PS : All images credit and content copyright : KBS
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Di sebuah
tempat terlihat spanduk FESTIVAL MEMANCING, Hyang Mi tak sadarkan diri dengan
bersimba darah dilantai. Tuan Park akhirnya masuk membawa Hyang Mi masuk ke
dalam truk. Di lampu merah, Nyonya Jo melihat motor anaknya diatas turk.
“Kenapa
dia yang harus mengantarkannya? Dia bahkan memakai gelang Dongbaek.”
“Apa Kau
membunuhnya di pemancingan dan membawanya ke danau setelah itu?”
“Yong-sik,
jika kau melempar mayat di pemancingan, maka akan muncul dalam dua hari. Kau
tahu bisa tergores jika melempar jala, 'kan? Aku tergores melemparnya ke sana.”
Tuan Park
sudah melempar Hyang Mi ke danau dan melihat luka ditanganya, lalu mengumpat
kesal pada Hyang Mi kalau Seharusny mencabut kukunya. Tuan Park pun mencoba
menyembuhkan luka ditanganya.
“Dongbaek...
Kenapa kau berusaha membunuhnya?” tanya Yong Sik terlihat mencoba menahan
amarahnya.
“Dia
terus menggangguku... Dia terus membuatku kesal.” Akui Tuan Park.
Saat itu
juga diruang interogasi, semua polisi sudah berkumpul dengan wajah bahagia
karena mendapatkan pernyataan dari Tuan Park.
Polis lain melihat Yong Sik hebat
dan mengusulkan harus pekerjakan dia. Polisi lain mengeluh mendengarnya.
Flash Back
Yong Sik
merengek meminta agar bisa menemui Tuan Park. Si polisi tambun mengeluh kalau
Yong Sik tahu alasan detektif mendapat kelonggaran. Polisi lain melihat Yong
Sik adalah berteman dengan putra Park Seok Yong. Akhirnya mereka berkumpul
dalam ruangan lain.
“Ini
disebut menciptakan hubungan. Ini cara membuatnya mengaku dengan kepercayaan
dan keakraban.Tapi kau kenal dia sejak kecil. Maksudku, dia ayah temanmu, jadi,
kau sudah punya dasar.” Jelas Polisi pertama
“Selain
itu, bahkan pembunuh bisa terikat dengan anaknya. Itu yang kau kejar. Jadi, coba buat dia
memberitahumu ceritanya dengan urut. Kita akan tahu kejahatan lainnya.” Jelas
Polisi tambun mengebu-gebu.
“Baik,
aku sudah mengerti.. biar kusimpulkan...Kata kuncinya adalah putranya. Kalian Tetap
siaga dan waspada. Paham?” kata Yong Sik yang sebelumnya terlihat sedikit
berpikir.
Yong Sik
akhirnya menatap Tuan Park menegaskan kalau ia adalah tersangka kaena mengakui
semuanya, enam kejahatan seluruhnya. Ia memberitahu tentang kacamata yang akan
diberikan Heung Sik, karena bisa pakai melukai yang lain,jadi akan bawa setelah
inspeksi.
“Aku gunakan
kacamata sebagai alasan. Tapi Aku datang karena mau bertemu dengan kau, Aku tak
pernah menyerah. Akan kupastikan kau dihukum untuk semuanya.” Ucap Yong Sik
“Apa Kau
sungguh mengira itu akan terjadi?” ejek Tuan Park balas menyindir.
“Tuan
Park... Nenekku pikirannya benar-benar lemah. Dia pingsan saat melihat sapi
disembelih. Aku tak mengerti cara orang berpikiran lemah bisa membunuh.
Dorongan adalah menendang ban mobil orang lain.” Jelas Yong Sik
“Orang
tak membunuh karena dorongan. Aku tak peduli kau berpikiran lemah atau mengakui
membunuh semua karena dorongan. Jangan buat alasan untuk mengurangi hukumanmu.
Aku akan berjuang hingga akhir sampai Pengusil dengan senang hati terima hukumannya.”
Tegas Yong Sik.
Dong Baek
menemui Dokter ibunya, Dokter Jung memberitahu
Masalahnya adalah mencari donor dan bisa dapat dari yang lain. Tapi Dong
Baek putrinya, jadi... Dong Baek menyela dan meminta agar tentukan tanggal dan
ingin tahu Apa butuh izin ibunya.
“Kami
butuh izinmu. Apa Dia sudah memberitahumu situasinya?” tanya Dokter Jung.
Flash Back
Nyonya Jo
bertemu dengan Dokter Jo yakin kalau Dong Baek bahkan tak perlu periksa, karena
ia putrinya, jadi pasti cocok. Dokter memberitahu Transplantasi jalan
satu-satunya jadi meminta Nyonya Jo agar Dong Baek untuk diperiksa.
“Tapi,
bagaimana dengan pendonor? Apa ini mempengaruhi pendonor?” tanya Nyonya Jo
mulai khawatir.
“Transplantasi
ginjal adalah prosedur aman bagi pendonor dan penerimanya.” Jelas Dokter.
“Ahh..
Begitu rupanya...Astaga, aku tak punya malu. Aku mulai berharap hidup lebih
lama.” Ungkap Nyonya Jo kesal sendiri dengan
sikapnya.
“Tapi
dalam kasus putrimu, dia harus diperiksa dahulu. Ini penyakit turunan.” Ucap
Dokter Jung. Nyonya Jo kaget mendengarnya.
“Nyonya
Jo, kondisi ginjalmu disebut penyakit ginjal polikistik autosomal dominan. Jika
ibu memiliki gagal ginjal karena polikistik, kemungkinan besar terjadi juga
pada putrinya.” Jelas Dokter
“Apa Ini
berarti dia akan sepertiku?” tanya Nyonya Jo kaget. Dokter menjawab tidak 100
persen tapi sekitar 50 persen.
“Apa?
Lima puluh persen? Tunggu, tidak mungkin... Putriku saat ini sangat sehat... Dia
sehat. Kenapa bisa?” kata Nyonya Jo tak bisa terima.
“Nyonya
Jo, gejalamu juga muncul di usia 48 tahun... Ginjal polikistik tidak muncul
jelas sebelum usia 35 tahun.” Ungkap Dokter.
“Kalau
begitu, apa putriku juga akan butuh cuci darah sepertiku?” tanya Nyonya Jo
memastikan.
“Artinya dia
akan merasakan sakit ini juga.” Kata Nyonya Jo panik.
Dong Baek
bertanya pada dokter apakah ibu tahu soal ini dan mendengarnya. Nyonya Jo merasa dirinya itu bencana besar
dalam hidup putrinya. Dokter memberitahu kalau Data menunjukkan Nyonya Jo
takkan selamat kecuali operasi transplantasi.
“Jika
mencari donor lain, maka kau harus menunggu setidaknya lima tahun. Bicara
dengan putrimu...” kata Doter langsung disela oleh Nyonya Jo
“Tidak...
Aku tak akan melakukannya... Itu berarti aku memanfaatkan hidup putriku yang
sehat untuk hidup beberapa tahun lagi. Aku tak mau melakukannya.” Kata Nyonya
Jo.
Dong Baek
menegaskan kalau akan melakukannya saja dan akan menang melawan 50 persen.
Dokter terlihat kaget mendengar ucapan Dong Baek, Dong Baek pikir dirinya tak mungkin sesial
itu lalu berjalan keluar dari ruang dokter sambil bergumam.
“Aku tak
yakin apa harus bersyukur karena menghabiskan kesialanku sampai hari ini. Akhirnya
giliranku beruntung”
Dong Baek
masuk ke tempat cuci darah, lalu hanya terdiam melihat tak ada ibunya diatas
ranjang.
Nyonya Jo
sudah keluar dari RUMAH SAKIT UNIVERSITAS ONGSAN lalu menatap langit yang turun
hujan dengan deras. Ia pun mengeluh pada Tuhan kalau selalu kejam padanya. Saat
itu seorang sopir taksi memanggilnya apakah tak mau naik.
Akhirnya
Nyonya Jo pun naik taksi dan Dong Baek pun baru keluar rumah sakit panik
mencari ibunya. Ia mengingat yang dikatakan perawat Dia belum cuci darah. Menurut
data dia seperti bom waktu,Bawa dia kemari secepatnya” Akhirnya Ia menelp Yong
Sik sambil menahan tangis
“Yong-sik,
maaf menelepon... Apa Kau bisa cari ibuku?” ucap Dong Baek.
Yong Sik
pikir ibu Dong Baek sudah pulang jadi menyuruh Dong Baek agar pulang saja. Dong
Baek pulang ke rumah melihat ibunya sudah membuat bawang putih fermentasi. Ia
juga mengingat ibunya yang membuang semua garam dari rak.
“Akhirnya
aku paham yang dilakukannya selama tiga bulan.” Gumam Dong Baek.
Flash Back
Nyonya Jo
melarang Pil Goo mencelupkan ayam ke dalam garam karena akan terlalu asin. Dong
Bae pun mengeluh karena acar lobaknya
sangat kecil dan Ibunya membumbui nasi dalam kimbap
“Kukira
dia hanya mencemaskan kesehatannya”
Dong Baek
akhirnya melihat rak lain sudah banyak note peringatan yang dituliskan ibunya [Jangan
makan ini. Jangan makan garam. Jangan makan kecap asin juga. Jika rasanya asin
dan enak, jangan dimakan.] Ia mengeluh ibunya yang meletakan disini.
Pil Go
keluar dari kamar seperti terbangun dari tidurnya, Dong Baek melihat anaknya
meminta agar Pil Goo memeluknya. Pil Goo pun memeluk erat ibunya. Dong Baek
hanya bisa menangis memeluk anakanya.
“Walau
telah menjadi ibu, aku bukan tandingan ibuku.”
Sementara
Nyonya Jo sudah ada disebuah motel, mengeluarkan gelangnya karena berpikir Tak peduli di mana dan kapanpun akan
mati, maka harus dikenali. Ia mencoba
makai gelang dan bingung karena tanganya terus membengkak.
“Ini
menakutkan.. Tapi Tak peduli kapan aku
mati, kuharap si bodoh itu melihat ini.” Ucap Nyonya Jo menyimpan surat
asuransi di dalam tasnya.
Flash Back
Nyonya Jo
mengejar Yong Sik karena akan meninggalkan
wasiatnya. Yong Sik menolak kalau tak mau mendengarnya. Nyonya Jo
memaksa agar Yong Sik mendengarkannya. Yong Sik mengeluh kalau sudah tak nyaman
mendengar wasiat orang yang masih hidup.
“Setidaknya
katakan sesuatu yang menjadi pelajaran untukku. Berhenti memberi instruksi cara
mengeklaim asuransimu.” Kata Yong Sik
“Pelajaran
tak memberinya uang. Apa Kau pikir aku datang jauh-jauh dan mengalami semua
kesulitan hanya agar dia belajar?” kata Nyonya Jo
“Seharusnya
kau berusaha hidup... Itu yang harus kau lakukan. Bukan uang itu yang penting
sekarang.” Keluh Yong Sik.
“Uang itu
penting... Jangan memandang rendah uang itu. Setidaknya ini yang bisa
kulakukan.. karena meninggalkan anakku. Ini simbol penyesalanku.” Jelas Nyonya
Jo
“Astaga,
aku tak paham kenapa aku harus mendengar ini.” Keluh Yong Sik serba salah.
“Kurasa
lebih baik memberitahumu daripada dia. Kau polisi, jadi, aku yakin kau tak akan
ditipu.” Ucap Nyonya Jo. Baiklah.
“Aku
paham... Anggap saja aku paham.” Ucap Yong Sik. Nyonya Jo mengaku belum selesai
dan Masih ada dua lagi.
"Dua
lagi"? Apa Kau ingin memberitahuku semuanya hari ini?” kata Yong Sik tak
percaya.
“Permintaan
keduaku adalah pastikan dia periksa kesehatan setiap tahun. Yang ketiga,
Sekalipun Dongbaek sakit dan minta putus denganmu, jangan putus dengannya.
Pil-gu akan menjadi penghalang, dan juga keluargamu. Tapi itu bukan apa-apa.”
Ungkap Nyonya Jo
“Jika kau
tetap kuat, semua akan berhasil pada akhirnya. Sekalipun Dongbaek meminta
putus, maka kau harus tetap kuat dan tunggu hingga dia siap.” Kata Nyonya Joo
“Nyonya
Jo, kau tahu, aku sudah ditakdirkan
melakukannya.” Tegas Yong Sik menyakinkan.
“Yong-sik...
Putriku, Dongbaek, dia sangat kesepian. Jangan tinggalkan Dongbaek. Jangan
biarkan dia kesepian lagi.” Kata Nyonya Jo. Yong Sik pun tak bisa apa-apa
Di dalam
kamar
Nyonya Jo
memasang lampu diskon sambil berbaring berkomentar kalau Hidup yang luar biasa.
Tiba-tiba ia merasa Seharusnya tidak datang, lalu menangis kalau Seharusnya tidak
datang menemui Dongbae karena Setelah bertemu anaknya jadi mulai ingin hidup.
“Aku
ingin terus hidup... Bagaimana aku mati seperti ini?” ungkap Nyonya Jo mengingat
kenangan dengan Dong Baek.
Flash Back
Dong Baek
berlari menghampiri ibunya yang baru
pulang dari pasar. Dong baek
menceritakan anjing Bibi Jang-mi, Poppy, melahirkan lima anak anjing. Nyonya Jo
pikir Poppy pasti bahagia. Dong Baek merasa kalau anak-anak anjingnya yang
bahagia.
“Kurasa
anak-anak anjingnya bahagia telah dilahirkan.” Kata Dong Baek.
“Apa Kau
juga senang dilahirkan?” tanya Nyonya Jo. Dong Baek mengaku sangat bahagia.
Nyonya Jo mengaku ia juga sangat bahagia memiliki Dong Baek.
Nyonya Jo
menutup matanya seperti tertidur dengan damai. Dong Baek juga tertidur diruang
tengah, lalu terbangun mendengar suara bel rumahnya. Ia bergegas keluar rumah,
Yong Sik datan dengan tatapan kebingungan.
“Di mana
ibuku?” tanya Dong Baek panik. Yong Sik kebingungan menjelaskanya.
“Aku
harus mencari ibuku.” Kata Dong Baek menatap Tuan Byun yang juga tak bisa
berkata-kata.
Akhirnya
Dong Baek sudah ada dalam mobil memegang surat asuransi milik ibunya. Yong Sik
memberitahu kalau menemukannya di motel
kota lalu meminta maaf pada Dong Baek karena
terlambat. Dong Baek hanya terdiam melihat surat yang diselipkan ibunya
dalam tas.
“Seleraku buruk soal lelaki. Ayahmu
mabuk dan melempar gelas soju ke arahku, tapi mengenai kepalamu hingga
berbekas. Saat itulah aku menjadi gila. Aku memukul kepalanya dengan botol soju
dan meninggalkan rumah.”
Dong Baek
yang masih kecil digendong oleh Nyonya Jo, terlihat dibagian kepala yang
terluka dan bibir Nyonya Jo pun juga terluka.
“Kau terus tumbuh, tapi aku tak
bisa bekerja sekaligus mengurusmu. Aku ditawari bekerja sebagai juru masak di
dapur kelab malam, dan kita boleh tinggal di ruang sempit.”
Nyonya Jo
berkerja di dapur menerima piring kotor. Dong Baek datang melihat makanan sisa
dan ingin memakanya. Sang ibu langsung melarangnya karena itu kotor. Dong Baek
pikir kalau itu yang dimakan oleh “Oppa” Nyonya Jo langsung menarik anaknya ke
belakang bar.
“Lalu aku sadar kau mulai memanggil
orang-orang "oppa.”
Dong Baek
mengeluh kalau tanganya sakit, Nyonya Jo meminat Dong Baek mengatakan kalimat
tadi maka ia akan bunuh diri. Dong Baek bingung kenapa dan Apa salahnya dengan
"Oppa" Nyonya Baek mulai mengancam anaknya.
“Jika kau
katakan sekali lagi, maka kita tak bisa tinggal bersama. Akan kujual kau ke
pabrik briket... Kau paham?” ucap Nyonya Jo.
Dong Baek
hanya bisa diam saja. Nyonya Jo akhirnya memeluk erat Dong Baek dan merasa
kasihan.
“Aku benci kau mulai memanggil
orang "Oppa" walau tak pernah bisa mengatakan "Ayah". Lalu
aku mulai bekerja sebagai pembantu untuk wanita yang bekerja di sana.”
Nyonya Jo
mulai mencuci pakaian, Seorang wanita mengeluh karena Nyonya Jo yang selalu
lama membayar utang. Nyonya Jo hanya diam saja. Si wanita terus mengeluh Nyonya
Jo yang juga terlambat membayar bunganya.
“Aku baru 30 tahun dan bekerja
sangat keras hingga sidik jariku pudar. Tapi masih tetap sulit membesarkan
anak.”
“Hei,
Dongbaek... Kau harus tumbuh besar dan membayar utang ibumu. Kuberi kau
pekerjaan baik saat usiamu 20 tahun. Lebih cepat jika kau yang membayar. Aku
tak bisa percaya Jeong-suk.” Ucap Si wanita.
Nyonya Jo
mendengarnya langsung menarik rambut si wanita dan mengumpat marah. Ia tak
terima kalau wanita itu yang Berani berkata begitu kepada putrinya. Si wanita mengeluh dengan tingkah Nyonya sambil mengaduh kesakitan.
“Aku terus kabur, tapi tak punya
tujuan. Karena tak pernah cukup makan, kau selalu berkata kau lapar.”
Nyonya Jo
membawa Dong Baek ke rumah sakit sambil menguncir rambutnya. Dong Baek melihat
seorang anak sedang makan es krim lalu bilang pada ibunya kalau ia juga mau es
krim. Nyonya Jo akhirnya melangkah pergi.
“Hatiku
hancur, tapi tak bisa apa-apa karena kita tak pernah punya cukup uang.”
Nyonya Jo
akhirnya memberikan anaknya minum penambah energi. Dong Baek melihat ibunya
terus minum yang sama langsung mengambilnya dan meminta agar Berhenti minum karena
melihatnya saja membuat ingin muntah.
Nyonya Jo
akhirnya pindah ke BANK JOEUN lalu keluar saat pintu terbuka. Dong Baek melihat
taksi didepanya dan mengatakan pada ibunya kalau ingin naik taksi. Nyonya Jo
hanya bisa menatap sedih, dan mengaku mudah
mual, jadi tak bisa naik taksi.
“Kau bisa
ambil ini Dan jangan kembali besok, ya?” ucap seorang pria keluar dari bank dan
memberikan amplop pada Nyonya Jo.
“Kita sering berpindah penginapan.
Tapi suatu malam...”
Dong Baek
menangis dalam toilet karena lapar. Nyonya Jo meminta agar Dong Baek berhenti
merasa lapar lalu memeluk erat anaknya. Dong Baek masih terus menangis.
“Satu malam itu.. Kita terpaksa
tidur di Stasiun Seoul. Saat itulah aku memutuskan untuk meninggalkanmu.”
Nyonya Jo
mengajak Dong Baek makan daging, sambil berkata kalau anaknya harus mulai
bersekolah jadi Jika sekolah di sana, makanan akan gratis, bahkan juga dapat
pakaian dan tas sekolah. Dong Baek hanya diam saja.
“Jadi,
setelah sampai di sana, katakan usiamu tujuh tahun dan kau ingin sekolah mulai tahun
depan” ucap Nyonya Jo
Di depan
pantu asuhan, Nyonya Jo memberikan botol minuman dan memberitahu Dong Baek
kalau Jika ada yang tanya namanya maka mengatakan saja namanya Dong Baek tanpa
mengunakan nama keluarganya.
“Usiamu
tujuh tahun, namamu Dongbaek. Jika ada yang bertanya nama ibumu, katakan
saja kau tak tahu.. Ya? Anggap ini membantuku Begitu cara agar bisa tinggal di
sini.” Kata Nyonya Jo. Dong Baek hanya diam saja.
“Aku akan
kembali membawa banyak uang... Jadi, tunggu di sini setahun, ya?.. Tunggu
aku... Kau mengerti maksudku, 'kan? .” Ucap Nyonya Jo terpaksa memasukan Dong
Baek dipanti asuhan.
“Kau bodoh... Seharusnya kau ingat
permintaanku.”
“Aku ibu
yang meninggalkan putrinya di panti asuhan, dan tak ada yang tak bisa
kuperbuat.”
Nyonya Jo
duduk dengan pakaian hanbook dengan tatapan kosong. Seorang ibu menyuruh Nyonya JO agar keluar kalau
hanya diam lalu mengusirnya. Nyonya Jo masih tetap diam,
“Jika kau
duduk dengan mulut rapat dan wajah sedih, siapa yang mau minum di sini? Setidaknya
tersenyum atau menyanyi... Hei, keluar dari sini. Pergi saja, sialan! Astaga,
kenapa aku mendapat wanita sepertimu? Jangan lupa memberiku bayaran yang
kuberikan di muka. Mengerti?” teriak si wanita marah.
Akhirnya
Nyonya Jo mulai menyanyi sambil memukul sendok diatas meja dengan tatapan
kosong.
“Momen
saat aku meninggalkanmu dan mengangkat sumpit di bar itu...aku bukan lagi Jo
Jeong-suk.”
Nyonya Jo
membawa semua barang-barang dari dalam rumah. Beberapa tetangga mengeluh kalau Jalang
itu pergi setelah mendapat uang. Mereka mengeluh melihat Nyonya Jo sungguh
keras kepala, menurutnya Tak ada yang bisa dibawa Bahkan Pakaian gadis kecil
tak ada harganya.
“Aku hanya ingin mendapatkanmu
kembali. Tapi kemiskinan seperti ikan monkfish. Makin ingin kusingkirkan, makin
menempel. Aku bisa mengakhirinya dengan bunuh diri, tapi aku tak tahan tak
melihatmu, jadi, aku ingin membawamu.”
**
Nyonya Jo
pergi ke panti asuhan, Pegawai disana
memberitahu kalau Dongbaek pergi ke LA.
Nyonya Jo kaget mendengarnya lalu ingin tahu alasan anaknya pergi ke LA.
Pegawainya memberitahu kalau Ayah angkatnya profesor teologi.
“Dong
Baek pindah ke Amerika dengannya. Dia dan istrinya orang baik yang peduli
kesejahteraan orang lain. Dongbaek sangat beruntung...” ucap Si pegawai
“Kenapa
kau bilang beruntung? Kenapa... Kenapa... Kenapa mengirim putriku pergi tanpa
minta izinku?” ucap Nyonya Jo marah
“Maaf,
Bu.. Tapi bagaimana kami minta izinmu? Kami bahkan tak mengenalmu. Kau orang
yang meninggalkannya di sini. Ini bukan penitipan anak.” Komentar pegawai lain.
“Dia
menanyakan sesuatu.” Kata si pegawai yang dikatakan Dong Baek
Flash Back
Dong Baek
bertanya pada gurunya sebelum pergi “Apa orang bisa naik pesawat walau tak bisa naik taksi?” Nyonya Jo
hanya bisa menangis karena berpikir anaknya ingin agar dikunjungi oleh ibunya.
Nyonya Jo
berkerja dengan makai seragam dan terlihat sedang makan siang, Sebuah TV
menanyakan wawancara, seorang MC bertanya Apa yang memotivas wanita itu
melakukan hal seperti itu. Temanya ingin menganti Channel tapi Nyonya Jo tetap
ingin menontonya.
“Aku melihat
gadis kecil di panti asuhan suatu hari, dan tak berhenti memikirkannya.” Ucap Si
wanita. Nyonya Jo teringat dengan wanita itu yang mengangkat Dong Baek.
“Ya, dia
menjadi pengacara dan aktivis hak asasi manusia yang bekerja dan bepergian
keliling dunia. Ini seperti keajaiban bagi kami.” Kata si wanita.
“Saat itu, kukira pilihanku tepat
untuk meninggalkanmu.”
Nyonya Jo
mencuci toilet dan menangis kembali melihat foto Dong Baek dengan keluarga
barunya. Akhirnya Ia bertemu dengan si wanita dalam restoran. Si wanita
terlihat hanya terdiam. Nyonya Jo pikir wanita itu pasti terkejut.
“Aku membeli
ini seharga 420.000 won di pusat perbelanjaan. Aku tahu kau suka topi.” Ucap Nyonya
Jo memberikan topi yang disimpan dalam kotak.
“Aku kemari
tak ingin meminta apa-apa. Tapi Aku hanya merasa sangat berterima kasih. Kurasa
aku harus lakukan sesuatu untuk menunjukkan syukurku.” Ucap Nyonya Jo. Si
wanita hanya diam saja.
“Jika
terserah kepadaku, maka aku akan berikan sepuluh tahun hidupku. Tapi tak banyak
yang bisa kuberikan.” Jelas Nyonya Jo. Si wanita langsung bertanya apakah Nyonya
Jo ingin bertemu dengannya
“Putriku
ingin bertemu denganmu.” Ucap si wanita seperti wanita yang baik
Nyonya Jo
bertemu dengan Dongbaek, wajahnya terlihat bahagia. Tapi setelah bertemu
anaknya terlihat bingung karena bisa lupa namanya sendiri. Akhirnya mereka
keluar dari restoran, si anak memanggil Nyonya Jo bertanya apakah akan mencari
putriya.
“Aku merasa
malu melakukannya saat ini. Apa Kau hanya akan berharap dia baik-baik saja
entah di mana? Entah aku harus berkata apa. Sekalipun dia beruntung dan
diadopsi, setiap hari akan seperti ujian baginya.” Ucap Si anak.
“Orang
lain dicintai orang tuanya seakan itu hal yang wajar, tapi gadis sepertiku harus
berusaha keras mendapatkannya. Kenyataan bahwa aku ditinggalkan ibuku sendiri selalu
membuatku tak percaya diri dan merasa tak aman.” Jelas Si anak.
“Aku
berusaha keras setiap hari untuk dicintai. Karena jika tidak, maka aku tahu akan dikembalikan seperti
putrimu.” Kata si anak. Nyonya Jo terdiam seperti merasa bersalah.
“Aku penasaran kenapa gadis manis
sepertimu dikembalikan ke panti asuhan.”
Si ibu
sedang mengumpulkan amplop dalam gereja, Nyonya Jo pun membantunya. Si Ibu meminta
Nyonya Jo agar menanyakan hal itu. Nyonya Jo mengaku sedang mencari putrinya
jadi merasa ingin tahu lal bertanya Kenapa
mereka mengirim kembali gadis pertama yang diadopsinya.
“Terjadi
begitu saja. Dia punya sisi gelap, jadi, aku tanyakan beberapa hal. Ternyata
dia dibesarkan di kelab malam. Kurasa ibunya dahulu bekerja di sana. Itu
membuatku khawatir.” Ungkap si Ibu
“Katanya
anak perempuan akan sama seperti ibunya. Putriku, Mi-yeon, gadis yang sangat
pintar. Jadi, kurasa orang tuanya juga pintar. Tapi dia berbeda. Apel sungguh
jatuh tak jauh dari pohonnya.” Ejek si ibu.
Nyonya Jo
marah langsung menarik topi dari kepala si ibu. Ia lalu berjalam sambil
mengumpat marah karena menganggap Dong Baek akan seperti dirinya.
“Tapi saat akhirnya aku
menemukanmu, kau... Kau sungguh mengelola bar... sebagai ibu tunggal. Tampaknya
kau sungguh menjadi sepertiku. Itu sungguh menghancurkan hatiku.”
Nyonya Jo
melihat Dong Baek yang berjalan membawa Pil Goo yang masih kecil dengan kereta
dorong. Setelah itu ia juga melihat Pil Goo yang tumbun besar dan dijemput saat
pulang les.
“Tapi saat kulihat lebih dekat... Kau
tersenyum”
Nyonya
Joo melihat Dong Baek yang memberitahu Hyang Mi kalau akan seperti dirinya saat
punya anak. Dong Baek pergi ke gereja seperti bahagia karena memiliki teman.
“Aku melihatmu tersenyum. Kau tak
sepertiku. Aku ingin masak semua makanan yang tak pernah kumasakkan. Aku ingin
menghibur dan menenangkanmu. Tapi malah kau yang memelukku. Kau memberiku
banyak sekali kehangatan.”
Nyonya Jo
akhirnya berpura-pura datang dengan demensia dan tersenyum pada sang anak. Dong
Baek tak ingin kehilangan ibunya memeluk ibunya saat tidur.
“Alasanku
memberitahumu semua ini bukan karena aku ingin dimaafkan. Ini karena aku ingin
kau tahu sesuatu. “
Dong Baek
ada didalam mobil membaca surat dari ibunya, Yong Sik terlihat gugup karena
Dong Baek tak mau keluar. Tuan Byun pun hanya bisa berdiri didepan pintu. Akhirnya Yong Sik membuka pintu dan bertanya
apakah tak mau melihatnya. Dong Baek akhirnya turun.
Yong Sik
melihat didalam mobil surat yang dituliskan Nyonya Jo.
“Dongbaek... Tak ada seorang pun di
dunia ini yang tak mencintaimu. Lupakan anak tujuh tahun yang ditinggalkan. Jangan
pikir kau kurang percaya diri, dan jangan merasa terintimidasi. Jalani hidupmu
sepenuhnya. Ini tak hanya tujuh tahun tiga bulan. Selama 34 tahun ini... Aku
mencintaimu setiap hari.”
Dong Baek
pergi ke rumah sakit dengan wajah panik mencari ibunya, lalu terdiam melihat
seseorang didepannya.
[Epilog]
Nyonya Jo
berada dirumah sakit mengeluh kalau Dong Baek itu harus berhenti memberi tahu akan
memberikan ginjalnya agar bisa tinggal lebih lama. Dong Baek datang kembali menemui
ibunya, sambil mengeluh dengan sikap ibunya.
“Bagaimana
tujuh tahun tiga bulanmu bersamaku?” tanya Dong Baek. Nyonya Jo terlihat
bingung.
“Rasanya
seperti dapatkan tabungan berjangkaku kembali.” kata Nyonya Jo. Dong Baek
bingung apa maksudnya "Tabungan
berjangka"
“Aku
menjalani hidup yang sangat sulit. Ini Sangat melelahkan. Hidup terasa seperti
hukuman bagiku. Tapi setelah menghabiskan tiga bulan bersamamu, maka aku sadar
harus tetap hidup agar akhirnya bisa bertemu denganmu lagi.” Kata Nyonya Jo.
“Ini
sepadan dengan semua kesulitan yang harus kualami. Ini tak cukup untukku. Tapi
kurasa cukup untukmu... Kurasa ini hanya cukup untukku.” Kata Nyonya Jo
menangis haru lalu ingin memegang tangan anaknya, Dong Baek ingin menarikanya
tapi akhirnya mereka saling bergenggaman tangan.
Bersambung
ke episdeo 39
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar