentang sekarang. Sesuatu seperti itu mungkin terjadi di masa
depan.” Ucap Hong Joo
“Baiklah.
Tidak peduli yang terjadi, maka aku akan pastikan menjaga ibumu. Apa kau sudah
puas?” kata Yoo Bum
“Tapi,
kau ini sungguh tidak apa-apa? Kau tidak kelihatan baik.” Kata Yoo Bum menatap
Hong Joo, dan saat itu juga mobilnya menabrak seseorang dan mobil pun berputar
sampai akhirnya menabrak tiang. Seseorang tergeletak di jalan dengan penuh
luka, Hong Joo dan Yoo Bum seperti tak ada sadarakan diri dalam mobil.
Hong Joo
sedikit membuka mata sambil memanggil ibunya, lalu beberapa bibi panik melihat
Hong Joo yang sudah siuman.Mereka pun bergegas memanggil dokter, Dokter mencoba
memeriksa dengan tanganya apakah bisa mndengarnya. Hong Soo seperti hanya bisa
mendengar suara bergema.
“Ibuku......ada
di mana?” gumam Hong Joo yang tak bisa
melihat ibunya lalu memanggil nama Yoo Bum. Dokter memastikan Hong Joo bisa
melihat jari yang ada didepanya.
“ Ini Pasti
keajaiban Natal... Syukurlah.” Ungkap bibi dalam satu ruangan melihat Hong Joo
yang siuman. Hong Joo mencari ibunya ada dimana.
Hong Joo
hanya mengunkan selang lalu melihat rambutnya yang sudah panjang dan terlihat
binggung. Bibi menemaninya, Hong Joo pun bertanya Hari ini tanggal berapa. Bibi Yoon mengatkana
kalau Ini malam natal dan Hari Natal sudah lewat.
“Itu tiga
bulan yang lalu.” Kata Hong Joo. Bibi
yang satu ruangan memberitahu kalau Hong Joo dirawat selama 10 bulan.
“Bibi...
Ibu di mana?” tanya Hong Joo mulai panik. Bibi Yoon pikir akan memberitahu
kalau Hong Joo sudah lebih baik. Hong Joo mengaku sudah lebih baik Jadi katakan
saja.
“Kuharap kau
bangun lebih cepat. Ibumu melakukan yang terbaik untuk bertahan supaya bisa
kembali sadar.” Kata Bibi Yoon menahan rasa sedihnya. Hong Joo tak mengerti
meminta bibinya menceritakan yang terjadi pada ibunya.
“Karena
kecelakaan yang kau alami, seseorang meninggal.” Cerita Bibi Yoon.
Saat itu
pria yang tertabrak mobil meninggal dan keluarga si pria memarahi Nyonya Yoon
kalau penyebab anaknya meninggal, padahal sudah berlutut meminta maaf. Lalu
dengan sangat perhatian merawat Hong Joo di ruangan rawat.
“Aigoo,
putriku. Bertahanlah sebentar, ya? Ibu akan buatkan makanan lezat untukmu.” Ungkap
Nyonya Yoon seperti yakin kalau anaknya akan segera bangun.
“Dia
harus membayar uang pokok dan tagihan rumah sakitmu, jadi dia menjual semuanya
termasuk rumah dan restorannya. Dia bekerja seharian sampai dia tidak tidur. Dia
hanya memikirkan tentang kesadaranmu.” Cerita Bibi Yoon.
Nyonya
Yoon menempelkan di depan restoran, kalau sudah dijual. Akhirnya ia pun
berkejar sebagai tukang bersih-bersih gedung demi menerima uang tambahan untuk
anaknya. Tapi sepertinya karena terlalu lalu, ketika akan berjalan kepalanya
seperti pusing.
“Lalu
suatu hari, dia...” ucap Bibi Yoon tak bisa mengatakan. Hong Joo pun bertanya
apakah ibunya meninggal. Bibi Yoon membenarkan kalau Nyonya Yoon sudah meninggal.
Hong Joo
membaca surat yang di tinggalkan ibunya, (Untuk putriku tersayang Hong Joo, Ada 25 juta
Won dan 15 juta Won di rekening tabungan Ibu. Ibu juga punya asuransi jiwa yang
bisa kau klaim. Kau Jangan terpukul dan merasa bersalah)
“Ini
pasti mimpi... Apa aku sedang bermimpi? Katakan padaku kalau ini semua cuma mimpi.
Aku harus bangun dari mimpi buruk ini.” Ucap Hong Joo seperti tak bisa menerima
kenyataan.
“Kenapa
aku tidak bisa bangun?..Katakan padaku kalau ini hanya mimpi. Kumohon.” Kata Hong
Joo frustasi. Bibi Hong Joo ikut sedih melihat keponakanya.
“Aku
tidak suka mimpi ini... Bibi...” kata Hong Joo marah. Bibi Hong Joo meminta
agar Hong Joo tetap sadarkan dirinya dan memberitahu mungkin harus diadili.
“Kenapa
aku harus diadili? Aku bahkan tidak menyetir. Kenapa harus aku?” kata Hong Joo.
Bibi Yoon kaget karena mengetahui Hong Jootidak menyetir.
“Kenapa
aku terus dituduh kalau penyebab kecelakaan itu? Aku tidak menyetir. Kecelakaan
itu bukan salahku!” tegas Hong Joo dengan tatapan marah.
Bersambung
ke episode 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar