PS
: All images credit and content copyright : JBTC
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Joon Ha
masuk ke bar snack melihat Hye Ja duduk sendirian bertanya apa ada yang terjadi
karen sangat terkejut melihat Hye Ja langsung
pergi begitu saja. Hye Ja hanya diam saja sambil menangis. Joon Ha
merasa kasihan bertanya apakah Hye Ja ingin dihibur atau membantunya saat
seperti ini. Hye Ja menatapnya.
“Sekarang
kau sedang melihatku.” Ucap Joon Ho dan
mengambil gelas soju dari tangan Hye Ja.
“Jika aku
tak bisa melakukan apa pun untukmu, setidaknya biarkan aku minum denganmu” ucap
Joon Ah mengambil gelas soju.
“Apa yang
akan kau lakukan? Ada orang yang harus kau selamatkan... Kau harus menyelamatkannya
dengan segala cara. Tapi... Tapi kau tidak bisa menyelamatkannya. Situasi yang
sama berulang ribuan kali, tapi tidak ada cara untuk menyelamatkannya.” Cerita Hye
Ja sedih
“Coba
terus sampai kau berhasil.” Kata Joon Ah memberi saran
“Aku tidak
bisa. Tidak peduli seberapa keras aku mencoba, itu tidak mungkin.” Kata Hye Ja
seperti patah semangat.
“Tapi,
kau harus menyelamatkannya. Kau bilang dia orang yang harus diselamatkan. Seseorang yang harus kau selamatkan
dengan segala cara. Jika orang itu penting, kau harus mencoba satu juta kali
dan menyelamatkannya.” Ucap Joon Ha menyakinkan.
“Terima
kasih... Kurasa itulah yang ingin kudengar.” Kata Hye Ja lalu keluar dari bar.
Hye Ja
terus berusaha agar menyelamatkan ayahnya, Tuan Kim mengemudikan taksi tanpa
ada perasaan apapun. Hye Ja mencoba menghindari dari tabrakan taksi walaupun
beberapa kali jatuh terpelanting karena tertabrak mobil.
Ia tak
mau menyerah mencoba mengayuh sepeda menghindari mobil dan mengejar taksi
ayahnya. Tuan Kim melihat anaknya mengayuh sepeda binggung sampai akhirnya
menyerem karena Hye Ja ada didepanya. Sebuah truk pun lewat, terjadi kecelakan
tapi bukan ayahnya sebagai korban.
Hye Ja
akhirnya bangun dari tidurnya, dengan wajah panik memanggil ayahnya. Tuan Kim
bersama dengan istri dan anaknya sedang ada di ruang makan untuk sarapan.
“Ayah....
Setelah ayah meninggalkan rumah, truk akan menabrakmu, jadi aku naik sepeda dan
mencoba mengalihkan truk, tapi kau terus... Jadi aku naik sepeda lagi... dan
mengikutimu, tapi aku tak bisa mengejarmu. Aku terus berusaha berulang kali dan
berhasil menyelamatkanmu...” ucap Hye Ja sambil menangis.
Tuan Kim
hanya melonggo begitu juga Nyonya Kim dan juga Young Soo. Hye Ja bingung melihat kakinya yang terlihat
pincang. Tuan Kim hanya diam. Hye Ja heran dengan tatapan keluarganya lalu
melihat dicermian wajahnya yang berubah jadi tua.
“Apa yang
sebenarnya terjadi? Ibu dan Ayah, kalian berdua masih terlihat sama. Apa yang
terjadi padaku? Bahkan Young Soo tampak sama juga.” Ucap Hye Ja kebingungan.
“Tolong
tenang dan Minum airnya.” Kata Tuan Kim mencoba agar orang yang didepanya
tenang.
“Jadi kau
bilang... Aku ayahmu, kan? Apa Kau putriku?” kata Tuan Kim tak tahu mengenal
wajah anaknya yang berubah tua.
“Ayah, Apa
kau tak mengenaliku? Ibu...” kata Hye Ja menyakinkan. Tuan Nyonya Kim pun
bertanya siapa namanya.
“Aku Kim
Hye Ja.” Ucap Hye Ja. Young Soo menanyakan umurnya. Hye Ja kesal karena pasti
tahu umurnya 25 tahun. Tuan Kim ingin menceritakan lebi lagi.
“Apa lagi
yang ingin kau dengar? Apa yang ingin kau ketahui? Aku memberikan uang untuk memperbaiki
wastafelmu. Tapi malam itu, aku pulang mabuk dengan goresan di sini.” Ucap Hye
Ja. Nyonya Kim melonggo.
“Dan
kemarin, aku bilang ingin menyerah menjadi pewarta dan kau memarahiku... Lalu
Young Soo. kau ingin makan semua Samgyeopsal sendirian, hingga menyegel pintumu
dengan selotip lalu pingsan. Kami memanggil ambulans, dan masuk ke UGD. Apa Harus
kukatakan lagi?” kata Hye Ja. Semua orang hanya diam saja.
“Ibu,
Ayah, kalian belum bisa bilang aku adalah putri kalian?” ucap Hye Ja lalu
teringat dengan Jam tangan.
“Kubilang
aku takkan pernah menggunakannya lagi. Tapi untuk menyelamatkan ayah... Aigoo,
apa yang harus kulakukan? Apa yang harus kulakukan sekarang?” kata Hye Ja menjerit
histeris. Nyonya Kim dan suaminya mencoba agar bisa menenangkan.
Hye Ja
akhirnya berlari masuk kamar, mengambl
jam karena bisa memutar waktu lagi. Ia yakin akan memutar waktu lagi jadi bisa
memperbaiki semuanya, tapi waktu tak berputar.
“Kenapa
ini? Kenapa tidak berhasil? Tidak boleh....
tidak boleh rusak! Aku harus
kembali.” ucap Hye Ja panik akhirnya keluar dari rumah karena jamnya tak
berputar.
Saat ke
tempat service jam, Hye Ja diberitahu kalau jamnya tidak bisa diperbaiki.Ia tak
menyerah pergi ke toko lain, tapi hasilnya mengatakan Jam tangan milik Hye Ja tidak lagi dibuat
karena model kuno. Hye Ja berjalan dengan wajah tertutup karena malu.
Hye Ja
akhirnya hanya bisa menangis di dalam kamar, Tuan Kim yang melihatnya ikut
sedih. Joon Ha pergi ke Snack Bar, menatap meja yang biasa diduduki Hye Ja tapi
tak ada orang. Akhirnya Joon Ha duduk sendiri memesan semangkuk udon.
“Hye
Ja... Buka pintunya.” Ucap Nyonya Kim mengetuk pintu kamar anaknya. Hye Ja
seperti sangat frustasi hanya bisa diam saja.
“Ibu, aku
bisa membukanya dalam 10 detik.” Kata Young Soo. Nyonya Kim kembali memukul
anaknya. Hye Ja hanya diam saja.
“Ada
makanan di atas meja. Keluar dan makan kapan pun kau mau.” Ucap Nyonya Kim. Hye
Ja tetap diam saja.
Young Soo
mengeluh karena tidak ada daging babi tumis pedas ketika makan. Nyonya Kim
kembali memberikan pukulan untuk anaknya. Hye Ja seperti merasa hidupnya sudah
pupus.
Saat itu
Sang Eun dan Hyun Joo datang bertanya apakah Hye Ja ada di rumah. Nyonya Kim
terlihat binggung, Hye Ja duduk diam dalam kamarnya. Sang Eun pikir Hye Ja akan
menikah. Nyonya Kim pikir itu tidak masuk akal dan akhirnya keduanya pun pergi.
“Hyun Joo
dan Sang Eun datang.” Ucap Nyonya Kim dari depan pintu. Hye Ja bertanya apa
yang dikatakan ibunya. Nyonya Kim mengaku Tidak banyak.
“Katakan
saja aku sedang dalam perjalanan. Mereka mungkin berpikir aku pergi menemui
Bibi di Jerman.” Kata Hye Ja. Nyonya Kim mengerti.
Joon Ha
kembali ke bar kembali memesan udon wajahnya sedih karena tak melihat Hye Ja.
Saat pesanan datang, Joon Ha bertanya pada pemiliknya apakah wanita yang datang
dengannya sudah datang lagi. Si paman memastikan kalau yang dimaksud putri
pemilik salon. Joon Ha membenarkan.
“Dia
tidak datang... Dia mungkin di Jerman. Kudengar dia mengunjungi kerabatnya di
sana Aku harap aku bisa pergi ke suatu tempat juga.” Ucap si pemilik kembali
masuk dapur.
“Kenapa
dia tidak bilang apa-apa padaku?”keluh Joon Ha berjalan keluar dari minimarket.
Joon Ha
pulang memangil ibunya lalu melihat ada sepasang sepatu didepan rumah. Wajahnya
terlihat sangat marah karena ada seorang pria didepanya. Si pria menyuruh agar
Joon Ha agar menyapa ayahnya dengan benar. Nenek Joon Ha pun menyapa cucunya
yang baru pulang.
“Apa Dia
datang ke sini tanpa sepengetahuanku?” kata Joon Ha marah . Nenek Joon Ha
mengaku hanya memberinya makanan...
“Hei,
kurasa malam ini kau bekerja.” Ucap Tuan Lee. Joon Ha mengusir ayahnya untuk
pergi.
Nenek
Joon Ha menyuruh agar tenang. Joon Ha menyuruh ayahnya agar segera keluar. Tuan
Lee tak pecaya kalau anaknya marah dan menyuruh untuk mengambil nasi. Nenek
Joon Ha akan mengambilkan, tapi Joon Ha yang marah melempar mangkuk nasi. Tuan
Lee pun marah.
“Pergi,
sebelum aku menuntut semua yang telah kau curi dari Nenek.” Ucap Joon Ha
mencengkram baju ayahnya.
“Kau
harus diberi pelajaran... Kau tidak bisa menuntut seseorang yang mencuri dari
anggota keluarga. Apa Kau yakin bisa jadi reporter?” ejek Tuan Lee
“Joon Ha,
pergilah.. Dia akan segera pergi.” ucap Nenek menarik Joon Ha untuk pergi.
Joon Ha
duduk lemas didepan rumah terlihat sangat marah. Tuan Lee terus makan dengan
ibunya yang duduk didepanya. Setelah makan Tuan Lee meminta ibunya agar memberikan
uang karena melihat mereka berdua tidak kelaparan.
Nenek
Joon Ha mengelurkan uang dari saku celananya. Tuan Lee langsung merampas semua
uang dari tangan ibunya.
Saat itu polisi datang mengaku ada laporan
penyerangan. Tuan Lee binggung, saat itu
Joon Ha sudah terluka dengan darah yang mengucur dari kepalanya.
“Apa kau
melakukannya sendiri?” tanya Polisi, Joon Ha mengaku tidak. Tuan Lee langsung mengumpat marah ingin
menghajarnya tapi dua polisi menahanya.
“Ibu,
bicara dengan mereka!” ucap Tuan Lee meminta agar ibunya membela. Nenek Joon Ha
hanya diam saja.
“Kau
punya beberapa catatan mengesankan di sini. Perjudian, beberapa tuduhan
penyerangan...” ucap Polisi. Tuan Lee tetap menyangkal semua tunduhan anaknya
meminta agar segera melepaskanya.
“Dia
meminta uang. Saat aku bilang tidak, dia menampar wajahku. Saat aku mencoba
menghentikannya, dia mulai memukulku. Dia membenturkan kepalaku ke tembok.” Akui
Joon Ha. Tuan Lee berteriak marah karena Joon Ha sudah gila.
“Itu
semua bohong! Ibu! Gunakan detektor kebohongan atau sesuatu.” Teriak Tuan Kim.
Tapi detektif menyuruh agar menempatkan Tuan Lee dalam sel. Tuan Lee berteriak marah mencoba
melawan.
“Kau
harus datang lagi dan bersaksi lagi.” Ucap polisi, Joon Ha menganguk mengerti.
“Apa Kau
pikir aku akan duduk kembali? Aku akan membalasmu!” teriak Tuan Kim. Joon Ha
mencoba menahan neneknya agar membiarkan masuk penjara.
Joon Ha
mencuci tangan dengan bekas darah llau memastikan kalau selama bisa menjauhkan
ayahnya maka tidak akan pernah membiarkan dia keluar, bahkan tak akan pernah.
Nenek Joon Ha hanya diam saat makan bersama.
“Apa Kau
pikir yang kulakukan salah?.” Ucap Joon Ha marah
“Dia
pantas mendapatkannya. Dia bukan ayah yang baik Aku tidak pernah menganggap dia
anakku.” Ucap Nenek Joon Ha.
Esok pagi
Joon Ha
masuk rumah melihat neneknya yang melewatkan makan lagi, tapi saat itu neneknya
tak ada dikamar. Nenek Joon Ha datang, Joon Ha bertanya darimana neneknya. Nenek Joon Ha mengatakan ingin mencari udara
segar,jadi keluar sebentar.
“Dokter
bilang kau bisa minum obat walaupun belum makan. Jadi ambil yang ini sebelum
makan.” Ucap Joon Ha memberikan minum untuk neneknya. Nenek Joon Ha dengan
wajah gugup meminum obatnya lalu tersedak.
Joon Ha
menepuk pundak neneknya, memastikan baik-baik saja. Nenek Joon Ha tiba-tiba
meminta maaf. Joon Ha mengeluh neneknya yang sering bilang begitu. Nenek Joon
Ah mengaku sekarang baik-baik saja sekarang. Joon Ha pamit pergi meminta agar
neneknya menyalakan pemanas di malam hari dan Jangan lupa obatnya.
“Nenek....
Berhenti merasa bersalah.”ucap Joon Ha lalu pamit prgi. Nenek Joon Ha sedih
menatap cucunya. Joon Ha keluar rumah mengaku tidak akan lama.
Tuan Kim
dan istrinya sedih melihat Hye Ja hanya diam dirumah dan wajahnya berubah
menjadi nenek-nenek. Sementara Joon Ha pulang mengeluh neneknya yang tak
menyalakan pemanasnya di malam hari karena
dingin. Ia pergi ke kamar neneknya, lalu terdiam seperti shock melihat neneknya
hanya terbaring didalam kamar.
Joon Ha
hanya tertunduk diam di dalam rumah duka, Salah seorang pria memberikan
penghormatan terakhir pada nenek Joon Ah, tak percaya kalau nenek Joon Ha menjalani kehidupan yang keras jadi tak
percaya kalau akan pergi.
“Bagaimana
kau akan mengurus pemakamannya?” ucap Hee Won. Joon Ha hanya diam saja.
“Aku akan
mengurusnya.”ucap Hee Won. Joon Ha pun mengucapkan Terima kasih.
“Kau Tidak
perlu berterima kasih padaku. Bertahanlah.” Ucap Hee Won lalu keluar dari rumah
duka, sedih tak ada bunga didepan ruangan. Akhirnya ia menelp toko bunga
“Ini
kamar nomor dua dari Rumah Sakit Gidok. Bisakah kau memberikan karangan bunga
ke tempat ini? Tolong kirim yang besar.” Ucap Hee Won sedih melihat nasib nenek
Joon Ha.
Saat itu
Tuan Lee masuk rumah duka berteriak histeris memanggil ibunya, lalu menangis
memeluk papan nama ibunya. Joon Ha hanya diam seperti menahan amarah. Tuan Lee
langsung menyerah Joon Ha kalau ibunya pergi selamanya karena anaknya.
“Itu
salahmu, bodoh! Ibu meninggal karenamu. Dasar brengsek. Kau membunuh ibuku.” Ucap
Tuan Lee terus menendang anaknya. Hee Won menahan Tuan Lee agar tak memukukul
Joon Ha.
Joon Ha
hanya diam saja, tapi matanya terlihat sangat marah dan penuh dendam.
“Lee Joon
Ha.. Apa kau membesar-besarkan masalah ini? Apa luka-luka itu perbuatan
sendiri? Nenekmu datang ke kantor polisi.” Ucap polisi datang.
“Sudah kubilang.
Dia memang kurang ajar! Apa Kau ingin menjadi reporter? Aku akan menuntutmu
karena membuat tuduhan palsu.” Teriak Tuan Lee. Hee Won meminta Tuan Lee agar berhenti
membuat keributan.
Hye Ja
memoles dirinya di cermin, setelah itu keluar kamar melihat nampan makan yang
sudah disiapkan oleh ibunya. Ia lalu membuka pintu kamar orang tuanya, keduanya
terlihat tidur dengan nyenyak. Ia pergi melihat kakaknya yang ada dikamar dengan
panci bekas ramyun.
Ia
akhirnya keluar keluar dari rumah dengan surat yang ditinggalkan dimeja makan.
Hye Ja dengan wajah yang tua tapi tetap style masih muda berjalan menaiki
tangga, sambil menangis berdiri ditepi gedung. Sementara dibawah, Joon Ha yang
frutasi sedang minum soju dari botolnya.
Bersambung
ke episode 3
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar