PS : All images credit and content copyright : TVN
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Eun Ho
dan Dan Yi pergi keluar rumah, seperti sedang kencan menikmati live musik,
makan di restoran dengan iringan piano. Mereka pun bermain di arcade dengan Eun
Ho menang bermain dart. Malam harinya, Eun Ho mengajak Dan Yi ke tempat temanya
yang pintar bermain musik jazz. Keduanya berjalan sambil bergandengan tangan.
“Aku mau
membelikanmu hadiah dengan gaji pertamaku. Kau mau apa?” tanya Dan Yi. Eun Ho
mengaku belum tahu dan akan memikirkanya. Dan Yi meminta Eun Ho agar memikirkan
barang yang bagus.
“Apa Kau
ingat pernah membelikanku jaket empuk dengan gaji pertamamu?” ucap Eun Ho. Dan
Yi menganguk.
“Kenapa
kau membelikan itu?” tanya Eun Ho. Dan Yi pikir sudah jelas alasanya.
“Saat itu
musim dingin dan udaranya dingin... Aku yakin orang lain pun merasa begitu
karena musim dingin.” Ucap Dan Yi
“Kenapa
aku?” tanya Eun Ho, Dan Yi bertanya balik apakah Eun Ho ada masalah dengan itu.
Eun Ho mengaku tak masalah.
“Maksudku
kau harus memikirkannya.” Kata Eun Ho, Dan Yi merasa tak ada yang harus
dipikirkan
“Saat itu
musim dingin,dan kupikir kau bisa memakainya, menutupi seragammu.” Kata Dan Yi.
Eun Ho enggan membahasnya berpikir Dan Yi memang bodoh.
“Kenapa
kau? Terkadang kau bertingkah gila.” Ucap Dan Yi santai. Eun Ho mengaku dirinya
gila dengan wajah kesa.
“Dasar
gila... Apa Kau mabuk? Apa Kau tak ke sana malam ini? Tempat yang kau kunjungi
saat mabuk. Siapa gadis itu?.. Kukira.. dia Hae-rin.” Ejek Dan Yi
Eun Ho
tak ingin membahasnya, mengaku kalau Dan Yitak tahu siapa orangnya. Dan Yi
pikir Eun Ho sungguh rumit. Eun Ho
membenarkan kalau dirinya orang yang rumit dan gila. Dan Yi mengeluh kalau Eun
Ho yang mengajak bertengkar padahal Hari ini menyenangkan tapi malah merusaknya.
“Kau yang
merusaknya.” Ucap Eun Ho marah. Dan Yi tersenyum lalu mengenggam tangan Eun Ho
dengan senyuman
“Kenapa
kau memegang tanganku?” kata Eun Ho dengan wajah cemberut.
“Dari
tadi memang kupegang.” Ucap Dan Yi, Eun Ho membenarkan lalu keduanya kembali
berjalan sambil bergandengan tangan.
“Itu Tampaknya
lezat. Ayo kita makan.” Kata Dan Yi melihat truk makanan.
“Ayo,
pergi saja. Nanti aku gemuk.” Kata Eun Ho menolak, Dan Yi pikir Eun Ho yang
harus agak gemuk karena terlalu kurus. Eun Ho berhasil menarik Dan Yi untuk
pergi
Pagi hari
Ji Yool
berdiri didepan Hae Rin dengan menahan amarah,
Song Il menuliskan “Si landak marah lagi. Itu karena bayi kangurunya.”
Eun Ho dan Tuan Bong kaget sampai terbangun dari tempat duduknya karena Hae Rin
yang membanting berkas dimeja beberapa kali. Park Hoon mengintip dari belakang
rak buku.
“Ji
Yool... Siapa yang pakai koreksi dengan tinta berbeda untuk menyunting naskah?”
ucap Hae Rin marah
“Kukira
itu akan lebih baik untuk hapus dan sunting kesalahannya.” Kata Ji Yool. Hae Rin pikir Ji Yool sedang bercanda.
“Apa kau
tahu tugasmu? Kau pikir masuk akal jika editor tak paham aturan dasar sunting
naskah?” ucap Hae Rin marah. Ji Yool hanya bisa tertunduk meminta maaf.
“Ya, kau
seharusnya menyesal.” Ucap Tuan Bong dan Eun Ho akhirnya turun tangan melihat
berkas yang dibuat Ji Yool.
“Astaga,
ini..... Ini bagus dan jelas.” Kata Tuan Bong, Eun Ho akhirnya memberikan buku
agar Ji Yool bisa belajar menyunting
naskah.
Hae Rin
langsung menatap sinis, Tuan Bong masih memuji Ji Yool itu punya potensi. Saat
itu kurir datang menganti kursi kerja Ji Yool dengan kursi bos. Semua hanya
bisa melonggo, Ji Yool mengaku Ibunya pikir di harus pakai kursi yang nyaman karena
selalu lembur saat menyunting naskah.
“Apakah
tak boleh?” tanya Ji Yool. Hae Rin tak
bisa berkata-kata dengan tingkah juniornya.
“Apa ada
aturan yang melarang kita membawa kursi sendiri?” tanya Tuan Bong. Eun Ho pikir
tak ada. Tuan Bong pun berpikir akan mencoba duduk di kursi Ji Yool.
Hae Rin
yang kesal memilih mengajak Dan Yi untuk rapat. Dan Yi memperlihatkan berkasnya
kalau sudah memikirkan beberapa
frasa pada akhir pekan. Hae Rin melihat
isinya kalau punya Dan Yi sangat mirip dengannya.
“Bukunya
sangat menarik jadi Kuharap bukunya laris.” Kata Dan Yi. Hae Rin bertanya
apakah Dan Yi ada lagi idenya.
“Kurasa
kita harus keluarkan, Deklarasi Putih dari daftar cerita pendek.” Ucap Dan Yi
“Aku juga
ingin mengeluarkannya Tapi penulis mau mempertahankannya.” Kata Hae Rin
“Itu
sangat berbeda dengan cerita yang lain. Jadi, kurasa akan lebih baik untuk
memperluas jalan ceritanya dan membuatnya menjadi cerita singkat.” Ucap Dan Yi
Hae Rin
pikir itu bagus, karena Waktunya tak banyak hingga penerbitan jadi mencoba
yakinkan penulisnya. Keduanya ada diruangan terlihat sangat akrab dan tersenyum
bahagia.
Nyonya
Goo melihat Hae Rin dan Dan Yi diruang rapat dengan senyuman bahagia terlihat
sinis. Dan Yi datang menemui Nyonya Goo diruangan karena memanggilnya. Nyonya Goo bertanya apakah Dan Yi sudah rapat
dengan Nona Song
“Sudah.
Banyak tambahan yang harus kami teliti lagi.” Kata Dan Yi penuh semangat tapi
Nyonya Goo menatap sinis Dan Yi
“Aku
sudah bilang... Aku minta kau fokus pada tugas utamamu... Kau bawa Ini, ke
penatu dan Ini, ke kantor pos.” Ucap Nyonya Goo memberikan dua tasnya. Dan Yi
pun tak bisa menolak.
Dan Yi
pergi membawa dua tas ke kantor pos mengirimkan barang dan juga ke
laundry. Ia pun bergegas mengerjakan
sebagai pegawai pembantu yang membantu semua pekerjaan dan menerima telp dari
Nyonya Goo yang selalu menyuruhnya. Saat membereskan buku-buku di rak.
“Dan Yi..
Kau bukan lagi pengacau. Kau intelektual... Jangan menyakiti orang. Tidak
boleh... Tahan amarahmu.” Ucap Dan Yi lalu mengeluh kalau ini bukan intelektual apanya saat merasakan
ponselnya berdering.
Tapi
ternyata bukan Nyonya Goo yang menelp tapi Hae Rin yang mengirimkan pesan “Aku
harus keluar kantor. Materi tambahan kukirim lewat surel. Bacalah dan akan kita
diskusikan besok.” Dan Yi dengan senyuman pun akan membalas akan membacanya.
Setelah itu baru Nyonya Goo menelpnya.
Dan Yi
melihat beberapa bungkus untuk buku. Hae Rin pikir bungkus warna coklat cocok
untuk bungkusnya, Dan Yi setuju karena terlihat simpel dan rapi Serta memberi
kesan cerdas dan berpikir Jenis font
pulpen juga sepertinya pilihan terbaik. Hae Rin pikir kalau Kedengarannya bagus.
“Aku mencari
beberapa seniman kaligrafi. Bagaimana font ini?” ucap Dan Yi memberikan
contohnya.
Saat itu
sebuah surat dari mesin fax , dari penulis Park Jeong Sik [PEMBERITAHUAN
PENGHENTIAN KONTRAK] semua seperti belum begitu peduli.
Saat
makan siang semua berusaha memikirkan tentang makan siang. Dan Yi yang menerima
surat fax memberikan pada Eun Ho. Eun Ho akhirnya mengajak Dan Yi membawa tas
dan karen akan pergi ke Gangneung. Hae Rin pun bergegas pergi. Tuan Bong tak
percaya kalau terjadi lagi.
“Dia
mulai lagi. Pemberitahuan penghentian kontrak.” Ucap Tim pemasaran.
“Kenapa
dia lakukan ini lagi? Dasar berengsek... Apa Dia sudah gila?” jerit Nyonya Seo
kesal
“Kenapa?
Ada apa? Kita akan makan siang, 'kan?” kata Tuan Kim melihat pegawainya
frustasi.
“Ini
bukan soal makan siang.” Kata tim pemasaran, Tuan Kim menjerit kesal sampai
akhirnya Nyonya Goo melihat surat penulis Park
“Mungkin
dia tak suka pemasaran kita.” Ucap Nyonya Goo sinis. Tim pemasaran pikir kalau
ini sudah terjadi beberapa kali.
“Aku tak
paham... Kontrak tak bisa berakhir dengan kembalikan deposit. Bagaimana waktu
dan usaha kita? Bagaimana dengan kerja keras Hae-rin?” ucap Tuan Bong marah.
“Ada yang
bisa jelaskan apa yang terjadi?” kata Park Hoon tak mengerti sebagai pegawai
baru.
“Soal
buku yang Hae-rin dan Dan Yi kerjakan. Penulisnya tak mau menerbitkannya. Dia
mau menghentikan kontraknya lewat faksimile. Ini sudah kali ketiga.” Jelas
Nyonya Seo. Ji Yool hanya bisa melonggo.
Dan Yi
pun pergi dengan Eun Ho dan Hae Ri menaiki mobil menuju Gangneung. Dan Yi bertanya apakah Apa
penerbitan terhenti jika penulisnya akhiri kontrak, apakah mereka tak bisa
menerbitkannya. Eun Ho menjelaskan Tidak
semudah itu, karena mereka sudah memberikan dana juga.
“Kita tak
bisa meminta si penulis untuk kembalikan Dan kita tak bisa membatalkan tepat
sebelum peluncuran.” Ucap Hae Rin penuh amarah
“Maka,
kita harus mengubah pikirannya.” Kata Dan Yi menyakinkan.
Mereka
sampai ke sebuah rumah, Eun Ho seperti memastikan kalau ini tempatnya. Hae Rin penuh amarah kalau
akan membunuhnya, karena sudah mcurahkan
tiga tahun demi buku ini. Eun Ho dan Dan Yi hanya bisa diam saja melihat taring
dan tanduk Hae Rin keluar.
“Apakah
menjadi penulis sebegitu pentingnya? Lalu kerja kerasku? Sebaiknya kau bersiap
karena aku akan beri dia pelajaran.” Ucap Hae Rin penuh semangat.
“Haruskah
kita hentikan dia?”kata Dan Yi. Eun Ho pikir tak ada alasan karena akan masuk
juga.
“Apa
mereka akan memperburuk situasi?” ucap Dan Yi mencoba menahan keduanya.
Tapi Eun
Ho dan Hae Rin berteriak mengedor pintu,
meminta Tuan Park Buka pintunya agar bisa bicara. Hae Rin menegaskan
kalau menghindari merka bukanlah solusi. Eun Ho menegaskan kalau tak boleh
kabur dan bersembunyi semaunya
“Asal
tahu saja, hari ini kau akan kena batunya... Cepat Buka!” teriak Hae Rin marah.
Dan Yi pun menarik keduanya agar menjauh.
“Pak
Park.... Kami datang dari Seoul untuk menemuimu.” Ucap Dan Yi penuh dengan nada
ramah.
“Hei...
Tidak ada orang... Dia pergi satu jam lalu... Penulis muda itu, 'kan?” teriak
kakek datang melihat mereka.
“Astaga.
Bagus... Apa Kau ingat aku? Aku datang tahun lalu dan tahun sebelumnya. Jadi Kapan
Pak Park akan kembali?” ucap Hae Rin dengan sikap ramah. Si kakek mengaku tak
tahu.
“Aku
sudah tahu. Mobilnya tak ada.” Kata Eun Ho, Hae Rin pun bertanya apa ada
ruangan kosong. Dan Yi ingin mendekat tapi Eun Ho menahan agar membiarkan Hae
Rin berbicara dengan kakek.
Mereka
pun foto didepan rumah Tuan Park beberapa kali dan mengirimkan pesan “Pak Park,
kami datang satu jam lalu dari Seoul.... "Pak Park, kami sayang kau."
Dengan memberikan tanda hati.
“Ini
Kang-Dan-i penanggung jawab pemasaran... Dia penggemar beratmu.” Tulis Hae Rin
setelah mengirimkan foto Dan Yi, lalu mengambil gambar Eun Ho.
“Ini
Kepala Editor kemari. Kami jauh-jauh kemari untuk makan jjajangmyeon. Kami
cemas kau mungkin kembali, saat kami makan sashimi.” Tulis Hae Ri
memperlihatkan mereka makan siang dengan jajangmyun didepan rumah.
“Pak
Park, tak ada ruangan kosong. Jadi, kami menunggu di luar, kedinginan.” Tulis
Hae Rin memperlihatkan foto mereka duduk kedinginan di depan api unggun.
Kakek
memberitahu kalau Ada ruangan kosong yang bisa dipakai untuk menunggu tapi malah
menunggu di luar. Hae Rin meminta kakek itu agar Jangan beri tahu soal
ruangannya dan harus beri tahu Tuan park akalu menunggu diluar seharian.
“Pak
Park, Provinsi Gangwon sangat dingin. Kau pasti sangat kesepian di sini.” Tulis
Hae Rin mengirimkan pesan kembali.
“Aku
penasaran... Apa semua penulis gila seperti ini Atau hanya dia?” ucap Dan Yi
tanpa sadar kalau Tuan Park datang.
Eun Ho
panik mengaku tidak seperti itu, Hae Rin pun mengikuti Tuan Park akan masuk
rumah meminta maaf. Dan Yi hanya bisa melonggo melihatnya. Tuan Park seperti
sangat marah akhirnya masuk ke dalam rumah.
Mereka
pun bermalam dalam mobil, saat pagi Tuan Park pergi dengan mobilnya. Eun Ho tak
bisa mengejarnya hanya bisa menatap mobil yang semakin menjauh. Mereka pun
pergi ke cafe untuk mencari kehangatan. Dan Yi bertanya apakah tuan Park Masih
belum dibalas.
“Kuberi
tahu dia kita menunggu di sini.” Ucap Eun Ho lalu melihat ponselnya berdering,
semua tegang.
“Ini Pak
Kim.” ucap Eun Ho lalu keluar dari cafe sambil mengeluarkan rokoknya.
“Kami
bertemu dengannya tapi belum sempat bicara.” Ucap Eun Ho berbicara dengan Tuan
Kim dan tak sengaja melihat Tuan Park datang. Keduanya saling bertatapan, Dan
Yi ingin mengejar tapi Hae Rin menahanya karena Tuan Park akan pergi.
“Kurasa
dia gugup karena waktu perilisannya makin dekat. Aku juga pernah begitu.. Aku
suda melakukan terbaik saat menulis, tapi memikirkan akan dibaca banyak orang
membuatku panik... Dia bilang begitu.” Ucap Eun Ho. Tuan Park hanya diam saja.
“Dia tak
yakin cukup bertalenta untuk akhiri ceritanya.. Tidak ada yang namanya orang
genius. Pak Park akan tahu itu juga. Tiap penulis berjuang dengan tulisannya
tiap hari. Apa yang terjadi pada ceritanya jika mereka tak melihat dunia? Bagi
penulis, tulisannya seperti bayinya.” Kata Eun Ho sambil menatap ke arah Tuan
Park.
Tuan Kim
yang ada di Seoul binggung, menurutnya Cukup soal Pak Park karena membicarakan
penjualan merekan dan ingin tahu apakah Eun Ho melihat lihat penjualan bulan
ini. Eun Ho memberitahu kalau Tuan Park ada bersamanya dan merasa kalau sudah
siap sekarang.
Akhirnya
mereka berdiri di pinggir pantai, Tuan Park mengaku kalau itu memang yang
dirasakan, sama seperti yang Eun Ho katakan.
Menurutnya Seiring mendekatnya perilisan, novelnya tampak seperti sampah.
Ia pun akhirnya bisa menenangkan diri, tapi
setelah menerima materi promosi membuatnya lebih gugup.
"Buku
yang kuhadiahkan pada diriku." Itu konsepnya, 'kan? Aku khawatir
kekecewaannya jadi berlipat.” Ucap Tuan Park
“Pak Park,
bolehkah aku sangat jujur padamu? Bukumu tak akan laris di pasaran.” Ucap Eun
Ho, Tuan Park kaget mendengarnya.
“Saat ini
orang tak banyak baca buku... Kecuali laris, bukumu takkan terjual lebih dari
3.000 kopi. Artinya 3.000 orang akan mentertawakannya dan 3.000 orang akan
bilang itu sampah.” Kata Eun Ho. Tuan Park seperti baru tahu kalau 3.000 orang
“Kurasa
aku bisa menulis apa pun yang kumau dan mendapat malu. Lalu aku akan lupa dan
dilupakan. Kurasa aku bisa melakukannya.” Kata Tuan Park mulai yakin
“Tapi
kami tetap terpikat dengan tulisanmu. Jadi, kami berusaha menjualnya. Semoga
bisa buat cetakan kedua dan lebih banyak orang membacanya. Tulisanmu bagus.”
Kata Eun Ho memuji. Tuan Park pun mengucapkan
Terima kasih.
“Aku harus
minta maaf pada Nona Song. Dia menolongku tiap aku bimbang... Dan dia juga...
Nona Kang Dan Yi.. Kata-katanya
membuatku tenang kemarin.” Kata Tuan Park melihat Dan Yi dan Hae Rin sedang
bermain ombak. Eun Ho kaget karena Tuan Park bisa mengenal Dan Yi.
Flash Back
Saat Eun
Ho dan Hae Rin tidur, Dan Yi turun dari mobil perlahan mengetuk pintu rumah.
Tuan Park yang bimbang, sedang minum bir seperti enggan bertemu dengan orang lain.
Dan Yi mulai bicara tahu kalau Tuan Park di dalam jadi meminta agar
mendengarkan ucapanya saja.
“Aku sudah
menghabiskan 11 tahun menjadi ibu rumah tangga. Untuk membesarkan anak, maka
aku hiatus bekerja. Aku baru mulai bekerja lagi bulan lalu setelah tujuh tahun
tak pernah berkerja.”cerita Dan Yi
“Sebelum
aku bergabung penerbit ini, kukira bisa lakukan yang terbaik jika ada yang
merekrutku. Namun, saat aku akhirnya dapat pekerjaan, tiba-tiba aku merasa
takut. Aku tak tahu apa bisa kerja dengan baik. Bagaimana jika tak bisa? Aku merasa
cemas.”akui Dan Yi. Tuan Park terus mendengarkan.
“Tapi,
pikiran itu menghilang begitu aku melakukannya. Saat aku mulai lakukan pekerjaanku,
ketakutan itu menghilang. Yang tersisa hanya tekadku untuk menjadi lebih baik
dan Sekarang aku menikmati pekerjaanku. Aku bahkan menjadi penanggung jawab pemasaran
bukumu.” Aku... sangat ingin bekerja dengan baik Cerita Dan Yi bangga. Saat itu
juga Tuan Park membuka pintu.
“Bukumu
sungguh bagus. Aku ingin bukumu terbit agar bisa dibaca banyak orang.” Ucap Dan
Yi tersenyum bahagia.
“Kenapa
kau suka bukunya? Jelaskan dengan konkret.” Kata Tuan Park ingin merasa yakin.
Tuan Park
menceritakan Dan Yi Tidak hanya satu
kali tapi membaca berulang kali, bahkan ingat sebagian frasa yang disukai, maka
itu alasanya potong rambut pagi ini dan
kembali dengan pikiran jernih. Eun Ho pun tersenyum melihat Dan Yi bisa
mengubah hati Tuan Park.
Eun Ho
mengemudikan mobilnya, menatap kaca spion senyumanya tak bisa ditutupi karena
Dan Yi dan Hae Rin saling bersandar tidur bersama karena semalaman menunggu
Tuan Park. Akhirnya Hae Ri memperlihatka
buku yang sudah dibungkus seperti hadiah.
“Kemarin
ini belum ada.” Ucap Hae Rin bahagia. Dan Yi pun ikut senang karena Itu buku
yang diterbitkan Hae Rin
“Aku menangis
saat buku baru dirilis... Tunggu. Kita tak bisa biarkan hari ini lewat begitu
saja.” Ucap Hae Rin. Dan Yi pikir Hae Rin ingin foto bersama tapi Hae Rin malah
mengeluarkan dua bir.
“Dari
mana kau dapat itu?Apa Kau menyimpannya di dalam laci?” kata Dan Yi tak percaya
“Ini
rahasia yang orang tak tahu.” Kata Eun Ho tersenyum bahagia.
Eun Ho
tersenyum melihat foto Hae Rin dan Dan Yi dengan tulisan “Akhirnya, buku kita
diterbitkan. Segera!” Na Kyung melihat Eun Ho datang, Eun Ho mengeluh karena Na
Kyung pergi setelah menyuruh pegawai menjaga toko. Na Kyung bertanya apakah Eun
Ho sudah lama menunggu.
“Kau Berikan
saja tasnya.” Kata Eun Ho. Na Kyung pun memberikan tas belanja untuk mantan
pacarnya.
“Kau
kemari untuk dapat barang gratis, 'kan?” ucap Na Kyung dan berpikir Apa ini
cocok jika dipakai Dan Yi.
“Tasnya
cantik. Dia bagus pakai apa pun” ucap Eun Ho yakin dengan senyuman bahagia.
“Kau selalu
sibuk saat kita berpacaran, tapi kau kemari saat tahu tasnya sudah ada.” Keluh
Na Kyung. Eun Ho memang sengaja ingin datang.
“Begitukah?
Apa Kau memang mau kemari? Apa Dan-i paham jika kau bilang begitu? Apa Dia akan
berpikir kau sungguh sedang di area ini?.. Hei.. Kau Berhentilah bertele-tele dan
jujurlah padanya.” Ucap Na Kyung.
Eun Ho
malah balik bertanya soal apa, Na Kyung
menegaskan kalau ini tentang Eun Ho yang menyukai Dan Yi. Eun Ho hanya bisa
terdiam.
Dan Yi
dan Hae Rin akhirnya minum bersama, Dan Yi pikir saat Hae Rin bekerja, tampak menyukai pekerjaannya. Hae
Rin pikir Dan Yi juga bekerja dengan
keras lalu mengakui kalau Kegagalan
dalam hubungan membuatnya gila kerja.
“Itu
aneh. Menurutku kau cantik.... Kau bisa dapatkan pria mana pun yang kau suka.”komentar
Dan Yi
“Pria
yang kusuka tak menyukaiku... Tepatnya.. Dia tak tahu aku menyukainya.”
Kata Hae Rin.
Na Kyung
menyinggung Eun Ho yang tak jawab menurutnya kalau sangat mencintai Dan Yi dan
ucapanya itu tak ada yang salah. Eun Ho
pun mengakuinya kalau mungkin memang menyukai Dan Yi.
“Pria
yang kusukai bilang begini padaku suatu hari. Kapan pun dia minum, dia selalu
ingin melihat orang ini. Jadi, kapan pun dia minum, maka dia ke rumah wanita
itu.” Cerita Hae Rin.
Dan Yi
terdiam teringat saat bertanya pada Eun H kemana semalam saat mabuk. Eun Ho
mengaku Ke rumah wanita yang disuka, lalu menduga-duga kalau Hae Rin itu
menyukai Eun Ho.
“Jadi Itu
sebabnya kapan pun aku mabuk, aku pergi ke rumahnya. "Aku juga pergi ke
rumah pria yang kusuka saat aku mabuk." Itu alasanku. Tapi dia tak tahu
perasaanku padanya.” Akui Hae Rin. Dan Yi pun hanya bisa diam saja.
“Saat Dan
Yi tersenyum, aku bahagia. Saat Dan Yi menangis, hatiku sangat hancur. Saat dia
kesulitan, aku pun begitu. Aku rindu saat dia tak ada. Jika itu cinta, maka aku
cinta dia.” Akui Eun Ho
“Kau
harus memberitahunya kalau begitu.” Komentar Na Kyung
“Tapi aku
tak tahu, aku menyukainya sebagai teman atau sebagai pribadi dirinya... Aku tak
tahu... Aku ingin tahu perasaanku.” Ucap Eun Ho
Na Kyung
pikir Eun Ho terlalu berhati-hati menurutnya Cha Eun-ho yang disukanya itu
lebih tak sabaran daripada yang dikenalnya. Eun Ho mengaku kalau meamng
berhati-hati bahkan akan sangat berhati-hati hingga orang mengira dirinya ragu-ragu.
“Aku
ingin memastikan 100 kali lagi tentang perasaanku padanya dan seberapa kuat
perasaannya padaku. Aku juga ingin menunggu hingga perasaanku dibalas olehnya. Dia
tak bisa bisa kupacari atau kuputuskan seenaknya. Bagiku, Dan Yi sangatlah
penting.” ucap Eun Ho.
Dan Yi
berjalan pulang mengingat kembali pengakuan dari Eun Ho tentang Hae Rin. “Dia
ke rumahku saat mabuk untuk bicarakan pekerjaan dan pacarnya.” Lalu
menduga-duga kalau Hae Rin menyukai Eun Ho dan Saat Eun-ho minum, akan pergi ke
rumah seseorang karena menyukai orang lain.
Hae Rin
berdiri didepan rumah Eun Ho lalu meneka bel rumahnya, Eun Ho melihat dari
interkom akhirnya membuka pintu. Dan Yi melihat dari kejauhan keduanya bicara.
Eun Ho mengeluh Hae Rin yang minum lagi. Hae Rin tak peduli memilih untuk masuk
rumah.
Dan Yi
pun memilih untuk pergi dan duduk di halte meras tak punya tempat lain. Saat itu Seo Joon
turun dari bus menyapa Nona Daun Bawang bertanya apa yang sedang dilakukan. Dan
Yi terlihat bahagia melihat Seo Joon seperti memiliki teman saat Eun Ho sedang
bersama Hae Rin.
Bersambung
ke episode 6
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar