PS
: All images credit and content copyright : JBTC
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Di ruang
makan
Young Soo
dengan gugup bertanya dimana Hye Ja,
Tuan Kim memberitahu pergi begitu awal untuk pertemuan sekolah. Young
Soo dengan gugup meminta agar membawa keluar rumah karena takut dengan ibunya.
Nyonya Kim datang membawa semangkuk lobak besar.
“Wanita
yang tinggal di rumah dengan pintu biru membawa ini untukmu. Kau Makan
semuanya. Jangan biarkan setetes pun.” Ucap Nyonya Kim. Young Soo menganguk
mengerti.
“Makan
lobak air kimchi membuatku menginginkan Kalbi.” Kata Young Soo. Tuan Kim panik
anaknya membahas daging lalu pamit pergi.
“Jangan
pulang lebih awal.” Ucap Nyonya Kim. Young Soo panik meminta tolong ayahnya.
Nyonya Kim akhirnya mendekatkan wajah anaknya pada air lobak agar sadar.
Hye Ja
akhirnya duduk dengan temanya yang punya rambut pendek. Ia merasa dengan
melihat pantai sungguh menakjubkan dan Syukurlah karena Hye Ja datang padahal
sudah sangat khawatir kalau akan menjadi satu-satunya yang tertua.
“Syukurlah,
kau bersamaku. Lalu Bagaimana anak-anakmu?” ucap Hye Ja sambil mencari sosok
pria yang dicarinya.
“Kau pikir
kenapa aku datang ke sini? Aku mengenal orang-orang muda yang tidak nyaman di
sekitarku, tapi inilah satu-satunya alasan logis yang kumiliki untuk menikmati
waktu sendirian.” Ucap Temanya.
“Aku
memiliki rasa hormat yang besar untukmu, Membesarkan anak-anak pasti sangat
sulit.” Kata Hye Ja. Si wanita pun ikut senang
“Orang
tua yang sebenarnya ada di sini.” Kata Si wanita menatap siapa yang
datang.
Jang Ho
datang banyak dikerubungi oleh juniornya. Hye Ja mencoba untuk tetap kenang.
Teman Hye Ja berkomentar Jang Ho bekerja sebagai koresponden perang sekarang dan
bekerja di konstruksi di Timur Tengah. berkomentar Jang Ho begitu kecokelatan.
“Hei, aku
bahkan lebih kecokelatan... Maaf aku tidak bisa pergi ke pernikahanmu. Aku
sedang meliput salah satu perang saudara."ucap Jang Ho lalu menyapa Hye
menanyakan kabarnya Hye Ja mengaku baik-baik saja sambil tersenyum.
Saat itu
beberapa mahasiswa melihat Lee Joon Ha berjalan mendekati Jang Ho. Jang Ho pun
memperkenalkan Joon Ha pada Hye Ja dan juga temanya menceritakan Joon Ha terkenal di industri penyiaran.
“Kudengar
setiap perusahaan penyiaran ingin mempekerjakan dia sebagai pembaca berita.”
Ucap teman Hye Ja bangga.
“Benar,
tapi dia ingin menjadi reporter sepertiku.” Ucap Jang Ho. Joon Ha meminta maaf
karena tak diundang tapi datang.
“Tidak.
Orang tampan selalu diterima.” Kata Teman Hye Ja. Joon Ha mengaku penggemar
berat Jang Ho.
“Aku merecoki
dia untuk meluangkan waktu untuk bertemu denganku ketika dia kembali.” kata
Joon Ha
“Aku
mengundangnya. Semua orang di sini akan bekerja di industri, jadi akan baik
untuk mengenal satu sama lain. Ini temanku, Kang Ji Hyeon. Dan ini juniorku,
Kim Hye Ja. Dia ingin menjadi pembaca berita juga.” Ucap Jang Ho. Joon Ha
menyapa dengan menatap terus pada Hye Ja.
“Bisakah
aku memanggilmu dengan nama awalmu Atau haruskah aku memanggilmu dengan sopan? Aku
pembaca berita TBC Jang Seo Yeon.” Kata Seo Yeon mengulurkan tangan. Joon Ha
tak menyambutnya.
“Dasar Gajah
di lapangan.” Ejek Hye Ja bahagia karena tak disambut oleh Joon Ha.
Seo Yeon
duduk disamping Joon Ha mencoba agar lebih dekat, bahkan bersadar dibahunya.
Joon Ha tak suka sedikit bergeser, Hye Ja melihat terlihat kesal memilih untuk
minum bir lalu mengucapkan Selamat atas
pernikahan Jang Ho.
“Ya,
terima kasih... Istriku tiba-tiba mendapat tawaran pekerjaan dari PBB, jadi
kami bergegas dan merayakannya hanya dengan keluarga kami. Bagaimana denganmu?”
tanya Jong Ha
“Aku
masih lajang..” kata Hye Ja mencoba tetap gugup.
Joon Ha
akhirnya mendekati Jang Ho kalau akan pergi. Jang Ho pikir mereka tidak punya
kesempatan untuk mengejar ketinggalan jadi meminta agar minum segelas lagi.
Joon Ha akhirnya menurut duduk disamping Jang Ho dan Hye Ja
“Lalu kau
akan pergi langsung ke Angola?” tanya Joon Ha. Jang Ho menjawab itu pasti.
“Apa di
sanalah kau dan istrimu tinggal?” tanya Hye Ja ingin mengobrol.
“Kami
hidup di Afrika Selatan sekarang, jadi tidak sejauh itu. Aku harus pergi ke
Angola untuk meliput berita. Mungkin kau tahu, perang saudara masih terjadi di
sana.” Ucap Jang Ho
“Ya, perang
saudara masih berlangsung... aku melihatnya di berita. Aku melihat semua tank
dan senjata.” Ucap Hye Ja penuh semangat. Joon H yang duduk ditengah merasa tak
nyaman.
Joon Ha
akan pamit pergi. Jang Ho akhirnya membiarkan pergi karena sudah janji meminta
agar memberitahu kalau sudah lulus tes. Sementara Hye Ja yang kesal menendang
sepatunya di dinding rumah saat akan pergi tak sengaja berpapasan dengan Joon
Ha
“Kukira
kau akan pergi.” ucap Hye Ja. Joon Ha mengaku ada yang harus dilakukan. Hye Ja
menganguk mengerti lalu pamit pergi. Joon Ha menahanya karena akan bertanya
sesuatu.
Hye Ja
berjalan sendirian menuju halte bus, mengingat yang dikatakan Joon Ha.
Flash Back
“Tunggu...
Apa kau benar-benar ingin menjadi pembaca berita?” tanya Joon Ha . Hye Ja
terlihat binggung.
“Kenapa
kau ingin menjadi pembaca berita?” tanya Joon Ha
“Untuk
menginformasikan kebenaran kepada publik dan...” ucap Hye Ja. Joon Ha pikir reporter
bisa melakukannya juga. Hye Ja ingin menyela tentang reporter...
“Apa reporter
tidak keren? Jadi Apa kau ingin menjadi pembaca berita karena itu terlihat
keren?” kata Joon Ha.
Hye Ja
teringat kembali yang dikatakan Joon Ha dengannya sebelum pulang. Ia merasa
kalau seperti sedang di wawancara untuk posisi pembaca berita. Joon Ho bertanya
apakah Hye Ja pernah keluar lapangan. Hye Ja terlihat kaget.
“Pernahkah
kau di lapangan? Aku tidak membicarakan apa yang bisa kau pelajari dari lembar
jawaban. Apa Kau pernah keluar lapangan untuk menulis cerita yang akan kau
baca? Apa kau pernah merasakan betapa hebatnya hal itu?” ucap Joon Ha dengan
wajah serius.
“Kenapa
kau menanyakan pertanyaan itu?” tanya Hye Ja heran
“Aku
ingin tahu usaha apa yang kau gunakan untuk menjadi pembaca berita.” Kata Joon
Ha sinis.
“Kurasa
aku tidak harus menjawab pertanyaan yang kau tanyakan.” Komentar Hye Ja
“Tentu
saja, kau tidak harus menjawab pertanyaanku. Tapi kau harus mampu menjawab pertanyaan
ini untuk diri sendiri. Aku sedang membicarakan kualifikasi yang kau butuhkan
untuk lulus ujian. Jang Ho bilang kau juniornya, yang sangat dia sukai.” Ucap
Joon Ha lalu berjalan pergi.
Hye Ja
mengingat semua seperti salah menyangka selama ini, kalau Jang Ho menyukai tapi
tak bisa menyakinkan diri sebagai seorang pembaca berita. Tanpa terasa air mata
mengalir, Hye Ja mengangkat kepalanya agar berhenti menangis.
Nyonya
Kim membuka pintu salon kaget melihat pelanggan sudah datang padahal ia saja
belum sarapan. Si nenek pikir Nyonya Kim
bisa menata rambut setelah sarapan. Nyonya Kim pun meminta agar menunggu
karena akan segera makan nasi dengan sup.
“Apa kau
melewatkan sarapan lagi?” tanya Nyonya Kim merasa ada yang aneh.
“Astaga,
jangan khawatir. Perutku telah menyusut, jadi aku tidak pernah lapar bahkan
jika tidak makan apa-apa.” Ucap si nenek
“Apa
Ingin bergabung denganku? Tidak ada lauk karena aku tidak pergi belanja
kemarin.” Ucap Nyonya Kim
“Hanya
Air dan kimchi yang kubutuhkan. Meskipun ibu mertuaku sangat membenciku, dia
bilang menyukaiku karena aku bukan pemilih makanan.” Ucap Si nenek. Nyonya Kim
pun mengajak masuk.
Hye Ja
pulang dengan wajah sedih dan cemberut, Ibunya mencoba menyapa tapi Hye Ja tak
mengubrisnya memilih segera masuk kamar. Nenek tetangga pikir Hye Ja bergadang
semalaman dan bertanya Apa dia akan
segera menikah. Nyonya Kim menyuruh nenek nonton TV saja lebih dulu.
Nyonya
Kim meminta izin anaknya untuk masuk kamar. Hye Ja langsun memiringkan badannya
mengaku akan tidur sambil menahan tangis.. Nyonya Kim tahu kalau semua orang
yang datang ke reuni itu pasti mapan dan memiliki karir yang sukses. Hye Ja
hanya diam saja.
“Apa Kau
tidak tahu itu sebelum reuni? Dunia ini penuh dengan orang-orang yang jauh
lebih kompeten darimu. Apa Kau akan menangis setiap kali bertemu dengan mereka?
Kelaparan dan berbaring di tempat tidur tidak akan menyelesaikan apa pun. Itu
tidak akan memecahkan masalahmu.” Ucap Nyonya Kim menyadarkan.
“Apa yang
terjadi?” tanya Tuan Kim masuk kamar dengan wajah panik lalu melihat Hye Ja
hanya berbaring dengan wajah sedih.
“Apa kau
tahu perbedaan antara kompetensi dan hidup yang baik? Bahkan jika kau tidak
kompeten, jalani dan beritahu dunia, "Aku di sini. Aku ingin memberikan
harapan kepada orang-orang sepertiku." Seperti itulah kehidupan yang
benar-benar baik.” Jelas Nyonya Kim
“Karena
ada kompetensi, kau pasti dilahirkan dengan itu, tapi kau bisa menjalani
kehidupan yang baik jika kau berhasil.” Kata Nyonya Kim lalu keluar dari kamar.
Tuan Kim
menenangkan anaknya agar keluar kamar untuk sarapan.
Hye Ja
akhirnya keluar dari kamar bertanya pada ibunya apakah ada yang bisa dibantu.
Nyonya Kim menunjuk nenek yang sedang menunggu ingin rambutnya dicat. Hye Ja
melihat kalau hanya bagian akar
rambutnya saja yang pergi dicat.
“Kita
harus demonstrasi hari ini. Apa kau mengirim seseorang?” tanya seorang bibi
masuk salon
“Tapi
kami memiliki banyak pelanggan di akhir pekan.” Ucap Nyonya Kim.
“Kau
tidak bisa berkata begitu. Kita melakukan demonstrasi untuk mata pencaharian
kita. Bahkan Aku menutup tokoku juga.” Kata si bibi
“Astaga.
Tokomu ditutup setiap akhir pekan juga.” Ejek Nyonya Kim. Hye Ja memberitahu
ibunya kalau telah mencampur warna untuk rambut si nenek.
“Biarkan
aku pergi dan demonstrasi.” Ucap Hye Ja. Nyonya Kim setuju mengaku akan datang
ketika pelanggan selesai.
“Kita
punya Hye Ja. Jadi Kita punya cukup banyak orang tua untuk bersorak. Wanita
muda dengan suara yang cukup akan jauh lebih baik.” Ucap Si bibi bahagia.
“Tapi,
aku tidak bisa membiarkan dia.” Kata Nyonya Kim sedih. Hye Ja meminta ibunya
tak perlu khawatir karena ingin mencari udara segar. Nyonya Kim menatap sedih
Hye Ja yang pergi.
Para
nenek-nenek melakukan demo, Hye Ja berteriak “Kami menolak fasilitas perawatan orang tua! Kami
menentang pembangunan panti jompo! Tidak ada konstruksi tanpa persetujuan warga
Jagok-dong! Segera hentikan!” lalu
melihat seorang nenek yang terlihat kesusahan berjalan.
“Nenek,
kau bisa bersandar padaku... Berpegangan pada lenganku.” Ucap Hye Ja. Si nenek
mengucapkan terimakasih tapi si bibi hanya bisa mengeluh melihat sikap Hye Ja.
“Untuk
siapa panti jompo itu? Pemerintah mengkompensasi dengan murah!” teriak Hye Ja
lalu panik melihat sosok Joon Ha berjalan didepanya.
“Apa yang
dia lakukan di sini? Apa dia di sini untuk berita? Apa Untuk latihan?” gumam
Hye Ja panik lalu meminta nenek agar sedikit bergeser agar tak terlihat Joon
Ha.
Hye Ja
berjalan menunduk tapi malah membuatnya tertabrak oleh Joon Ha yang sudah
berdiri didepanya. Joon Ha menatap
dingin. Hye Ja meminta maaf dengan wajah gugup, berpikir kalau Joon berada di sini untuk berita, maka bisa pergi
duluan.
“Apa? Ini
tidak diperhitungkan seperti lapangan yang kau bicarakan? Lalu, untuk reporter
yang menjanjikan sepertimu lapangan adalah tempat di mana sejarah berubah. Tapi
apa kau tahu? Untuk orang-orang ini, ini sama pentingnya dengan hal-hal yang
mengubah sejarah.” Ucap Hye Ja dan Joon Ha hanya diam saja.
“Wanita-wanita
tua ini? Ya, fasilitas mungkin berarti bagi mereka, tapi harga rumah yang jatuh
menyakiti mereka lebih dari kesehatan yang buruk. Karena itulah mereka
melakukan demonstrasi dalam cuaca dingin meskipun dikecam. Dengan harga rumah
yang jatuh, uang mereka hanya tersisa untuk pemakaman mereka.” Jelas Hye Ja.
Joon Ho tak berkomentar.
“Apa yang
kau katakan kemarin... Tidak ada yang salah tentang hal itu. Itu semua benar.
Karena itu benar, itu menyakitiku lagi. Kau mengingatkanku tentang sesuatu yang
pernah kurasakan. Kau membuatku membenci diriku sendiri. Apa itu yang kau
inginkan?” kata Hye Ja.
Si nenek
bertanya apakah Joon Ha sudah makan. Hye Ja berpikir nenek itu pasti terkejut karena akan makan nanti, lalu
merasa Joon Ha membuat para nenek itu ketakutan jadi meminta pergi.
“Joon Ha,
Apa kau sudah makan?” tanya si nenek. Joon Ha mengaku sudah dengan senyuman.
Hye Ja melonggo karena nenek tahu nama Joon Ha.
“Dia
cucuku...” ucap si nenek. Hye Ja kaget, Joon Ha pun mengajak neneknya pun
berjalan sambil melakukan demo. Hye Ja terdiam seperti tak percaya. Bibi ketua
menyuruh Hye Ja melakukan demo kembali.
“Astaga.
Ada seorang wanita muda dengan kita membuat semua orang bersemangat. Tolong
datang minggu depan juga.” Ucap bibi senang. Hye Ja menganguk.
“Aku tidak
tahu kalau kita tetangga... Sampai jumpa.” Kata Joon Ha lalu berjalan pergi
dengan neneknya. Hye Ja melihat dari kejauhan.
“Nenek
itu... Apa dia tinggal di sekitar sini?” tanya Hye Ja penasaran. Si Bibi merasa
kalau keduanya pindah beberapa bulan
yang lalu.
“Dia
tinggal sendirian dengan cucunya.” Ucap si bibi. Hye Ja melihat Joon Ha dari
belakang.
Ia
teringat dengan pria dimalam hari dengan topi yang menganggapnya cabul. Ia yakin
kalau pria itu adalah Joon Ha
Hye Ja
yang kesal pergi ke minimarket duduk dikasir, membuka kaleng bir berpikir kalau
kalau ucapan Joon Ha terdengar logis dan elegan, tapi merasa tak percaya bisa berpapasan saat demo. Seseorang datang
menyuruh Hye Ja agar membayar dulu. Hye Ja terkejut melihat Joon Ha ada dimeja
kasir.
“Kenapa
kau di sini? Di mana Sang Eun?” tanya Hye Ja binggung. Joon Ha menjawab kalau Sang Hae seharusnya bekerja
siang ini.
“Tapi dia
tidak bisa, karean Agensinya akan meningkatkan kompetensinya.” Kata Joon Ha
santai
“Apa Kau
bekerja di sini?” tanya Hye Ja binggung.
Joon Ha mengaku mengenal manajer minimarket
jadi kadang-kadang bekerja di malam hari.
Hye Ja
keluar dari meja kasir memberikan kaleng birnya kalau akan membayarnya. Joon Ha
meminta maaf karena mengajarikan tentang berada di lapangan. Ia pikir Saat
bicara dengannya merasa Hye Ja terdengar
logis dan netral.
“Itu Hanya
emosional yang berada pada puncaknya. Itu akan membuat sebuah berita yang
menakjubkan.” Kata Joon Ha. Hye Ja mengeluh karena Joon Ha masih menilainya.
“Masalahnya,
aku sedikit marah pada pembaca berita TBC.” Akui Joon Ha.
“Apa Maksudmu
Jang Seo Yeon? Dia selalu seperti itu... Dia selalu...” kata Hye Ja menahan
diri tak ingin menjelekan bertanya berapa harga birnya.
“Tidak perlu.
Ini sebagai permintaan maaf.” Kata Joon Ha. Hye Ja pikir tak perlu tapi
akhirnya mengambil snack supaya Joon Ha membayarnya juga. Sang Eun datang
meminta maaf terlambat lalu kaget melihat Hye Ja bersama dengan Joon Ha.
Sang Eun
berbicara di bawah merasa kalau tadi terlihat sangat romantis. Hye Ja meminta Sang Eun memelankan suaranya.
Sang Eun pikir Joon Ho pasti menceramahi Hye Ja karena tertarik padanya dan utu
sangat romantis.
“Kau
terlalu jauh berpikir. Kami bertemu baru-baru ini. Itu tidak langsung membuat
seseorang jatuh cinta kepada orang lain... Bukan seperti itu..” kata Hye Ja
yakin.
“Aku
sudah mengisi rak-rak di belakang, jadi Aku akan pergi sekarang.” Ucap Joon Ha
melihat keduanya berbicara di kolong kasir.
“Semoga
harimu menyenangkan.” Kata Hye Ja ramah, Joon Ho pun beranjak pergi.
“Kau
bilang "Semoga harimu menyenangkan?" ejek Sang Eun. Hye Ja juga tak
percaya bisa mengatakan hal itu.
Joon Ha
pulang melihat neneknya ada diluar rumah padahal udara dingin. Nenek
memberitahu kalau Sikhye sudah siap dan memastikan kalau pasti suka. Bibi yang
menemani neneknya pun pamit pergi.
“Gadis
itu sebelumnya... Maksudku gadis dengan mata besar seperti sapi.” Ucap Nenek.
Joon Ho mengingatnya bertanya kenapa membahasnya.
“Dia putri
dari pemilik salon di jalan sana, Rupanya, dia akan segera menikah.” Kata
Nenek. Joon Ha agar terkejut tapi berusaha santai.
“Kuharap
kau akan berkencan dengannya... Ini Mengecewakan sekali.”keluh si nenek. Joon
Ha hanya tertawa lalu mengajak Neneknya masuk saja.
“Tidak
ada yang tahu apa yang akan terjadi antara seorang pria dan seorang wanita.
Sang Eun benar dalam hal itu. Dan, jika dia benar-benar tidak punya perasaan
padaku, dia tidak akan menemuiku lagi. Tapi dia meminta maaf dan bahkan
membelikan kopi.” Cerita Hye Ja pada seseorang.
“Itu
artinya dia ingin berhubungan baik denganku. Apa kau tidak berpikir begitu? Ada
sesuatu yang terjadi, kan?” kata Hye Ja ternyata berbicara dengan anjing. Si
anjing memilih masuk rumah. Hye Ja memastikan kalau pasti ada sesuatu yang
terjadi.
Hye Ja
menerima telp dengan pakaian rapih mengaku tahu tempatnya jadi akan menemuinya
di sana. Saat akan pergi, Ibunya sedang berbicara dengan tukang service
mengaku sudah berhenti bekerja dalam
waktu yang lam Dan sekarang benar-benar rusak.
“Semuanya
harus diganti.. Bagian bawah rusak. Itu tidak bisa menahannya lagi.” Ucap tukang
service
“Itu akan
memakan biaya yang banyak.. Semua orang di keluarga hanya menghabiskan uang dan
Tidak ada yang menghasilkan. Jadi Berapa harganya?”kata Nyonya Kim. Hye Ja
sedih memilih untuk keluar dari rumah.
Tiga
nenek menyapa Hye Ja memuji terlihat begitu cantik berpikir kalau akan berkencan. Hye Ja hanya tersenyum. Nenek
pertama menyuruh Hye Ja agar memakai jaket karena cuacanya akan dingin di malam
hari. Hye Ja memilih untuk berjalan pergi.
“Wanita
harus menjaga tubuh mereka agar tetap hangat.” Kata Si nenek melihat Hye Ja
berjalan pergi.
“Apa
anak-anak jaman sekarang tidak mendengar? Mereka akan mengerti ketika tua dan
sakit.” Keluh si nenek. Hye Ja pun menganguk mengerti. Lalu pamit pergi.
Hye Ja
bertemu dengan Ji Hyun di sebuah Studio Suara tapi sedikit gugup melihat
bangunan yang kecil. Ji Hyun memberitahu kalau ada dilantai atas. Hye Ja
ebrtanya Apakah ada stasiun penyiaran
di tempat seperti ini juga. Ji Hyun mengajak masuk.
“Pekerjaan
dubbing, yang kau maksud...” kata Hye Ja panik melihat video yang ada
didepanya.
“Ya.
Sebuah film erotis... Kau Jangan terlalu terkejut... Semua dubber melakukan hal
ini... Anggap saja sebagai pekerjaan paruh waktu.” Ucap Ji Hyun.
Hye Ja
menuruni tangga merasa tak perlu melakukan pekerjaanya, tapi kata-kata Ji Hyun
teringat dikepalanya.
“Kudengar
kau ingin melamar menjadi pembaca berita. Tapi kau tidak mengajukan lamaran apa
pun. Bagaimana kau akan menghasilkan uang? Aku mengalami apa yang kau alami
sekarang juga.”
“Ya, kau
memiliki suara yang bagus Tapi itu tidak cukup bagus untuk menjadi pembaca
berita. Kau tahu itu juga, kan? Aku tahu kau tidak akan menyerah, tapi itu kebenarannya.”
“Aku tahu.
Aku paham kau pasti terkejut... Tapi tetap saja, daripada rekaman pengumuman
aneh, ini cara yang lebih menguntungkan.”
Hye Ja
terdiam didepan kantor Studio Suara seperti ragu akan pergi atau tetap diam.
Akhirnya
Hye Ja sudah ada di studio wajahnya tegang. Operator memutar film agar Hye Ja
mengeluarkan suaranya. Hye Ja hanya terdiam melihat adegan didepanya, Sutradara
memarahinya karena harus segera mulai
setelah adegan dimulai.
Hye Ja
yang masih shock meminta maaf. Ji Hyun pun berharap Hye Ja bisa melakukanya.
Hye Ja akhirnya mengeluarkan suara desahanya. Si pria mengeluh dengan yang
dilakukan Hye Ja seperti kaku. Hye Ja mengaku merasa begitu canggung melakukan
hal ini.
“Hei, Kim
Hye Ja... Kau melakukan pekerjaan yang baik, tapi kau tidak bisa melakukannya
lebih alami? Alami.” Ucap si pria marah
“Maafkan
aku. Dia bisa saja kesulitan karena tidak punya banyak pengalaman.” Kata Ji
Hyun membela tapi Hye Ja terihat marah
“Aku dulu
begitu kotor! Aku memiliki banyak pengalaman.” Kata Hye Ja menyakinkan.
Tuan Kim
masuk salon dengan menyembunyikan sesuatu dibalik badanya, dikagetkan istrinya
sedang duduk karena tidak sibuk. Nyonya Kim pikir Hari Senin selalu seperti ini dan memberitahu
kalau Hye Ja tak ada dirumah. Tuan Kim hanya diam saja.
“Yah, dia
bahkan suka roti kacang merah dingin.” Ucap Nyonya Kim. Tuan Kim merasa
kalautidak pernah bisa membodohi istrinya memperlihatkan kue bentuk ikan yang
dibawanya.
“Hye Ja, Apa
belum pulang?” tanya Tuan Kim. Nyonya Kim memberitahu Seniornya bilang akan memperkenalkan Hye Ja
beberapa pekerjaan, jadi sangat bersemangat dan keluar.
“Aku tidak
tahu kapan dia akan datang.” Kata Nyonya Kim. Tuan Kim pun berharap p itu
berjalan dengan baik.
“Lalu itu
akan menjadi hadiah ulang tahun yang sempurna untukmu.” Kata Tuan Kim penuh
semangat. Nyonya Kim tersipu malu tapi meminta suaminya agar jangan langsung
menyimpulkan.
Hye Ja
akhirnya pulang melihat ayahnya dan ibunya ada disalon. Nyonya Kim bertanya
Bagaimana pekerjaan anaknya. Hye Ja memperlihatkan amplop gajinya mengaku
berjalan lancar, Nyonya Kim tak percaya kalau isinya uang bertanya anaknya
berkerja apa hari ini.
“Sudah
kubilang. Ji Hyeon memperkenalkan pekerjaan kepadaku.” Kata Hye Ja menutupi
pekerjaanya.
“Kau
harus menggunakan ini untuk diri sendiri.” Kata Nyonya Kim menolak, tapi Hye Ja
tahu kalau wastafel cuci rambut rusak.
“Ini
tidak banyak, tapi aku merasa lebih baik jika aku bisa membaginya.” Kata Hye
Ja.
“Aku
tidak pernah membayangkan menerima uang dari anakku.” Ucap Nyonya Kim bangga.
Hye Ja melihat ibunya sangat senang.
“Astaga.
Kau melakukan pekerjaan hebat, Hye Ja.” Puji Nyonya Kim, Hye Ja melihat wajah
ayahnya seperti cemburu.
“Ayah... Lain
kali aku akan mencari uang, itu akan menjadi milikmu... Oke?” janji Hye Ja.
Tuan Kim memberikan kuenya.
Hye Ja
senang ayahnya membelikan Bungepang, lalu berjalan masuk dan memperlihatkan
wajah sedihnya. Tuan Kim merasa sebagai orang
yang selalu membawa barang-barangnya tapi istrinya yang selalu mengambil
kredit.
“Dia
berjanji akan mencari uang dan membelikan taksi baru. Dia menepati janjinya
atau tidak, aku sangat bangga padanya.” Ucap Tuan Kim bangga
“Dia
putri kita, dan tahu seberapa keras kita bekerja. Aku tidak bisa menggunakan
uang ini... Ini seperti gaji pertama putri kita. Jadi Aku tidak bisa menggunakan
ini.” Kata Nyonya Kim sedih.
Hye Ja
gelisah tak bisa tidur akhirnya berpikir
akan membeli udon dan setengah botol Soju lalau melupakan segalanya
setelah itu akan pergi tidur. Joon Ho masuk ke
Bar Snack Tengah Malam akan memesan soju dan udon, lalu melihat Hye Ja
yang duduk sendirian sedang mabuk.
“Pak, aku
tidak memerlukan soju itu.” Ucap Joon Ha lalu berjalan mendekati Hye Ja
mengambil segelas soju.
“Itu... bukan
apa yang aku inginkan.” Kata Hye Ja lalu melihat gelas dan botolnya kosong dan memesan soju lagi. Joon
Ha memberikan kode agar tak memberikanya.
“Eh... Orang
yang ingin menjadi reporter? Apa yang membawamu ke lingkungan kami?” ucap Hye
Ja yang mabuk
“Kita
tahu bahwa tinggal di lingkungan yang sama.” Ucap Joon Ha. Hye Ja mengeluh
dirinya bodoh karena baru mengingatnya.
“Kau
warga di daerah ini... Meskipun kau tidak kaya, kurasa kau dari keluarga yang
baik... Tapi kau tak punya uang sepertiku... Tapi itu aneh. Orang yang tak
punya uang biasanya mengenali satu sama lain.” Ucap Hye Ja.
“Itu
karena aku lebih tak punya uang darimu. Ada tingkatan antara orang-orang tak
punya uang. “ kata Joon Ha
“Ayolah,
jangan konyol... Kau mungkin berpikir salon kecantikan kami milik keluarga
kami, tapi itu milik bank. Kami berutang pada mereka Dan itu bukan jumlah yang
kecil.. Itu "Debt" dalam bahasa Inggris."B" suku kata yang
tidak dibunyikan.” Ucap Hye Ja yang mabuk membuat Joon Ha tersenyum.
“Apakah
ini pertempuran untuk melihat siapa yang lebih menyedihkan? Aku yakin bisa
mengalahkan siapa pun.” Kata Joon Ha penuh semangat
“Jari
tengah di tangan kanan ibuku bengkolkkarena dia memegang gunting begitu lama.” Cerita
Hye Ja
“Nenekku
tidak memiliki sidik jari yang tersisa karena dia bekerja begitu keras.” Ucap Joon
Ha
“Aku
sedang membicarakan ibuku. Kenapa membawa nenekmu ke ini?” keluh Hye Ja. Joon
Ha mengaku tak ada yang bisa dilakukan karena tidak punya ibu atau ayah.
“Ibuku
melarikan diri ketika aku masih kecil, dan ayahku adalah seseorang yang tidak
kuharapkan di dunia ini.” Aku Joon Ha.
Hye Ja
pun tak bisa menahan sedih lalu mengaku kalah. Joon Ha meminta sebotol Soju dan
pun menuangkan minum, mereka minum bersama. Joon Ha menceritakan setelah
dibesarkan, tidak pernah bisa bersantai dan
melakukan segalanya untuk mendapatkan uang.
“Meskipun
aku harus mempersiapkan ujian sekarang, aku masih melakukan pekerjaan
konstruksi dan bahkan bekerja di kota-kota lain. Ceritaku terlalu menyedihkan dan
membosankan, kan?” kata Joon Ha
“Tapi aku
harus bilang, sepertinya kau melakukan yang terbaik. Aku punya keyakinan, dan
bahkan tidak tahu apa yang harus kulakukan. Untuk mengatakan yang sebenarnya
kecuali beberapa kali di awal, aku bahkan tidak pernah mengirim resumeku ke
stasiun penyiaran. “ cerita Hye Ja.
“Tapi
setelah Gagal wawancara beberapa kali membuatku sadar. Bahkan selama wawancara,
pewawancara tidak menanyakan beberapa pertanyaan, tapi aku tahu mereka
melakukan itu hanya untuk bersikap sopan. Untuk kandidat kuat, semua
pewawancara, secara langsung tersenyum pada mereka.” Kata Hye Ja dengan Joon Ha
terus mendengarkanya.
“Apa yang
mereka katakan bahkan tidak masalah. Tapi aku bahkan tidak berpikir bahwa aku
memenuhi syarat sebagai kandidat kuat. Aku agak payah. Tapi pada saat yang
sama, itu sangat sulit untuk berdamai dengan itu dan hanya menerimanya.” Ucap Hye
Ja.
“Kenapa?
Itu karena aku sangat peduli tentang diriku sendiri. Aku benar-benar ingin
melakukannya dengan baik, tapi wanita ini sedikit... Dia payah. Sekarang, aku
pasti tahu tidak cocok untuk itu, tapi aku tidak memiliki keberanian untuk
memberikan semuanya.” Ucap Hye Ja.
“Jika aku
memberikan ini, aku akan memerlukan tujuan yang berbeda. Tapi aku begitu takut,
aku mungkin tidak pernah mencapai tujuan tersebut. Yah, aku tahu akan berakhir
seperti ini, aku tidak akan pernah memutuskan untuk menjadi pembaca berita dan
hanya bekerja keras seperti yang kau lakukan. “Kata Hye Ja
“Setidaknya
aku akan mendapatkan uang. Lalu orang tuaku tidak harus bekerja keras.” Kata Hye
Ja. Joon Ha bertanya apakah Hye Ja
menyesali keputusannya.
“Ya. Aku
benar-benar menyesal memutuskan untuk menjadi seorang pembaca berita. Jika aku
tidak pernah menetapkan tujuan itu untuk diriku sendiri, kurasa aku akan jauh
lebih bahagia sekarang. Aku ingin kembali ke waktu itu.” Ucap Hye Ja.
“Aku
ingin kembali ke waktu itu dan mengatakan pada diri sendiri untuk menyerah pada
mimpi itu. Aku benar-benar ingin melakukan itu.” Kata Hye Ja.
“Aku juga
akan senang untuk kembali ke masa itu.”akui Joon Ha. Hye Ja bertanya bagaimana
kalau ia bisa melakukanya.
“Jika kau
benar-benar bisa memutar waktu kembali, apa yang akan kau lakukan?” tanya Hye Ja.
“Aku
tidak akan pergi ke nenekku, karena Aku lebih suka tinggal di panti asuhan. Aku
tidak akan hidup dengan nenekku. Karena Aku tidak akan pernah membiarkan dia
membawaku dan menderita lagi.” Ucap Joon Ha
“Itu
menyayat hati... Ya, jangan biarkan dia menderita lagi.” Kata Hye Ja sedih sambil
menangis.
Joon Ha
memberikan tissue mengajak pulang, Hye Ja merasa Ini bukan keputusan yang mudah
baginya tapi akan memberi Joon Ha kesempatan untuk mengubah keadaan. Joon Ha
tak mengerti maksudnya. Hye Ja pikir kalau Joon Ha tahu membawa jam tanganya.
“Kesempatan
untuk memutar waktu.” Ucap Hye Ja. Joon Ha merasa akan sangat bagus jika itu benar.
“Maksudku,
aku tidak bisa mewujudkannya, tapi jam ini bisa. Apa kau benar-benar ingin
melakukannya? Apa kau benar-benar menginginkannya?” ucap Hye Ja. Joon Ha
menganguk.
“Perlihatkan
padaku. Kumohon.” Ucap Joon Ha. Hye Ja memastikan Joon ha tak menyesal nanti.
“Setelah
selesai, tidak akan kembali.” kata Hye Ja memperingati. Joon Ha meminta agar
menunjukan padanya. Hye Ja bersiap-siap memutar jam tanganya.
Bersambung
ke part 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar