PS : All images credit and content copyright : TVN
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Dan Yi
menemui Nyonya Seo kalau punya ide untuk
blog menggunakan format salindia. Nyonya
Seo yang baru saja berbicara dengan Hae Rin binggung apa yang dimaksud dengan
salindia. Dan Yi memberikan beberapa contohnya.
“Metode
ini sedang sangat populer untuk menyampaikan berita karena banyak tampilan
visualnya. Kurasa kita bisa pakai metode ini untuk mempromosikan buku kita.”
Ucap Dan Yi memperlihatkan berkasnya.
“Kurasa
ini sama dengan pratinjau. Pembaca bisa membacanya per halaman. Jadi, kita bisa
unggah di media sosial..” ucap Hae Rin. Eun Ho melihat Dan Yi terus tersenyum
bahagia.
“Ini ide
yang bagus. Kita bisa pilih antara pakai foto atau gambar ilustrasi sesuai
genre bukunya. Itu membuat penasaran.” kata Nyonya Seo
“Ide-idemu
sungguh hebat, termasuk yang kau lakukan pada Pak Park.” Puji Hae Rin. Dan Yi
mengucapkan terima kasih.
“Jadi,
Apa kita unggah ini dengan rutin di laman media sosial kita?” tanya Nyonya Seo.
Eun Ho pun setuju.
“Bu
Seo... Pak Cha... Bolehkah aku yang bertanggung jawab mengunggah kontennya
dengan rutin?” tanya Dan Yi
“Apa kau
sanggup? Timmu selalu sibuk.” Kata Nyonya Seo. Dan Yi mengaku bisa melakukannya
selama diberi kesempatan.
“Jika kau
bisa, kenapa tidak?” ucap Nyonya Seo. Dan Yi mengucapkan Terima kasih jadi akan melakukan yang
terbaik.
“Karena
sudah kuberi izin, bagaimana jika kita ke kelab malam ini?” kata Nyonya Seo.
Dan Yi bingung.
“Sudah Lupakan.
Kurasa pakaianmu tak sesuai... Lain kali pakailah yang lebih bagus.” Kata
Nyonya Seo. Dan Yi pun tersenyum.
Tuan Kim
pergi ke pantry lalu menerima pesan dipapan [PAK BONG MAKAN SIANG DENGAN
PENYAIR CHOI HYEONG-SU PUKUL 12.00] wajahnya terlihat sangat marah. Ia akhirnya
pergi ke menemui Tuan Bong dengan marah mengaku Tadinya akan lebih baik pada
rekan kerjanya itu demi Nyonya Seo. Nyonya Seo yang mendengarnya terdiam.
“Apa Kau
ajak Choi Hyeong-su makan siang? Kenapa kau ajak dia makan siang? Kita tak akan
terbitkan karyanya.” Ucap Tuan Kim
“Mungkin
bukan puisinya, tapi kita bisa terbitkan prosanya... Tidak! Kita tak bisa
menerbitkan prosanya!” kata Tuan Bong yakin
“Belum setahun
dia dipecat dari majalah!” kata. Tuan Kim. Tuan Bong menjelaskan itu karena
majalahnya untuk bidang mode.
“Terserah.
Ajak dia ke kafe buku kita dan bicaralah di sana.” Kata Tuan Kim
“Aku ajak
dia datang jauh-jauh, Apa hanya untuk segelas kopi?” kata Tuan Bong arah
“Kita
bukan badan amal! Kita juga harus hasilkan uang!” tegas Tuan Kim. Tuan Bong
makin marah karena Tuan Kim yang hanya
peduli soal uang.
“Apa kau
selalu membicarakan uang untuk menekankan bahwa kau presdir?” sindir Tuan Kim.
Semua pegawai hanya diam mendengar keduanya adu mulut bahkan Ji Yool ketakutan
bersembunyi mendekati Park Hoon.
“Benar.
Aku memang gelisah tiap mendekati hari gajian karena aku presdirnya. Bagaimana
gaji karyawan? Uang tidak tumbuh!” tegas Tuan Kim. Eun Ho hanya mendengar dan
Nyonya Bong menatap dari kejauhan.
“Bukan
itu maksudku. Kau juga tak akan memulai bisnis ini jika uang bisa tumbuh dari
pohon! Perusahaan kita menerbitkan lima buku terlaris. Apakah itu terasa buruk
jika gunakan uangnya traktir penulis yang melarat?” ucap Tuan Bong
Tuan Kim
setuju, menyuruh Tuan Bong agar trakti makanan
Korea sederhana dan Jangan yang mahal menurutnya ada batasnya. Tuan Bong
menegaskan tak akan menggunakan uang Tuan Kim dan tak akan pakai kartu
perusahaan jadi akan bayar dengan uangnya sendiri.
“Aku akan
membelikan dia daging Korea.” Ucap Tuan Bong lalu membuang kartu kredit dan
pergi. Eun Ho akhirnya mendekati Tuan im.
“Wahh... Aku
tak percaya dia manajer tim.” Keluh Tuan Kim.Tuan Bong berteriak kalau Tuan
Bong yang merekrutnya.
“Apa kau
Pikir menjadi presdir adalah segalanya? Ini sebabnya orang memanggilmu
wiraniaga. Bisakah kita sedikit lebih manusiawi? Pikirkanlah! Apa yang kita
lakukan di sini? Kita membuat buku! Seharusnya kita tak hidup seperti binatang.”
Teriak Tuan Bong
“Apa?
"Binatang"? Astaga, aku tak percaya kau bilang begitu.” Balas Tuan
Kim. Eun Ho menahan Tuan Kim agar akan bicara dengannya. Tuan Kim berteriak
kala belum selesai bicara.
Eun Ho
akhirnya mengejar Tuan Bong sampai ke depan lift, Tuan Bong meminta maaf karena
seharusnya tak membuat keributan di depan para staf. Eun Ho tahu Tuan Bong yang
mau ke tempat tinggal Pak Choi dan memperbolehkan memakai kartu kreditnya.
“Aku tak
mau menggunakan kartu perusahaan... Terima kasih.” Ucap Tuan Bong
“Kau
harus bicara dengannya soal penerbitan prosanya. Kita bisa melakukannya
bersama.” Ucap Eun Ho menyakinkan.
“Jae-min
baru saja bilang dia tak akan melakukannya.” Kata Tuan Bong. Eun Ho mengatakan akan
meyakinkannya dan Tim Editorial akan bantu.
“Apa kita
tak akan menerbitkan buku puisi?” tanya Tuan Bong. Eun Ho menegaskan Buku puisi
tak menguntungkan.
“Itu memungkinkan
jika kita tak merugi. Karya sastra bukan spesialisasi kita.” Jelas Eun Ho
“Industri
ini sekarat. Mereka berals"Kita tak punya cukup dana." "Buku ini
tak menjual." "Tampaknya buku ini tak akan laris." Kalau begini
terus, puisi akan mati. Puisi akan menghilang di dunia ini.” Ucap Tuan Bong
sedih
“Aku akan
bergabung setelah rapat... Aku juga sudah Lama tak bicara dengan Pak Choi...
Jadi, mari nanti minum bersama” kata Eun Ho. Tuan Bong menganguk setuju dan
mengucapkan terima kasih atas kartunya.
Tuan Bong
mencoba menelp Tuan Choi tapi ponselnya tak aktif, akhirnya mengirimkan pesan
suara.
“Pak
Choi, ini aku. Kenapa tak jawab telepon? Apa kau lupa rencana kita? Temui aku
di restoran barbeku. Apa kau tahu yang di sebelah pasar di perempatan
lingkunganmu? Temui aku di sana. Kutraktir daging sapi Korea hari ini. Segera
hubungi aku begitu kau terima pesan ini.” Ucap Tuan Bong
Tuan Bong
sampai ke restoran lebih dulu memesan
Dua porsi daging iga, karena sedang menunggu temannya jadi meminta agar
memesan bir lebih dulu. Ia pun mencoba menghubungi Tuan Choi sambil mengumpat
marah pada Tuan Kim.
Dan Yi
membereskan pantry, teringat kembali yang dikatakan saat di restoran “Aku janda
cerai... Sebenarnya, aku juga punya anak. Usianya 12 tahun. Dan usiaku 37
tahun. Mungkin hanya "satu atau dua tahun" lebih tua.” Seo Joon yang
shock sampai cekukan.
“Ini
sudah berakhir... Itu momen terakhir kami.” Kata Dan Yi lalu mematikan
ponselnya karena tak mau berharap di telp dari Seo Joon.
Seo Joon
termenung duduk di ruang tunggu, wajahnya pun kebingungan yang akan dikatakan
pada Dan Yi. Saat itu perawat memanggil
Pihak keluarga Nyonya Ji In-gyeong. Seo Joon pun bergegas masuk ruangan.
Dan Yi memilih
untuk menyibukan diri karena Jika
ditelepon pun tak akan menjawabnya.
Eun Ho
sibuk membeli bahan makanan di supermarket, seperti sangat lengkap. Sementara
Tuan Bong berjalan di sekitar lingkungan rumah sambil menelp karena Tuan Choi
yang tak menjawab. Saat itu Eun Ho mengeluarkan semua barang dari dalam mobil.
Tuan Kim pun memanggilnya.
“Bagaimana
Pak Choi?”tanya Eun Ho. Tuan Bong mengaku tak tahu karena Tuan Choi tak
menjawab telpnya dan sudah menunggudi restoran jadi mungkin ada di rumah.
“Aku mau
mengantar ini.” Kata Eun Ho, Tuan Bong tak percaya Eun Ho membawa banyak bahan
makanan.
“Aku tadi
beli di perjalanan.”akui Eun Ho, Tuan Bong pun memuji sikap Eun Ho yang baik
hati.
Mereka
pun akan menaiki tangga ke rumah atap membawa bahan makanan. Seorang bibi
melihat keduanya tahu kalau pasti mau menemui penulis yang tinggal di atap.
Keduanya mengangguk.
“Aku merasa
tak enak sebab dia selalu menulis seharian di rumahnya. Ternyata Dia masih
punya teman yang mampir. Selain itu sudah tiga bulan dia menunggak sewa, tapi
aku belum bisa menagihnya. Aku juga bawakan kimchi dan nasi.” Ucap Si Bibi
“Kau baik
sekali.” puji Tuan Bong. Si bibi pun mengajak mereka naik ke atas bersama.
Tuan Bong
mengetuk pintu rumah memanggil Tuan Choi tapi tak ada sahutan. Eun Ho juga
memanggil Tuan Choi tapi tak ada sahutan, berpikir kalau Tuan Choi ada diluar
jadi meninggalkan didepan rumah saja.
“Bagaimana
dengan daging babinya?” ucap Tuan Bong. Si bibi pikir tak masalah karena udaranya
dingin.
“Tapi apa
kau mau kubukakan pintunya?” kata Si bibi menawarkan diri.
Akhirnya
Si bibi masuk lebih dulu setelah pintu terbuka lalu memanggil Tuan Choi.
Wajahnya kaget, saat itu Tuan Bong dan Eun Ho masuk wajahnya mereka pun tak
kalah shocknya.
Tuan Kim
ada di dalam ruangan, Tuan Bong menelp dengan menahan sedih, Ambulance pun
sudah datang di rumah Tuan Choi. Eun Ho pun mengurus semuanya. Tuan Kim
menerima Tuan Bong meminta maaf menurutnya makan bersama dengan Tuan Choi adalah
pengeluaran bisnis.
“Aku
sudah bicara dengan Eun-ho. Diskusikanlah soal penerbitan karya prosanya. “
kata Tuan Kim
“Jae-min...
Pak Choi... Dia sudah meninggal... Dia tergeletak dan tak bernapas... Andai aku
traktir dia saat terakhir bertemu. Aku merasa bersalah soal itu. Andai aku
datang lebih cepat...”ucap Tuan Bong tak berhenti menangis karena menyesal.
Eun Ho
pun menepuk pundak Tuan Bong agar tabah, Tuan Kim yang mendengarnya terdiam
seperti sangat shock.
Flash Back
Tuan Choi
yang makan dengan Tuan Bong merasa tak
ada gunanya menulis puisi bagus, karena Tidak ada yang membacanya. Ia
pikir Puisinya gratis karena Semuanya ada di internet. Ia
menceritakan Ada bedebah yang mengunggah
seluruh buku puisinya.
“Aku akan
kaya jika bisa dapat 100 won per puisi.” Keluh Tuan Choi saat bertemu dengan
Tuan Bong. Tuan Choi menulis puisi disela-sela pekerjaan.
“Choi
Hyeong Soo, Terkadang, dia sadar bahwa dia menulis puisi yang tak menarik, tapi
terus melakukannya. Puisi terus bergejolak di hatinya tiap hari dan dia harus
menuliskannya di kertas, Itulah dirinya dan begitu caranya jalani kehidupan.
Namun, dalam sekejap, dunia kehilangan seseorang yang baik.”
Tuan
Bong, Tuan Kim dan Eun Ho mengantar Tuan Choi ke tempat peristirahat
terakhirnya. Dua seniornya terlihat sangat terpukul dengan kejadian yang
membuat shock.
Nyonya
Seo menatap bangku Tuan Bong yang kosong, Dan Yi mendatangi meja Nyonya Seo
memberitahu kalau sudah menerapkan
format salindia pada lima buku yang baru rilis jadi meminta agar bisa
melihatnya. Tuan Kim datang melihat kursi Tuan Bong yang kosong
“Sudah
berapa lama?” tanya Tuan Kim melihat bangku Tuan Bong yang kosong. Pegawainya
menjawab Empat hari.
“Apa Kau Sudah
menghubunginya?” tanya Tuan Bong pada Nyonya Seo. Nyonya Seo mengaku belum.
“Cobalah...
Jika bukan kau, lalu siapa lagi?” kata Tuan Bong, Nyonya Seo hanya diam saja
lalu memuji Dan Yi sudah melakukan Pekerjaan yang bagus. Park Hoon melihat dua
seniornya meminta Ji Yool agar tak banyak komentar juga.
Hae Rin
memberikan berkas ke meja Ji Yool memberitahu kalau Beberapa penyair kirim
tulisannya jadi meminta agar melihat apakah ada yang bagus dan menunggu
laporanya. Ji Yool bertanya Bagaimana cara membuatnya. Hae Rin menegaskan tak akan mengajari Ji
Yoolcara melakukan tugasny.
“Itu karena
kau tampak tak bersemangat melakukannya.” Ucap Hae Rin sinis
“Bagaimana
kau tahu, aku bersemangat atau tidak soal mempelajari pekerjaan? Kurasa bisa diproses.” Kata Ji Yool
“ Jika
kau mau belajar, maka kau akan mencari dan mempelajari laporan-laporan staf
senior, alih-alih bertanya padaku!”ucap Hae Rin marah
“Baiklah...
Di mana laporan-laporan itu...” tanya Ji Yool, Hae Rin melirik sinis akhirnya
Ji Yool ketakutan menutupi wajahnya dengan buku.
Dan Yi
melihat Ji Yool kena marah akhirnya menuliskan note. Ji Yool membaca “Ada di
perpustakaan kantor. Ikuti aku” Akhirnya Ji Yool pun pergi ke perpustakaan.
Dan Yi
memperlihatkan dua kotak surat pembaca, Ji Yool pikir Ini mudah dengan hanya
memasukkan nama penulis, ringkasan, alasan untuk tak menerbitkan dan alasan
menerbitkan Lalu harus mengabari mereka penolakannya.
“ Tapi Failnya
banyak.. Apa Kau bisa kerjakan semua? Aku bisa bantu.” Kata Dan Yi bersemangat.
“Sebagai
karyawan kontrak, kau sungguh berusaha untuk mendapatkan pekerjaan lebih.” Kata
Ji Yool
“Semua
yang kupelajari pasti berguna suatu hari nanti. Jadi Aku akan baca setengahnya.
Aku penasaran dengan karya penulis pemula.” Kata Dan Yi
“Sungguh?
Jika bisa, aku sangat berterima kasih.” Ucap Ji Yool bahagia membaca surat pembaca.
Hae Rin
terlihat marah meminum segelas air lalu menceritakan karya Penulis Seo waktu
tenggatnya kemarin dan itu tanggal yang baru setelah diundur tiga kali tapi
penulis belum kirim apa pun bahkan belum menelepon. Eun Ho mendengar dengan
wajah serius.
“Apa aku
harus meneleponnya?” tanya Hae Rin, Eun Ho melarang karena lebih baik tunggu
saja.
“Apa kau tahu
yang dia tulis di Twitter? Dia menulis tiga kata. "Aku sedang..." Maaf
yang itu. "Aku sedang bosan." Kenapa dia bosan? Kenapa tak menulis
saja? Bagaimana dia bisa bosan? Kenapa tak cepat menulis saat tenggat waktunya
dua hari yang lalu?” keluh Hae Rin marah
“Di
studio itu bisa membosankan.” Kata Eun Ho membela. Hae Rin mengeluh Eun Ho
sebagai penulis jadi memihaknya?
“Dia mengekspresikan
kesulitan... Dia tak bisa merengek, karena responsnya pasti sama... Jadi
penulis bukan paksaan. Itu pilihan kami. Jadi, kau tak bisa merengek pada siapa
pun... Itulah alasan dia menulisnya.”jelas Eun Ho
“Penulis
memang menyebalkan.” Ucap Hae Rin kesal. Eun Ho meminta Hae Rin agar membiarkan
saja karena ia juga seorang penulis.
“Meleset
tenggat waktu itu beban bagi penulis.” Jelas Eun Ho. Hae Rin bisa sedikit
tenang.
“Kau makan
malamlah nanti bersamaku.” Kata Hae Rin, Eun Ho menolak karena ada rencana.
“Kau akan
makan malam bersamaku... Aku telah menghipnotismu.” Ucap Hae Rin menjentikan
jarinya didepan wajah Eun Ho.
Eun Ho
menegaskan kalau ada rencana. Hae Rin menyakinkan kalau Eun Ho akan makan malam bersamanya.
Seo Joon
menelp toko bunga, seperti bergegas kalau ingin membeli bung karena akan tiba
sekitar 30 menit lagi jadi meminta agar disiapkan lebih dulu. Sementara Eun Ho
seperti sedang siaran radio dengan nama acara “Buku di Luar Halaman Cha Eun-ho”
dengan memperkenalkan bintang tamu hari
ini.
“Seperti
kataku pekan lalu, sudah hadir master novel thriller, Yoo Myeong-suk bersama
kita.” Ucap Eun Ho menyapa Nyonya Yoo lebih dulu. Nyonya Yoo pun menyapa para pendengar.
“Kau
akhirnya hadir di acara kami. Kami sudah menunggu” kata Eun Ho, Nyonya Yoo pun
mengucapkan terima kasih untuk sambutan hangatnya.
“Dunia
sudah banyak berubah. Dulu penulis hanya perlu menulis buku di rumah. Kini,
kami harus menghadiri acara pembacaan dan tanda tangan buku.”kata Nyonya Yoo
“Kita bisa
mulai dan membahas bukumu.” Kata Eun Ho pada Nyonya Yoo.
Seo Joon
pergi ke toko bunga melihat buket bung berpikir kalau itu pesanannya. Hae Rin
yang sedang melihat bunga lainya mengaku kalau itu bungapesanannya. Seo Joon
melihat kalau buket bunga ampuran
lisianthus ungu dan eukaliptus. Hae Rin mengaku memesan itu juga.
“Dia
adalah Ji Seo Joon!” guuma Hae Rin melihat wajah Seo Joon yang pernah dilihat
dalam tabnya.
“Apa kau
yang menelepon? Aku baru akan membuatnya.” Kata pegawai toko bunga.
“ Kau
bisa ambillah punyaku... Aku bisa menunggu punyaku... Jadi Kau berutang padaku
sekarang.” Ucap Hae Rin
“Aku tak
mau berutang pada orang asing.”komentar Seo Joon.
“Kita
bisa saja sering bertemu dan Kau bisa membalasnya nanti.” ucap He Rin. Seo Joon
pun setuju lalu bergegas pergi.
Hae Rin pun
meminta untuk membatalkan pesanan bunganya karena mereka akan menemui orang
yang sama, lalu meminta maaf dan pergi.
Eun Ho
sudah ada direstoran dengan Nyonya Yoo kalau sudah membawa hadiah yaitu
membelikan satu set cream wajah. Nyonya
Yoo pikir tak perlu. Tapi Eun Ho meminta agar Nyonya Yoo agar memakainya dan
akan membelikan lagi kalau sudah habis.
“Apa kau
suka makanan yang kali terakhir? Kau tampak suka.” Ucap Eun Ho
“Aku tak
percaya kau masih ingat.” Kata Nyonya Yoo, akhirnya Eun Ho memesan Set B dua
porsi.
“Tidak,
tapi untuk empat orang.” Kata Nyonya Yoo. Eun Ho bertanya apakah ada orang lain
akan bergabung. Nyonya Yoo pikir Eun Ho akan tahu siapa orangnya. Akhirnya Eun
Ho memesan Set B empat porsi.
Hae Rin
berjalan dibelakang Seo Joon yang membawa buket bunga, Seo Joon merasakan Hae
Rin berjalan dibelakangnya berpikir kalau sedang mengikutinya. Hae Rin marah
dianggap sedang mengikuti Seo Joon.
“Apa Kau
pikir aku orang mesum?” ucap Hae Rin marah. Seo Joon mengaku bukan seperti itu.
“Ya, aku
pikir begitu... Tapi Kau salah.” Kata Hae Rin kesal, Seo Joon merasa tak pikir
begitu.
“Kau
berutang dan buat kesalahan... Kau berutang dua hal... Dasar konyol.” Kata Hae
Rin berjalan pergi. Seo Joon heran melihat Hae Rin.
Hae Rin
akhirnya menaiki tangga ke lantai dua, Seo Joon mengikutinya. Hae Rin sempat
melirik sinis, Seo Joon terlihat binggung. Tapi akhirnya Hae Rin menaiki tangga
lebih dulu sambil tersenyum bahagia. Eun Ho melihat Hae Rin terlihat kaget.
Hae Rin
pun menyapa Nyonya Yoo lebih dulu, Nyonya Yoo mengaku Aku baik-baik saja. Eun
Ho tak percaya kalau Hae Rin sebagai tamu Nyonya Yoo. Hae Rin mengejek sudah
mengatakan akan makan malam bersama. Eun Ho pun bertanya Siapa tamu satu lagi
“Hei...
Kemari, Seo Joon” kata Nyonya Yoo. Eun Ho terlihat kaget melihat Seo Joo yang
datang.
“Kita
bertemu di sini dan bertemu di toko bunga saat datang kesini” ucap Hae Rin
menyapa
“Selamat
atas bukumu.” Ucap Seo Joon memberikan buket bunga. Nyonya Yoo terlihat bahagia
karena itu bunga yang disukainya.
Seo Joon
akhirnya duduk bertanya manuskripnya dan meminta izin agar dilihatnya. Hae Rin
dan Eun Ho menahan tangan Seo Joon kalau tak boleh melihatnya. Eun Ho melarang
karena Seo Joon bisa bernasib sial
bahkan bekerja untuk penerbit lain.
“Nyonya
Yoo.. Kurasa mereka tak mau kerja denganku. Bahkan tak boleh kusentuh.” Sindir Seo
Joo.
“Astaga...Apa
Kau akan bekerja dengan kami? Kau bisa mengintipnya...” kata Hae Rin luluh. Eun
Ho langsun melarangnya.
“Kurasa
kalian saling mengenal Maka akan mudah mendiskusikannya. Aku ingin Seo Jun
mendesain sampul bukuku.” Kata Nyonya Yoo
“Aku
belum memutuskannya. Aku mau lihat cara mereka perlakukanku dulu.” Kata Seo
Joon.
“Kalian
bersikap Baik-baiklah padanya. Dia desainer yang sempurna untuk bukuku.” Kata Nyonya
Yoo
“Kau
berutang padaku, jadi Kau juga harus membayar kesalahanmu. Kenapa tak gabung
saja?” kata Hae Rin
“Aku juga
belum memutuskan, jadi Aku harus membaca naskahnya dulu.”tegas Eun Ho dengan
harga dirinya.
Ketiganya
mengantar Nyonya Yoo sampai naik mobil. Eun Ho bertanya Hae Rin akan naik apa.
Hae Rin mengaku rumahnya dekat jadi bisa jalan kaki lalu pamit pulang lebih
dulu.
“Kau Bisa
bawa naskahnya besok? Pak Kim harus mengeceknya.” Pesan Hae Rin akhirnya
berjalan pergi.
Seo Joon
mengajak pulang bersama karena mereka tetangga dan juga ingin bertemu Dan Yi.
Eun Ho ingin tahu alasanya karena mengira Seo Joon tak mau menemuinya. Seo Joon pikir tak ada
alasan untuk bertemu karena membawa hadiah untuknya.
“Aku tak
mau kau menemuinya.” Ucap Eun Ho, Seo Joon tak percaya Eun Ho mengatakan sangat
jelas sekali.
“Tujuanmu
juga jelas.” Komentar Eun Ho, Seo Joon pikir Eun Ho yang memulai, harus berhenti duluan.
“Hei, berhenti
temui Dan Yi” ucap Eun Ho. Seo Joon pikir menolak juga.
“Kau
terkejut setelah tahu tentang Dan Yi. “ejek Eun Ho. Seo Joon tahu yang dimaksud
karena sebelumnya sudah menjatuhkan pisau, menyemburkan air dan tersedak.
“Itu
semua hanya kebetulan.”tegas Seo Joon. Eun Ho
pikir tak akan cukup.
“Alam
bawah sadarmu berikan efek tiga kali lipat Keseluruhan tubuhmu menolak Dan Yi”
kata Eun Ho lalu masuk ke dalam mobil.
Seo Joon
langsung duduk disamping Eun Ho, ingin menumpang karena Dan Yi yang tak
menjawab teleponnya, Eun Ho pikir
Mungkin diblokir nomornya. Seo Joon mengaku akan menanyakan sendiri. Eun
Ho mengaku tahu umur Seo Joon itu 29 tahun. Seo Joon pikir tak ada yang salah.
“Aku tiga
tahun lebih tua darimu.” Kata Eun Ho, Seo Joon pikir umur tak penting.
“Aku akan
menemui wanita yang kau perlakukan sebagai kakak. Saat aku menjatuhkan pisau, aku
lupa soal umurnya.” Tegas Seo Joon.
Eun Ho
sampai depan rumah berharap dalam hati kalau Dan Yi tak ada di rumah. Seo Joon akhirnya menuruni
mobil. Eun Ho pikir lebih baik mengabaikan kecerdasan, rasionalitas, kesadaran, dan etikanya jadi Seharusnya tak membiarkan Seo Joon untuk
ikut.
“Aku
sungguh menyesal... Kau bisa memberikan ini pada Dan Yi. Dan bilang padanya aku
tunggu di sini.” Ucap Seo Joon memberikan tasnya.
Dan Yi
melihat Eun Ho pulang bertanya apakah sudah mendapat naskah Bu Yu Myeong-suk.
Eun Ho langsung menyembunyikan tas dibelakang badanya. Dan Yi pikir kalau itu
Naskah yang disembunyikan agar bisa melihatnya. Eun Ho mengaku bukan
karena Naskahnya adan di mobil.
“Naskah
tak akan seberat ini.” Ucap Eun Ho. Dan Yi ingin tahu apa itu. Eun Ho mengaku
kalau itu miliknya.
“Aku mau
lihat.” Kata Dan Yi. Eun Ho melarang. Dan Yi menolak. Dan Yi makin penasaran.
Eun Ho pun akhirnya masuk ke dalam kamar.
Eun Ho
dengan wajah kesal memasukan tas dari Seo Joon menyuruh agar menunggu semalaman
karena Dan Yi tak akan keluar. Suara hati Eun Ho kembali datang memperingatkaan
kalau sikapnya itu tak benar karena tahu Dan Y juga sangat menyukai Seo Joon
“Jadi.. Kau
mau aku bagaimana?” tanya Eun Ho, Suara hatinya menegaskan Cinta bukan soal memiliki.
“Kau tak
bisa memilikinya hanya karena ingin, jadi Hentikan.” Kata suara hatinya.
“Aku
sudah menyesali hidupku setelah melepaskannya. Seharusnya dulu aku tak
melepaskannya. Aku tak akan menyesal lagi.” Kata Eun Ho
“Aku juga
tahu itu. Setelah dia bilang menyukainya, Dan Yi terus menatap ponselnya. Dia
menunggu Ji Seo Joon menelepon.” Cerita Suara hati Eun Ho.
Dan Yi
sudah ada didapur mengajak makan buah karena Eun Ho yang belum makan malam. Seo
Joon memberikan sebuah boneka, Dan Yi bertanya dari mana mendapatkanya. Eun Ho memberitahu kalau itu dari Seo Joon.
Dan Yi kaget dan binggung.
“Kau Keluarlah.
Dia menunggumu.” Ucap Eun Ho kembali mengalah lagi.
“Sungguh?
Di mana kau bertemu dia?” tanya Dan Yi. Eun Ho pikir Dan Yi bisa
tanya padanya.
“Hei. Aku
tak tampak lusuh, 'kan Untung aku belum menghapus riasanku. Hei.. dimana
cermin?” kata Dan Yi terlihat gugup lalu pamit keluar dari rumah.
Dan Yi
penuh semangat pergi menemui Seo Joon yang sudah menunggu. Keduanya terlihat
sangat bahagia setelah terjadi kesalahpahaman kemarin. Dan Yi pun seperti
senang Seo Joon datang bahkan memberikan bunga. Eun Ho hanya bisa menatap sedih
melihat Dan Yi yang dekat kembali dengan pria setelah merelakan pergi bersama
Dong Min.
Bersambung
ke episode 8
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar