PS : All images credit and content copyright : TVN
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Dan Yi
dan Eun Ho akhirnya duduk bersama di meja makan, keduanya hanya diam saja.
Akhirnya Dan Yi mengambil sebotol wine langsung mengisi penuh, Eun Ho akan
mengambilnya tapi Dan Yi dengan cepat meminum habis wine sekali teguk.
“Apa kau
tahu seberapa keras miras itu?” ucap Eun Ho marah, Dan Yi seperti tak peduli
“Lalu
apa? Apa Kau akan mengusirku? Aku yakin kau tahu aku bercerai setahun lalu, dan
aku bilang kehilangan rumah. Mereka akan bongkar rumah itu, jadi aku tinggal di
sana diam-diam tanpa air dan listrik.” Cerita Dan Yi
“Aku
mengusir pembantumu lalu mandi dan makan di sini. Lalu pembongkarannya dimulai.
Jadi, aku diusir. Aku bahkan belum sepuluh hari tinggal di sini.” Akui Dan Yi
“Bisanya
kau bersikap tak acuh begitu?” komentar Eun ho. Dan Yi pikir Eun Ho ingin
dirinya harus menangis.
“Apa Kau
mau aku menangis? Apa Aku tak akan
diusir jika menangis? Kau akan kesal jika aku menangis... Dan jika tahu tentang
kondisiku, Maka kau akan terus kesal.”
Ucap Dan Yi dengan nada sedikit tinggi
“Tetap
saja, harusnya kau bilang. Lebih baik aku melihatmu menangis di depanku.”
Ungkap Eun Ho
“Aku
telah cukup menangis setahun ini. Satu hal yang diajarkan air mata, itu adalah
fakta menangis tak selesaikan apa pun.” Ucap Dan Yi bangun dari tempat duduknya
membawa botol wine.
“Apa Kau
mau minum lagi?” ucap Eun Ho, Dan Yi mengajak mereka tidur saja lebih dul dan bicara
besok.
“Dan-i,
kau harus berhenti minum. Itu bisa menjadi kebiasaan.” Ucap Eun Ho dari bawah
melihat Dan Yi membawa botol winenya.
Dan Yi
menaiki tangga bisa bernafas lega karena Eun Ho tak mengikutinya, lalu menahan
mual karena wine yang diminumnya keras sekali, tapi berpura-pura kuat minum
didepan Eun Ho. Akhirnya Ia naik ke lantai atas membuang semua wine keluar
jendela.
“Eun-ho.
Aku menghabiskan sebotol miras yang keras ini... Aku sangat stres.” Ungkap Dan
Yi membuang semua wine keluar jendela lalu berbaring dengan wajah bahagia.
“Tampaknya
dia tak akan mengusirku. Artinya tak perlu makan diam-diam. Aku bisa tinggal
tiga bulan sampai dapat tempat baru, 'kan? Syukurlah aku masih punya Eun-ho.”
Ucap Dan Yi bahagia lalu menarik selimut dan mengambil tas sebagai bantal dan
tertidur pulas.
Esok
paginya, Eun Ho hanya bisa melonggo melihat botol wine yang koson, tak
menyangka Dan Yi sudah menghabiskannya, lalu memikirkan kalau cinta pertamanya
itu bisa mati. Sementara Dan Yi sedang sibuk melipat handuk disauna.
“Apa Kau
sungguh dapat pekerjaan dan tempat tinggal?” tanya si bibi dengan wajah
bahagia.
“Itu
hanya sementara. Aku dapat kerja, jadi, bisa cari tempat tinggal.” Cerita Dan
Yi
“Aku
turut senang untukmu. Kau masih muda, terlalu baik untuk tempat ini. Kau pasti
akan berhenti dari sini.” Komentar Bibi
“Tidak,
aku akan datang dua kali sepekan pagi-pagi. Aku sudah bicara dengan bosku.”
Kata Dan Yi
“Jae-hui
ingin tetap sekolah di sana, Suruh saja dia kembali. Apa Kau sanggup
membiayainya?” kata Bibi
“Sekolah
negeri di Filipina tak mahal. Serta, aku mengirim dia ke sana karena dia tak
tahan dirisak di sini. Jadi Aku tak bisa menyuruhnya kembali... Yah... Tidak
apa-apa. Aku hanya harus hemat.” Kata Dan Yi yakin
“Kau
masih muda dan cantik, kau harus berkencan. Apa Kau mau merawatnya seumur
hidup?” ucap Bibi mengoda.
“Ya... Putriku
adalah prioritas utamaku, pekerjaan kedua. Hanya dua itu yang kupikirkan. Aku
harus kerja untuk besarkan putriku. Jadi, sebenarnya tak ada prioritas.
Keduanya prioritasku... Mereka segalanya bagiku.” Kata Dan Yi yakin. Bibi pun
setuju.
Eun Ho
sibuk masak didapur dengan memasukan semua bahan ke panci dan mencicipnya
walaupun rasanya aneh. Akhirnya ia menaiki tangga mengetuk pintu meminta Dan Yi
bangun, tapi tak ada yang menyahut padahal sudah membuat sup pengar.
“Rasanya
agak aneh, tapi tak apa-apa, selama ini membuatmu sadar.” Ucap Eun Ho, Dan Yi
tetap tak ada suara, akhirnya memilih untuk masuk kamar lotengnya.
Dan Yi
tak ada dikamarnya, Eun Ho melihat tempat tidur Dan Yi yang seadanya, dan
kardus sebagai tempat bajunya. Ia pun melihat notes yang ditulis Dan Yi,
sebagia daftar wawancara dengan tulisan Quote kalau pasti bisa melakukanya.
[PENERBIT
HARI: TIM PEMASARAN WAWANCARA KEDUA, HOWON SOLUTION: TIM PENJUALAN WAWANCARA
KEDUA! WAWANCARA KEDUA MTE MEDIA] Hasilnya hampir semua gagal kecuali
dikantornya.
“Dia tak
pakai bantal.” Kata Eun Ho sedih melihat cara Dan Yi tidur dirumahnya beberapa
hari.
Eun Ho
pergi ke ruangan olahraga dengan beberapa alat, lalu hanya menatapnya.
Sementara Dan Yi sudah ada di kantor akan menekan lift dan saat itu Eun Ho
datang menekannya. Dan Yi akan menyapa lalu teringat semalam baru saja minm.
“Ahh...
Perutku sakit sekali... Kenapa perutku sangat sakit? Aku terlalu banyak minum
semalam.” Ucap Dan Yi berpura-pura saat akan masuk lift.
“Aku
melihatmu berjalan saat aku berkendara ke kantor. Kenapa kau pergi pagi-pagi? Jangan bilang kau
ke UGD karena mabuk.”komentar Eun Ho
“Kau
cemas karena minumanmu habis.” Ejek Dan Yi, Eun Ho mengaku tidak.
“Aku
tidak kaget atau cemas. Tapi Aku minta penyewaku keluar dari apartemen. Dengan
Tenggat bulan depan, dan akan pindah setelah tiga bulan. Jadi kau bisa Tinggal
di sana setelah mereka pindah.” Ucap Eun Ho
“Aku akan
cari tempat dan Aku tak mau mengganggu.” Kata Dan Yi
“Kau
sudah sangat mengganggu. Tiga bulan aku tak punya privasi.” Keluh Eun Ho
“Untuk
apa ada ponsel? Saat kau mau membawa wanita, kirimi aku pesan dan...” ucan Dan
Yi bisa mengerti.
“Apa? Kau
tidur di tempat lain?” ucap Eun Ho, Dan Yi membenarkan. Eun Ho pun memikirkan
tentang barang-barang Dan Yi yang ada di loteng.
“Kenapa
bawa wanita ke loteng? Lakukan saja di kamarmu... Maksudku... Bawa saja ke
kamarmu dan bersenang-senang.” Ucap Dan Yi terbata-bata dan Eun Ho terlihat
tersipu malu. Keduanya akhirnya terlihat canggung dan pintu lift pun terbuka.
Keduanya
keluar bersama dari lift, Eun Ho terlihat malu
bergegas pergi ke meja kerjanya dan membuka jaket karena tiba-tiba
terasa panas sekali. Dan Yi mengejek kalau Wajah Eun Ho pasti sangat merah.
“Dan Yi ,
printer-nya rusak. Bisa tolong periksa?” ucap Hae Ri, Dan Yi menganguk mengerti
lalu pergi ke tempat printer mencoba memperbaiki.
Beberapa
pegawai akhirnya datang ke kantor, Dan Yi kebingungan berusaha memperbaiki
printer, saat itu pesan Eun Ho mengirimkann pesan [Kita punya langganan jasa perbaikan. Mereka lebih
ahli daripada Tim Pembantu. Nomornya di dinding.]
Dan Yi
melihat Eun Ho terlihat sibuk didepan meja kerja tanpa menatapnya. Akhirnya Ia
mencoba menelp pegawai service, lalu
seorang pegawai meminta Dan Yi agar memesan
kopi instan karena hampir kehabisan. Dan Yi mengerti sambil berbicara
ditelp.
“Dan Yi,
siram tanaman hari ini.” Ucap Nyonya Seo, Dan Yi pun tak membantah sambil
berbicara ditelp mengambil air. Eun Ho yang duduk dimeja kerjanya seperti tak
tega.
Dan Yi
mulai menyiram tanaman dengan mengeser ke arah matahari, Saat itu Eun Ho
melihat dari kejauhan tanpa sadar Park Hoon mengajaknya bicara mengaku sduah kerja keras dan kewalahan dengan wajah
gugup kalau tak pernah melihat sedekat ini.
“Dan
Yi.... Cari restoran Tiongkok Untuk Empat orang,Di Gangnam. Ruangan privat.”
Ucap Tuan Bong. Dan Yi mengerti bergegas pergi ke meja kerjanya.
Eun Ho
kembali ke meja kerjanya, Dan Yi kembali menerima telp dari Eun Ho [Pesan
tempat ini untuk rapat dengan Pak Yun. Dia suka restoran ini. Kau Salin
alamatnya dan kirim kepada Pak Bong.]
Dan Yi
melihat Eun Ho seperti tak peduli tapi diam-diam membantunya, akhirnya
membalasnya [Jangan khawatirkan aku. Kau
sudah janji. Fokus saja bekerja. Kau hanya mempersulit.]
“Pak
Bong, aku sudah kirim alamat restoran yang kau minta.” Ucap Dan Yi pada Tuan
Bong
“Sungguh?
Kau cepat, Tempat ini tampaknya bagus.” Kata Tuan Bong, Dan Yi pun bisa
tersenyum
“Dan Yi,
bereskan salinan buku gratis... Ada 200 salinan di ruang rapat.”perintah Nyonya
Seo Dan Yi mengerti.
Dan Yi
Sebagai pegawai membantu melakukan semuanya yang disuruh oleh pegawai lainya.
Ia mengankat semua buku ke ruang rapat seperti yang diperintahkan Nyonya Seo,
lalu teringat kembali yang dikatakan Eun Ho sebelumnya.
“Pasti
ada cara lain. Kenapa menyia-nyiakan ijazahmu Kau harus mengirim paket dan
menjadi pesuruh untuk rekan kerja. Itu posisi bergaji rendah.” Dan Yi
mengingatnya seperti tak akan menyerah demi mendapatkan uang.
Saat itu Nyonya
Go menelp agar bisa menyiapkan rapat eksekutif 20 menit lagi. Dan Yi ingin tahu
Apa yang harus disiapkan, tapi Nyonya Go yang dingin langsung menutup
telpnnya. Akhirnya Ia bertanya pada Park
Hoon saat Rapat eksekutif butuh apa saja, Park Hoon tak tahu karena pegawai
baru.
“Bu Seo,
aku harus siapkan apa untuk rapat eksekutif?” tanya Dan Yi Tapi Nyonya Seo bergegas pergi karena ada
telp untuknya.
“Bu Song,
aku disuruh siapkan rapat eksekutif. Lalu Harus siapkan apa?” tanya Dan Yi pada
Hae Ri
“Lima
ELV.” Jawab Hae Rin dengan cepat. Dan Yi bingung apa itu "ELV" Hae
Rin tak menjawab karena sibuk menerima telp.
Dan Yi
binggung harus bertanya apda siapa, Nyonya Go heran melihat Dan Yi seperti
pergi kesana kemari menyuruh agar bawa kartu kredit kantor. Dan Yi pun bergegas
pergi mengambil kartu kredit.
Hae Rin
mengangkat telp di meja kerjanya, Ibu Ji Yool menelp dengan gaya seperti orang
kaya memberitahu kalau anaknya ketiduran pagi ini menurutnya Ji Yool pasti
gugup karena ini hari pertamanya berkerja. Hae Rin menahan amarah bertanya
kenapa menelpnya.
“Putriku
sangat naif sampai tak tahu apa pun soal ini. Mulai kini, akan kubangunkan lebih
awal Jadi, jangan memarahinya Aku menelepon karena cemas.” Ucap Ibu Ji Yool di
telp.
“Maafkan
aku... Maaf, aku terlambat.” Kata Ji Yool baru datang menyapa semua senior,
tatapan Hae Rin langsung sinis menatap juniornya lalu menutup telpnya
“Aku melihat
lebih dari 20 pegawai baru sejak bergabung di Gyeoroo, tapi ini kali pertama aku
dapat telepon dari ibu seseorang karena dia terlambat.” Kata Hae Rin sinis
“Itu
karena aku anak tunggal jadi Mengertilah.” Kata Ji Yool masih terlihat
bercanda.
“Kenapa
kau tak sopan padaku?”kata Hae Rin
dengan nada tinggi. Ji Yool mengaku hanya ingin berteman dengannya.
“Kenapa
kita harus berteman? Aku atasanmu, dan kita kolega, tak lebih. Kau memang
bodoh, tapi jangan melewati batas.” Tegas Hae Rin. Ji Yool akhirnya hanya bisa
tertunduk meminta maaf.
Park Hoon
melihat dari balik rak seperti sedih karena Ji Yool kena omelan. Hae Ri
melempar buku “PEDOMAN EJAAN” menyuruh Ji Yool untuk mengecek naskahnya. Eun Ho
berkomentar kalau mengoreksi mungkin
sulit...
“Aku...
Aku pernah melakukan yang lebih sulit saat masih pegawai baru karena atasanku
benar-benar hebat. Aku akan ke sana agar fokus bekerja.” Tegas Hae Rin berusaha
seperti senior yang dingin. Eun Ho pun tak bisa berkata-kata.
Sementara
Dan Yi memikirkan kalau diberikan kartu kredit kantor, maka "ELV"
pasti tak ada di kantor jadi Pasti harus dibeli. Ia mencoba bertanya pada Eun
Ho tapi diurungkan niatnya, Eun Ho melihat dari kejauhan. Dan Yi pun memikirkan tentang Apa arti
"ELV"? didepan lift.
“Apa Kau
tak tahu ELV? Kau bilang aku tak perlu cemas.”ejek Eun Ho tiba-tiba sudah ada
dibelakang Dan Yi. Dan Yi pun bertanya apa itu artinya.
“Itu akronim
dari "Es Latte Vanila". Disini, Bersemangat saja tak cukup. Kau harus
Cepat. Waktumu sepuluh menit.”ucap Eun Ho mendorong Dan Yi masuk ke dalam lift
sambil mengejeknya.
Eun Ho
sedang membaca di depan rak, Hae Rin datang berpikir kalau ada rapat eksekutif.
Eun Ho tahu tapi ada yang ingin diperiksa dulu dan menyindir Hae Ri yang
menunjukkan dirinya sebagai bos kepada pegawai baru.
“Aku
belajar bahwa pegawai baru harus dilatih dengan ketat, Dari atasanku.” Ucap Hae
Rin
“Hae-rin...”
ucap Eun Ho menyuruh agar mendekat. Hae Rin mengeluh karena terlalu berlebihan.
Eun Ho tetap meminta agar lebih mendekat. Hae Rin pun tak bisa menolak.
Akhirnya
Eun Ho memberikan setilan di kepala Dan Yi, Dan Yi pun mengeluh kesakitan. Eun Ho mengaku sudah lama tak lakukan itu
dengan senyuman bertanya apakah terasa sakit. Dan Yi mengeluh karena seperti
sudah tak harus menerimanya.
“Sekali atasan,
memang tetap atasan. Tapi Jangan terlalu keras padanya Atau dia akan keluar seperti
seseorang dulu. Dia akan menangis.” Ucap Eun Ho
“Jika mau
keluar, maka segeralah. Katamu, ajari orang yang akan menyerah sangat sulit.”
Kata Hae Rin
“Ohh Begitu...
Apa Itu sebabnya kau menangis? Lalu kau
ke rumahku dan memohon agar aku kembali. Tapi Kau cukup percaya diri setelah
dipromosikan.” Ejek Eun Ho yang membuat Hae Rin berjalan mundur karena terlalu
dekat.
“Aku
belajar sesuatu dari sini... Aku mempelajarinya darimu. Apa kau Bisa bawakan
pakaianku?” ucap Hae Rin
“Kenapa?
Kau pasti akan mabuk dan datang lagi.” Kata Eun Ho lalu berjalan pergi. Hae Ri hanya bisa tersenyum.
“Kenapa
tak bilang saja? Kenapa pakai akronim? Lalu apa "Latte Vanila Panas"?
LVP? Astaga, yang benar saja. "Es Latte Vanila". Kata yang membuatku
seperti orang bodoh artinya "Es Latte Vanila". Yah... Benar, dunia memang berubah.” Gumam Dan Yi
kesal membawa gelas kopi ke ruang rapat dengan tergesah-gesah.
“Kenapa
aku taruh kotaknya di meja?” ucap Dan Yi tersadar kalau akan dipakai rapat.
Akhirnya Ia menaruh kembali kotak buku ke dalam trolly. Saat itu Ia seperti
melihat wanita yang ditemuinya.
“Apa
kataku? Kubilang dunia berubah saat kau jadi ibu rumah tangga. Kau pantas dapat
ini. Aku tersinggung. Apa kau Tahu yang kulakukan demi tetap bekerja? Beraninya
kemari untuk mendapat pekerjaan yang bertahun-tahun kudapatkan?” ucap Si
wanita.
Dan Yi
hanya bisa terdiam mencoba agar tetap yakin bisa terus berkerja. Eun Ho melihat
dari kejauhan seperti tak tega. Tuan Bong melihat Eun Ho hanya diam saja
mengajak untuk masuk. Akhirnya semua masuk ruangan rapat, Dan Yi pun mendorong
trolly keluar ruangan.
“Aku
memutuskan untuk menerima bahwa dunia berubah selagi hidupku tetap sama. Kupikir
aku yang paling bekerja keras, sibuk urus anak dan rumah tangga, tapi semua
orang juga bekerja keras dan melakukan yang terbaik dalam situasi mereka. Itu
sebabnya aku di sini dan mereka di sana.” Gumam Dan Yi menatap dari luar pintu
rapat.
Eun Ho
yang rapat mulai membagikan kopi pada rekan kerjanya, Dan Yi pun akhirnya pergi
dengan wajah sedih. Eun Ho pun sadar
sedari tadi Dan Yi menatap ke arah ruangan rapat.
Seo Joon
melihat bangku taman didepan toko baju gaun pernikahan teringat kembali saat
memakaikan sepatu untuk Dan Yi.
Flash Back
“Berpikir
diselamatkan kesatria berzirah berkilau terlalu muluk untuk kupercaya. Aku
lebih baik menulis sendiri kisah hidupku. Namun, kurasa hidup punya hari-hari
yang dingin.” Ucap Dan Yi
Seo Joon
sedang ada toko buku lalu menelp seseorang dengan membahas Soal novel karya Robert Friedrich yang
bertanya apa punya desain baru, karena
Malam Cerah Musim Panas akan dicetak kembali. Ia pun berpiki akan mengubah
warna sampulnya.
“Warna
edisi Inggris dan Prancis berbeda. Itu
sebabnya kami pilih warna berbeda, biru. Ya, kali ini kita pakai warna dari
edisi Inggris pertama, dan warna edisi Prancis untuk selanjutnya. Edisi kedua
harus spesial agar populer.” Ucap Seo Joon di telp setelah melihat buku “MALAM
CERAH MUSIM PANAS”
“Kurasa
kau tertarik dengan buku pengembangan diri. Kau harus baca buku ini. Satu dari
buku terbaik yang kubaca, Menawarkan pandangan hidup yang sederhana sekaligus
luar biasa. Meskipun penulis buku ini lewati banyak kesulitan, dia cerdik, buku
ini jadi lucu.” Komentar Tuan Kim yang tiba-tiba datang, tapi Seo Joon seperti
tak peduli
“Ini buku
bagus, Kau akan menyesal jika tak baca.” Ucap Tuan Kim memperlihatkan buku
berjudul “HAL YANG PERLU AKU TAHU KUPELAJARI DI TK. Seo Joon tetap saja diam.
Dari kejauhan, Eun Ho melihat sikap CEO-nya.
“Astaga,
kau juga tertarik dengan sastra. Apa Kau tahu buku ini? Dari Eropa sampai
Jepang, buku ini sangat sensasional, tapi hanya diterbitkan di Korea... Bacalah.
Kau tak akan menyesal.” Kata Tuan Kim menawarkan yang lainya.
“Kau
pasti bekerja di penerbit... Semua itu diterbitkan Penerbit Gyeoroo... Apa Kau
bagian pemasaran?” komentar Seo Joo melihat buku yang dibawa oleh Tuan Kim.
“Bukan...
Ahh... Aku tak paham... Gyeoroo? Itu nama penerbitnya? Astaga, kau pasti salah
paham... Aku hanya pembaca yang sungguh berusaha...” ucap Tuan Kim mencoba
menyakinkan tapi saat itu Eun Ho datang
memanggilnya.
“Pak
Kim... Aku mencarimu ke mana-mana... Kenapa pegang buku kita? Kau bisa diusir
dari sini... Kau telepon saat aku sibuk... Apa Kini kau ada waktu untuk menjual
buku? Kenapa ingin menemuiku?” ucap Eun Ho menarik Tuan Kim untuk pergi.
Tuan Kim
terlihat malu dan binggung karena mencoba menyakinkan Seo Joon tapi malah
dijatuhkan oleh Eun Ho. Akhirnya Tuan Kim memperlihatkan beberapa buku meminta Seo
Joon agar membaca bab pertama buku yang dibawanya.
“Bukan
karena ini buku kami, tapi Ini sungguh buku yang bagus.” Ucap Tuan Kim
menyakinkan. Eun Ho menarik Tuan Kim agar segera pergi saja.
Keduanya
akhirnya berdiri didepan standing banner [KISAH ILMUWAN NAIF YANG BERTAHAN
HIDUP DI MARS] Eun Ho mengeluh merasa tak ada masalah dengan standing banner
karena bekerja siang dan malam untuk buku itu.
“Apa Ini
caramu yang buruk memasarkannya? Iklan bukumu bukanlah masalahnya sekarang...
Pak Cha.. Coba liat ini. Bagaimana menurutmu? Coba Lihat sampul buku ini, Semua
Lebih baik dari keseluruhan buku kita. Apa gunanya membaca semua naskah? Kini
orang-orang membeli buku karena sampulnya.” Ucap Tuan Kim
“Buku
bukan aksesori.” Tegas Eun Ho, tapi Tuan Kim merasa buku adalah aksesori.
“Orang
dinilai berdasarkan buku yang mereka bawa. Coba kau Lihat ini.” Ucap Tuan Kim
mencoba membawa buku judul “ORANG MARS yang menurutnya betapa membosankannya.
“Tapi Coba
kau lihat buku, MALAM CERAH MUSIM PANAS, Apa Aku lebih tampan? Ini Sampul
desain Ji Seo Joon, Dia desainer terbaik. Semua buku di sini didesain olehnya.
Jadi Bawa dia kepadaku... Bawa dia ke Gyeoroo.” Tegas Tuan Kim
“Bagaimana
aku harus...” keluh Eun Ho, Tuan Kim merasa kalau dirinya tak mungkin
melakukana.
“Koneksimu
paling bagus, kau juga paling kompeten. Jadi Bawa dia.” Tegas Tuan Kim.
Diam-diam Seo Joon mendengar dari kejauhan.
Tuan Kim
kembali mencoba mendekati pembaca lain bertanya apakah mencari buku baru yang
menarik. Seo Joon masih ingat dengan Tuan Kim, Akhirnya Tuan Kim berjalan pergi
sambil berkomentar kalau Seo Joon membuka mantelnya karena panas.
“Kita
harus menjual semua buku itu... Buku yang langsung dibeli begitu diambil...
Bawa Ji Seo-jun. Dia bekerja untuk Wolmyeong. Mereka akan membarui kontrak
bulan depan. Bawa dia ke Gyeoroo sebelum menandatangani kontrak... Ingat itu.”
Ucap Tuan Kim pada Eun Ho, Eun Ho hanya bisa menatap buku MALAM CERAH MUSIM
PANAS
Hae Rin
memberikan berkas pesanan buku Park Joo Eun pada Eun Ho, lalu Eun Ho bertanya
apakah tahu Seo Joon karena mendesain buku yang diatas meja. Hae Rin mengaku
tertarik pada desainnya. Eun Ho ingin tahu alasanya. Hae Rin melihat kalau Konsepnya
jelas.
“Ini
mudah dibawa dan dibaca karena ringan dan sampulnya tipis. Buku Ini bisa dibaca
di bus atau kereta... Sedangkan yang ini, bisa mudah dibawa saat kau bepergian.
Tapi buku ini terlalu tebal untuk dibawa dan Ini juga mahal. Ini dibuat tampak
berkelas agar bisa dipajang di rak buku.” Jelas Hae Rin.
“Tapi Konten
lebih penting, 'kan?” kata Eun Ho merasa tak buku design buku.
“Ya, tapi
desain tak memengaruhi konten. Tapi Coba kau Lihat buku ini. Ini ditujukan
untuk wanita berumur 20-an sampai 30-an. Terlihat Cantik, seperti aksesori. Dan
buku ini tentang memulihkan hidup kita. Jadi, sampulnya sederhana dengan warna
natural.” Ucap Hae Rin.
“Benar.
Desainnya bagus dan bersih, Desain sampulnya bagus. Uraiannya mudah dibaca. Dia
membaca bukunya dahulu... Dia tahu di mana harus menyuntingnya. Ini bukan
pekerjaan penulis atau editor. Ini pekerjaan desainer buku.” Kata Eun Ho
“Staf Tim
Desain kita harus selangkah lebih maju. Mereka sangat santai.” Ucap Hae Rin
“Astaga,
ini melukai harga diriku. Buku tetaplah buku. Apa Pikirmu ini tak terlalu
komersial?” keluh Eun Ho, Hae Rin ingin bicara tapi disela oleh Eun Ho.
“Aku tahu
kau hanya ingin orang-orang baca buku kita. Semuanya buku yang bagus. Aku juga
merasa begitu.” Ucap Eun Ho
Seo Joo
melihat design judul buku “SATU HARI MUSIM SEMI” saat itu anjingnya mendekat
dan berpikir kalau ingin jalan-jalan.
Akhirnya Ia pun mengajak anjingnya keluar rumah.
Dan Yi
diajak pergi oleh seorang paman masuk sebuah ruangan, dahinya langsun mengerut
karena ruangan banyak jamur akibat terlalu lembab, lalu bertanya apa ada yang
pernah tinggal disana. Paman mengaku pasti ada.
“Penyewa
sebelumnya memasang tirai tebal karena sinar mataharinya terlalu silau.” Ucap
si paman.
Dan Yi
keluar dari gedung dengan wajah sedih, saat itu Seo Joon menuruni tangga keluar
rumah lalu berpapasan. Dan Yi memanggil Seo Joon dengan sebutan payung
sementara Seo Joon memanggil Dan Yi itu Daun Bawang. Dan Yi memberitahu kalau
sedang mencari kamar yang disewakan.
“Ahh.. Tempat
itu?” ucap Seo Joon melihat gedung yang gelap. Dan Yi bertanya apakah Seo Joon
tinggal digedung disampingnya.
“Kau
pasti tinggal di lantai atas.” Kata Dan Yi karena sebelumnya melihat Seo Joon
menuruni tangga. Seo Joon kaget karena Dan Yi bisa mengetahuinya.
“Aku bisa
merasakan energi daun bawang dari sana.. Ahh... Aku melihatmu keluar setelah
lampunya menyala.” Akui Dan Yi tak mau berbohong.
“Apa Mau
lihat? Itu Ada di depan pintuku.” Kata Seo Joon senang bertemu dengan Dan Yi.
Keduanya
duduk diteras, Seo Joon mengaku daun bawang cepat tumbuh setelah kupotong
bagian hijaunya dan Sering dipakai memasak. Dan Yi pun senang mendengarnya dan
mengaku bersyukur atas bantuan Seo Joon hari itu.
“Namun, Apa
kau mau menyewa ruangan studio yang barusan kau lihat?” tanya Seon Joon. Dan Yi
juga belum tahu
“Tapi
kamar itu hanya tiga halte dari kantorku Dan dekat dengan rumah temanku.” Kata
Dan Yi
“Jangan
di sana, Ruangan Itu dulu adalah gudang dan Tak ada yang tinggal di sana tiga
tahun terakhir.” Ucap Seon Joon
“Ahh..
Pantas saja. Aku mau tinggal di lingkungan ini. Namun, sewanya sangat mahal
sekali.” kata Dan Yi
“Apa Kini
kau tinggal di mana?” tanya Seo Joon, Dan Yi menjawab Di rumah temannya didekat
sini.
“Aku
tinggal di sana karena tak punya rumah Tapi aku tak mau mengganggunya. Aku akan
kembalikan payungmu jadi akan kutaruh di samping pot itu.” Kata Dan Yi menunjuk
ke pojok rumah. Seo Joon setuju.
Keduanya
berdiri dan tiba-tiba lampu mati, tangan mereka berdua langsung melambaikan
agar kembali menyala lalu tertawa. Dan Yi melihat anjing Seo Joon lalu bertanya
Siapa nama anjingnya. Seo Joon mengaku belum
punya nama.
“Dia
kubawa saat kita bertemu, jadi Kurasa kau belum punya nama.” Akui Seo Joon
“Lain
kali aku ke sini, akan kupikirkan nama maskulin untukmu. Apa Dia betina?” kata
Dan Yi mengusap-gusap anjing milik Seo Joon.
Park Hoon
mencari sesuatu dengan senyuman bahagia akhirnya bisa menemukannya. Ia masuk
restoran, mengaku datang sendirian dengan memastikan lebih dulu kalau Pegawai
kantor dapat diskon jika makan disana. Pelayan restoran membenarkan asal ada
kartu nama.
“Aku punya
dan Ini kartu namaku karena Aku baru dapat kerja.” Ucap Park Hoon bangga
“Apa Kau
tahu Penerbit Gyeoroo? Lokasinya dekat sini.” Ucap pelayan mengantar ke meja
yang kosong.
Park Hoon
baru saja duduk melihat Ji Yool duduk sendirian didepanya bertanya apakah akan
makan malam. Ji Yool membenarkan, Park Hoon bertanya apakah datang sendiri dan
mengajak untuk bergabung. Ji Yool mengaku sedang menunggu pacarnya.
“Aku tak
tahu kau punya pacar... Selamat makan.” Kata Park Hoon terlihat kecewa lalu
kembali ke mejanya. Saat itu pria datang duduk di depan Ji Yoo
“Hei, kau
sedikit terlambat” kata Ji Yool menyapa pacarnya dengan sumringah. Pacar Ji
Yool mengaku Jalanan macet.
“Kau
pasti lapar... Jadi Mau makan apa? Bagaimana kalau rosé pasta?” ucap Ji Yool.
Si pria menolak karena tak akan makan. Ji Yool bingung ingin tahu alasanya.
“Kau
mungkin juga tak akan sanggup makan... Sebab aku datang untuk memutuskanmu... Aku
datang untuk bilang itu... Aku benci semua hal tentangmu.. Ibumu menyuruhku memberi tahu itu. Aku menyukaimu
apa adanya, tapi ibumu menyuruhku bilang itu. Aku tak bisa bersamamu lagi karena
aku muak dengan ibumu.” Tegas si pria.
“Ibuku
hanya menjagaku...” ucap Ji Yool tak bisa berkata-kata. Park Hoon mendengarnya
hanya bisa tertunduk membawa buku menu.
“Aku tak
peduli. Semoga hidupmu bahagia... Kita tak usah bertemu lagi, Ji-Yool...Sangat
menyebalkan.” Ucap si Pria langsung pergi.
Ji Yool
hanya bisa tertunduk sedih karena ternyata diputusin pacarnya. Park Hoon
sengaja berkomentar kalau pizza yang dipesanya Besar sekali dan tak sanggup menghabiskan
sendiri, mengajak Ji Yool makan
bersamanya. Ji Yool malu memilih untuk pergi tapi akhirnya kembali lagi.
“Aku
makan karena kau bilang tak sanggup menghabiskannya.” Kata Ji Yool mulai makan.
Park Hoon mengerti karena wanita pasti punya harga diri.
“Jadi
Sudah berapa kali kau diputuskan seperti ini?” tanya Park Hoon. Ji Yool mengaku
sudah sering.
“Kenapa
tak hadapi saja ibumu? Ini kehidupan cintamu.”kata Park Hoon.
“Menurutmu
berapa harga tasku? Harganya lebih dari tiga bulan jumlah gaji kita dan Ibuku
yang membelikannya.”kata Ji Yool tak bisa melawan sikap ibunya.
“Apa Itu Lebih
penting daripada cinta?” ucap Park Hoon, Ji Yool mengaku tak tahu karena menurutnya
tasnya bagus.
“Kau Makanlah
satu potong lagi.” Ucap Park Hoon tak ingin membahasnya, Ji Yool kembali makan
meminta soda. Park Hoon pun memesan Ji Yool agar bisa menghiburnya.
“Lupakan
saja itu... Kau pantas dapat yang lebih baik.” Ucap Park Hoon, Ji Yool pikir
dirinya jauh lebih baik.
Bersambung
ke part 2
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar