PS : All images credit and content copyright : TVN
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Hae Rin
melihat salju yang turun di depan jendela cafe, Seo Joon terlihat ikut terpana
meihat salju yang turun sangat indah sekali. Akhirnya keduanya tiba-tiba
sama-sama mengeluarkan ponselnya, Seo Joon menuliskan pesan.
“Dan Yi,
kau sibuk? Bisakah kita bertemu?” Tapi ponsel Dan Yi tertinggal di ruang kerja.
Hae Rin
ingin menuliskan pesan juga untuk orang yang dicintainya “Eun-ho, salju turun.
Apa Kau melihatnya?” tapi terlihat ragu untuk mengirimkan pesan. Eun Ho pun
sudah tak ada diruangan.
“Salju membuatku
terpikir seseorang.” Akui Seo Joon dengan senyuman bahagia. Hae Rin juga
menganguk karena memikirkan Eun Ho.
Eun Ho
dan Hae Rin sedang ada di luar rumah menikmati salju yang turun. Seo Joo
menunggu pesan balasan Dan Yi tapi tak kunjung datang berpikir kalau sedang
sibuk. Hae Rin pun sedih karena Eun-ho
tak membalas pesan lagi.
Dan Yi
mengingat status di SNS Eun Ho “ Alih-alih "Aku mencintaimu", SÅseki
Natsume bilang, "Bulannya indah." Itu malam yang mengingatkanku
padanya.” Ia membahas apakah Eun Ho
mengingatnya kalau memberitahu tentang
si penulis. Eun Ho mengaku ingat.
“Itu
sebabnya kubilang kepadamu, "Bulannya indah." Aku baru mengatakan lagi...
Aku bilang padamu saljunya indah... Indah, 'kan?” ucap Eun Ho. Dan Yi terdiam
menatap Eun Ho seperti merasakan sesuatu.
Eun Ho
ingin membersihkan kepala Dan Yi dari salju tapi Dan Yi menghindar. Eun Ho
mengejek Dan Yi berpikir tiba-tiba merasa tertarik denganya. Dan Yi akhirnya
membiarkan kepalanya dibersihkan oleh Eun Ho, lalu teringat kejadian
sebelumnya.
Flash Back
“Anggap
kau mulai menyukai seorang wanita. Tapi dia delapan tahun lebih tua, janda, dan
punya anak. Bukankah kau akan mundur?” ucap Dan Yi
“Itu tak
membuatku mundur... Itu semua tak menggangguku.” Kata Eun Ho menatap Dan Yi
dengan wajah serius
“Apa Kau
mau berkencan dengan janda cerai? Hei... Sadarlah.” Keluh Dan Yi
“Bagaimana
jika aku tetap suka?” kata Eun Ho menantang. Dan Yi memukul Eun Ho agar
sadar Eun Ho merasakan sakit mengaku
Berkat Dan Yi dirinya terlalu sadar menurutnya wanita itu terlalu naif untuk
tahu perasaannya.
“Apa...
kau... Apa kau... menyukaiku?” ucap Dan Yi menatap Eun Ho seperti tak percaya.
Eun Ho terdiam seperti waktunya berhenti sejenak, akhirnya memilih untuk masuk
rumah.
“Kenapa
dia tak bilang tidak? Maksudku, dia seharusnya bilang tidak.” Keluh Dan Yi
heran.
Eun Ho
yang terlihat santai masuk ke rumah tiba-tiba kakinya terasa lema karena hampir
ketahuan dan langsung ditolak. Dan Yi pun masih memikirkan dengan sikap Eun Ho
padanya.
Hae Rin
dan Seo Joon akhirnya keluar dari cafe,
Hae Rin mengatakan akan menghubungi
saat kontraknya siap. Seo Joon dan Hae Rin berpisah jalan, tapi keduanya
sama-sama menatap ponsel berharap-harap menunggu balasan pesan, lalu melihat ada poster [SYAIR UNTUK MUSIK PAMERAN
SENI]
Dan Yi
masuk rumah mengajak untuk bicara. Eun
Ho seperti ingin menghindar. Dan Yi mengeluh Eun Ho yang tak menjawab. Eun Ho malah balik bertanya Dan
Yi yang tanyakan hal semacam itu. Dan Yi meminta aar Eun Ho mengatakan tidak.
“Ini Tidak
benar, 'kan? Aku pasti salah paham, 'kan? Itu akan lebih mudah untuk kita
berdua.” Ucap Dan Yi
“Jika itu
membuatmu lebih tenang, silakan berpikir begitu.” Kata Eun Ho akan bergegas
pergi.
“Apa Kau
bercanda? Ayolah. Kita harus menyelesaikan itu hari ini.” Tegas Dan Yi
“Jawabanku
tidak. Apa Sekarang beres?” tegas Eun Ho lalu bergegas masuk ruagan karena akan
mulai membaca.
Eun Ho
mulai membaca tulisan yang harus diketik tapi Dan Yi malah sibuk menjelajahi
wajahnya dengan pensil saat melihat Eun Ho yang memegang pensil karena bisa
merasakan kalau pensil itu seperti pernah berjalan di sekitar wajahnya.
Ia
mencoba merasa apa yang menyentuh wajahnya saat tertidur di bahu Eun Ho,
seperti Dan Yi tak tahu kalau Eun Ho menyentuh dengan jarinya. Eun Ho tersadar
melihat Dan Yi yang menjelajahi wajahnya dengan penghapus.
“Kita
Fokus. Oke? Aku bilang tidak berpikir yang lain” kata Eun Ho sambil memukul Dan
Yi dengan pensilnya.
“Beraninya
kau. Aku lebih tua.” Kata Dan Yi marah. Eun Ho merasa bosan dengar itu dengan sengaja memanggilnya
“Nuna”
“Ini aneh
sekali. Saat aku menaruh kepalaku di bahumu selama beberapa menit, aku sungguh
merasakan hal aneh... Aku merasakannya.” Kata Dan Yi
“Hal yang
aneh? Seperti apa?” tanya Eun Ho. Dan Yi mengaku Rasanya seperti tangan seseorang membelai
wajahnya.
“Kau
mendengkur... Apa Kau memikirkan hal-hal nakal?” ejek Eun Ho, Dan Yi menegaskan
tak mendengkur.
“Aku tak
pernah mendengkur, seumur hidupku... Aku yakin benar.” Tegas Dan Yi
“Kau
mungkin langsung bisa baca saat kau dilahirkan.” Ejek Eun Ho, Dan Yi tak ingin
membahasnya lagi menyuruh Eun Ho untuk membaca lagi.
Eun Ho
ingin mendekat karena melihat layar komputer tapi Dan Yi terlihat gugup
langsung menjauh. Akhirnya Eun Ho mulai membaca kembali kalimat yang akan
diketik lalu
“Aku
hanya penasaran.... Apakah Kalau aku suka kau?” ucap Eun Ho, Dan Yi menegaskan
kalau itu konyol.
“Apa yang
konyol? Pria menyukai wanita.” Kata Eun Ho, Dan Yi menyuruh Eun Ho membaca lagi
karena mereka harus kerja besok. Eun Ho ingin kembali bekerja tapi memilih
untuk kembali bicara.
“Tapi
bukankah kau seharusnya senang jika aku punya perasaan padamu? Di mana bisa
temukan pria sepertiku? Aku adaah pria idaman, tampan dan cerdas. Semua bukuku
laris. Semua mengatakan padaku... Semua berkata aku genius, tapi rendah hati.”
Kata Eun Ho bangga.
“Astaga,
kau perlu dimarahi.” Ucap Dan Yi memukul keras punggung Eun Ho
“Dan Yi,
kau harus memikirkannya. Jika kau menerimaku... Aku akan...” kata Eun Ho dan
Dan Yi kembali memukulnya.
Eun Ho
mengeluh karena sakit dan mencoba menghentikan dengan memegang dua tangan Dan
Yi, Dan Yi mencoba melepaskan tapi Eun Ho memegang dengan erat. Eun Ho mengaku
kalau akan bersikap baik pada Dan Yi, keduanya akhirnya saling menatap.
“Haruskah
aku suka padamu? Apa aku harus menyukaimu saja? Jika ya, apa kau akan menyerah dan
berpacaran denganku?” ucap Eun Ho,
Dan Yi
mencoba melepaskan tanganya memperingatkan Eun Ho Jangan bersikap menyebalkan.
Eun Ho memegang erat tangan Dan Yi agar tak terlepas.
“Kau
sebenarnya cukup manis, Dan Yi... Dan cantik... Aku mencintaimu, Dan Yi” akui
Eun Ho blak-blakan lalu memberikan senyuman manisnya.
Dan Yi
menatap dalam Eun Ho langsung menyeruduk dengan kepalanya. Eun Ho melepaskan
tangan Dan Yi memegang wajahnya yang terasa sakit. Dan Yi memperingatkan Eun Ho
agar Berhenti berakting sambil mengeluh harus gunakan kekerasan untuk
menyadarkannya. Eun Ho pun kembali membaca.
Hae Rin
menikmati lukisan yang ada didepanya, wajahnya terlihat sendu. Seo Joon pun
melihat pameran lukisan sampai akhirnya sampai didepan lukisan dan tak sengaka
bertemu kembali dengan Hae Rin yang berdiri disampingnya.
“Kukira
kau ada kegiatan lain.” Ucap Hae Rin. Seo Joon pikir kalau Hae Rin seperti itu
karena sudah berkirim pesan.
“Kurasa
dia tak menjawab.” Kata Hae Rin. Seo Joon bertanya Kenapa datang sendirian. Hae
Rin mengaku ingin bertanya seperti itu juga. Lalu keduanya pun tertawa.
Dan Yi
mengambil tumpukan surat yang masuk, lalu memilah-milah surat untuk Tuan Kim,
Nyonya Go dan juga Eun Ho. Ia lalu tersadar sedang ada dikantor jadi harus
memanggil Tuan Cha. Ia melihat surat dengan tulisan tangan, untuk Pak Kang
Byung Jun.
“Apa Ini
dari penggemarnya?” pikir Dan Yi. Nyonya Seo datang menghampiri Dan Yi menyapa
sebagai teman yang sudah lama tak jumpa. Dan Yi pun menyapa Nyonya Seo dengan
sopan.
“Hei,
ayolah. Kita sudah memutuskan untuk berteman... Jangan seperti itu. Mari
berteman. Hei, apa kabarmu tadi?” kata Nyonya Seo mencoba ikut menari-nari
seperti yang dilakukan Dan Yi sebelumnya.
Keduanya
pun masuk lift sambil melompat-lompat,
Nyonya Seo tahu kalau Dan Yi
pasti sangat sibuk bertanya apakah sudah selesai mendigitalkan
manuskrip, Dan Yi mengaku sudah. Nyonya Seo pun mengajak Dan Yi untuk pergi ke
club lagi.
“Aku
sudah berlatih agar tak kalah dengan Macan Gangnam.” Kata Nyonya Seo penuh
semangat mengoyangkan kepala dan badanya. Dan Yi mencoba mengikutinya.
“Itu
sangat seksi, Kawan... Akan aku lakukan tari kekuatan, hanya untukmu.” Kata
Nyonya Seo bangga mereka menamakan tari kekuatan dengan Pose akhir yang bagus
Saat
mereka membuat pose terakhir, pintu lift terbuka. Nyonya Go menatap sinis pada
keduanya. Dan Yi menyapa Nyonya Go layaknya seperti kawan, tapi Nyonya Goo
tetap diam dengan tatapan dingin. Akhirnya Dan Yi menyapa dengan sopan.
“Bagaimana
kabarmu? Pak Cha dan aku sudah selesai mendigitalkan naskah Bu Yu. Mulai hari
ini aku kembali ke kantor.” Kata Dan Yi
“Ini ulang
tahun pertama bayi Pak Oh. Tolong carikan hadiah.” Perintah Nyonya Oh dingin.
“Hadiah
apa yang bagus?” tanya Dan Yi. Nyonya Goo menyuruh Dan Yi untuk memikirkanya.
“Sesuatu
yang mewah dan kreatif. Jangan tanya dan pikirkan saja.” Ucap Nyonya Go. Dan Yi
mengerti dan akan mengurus nanti sore.
“Wanita
sombong itu. Menjengkelkan sekali.” keluh Nyonya Seo setela Nyonya Go masuk
ruangan.
Buku
“SEMESTAMU” dibawa oleh tim pemasaran, Hae Rin terlihat senang melihatnya. Si
pria yakin Hae Rin pasti sangat bangga karena menurutnya Buku ini tampak hebat.
Hae Rin sudah tak sabar melihat buku hasil karyanya.
“Aku
sudah kirim satu untuk Profesor Kang, langsung dari gudang.” Kata Tim
penasaran. Hae Rin pun mengucapakan terima kasih karena sudah menunggu.
“Aku
selama ini cemas, tapi tampak sangat bagus.” Kata Hae Rin. Semue memberikan
selamat dan memuji. Hae Rin mengucapkan Terima kasih.
Dan Yi
membawakan buku pada Tuan Kim kalau terbitan baru suda keluar. Tuan Kim langsung mencium buku
“Semestamu” lalu meraskan seperti bau dari panas percetakan dan bisa menciumnya
yaitu bau penjualan terbaik. Dan Yi
mengaku juga seperti itu.
“Kurasa
buku ini akan sukses.” Kata Dan Yi. Tuan Kim memuji Dan Yi sungguh paham.
“Kau mau
bertaruh tentang jumlah penjualan?” kata Tuan Kim. Dan Yi pikir itu bagus dan
meminta Tuan Kim menyebutkan angkanya dahulu.
“Kurasa
akan terjual 5.000 eksemplar.” Ucap Tuan
Kim. Dan Yi pun mengusulkan langsung
membuat cetakan kedua.
“Bukunya
bahkan belum masuk toko buku.” Goda Tuan Kim
Dan Yi
pun membawakan buku pada Nyonya Goo,
memberitahu kalau baru saja terima cetakan final “Semestamu” dan pamit
pergi. Nyonya Goo membacanya lalu menahan Dan Yi, wajahnya terlihat tegang.
Tuan Kim yang baru membaca bukupun terlihat kaget.
“Halo,
Profesor. Kau dapat bukunya, 'kan? Hasilnya sangat baik, sesuai rencana. Bahkan
tak perlu kubahas betapa sempurnanya tulisanmu. Dan aku senang kita tetap ingin
memakai sampul keras. Tampak luar biasa dan klasik. Memikat...” ucap Hae Rin
menelp dengan penuh semangat.
Dan Yi
mendekat dengan wajah gugup karena Hae Rin sedang menelp. Hae Rin terlihat
kaget lalu membawa bagian depan buku [PENULIS KANG GYEONG-JU DARI 1998 SAMPAI
2006, DIA NATIONAL INSTITUTE OF STANDARDS AND TECHNOLOGY AMERIKA]
“Ya, Aku
baru memeriksa... Profesor.. Aku mengerti.” Kata Hae Rin terlihat panik lalu
terdengar teriakan Tuan Kim yang panik
“Hae-rin....
Kau belum kirim buku Profesor Kang, 'kan?” ucap Tuan Kim. Pegawai pemasaran
mengatakan sudah mengiriminya satu langsung dari gudang.
“Kau
penanggung jawabnya... Kenapa kirim buku tanpa periksa biografi penulis?” kata
Nyonya Goo sinis.
Hae Rin
langsung melirik sinis pada Ji Yool, seperti Ji Yool tak sadar kalau itu
kesalahanya.
Flash Back
Hae Ri
memberikan berkas biografi penulis buku “Semestamu” menyuruh Ji Yool untuk meakukan
riset dan tambahkan detailnya. Ji Yool menganguk mengerti.
“Aku
mengecek kembali semuanya pada biografi dari Nona Song, juga yang kutambahkan
sebelum kukirim. Apa Ada yang salah?” ucap Ji Yool polos.
“Ji Yool,
ada beberapa info penting hilang.” Kata Eun Ho. Ji Yool bertanya Bagian mana?
“Di sini
tertulis dia adalah NIST dari 1998 hingga 2006... Apa Dia adalah NIST?
Bagaimana mungkin?” kata Eun Ho.
“Ini buku
yang ditulis ahli fisika... Kenapa kata "ahli fisika," tak ada di
biografi?” ucap Song Il
“Maaf.
Seharusnya aku mengecek kembali biografinya sebelum mengirimkan perintah cetak.”
Kata pria bagian pemasaran. Hae Rin pun
membungkuk meminta maaf mengaku kalau itu kesalahanya.
“Tentu
saja salahmu... Kau kini asisten manajer tahun ketiga. Apa Kau tak lagi peduli
tugas dasar? Kau pikir itu buang-buang waktu, 'kan? Apa Kini kau anggap remeh
pekerjaan setelah merasa cukup belajar? Apa Kau mau berhenti?” ucap Nyonya Go.
Hae Rin kembali meminta maaf.
“Kesalahan
biografi penulis tak bisa diremehkan... Buat permintaan maaf tertulis.” Ucap
Eun Ho. Hae Rin menganguk mengerti.
“Aku
sungguh minta maaf. Akan kubereskan.” Kata Hae Rin sangat malu dimarahin
didepan semua pegawai.
“Hae-rin,
kau jarang buat kesalahan.” Keluh Nyonya Goo berjalan pergi dan juga Tuan Kim.
Tuan Bong
pikir mereka bisa tempel stiker saja. Eun Ho menegaskan harus cetak ulang
karena Para profesor bisa sangat sensitif tentang biografi. Pegawai yang lain
juga setuju, Selain itu, Profesor Kang
sangat cerewet.
“Saat aku
siapkan kuliah penulisnya dua tahun lalu, stres karena menghadapinya membuat
kepalaku botak sebagian.” Ucap Pegawai lain
“Lalu
kurasa kita hanya bisa mencetak ulang? Maksudmu, semua, 5.000 eksemplar? Karena
memakai sampul keras, akan sangat terlihat jika hanya mengganti satu halaman.”
Ucap Pegawai lain kebingungan
“Tapi
bukankah itu pemborosan?” komentar Nyonya Seo tapi yang lain berpikir ganti
sampulnya saja.
Hae Rin
tak bisa menahan amarahnya mengambil kotak soju pada lacinya, Dan Yi panik
mencoba menutupinya karena Hae Rin langsung menghabiskanya.
“Menempelkan
stiker harganya jauh lebih murah. Tapi tak akan tampak bagus. Jadi, kita
harus...” kata Eun Ho lalu terdiam melihat Hae Rin yang minum soju saat waktu
kerja.
“Ji..
Yool.... Kau Ke ruang rapat. Sekarang.” Ucap Hae Rin lalu berjalan lebih dulu.
Ji Yool mengikuti dengan wajah ketakutan. Park Hoon ikut melihat dari kejauhan
dengan wajah sedih memberikan semangat.
Nyonya
Seo binggung melihat Hae Rin yang bisa minum soju, Tuan Bong pun binggung
bertanya-tanya Kapan Hae Ri. mendapat soju ini?
Eun Ho
akan membuka laci Hae Rin, Dan Yi menahanya agar Eun Ho tak membukanya. Eun Ho
tetap menariknya dan semua tumpukan Soju ada didepanya akhirnya menyuruh Dan Yi
untuk membuang semuanya. Dan Yi pun tak bisa menolaknya, menganguk mengerti.
“Kalian
semua tak melihat semua itu. Paham? Jangan bilang apa pun pada Pak Kim dan Bu
Go. Paham, 'kan?” kata Tuan Bong memperingatkan semuanya. Song Il pikir Ji Yool
pasti sudah tamat nasibnya sekarang.
Hae Rin
menatap Ji Yool berdiri didepanya, lalu membuka jaketnya seperti sudah siap
memberikan pelajaran, tapi ia melampiskan amarah dengan membanting jaketnya
diatas meja. Ji Yool pun hanya bisa terdiam dan terlihat ketakutan.
“Singkat
saja, Ji Yool.... Bagaimanapun kujelaskan, kau tak akan mengerti. Aku akan
senang jika kau memberikan surat pengunduran diri dan pergi, tapi terserah
padamu, karena ini hidupmu.”tegas Hae Rin
“Tapi Apa
kau tahu, 5.000 eksemplar itu adalah tubuh dan darahku! Aku jelas tak bisa
memusnahkannya. Semua stikernya harus sudah terpasang besok pagi.” Kata Hae Rin
lalu keluar dari ruangan.
“Bisa
tunjukkan caranya?” ucap Ji Yool menahan tangis. Hae Rin langsung menatap
sinis.
“Aku akan
cari tahu sendiri.” Kata Ji Yool akhirnya menangis memanggil ibunya karena
sangat takut.
Hae-rin
dari Penerbit Gyeoroo menelp percetakan
kalau ingin memesan stiker. Eun Ho mendengarnya mencoba menahanya, tapi
Ha Rin yang marah terus berbicara ditelp kalau akan mengirimkan email tentang
ukuran dan isinya.
“Apa Kau
sungguh akan melakukan ini?” ucap Eun Ho. Hae Rin mengatakan bukan dia tapi Ji
Yool yang akan melakukannya.
“Aku
butuh setahun untuk membuat buku ini. Tak akan kubiarkan semuanya dihancurkan
hanya karena kita tak tulis satu frasa. Aku tak bisa biarkan itu terjadi. Aku
juga tak mau menempelkan stiker. Namun... aku tak bisa biarkan 5.000 eksemplar menjadi
serpihan kertas.”Tegas Hae Rin menahan tangis.
“Seharusnya
kita terbitkan 2.000 eksemplar saja. Seharusnya kita tak membuat sampul keras.”
Komentar Tuan Bong
“Ji Yool....
Kau harus ke gudang dan bereskan.” Ucap Eun Ho, lalu memastikan pada Hae Rin
stikernya akan dikirim ke gudang. Ji Yool dengan wajah tertunduk pergi dengan
membawa tas kesayanganya.
Seo Joon
pergi ke rumah sakit, melihat Seorang ibu yang baru saja memandikan pasien
memujinya tampak sangat cantik setelah mandi tapi malah sangat membenci ketika
mandi. Seo Joon tersenyum bahagia melihat si ibu. Akhirnya duduk bersama dengan
perawat.
“Apa
wanita itu masih sangat merepotkan Ibu saat mandi?” ucap Seo Joon. Nyonya Ji
mengaku hanya sedikit saja.
“Ibu
harus berhenti melakukannya, karena Aku cemas... Ibu harus menjaga kesehatan.
Apa Kau tak dengar perkataan dokter? Katanya ibu baik-baik saja. Tak ada yang
bisa pulih total dari kanker.” Ucap Seo Joon khawatir.
“Berdiam
diri memperburuk penyakit ibu. Ibu di sini bukan bekerja sosial. Bahkan Ibu di
sini agar lebih baik. Ibu sangat bersyukur setiap kali datang ke sini... Berkat
kau, ibu bisa hidup... Kau cuti dari sekolah untuk merawat ibu.” Kata Nyonya
Ji. Seo Joon pikir itu hanya sepekan sekali saja.
“Omong-omong,
kemarin turun salju... Apa Kau berkencan dengan wanita tinggi?” ucap Nyonya Ji.
Seo Joon heran Nyonya Ji yang mengatakan itu.
“Tunjukkan
fotonya... Kau janji akan tunjukkan fotonya.” Ucap Nyonya Ji penuh semangat.
“Kubawa
fotonya lain kali... Tapi Alih-alih foto... Ini hadiah.” Kata Seo Joon
memberikan sesuatu pada ibunya. Nyonya Ji terlihat sangat bahagia melihat
sebuah kartus pos.
“Ini
lukisan Ju Mi-hyeon... Lebih bagus dilihat langsung. Mari pergi bersama sebelum
pamerannya berakhir.” Kata Seo Joon. Ibunya pun mengucapkan terimakasih.
“Dan Ini
buku yang baru-baru ini kudesain, kurasa Ibu mungkin suka yang ini. Bagaimana
menurut Ibu?” kata Seo Joon. Nyonya Ji pun mengucapakn terimakasih.
Ji Yool
sampai di percetakan, menatap sedih dalam taksi. Saat itu supir taksi memberitahu Kartu kreditnya tak
bisa dipakai. Ji Yool binggung lalu memberikan kartu yang lain. Sopir mencoba
lagi, tapi kartunya tetap tak bisa.
Ji Yool
akhirnya memberikan dua kartu yang lain , dan keduanya tak bisa. Wajah supir
taksi terlihat menahan kesal. Ji Yool mengeluarkan semua uang dalam dompetnya
lalu memberitahu kalau kurang 300 won. Sopir pun berbaik hati tak masalah.
Ji Yool
hanya bisa melonggo binggung dengan banyak tumpukan buku yang tinggi, lalu
menyapa sebuah pegawai kalau memberitahu dari Penerbit Gyeoroo. Si pria tahu
tentang Stiker lalu menujuk ke arah tumpukan kardus. Ji Yool pun melihat
tumpukan kardus yang masih tersusun rapih.
“Aku bisa
melakukan ini... Aku bisa melakukan ini. Ya, aku bisa.” Ucap Ji Yool memberikan
semangat lalu membuka jaketnya.
“Permisi.
Di mana tempat gantung mantelnya?” tanya Ji Yool. Si pegawai berpikir akan
memegangnya saja lalu menaruh diatas tumpukan kardus. Ji Yool melihatnya
akhirnya menaruh tas kesayangan.
“Tunggu
di sini sebentar, Sayang... Jangan sampai terluka...” ucap Ji Yool pada tas
kesayangan. S pegawai yang melihatnya hanya bisa melonggo.
Ibu Ji
Yool menelp anaknya, Ji Yool merengek pada ibunya berpikir untuk berhenti
bekerja karena bahkan tak dibayar mahal jadi lebih baik pulang saja meminta agar ibunya menuliskan
surat pengunduran dirina.
“Astaga,
tidak. Kau harus bekerja di sana setidaknya tiga bulan. Jika kau mau menikah,
maka kau harus bekerja di sana setidaknya tiga bulan. Belakangan ini pria suka
wanita bekerja. Kau bisa berfoto dengan rekan kerjamu pada pernikahanmu. Selain
itu, kau tak mau calon mertuamu berpikir kau tak bekerja, lalu Berhentilah
setelah menikah.” Jelas Ibu Ji Yool
“Ibu,
bisakah setidaknya aktifkan kembali kartu kreditku? Aku tak punya cukup uang
untuk pulang malam ini.” Kata Ji Yool merengek tapi ibunya sudah menutup
telpnya.
Eun Ho
menerima telp lalu memberikan senyuman pada Dan Yi yang duduk diseberangnya.
Dan Yi terlihat binggung. Eun Ho akhirnya berdiri memberitahu semua pegawai
kalau mereka mendapat tambahan pesanan untuk dua buku. Semua pegawai langsung
menjerit bahagia.
“Buku
pertama adalah...” kata Eun Ho mengangkat satu buku. Tuan Bong bahagia karena
itu buku hasil kerjanya yang menyunting buku itu.
“Ini
pesanan tambahan keenam untuk buku itu... Apa kubilang? Sudah kubilang akan
sukses.” Ucap Tuan Bong bangga
“Kau
bercanda? Itu karena strategi pemasaran yang baik.” Keluh Nyonya Seo. Tuan Bong
tak banyak komentar hanya memuji mereka semua yang sudah berkerja dengan baik.
“Dan buku
lain...”KASTEL TERPENCIL DALAM CERMIN” ucap Eun Ho. Song Il menjerit bahagia
karena itu buku miliknya.
“Tak
kusangka bukuku dapat pesanan tambahan.” Kata Song Il. Semua pun memberikan
selamat.
“Tapi
bukan Song Il yang harus diberi selamat. Tepuk tangannya seharusnya untuk Bu
Kang Dan-i dari Tim Pembantu. Permintaan pesanan buku ini melonjak setelah
iklan format salindia Dan Yi dipublikasikan di situs media online.. Tim
Pembantu kerjanya bagus.” Kata Eun Ho.
“Kerja
bagus, Dan Yi.. Selamat!” puji Nyonya Seo memberikan tepuk tangan. Semua pun
ikut memberikan selamat,
“Dia
membawa keberuntungan... Kau yang terbaik.” Puji Tuan Bong. Tuan Kim juga memberikan selamat dan Nyonya Gong
bisa tersenyum melihatnya. Dan Yi tersenyum bahagia akhirnya berdiri membungkuk
memberikan hormat.
Dan Yi
akhirnya pergi ke ruang rapat melihat iklan yang dibuatnya dar ponsel. Wajahnya
langsung tersenyum bahagai seperti tak percaya melihatnya kalau semua bisa melakukanya
dan banyak komentar positif
“Akhirnya
aku melakukan sesuatu untuk perusahaan... Bagus...” kata Dan Yi menarikan tari
kekuatan, saat itu Eun Ho melihat dari depan pintu.
“Bukankah
kau harus membeli hadiah?” ejek Eun Ho. Dan Yi terlihat malu mengaku akan pergi.
Bersambung ke Part 2
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar