PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Rabu, 13 Februari 2019

Sinopsis The Light In Your Eyes Episode 1 Part 2

PS : All images credit and content copyright : JBTC

Buat kalian yang suka membaca tulisan aku meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe. 
Tinggal Klik disini, buat yang sudah Subscribe. Terimakasih banyak. Semoga bisa sampe bulan ini 

Di ruang makan
Young Soo dengan gugup bertanya dimana Hye Ja,  Tuan Kim memberitahu pergi begitu awal untuk pertemuan sekolah. Young Soo dengan gugup meminta agar membawa keluar rumah karena takut dengan ibunya. Nyonya Kim datang membawa semangkuk lobak besar.
“Wanita yang tinggal di rumah dengan pintu biru membawa ini untukmu. Kau Makan semuanya. Jangan biarkan setetes pun.” Ucap Nyonya Kim. Young Soo menganguk mengerti.
“Makan lobak air kimchi membuatku menginginkan Kalbi.” Kata Young Soo. Tuan Kim panik anaknya membahas daging lalu pamit pergi.
“Jangan pulang lebih awal.” Ucap Nyonya Kim. Young Soo panik meminta tolong ayahnya. Nyonya Kim akhirnya mendekatkan wajah anaknya pada air lobak agar sadar. 


Hye Ja akhirnya duduk dengan temanya yang punya rambut pendek. Ia merasa dengan melihat pantai sungguh menakjubkan dan Syukurlah karena Hye Ja datang padahal sudah sangat khawatir kalau akan menjadi satu-satunya yang tertua.
“Syukurlah, kau bersamaku. Lalu Bagaimana anak-anakmu?” ucap Hye Ja sambil mencari sosok pria yang dicarinya.
“Kau pikir kenapa aku datang ke sini? Aku mengenal orang-orang muda yang tidak nyaman di sekitarku, tapi inilah satu-satunya alasan logis yang kumiliki untuk menikmati waktu sendirian.” Ucap Temanya.
“Aku memiliki rasa hormat yang besar untukmu, Membesarkan anak-anak pasti sangat sulit.” Kata Hye Ja. Si wanita pun ikut senang
“Orang tua yang sebenarnya ada di sini.” Kata Si wanita menatap siapa yang datang.  

Jang Ho datang banyak dikerubungi oleh juniornya. Hye Ja mencoba untuk tetap kenang. Teman Hye Ja berkomentar Jang Ho bekerja sebagai koresponden perang sekarang dan bekerja di konstruksi di Timur Tengah. berkomentar Jang Ho  begitu kecokelatan.
“Hei, aku bahkan lebih kecokelatan... Maaf aku tidak bisa pergi ke pernikahanmu. Aku sedang meliput salah satu perang saudara."ucap Jang Ho lalu menyapa Hye menanyakan kabarnya Hye Ja mengaku baik-baik saja sambil tersenyum.
Saat itu beberapa mahasiswa melihat Lee Joon Ha berjalan mendekati Jang Ho. Jang Ho pun memperkenalkan Joon Ha pada Hye Ja dan juga temanya menceritakan Joon Ha  terkenal di industri penyiaran.
“Kudengar setiap perusahaan penyiaran ingin mempekerjakan dia sebagai pembaca berita.” Ucap teman Hye Ja bangga.
“Benar, tapi dia ingin menjadi reporter sepertiku.” Ucap Jang Ho. Joon Ha meminta maaf karena tak diundang tapi datang.
“Tidak. Orang tampan selalu diterima.” Kata Teman Hye Ja. Joon Ha mengaku penggemar berat Jang Ho.
“Aku merecoki dia untuk meluangkan waktu untuk bertemu denganku ketika dia kembali.” kata Joon Ha
“Aku mengundangnya. Semua orang di sini akan bekerja di industri, jadi akan baik untuk mengenal satu sama lain. Ini temanku, Kang Ji Hyeon. Dan ini juniorku, Kim Hye Ja. Dia ingin menjadi pembaca berita juga.” Ucap Jang Ho. Joon Ha menyapa dengan menatap terus pada Hye Ja.
“Bisakah aku memanggilmu dengan nama awalmu Atau haruskah aku memanggilmu dengan sopan? Aku pembaca berita TBC Jang Seo Yeon.” Kata Seo Yeon mengulurkan tangan. Joon Ha tak menyambutnya.
“Dasar Gajah di lapangan.” Ejek Hye Ja bahagia karena tak disambut oleh Joon Ha. 


Seo Yeon duduk disamping Joon Ha mencoba agar lebih dekat, bahkan bersadar dibahunya. Joon Ha tak suka sedikit bergeser, Hye Ja melihat terlihat kesal memilih untuk minum bir lalu mengucapkan  Selamat atas pernikahan Jang Ho.
“Ya, terima kasih... Istriku tiba-tiba mendapat tawaran pekerjaan dari PBB, jadi kami bergegas dan merayakannya hanya dengan keluarga kami. Bagaimana denganmu?” tanya Jong Ha
“Aku masih lajang..” kata Hye Ja mencoba tetap gugup. 

Joon Ha akhirnya mendekati Jang Ho kalau akan pergi. Jang Ho pikir mereka tidak punya kesempatan untuk mengejar ketinggalan jadi meminta agar minum segelas lagi. Joon Ha akhirnya menurut duduk disamping Jang Ho dan Hye Ja
“Lalu kau akan pergi langsung ke Angola?” tanya Joon Ha. Jang Ho menjawab itu pasti.
“Apa di sanalah kau dan istrimu tinggal?” tanya Hye Ja ingin mengobrol.
“Kami hidup di Afrika Selatan sekarang, jadi tidak sejauh itu. Aku harus pergi ke Angola untuk meliput berita. Mungkin kau tahu, perang saudara masih terjadi di sana.” Ucap Jang Ho
“Ya, perang saudara masih berlangsung... aku melihatnya di berita. Aku melihat semua tank dan senjata.” Ucap Hye Ja penuh semangat. Joon H yang duduk ditengah merasa tak nyaman. 

Joon Ha akan pamit pergi. Jang Ho akhirnya membiarkan pergi karena sudah janji meminta agar memberitahu kalau sudah lulus tes. Sementara Hye Ja yang kesal menendang sepatunya di dinding rumah saat akan pergi tak sengaja berpapasan dengan Joon Ha
“Kukira kau akan pergi.” ucap Hye Ja. Joon Ha mengaku ada yang harus dilakukan. Hye Ja menganguk mengerti lalu pamit pergi. Joon Ha menahanya karena akan bertanya sesuatu. 

Hye Ja berjalan sendirian menuju halte bus, mengingat yang dikatakan Joon Ha.
Flash Back  
“Tunggu... Apa kau benar-benar ingin menjadi pembaca berita?” tanya Joon Ha . Hye Ja terlihat binggung.
“Kenapa kau ingin menjadi pembaca berita?” tanya Joon Ha
“Untuk menginformasikan kebenaran kepada publik dan...” ucap Hye Ja. Joon Ha pikir reporter bisa melakukannya juga. Hye Ja ingin menyela tentang reporter...
“Apa reporter tidak keren? Jadi Apa kau ingin menjadi pembaca berita karena itu terlihat keren?” kata Joon Ha.
Hye Ja teringat kembali yang dikatakan Joon Ha dengannya sebelum pulang. Ia merasa kalau seperti sedang di wawancara untuk posisi pembaca berita. Joon Ho bertanya apakah Hye Ja pernah keluar lapangan. Hye Ja terlihat kaget.
“Pernahkah kau di lapangan? Aku tidak membicarakan apa yang bisa kau pelajari dari lembar jawaban. Apa Kau pernah keluar lapangan untuk menulis cerita yang akan kau baca? Apa kau pernah merasakan betapa hebatnya hal itu?” ucap Joon Ha dengan wajah serius.
“Kenapa kau menanyakan pertanyaan itu?” tanya Hye Ja heran
“Aku ingin tahu usaha apa yang kau gunakan untuk menjadi pembaca berita.” Kata Joon Ha sinis.
“Kurasa aku tidak harus menjawab pertanyaan yang kau tanyakan.” Komentar Hye Ja
“Tentu saja, kau tidak harus menjawab pertanyaanku. Tapi kau harus mampu menjawab pertanyaan ini untuk diri sendiri. Aku sedang membicarakan kualifikasi yang kau butuhkan untuk lulus ujian. Jang Ho bilang kau juniornya, yang sangat dia sukai.” Ucap Joon Ha lalu berjalan pergi.
Hye Ja mengingat semua seperti salah menyangka selama ini, kalau Jang Ho menyukai tapi tak bisa menyakinkan diri sebagai seorang pembaca berita. Tanpa terasa air mata mengalir, Hye Ja mengangkat kepalanya agar berhenti menangis.


Nyonya Kim membuka pintu salon kaget melihat pelanggan sudah datang padahal ia saja belum sarapan. Si nenek pikir Nyonya Kim  bisa menata rambut setelah sarapan. Nyonya Kim pun meminta agar menunggu karena akan segera makan nasi dengan sup.
“Apa kau melewatkan sarapan lagi?” tanya Nyonya Kim merasa ada yang aneh.
“Astaga, jangan khawatir. Perutku telah menyusut, jadi aku tidak pernah lapar bahkan jika tidak makan apa-apa.” Ucap si nenek
“Apa Ingin bergabung denganku? Tidak ada lauk karena aku tidak pergi belanja kemarin.” Ucap Nyonya Kim
“Hanya Air dan kimchi yang kubutuhkan. Meskipun ibu mertuaku sangat membenciku, dia bilang menyukaiku karena aku bukan pemilih makanan.” Ucap Si nenek. Nyonya Kim pun mengajak masuk.
Hye Ja pulang dengan wajah sedih dan cemberut, Ibunya mencoba menyapa tapi Hye Ja tak mengubrisnya memilih segera masuk kamar. Nenek tetangga pikir Hye Ja bergadang semalaman dan bertanya  Apa dia akan segera menikah. Nyonya Kim menyuruh nenek nonton TV saja lebih dulu. 

Nyonya Kim meminta izin anaknya untuk masuk kamar. Hye Ja langsun memiringkan badannya mengaku akan tidur sambil menahan tangis.. Nyonya Kim tahu kalau semua orang yang datang ke reuni itu pasti mapan dan memiliki karir yang sukses. Hye Ja hanya diam saja.
“Apa Kau tidak tahu itu sebelum reuni? Dunia ini penuh dengan orang-orang yang jauh lebih kompeten darimu. Apa Kau akan menangis setiap kali bertemu dengan mereka? Kelaparan dan berbaring di tempat tidur tidak akan menyelesaikan apa pun. Itu tidak akan memecahkan masalahmu.” Ucap Nyonya Kim menyadarkan.
“Apa yang terjadi?” tanya Tuan Kim masuk kamar dengan wajah panik lalu melihat Hye Ja hanya berbaring dengan wajah sedih.
“Apa kau tahu perbedaan antara kompetensi dan hidup yang baik? Bahkan jika kau tidak kompeten, jalani dan beritahu dunia, "Aku di sini. Aku ingin memberikan harapan kepada orang-orang sepertiku." Seperti itulah kehidupan yang benar-benar baik.” Jelas Nyonya Kim
“Karena ada kompetensi, kau pasti dilahirkan dengan itu, tapi kau bisa menjalani kehidupan yang baik jika kau berhasil.” Kata Nyonya Kim lalu keluar dari kamar.
Tuan Kim menenangkan anaknya agar keluar kamar untuk sarapan. 


Hye Ja akhirnya keluar dari kamar bertanya pada ibunya apakah ada yang bisa dibantu. Nyonya Kim menunjuk nenek yang sedang menunggu ingin rambutnya dicat. Hye Ja melihat kalau hanya  bagian akar rambutnya saja yang pergi dicat.
“Kita harus demonstrasi hari ini. Apa kau mengirim seseorang?” tanya seorang bibi masuk salon
“Tapi kami memiliki banyak pelanggan di akhir pekan.” Ucap Nyonya Kim.
“Kau tidak bisa berkata begitu. Kita melakukan demonstrasi untuk mata pencaharian kita. Bahkan Aku menutup tokoku juga.” Kata si bibi
“Astaga. Tokomu ditutup setiap akhir pekan juga.” Ejek Nyonya Kim. Hye Ja memberitahu ibunya kalau telah mencampur warna untuk rambut si nenek.
“Biarkan aku pergi dan demonstrasi.” Ucap Hye Ja. Nyonya Kim setuju mengaku akan datang ketika pelanggan selesai.
“Kita punya Hye Ja. Jadi Kita punya cukup banyak orang tua untuk bersorak. Wanita muda dengan suara yang cukup akan jauh lebih baik.” Ucap Si bibi bahagia.
“Tapi, aku tidak bisa membiarkan dia.” Kata Nyonya Kim sedih. Hye Ja meminta ibunya tak perlu khawatir karena ingin mencari udara segar. Nyonya Kim menatap sedih Hye Ja yang pergi. 


Para nenek-nenek melakukan demo, Hye Ja berteriak “Kami menolak fasilitas perawatan orang tua! Kami menentang pembangunan panti jompo! Tidak ada konstruksi tanpa persetujuan warga Jagok-dong! Segera hentikan!” lalu melihat seorang nenek yang terlihat kesusahan berjalan.
“Nenek, kau bisa bersandar padaku... Berpegangan pada lenganku.” Ucap Hye Ja. Si nenek mengucapkan terimakasih tapi si bibi hanya bisa mengeluh melihat sikap Hye Ja.
“Untuk siapa panti jompo itu? Pemerintah mengkompensasi dengan murah!” teriak Hye Ja lalu panik melihat sosok Joon Ha berjalan didepanya.
“Apa yang dia lakukan di sini? Apa dia di sini untuk berita? Apa Untuk latihan?” gumam Hye Ja panik lalu meminta nenek agar sedikit bergeser agar tak terlihat Joon Ha.

Hye Ja berjalan menunduk tapi malah membuatnya tertabrak oleh Joon Ha yang sudah berdiri didepanya.  Joon Ha menatap dingin. Hye Ja meminta maaf dengan wajah gugup, berpikir kalau Joon  berada di sini untuk berita, maka bisa pergi duluan.
“Apa? Ini tidak diperhitungkan seperti lapangan yang kau bicarakan? Lalu, untuk reporter yang menjanjikan sepertimu lapangan adalah tempat di mana sejarah berubah. Tapi apa kau tahu? Untuk orang-orang ini, ini sama pentingnya dengan hal-hal yang mengubah sejarah.” Ucap Hye Ja dan Joon Ha hanya diam saja.
“Wanita-wanita tua ini? Ya, fasilitas mungkin berarti bagi mereka, tapi harga rumah yang jatuh menyakiti mereka lebih dari kesehatan yang buruk. Karena itulah mereka melakukan demonstrasi dalam cuaca dingin meskipun dikecam. Dengan harga rumah yang jatuh, uang mereka hanya tersisa untuk pemakaman mereka.” Jelas Hye Ja. Joon Ho tak berkomentar.
“Apa yang kau katakan kemarin... Tidak ada yang salah tentang hal itu. Itu semua benar. Karena itu benar, itu menyakitiku lagi. Kau mengingatkanku tentang sesuatu yang pernah kurasakan. Kau membuatku membenci diriku sendiri. Apa itu yang kau inginkan?” kata Hye Ja.
Si nenek bertanya apakah Joon Ha sudah makan. Hye Ja berpikir nenek itu  pasti terkejut karena akan makan nanti, lalu merasa Joon Ha membuat para nenek itu ketakutan jadi meminta pergi.
“Joon Ha, Apa kau sudah makan?” tanya si nenek. Joon Ha mengaku sudah dengan senyuman. Hye Ja melonggo karena nenek tahu nama Joon Ha.
“Dia cucuku...” ucap si nenek. Hye Ja kaget, Joon Ha pun mengajak neneknya pun berjalan sambil melakukan demo. Hye Ja terdiam seperti tak percaya. Bibi ketua menyuruh Hye Ja melakukan demo kembali. 




“Astaga. Ada seorang wanita muda dengan kita membuat semua orang bersemangat. Tolong datang minggu depan juga.” Ucap bibi senang. Hye Ja menganguk.
“Aku tidak tahu kalau kita tetangga... Sampai jumpa.” Kata Joon Ha lalu berjalan pergi dengan neneknya. Hye Ja melihat dari kejauhan.

“Nenek itu... Apa dia tinggal di sekitar sini?” tanya Hye Ja penasaran. Si Bibi merasa kalau keduanya  pindah beberapa bulan yang lalu.
“Dia tinggal sendirian dengan cucunya.” Ucap si bibi. Hye Ja melihat Joon Ha dari belakang.
Ia teringat dengan pria dimalam hari dengan topi yang menganggapnya cabul. Ia yakin kalau pria itu adalah Joon Ha


Hye Ja yang kesal pergi ke minimarket duduk dikasir, membuka kaleng bir berpikir kalau kalau ucapan Joon Ha terdengar logis dan elegan, tapi merasa tak percaya  bisa berpapasan saat demo. Seseorang datang menyuruh Hye Ja agar membayar dulu. Hye Ja terkejut melihat Joon Ha ada dimeja kasir.
“Kenapa kau di sini? Di mana Sang Eun?” tanya Hye Ja binggung. Joon Ha  menjawab kalau Sang Hae seharusnya bekerja siang ini.
“Tapi dia tidak bisa, karean Agensinya akan meningkatkan kompetensinya.” Kata Joon Ha santai
“Apa Kau bekerja di sini?” tanya  Hye Ja binggung. Joon Ha mengaku  mengenal manajer minimarket jadi kadang-kadang bekerja di malam hari.

Hye Ja keluar dari meja kasir memberikan kaleng birnya kalau akan membayarnya. Joon Ha meminta maaf karena mengajarikan tentang berada di lapangan. Ia pikir Saat bicara dengannya merasa Hye Ja  terdengar logis dan netral.
“Itu Hanya emosional yang berada pada puncaknya. Itu akan membuat sebuah berita yang menakjubkan.” Kata Joon Ha. Hye Ja mengeluh karena Joon Ha masih menilainya.
“Masalahnya, aku sedikit marah pada pembaca berita TBC.” Akui Joon Ha.
“Apa Maksudmu Jang Seo Yeon? Dia selalu seperti itu... Dia selalu...” kata Hye Ja menahan diri tak ingin menjelekan bertanya berapa harga birnya.
“Tidak perlu. Ini sebagai permintaan maaf.” Kata Joon Ha. Hye Ja pikir tak perlu tapi akhirnya mengambil snack supaya Joon Ha membayarnya juga. Sang Eun datang meminta maaf terlambat lalu kaget melihat Hye Ja bersama dengan Joon Ha. 


Sang Eun berbicara di bawah merasa kalau tadi terlihat sangat romantis.  Hye Ja meminta Sang Eun memelankan suaranya. Sang Eun pikir Joon Ho pasti menceramahi Hye Ja karena tertarik padanya dan utu sangat romantis.
“Kau terlalu jauh berpikir. Kami bertemu baru-baru ini. Itu tidak langsung membuat seseorang jatuh cinta kepada orang lain... Bukan seperti itu..” kata Hye Ja yakin.
“Aku sudah mengisi rak-rak di belakang, jadi Aku akan pergi sekarang.” Ucap Joon Ha melihat keduanya berbicara di kolong kasir.
“Semoga harimu menyenangkan.” Kata Hye Ja ramah, Joon Ho pun beranjak pergi.
“Kau bilang "Semoga harimu menyenangkan?" ejek Sang Eun. Hye Ja juga tak percaya bisa mengatakan hal itu. 


Joon Ha pulang melihat neneknya ada diluar rumah padahal udara dingin. Nenek memberitahu kalau Sikhye sudah siap dan memastikan kalau pasti suka. Bibi yang menemani neneknya pun pamit pergi.
“Gadis itu sebelumnya... Maksudku gadis dengan mata besar seperti sapi.” Ucap Nenek. Joon Ho mengingatnya bertanya kenapa membahasnya.
“Dia putri dari pemilik salon di jalan sana, Rupanya, dia akan segera menikah.” Kata Nenek. Joon Ha agar terkejut tapi berusaha santai.
“Kuharap kau akan berkencan dengannya... Ini Mengecewakan sekali.”keluh si nenek. Joon Ha hanya tertawa lalu mengajak Neneknya masuk saja. 

“Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi antara seorang pria dan seorang wanita. Sang Eun benar dalam hal itu. Dan, jika dia benar-benar tidak punya perasaan padaku, dia tidak akan menemuiku lagi. Tapi dia meminta maaf dan bahkan membelikan kopi.” Cerita Hye Ja pada seseorang.
“Itu artinya dia ingin berhubungan baik denganku. Apa kau tidak berpikir begitu? Ada sesuatu yang terjadi, kan?” kata Hye Ja ternyata berbicara dengan anjing. Si anjing memilih masuk rumah. Hye Ja memastikan kalau pasti ada sesuatu yang terjadi. 

Hye Ja menerima telp dengan pakaian rapih mengaku tahu tempatnya jadi akan menemuinya di sana. Saat akan pergi, Ibunya sedang berbicara dengan tukang service mengaku  sudah berhenti bekerja dalam waktu yang lam Dan sekarang benar-benar rusak.
“Semuanya harus diganti.. Bagian bawah rusak. Itu tidak bisa menahannya lagi.” Ucap tukang service
“Itu akan memakan biaya yang banyak.. Semua orang di keluarga hanya menghabiskan uang dan Tidak ada yang menghasilkan. Jadi Berapa harganya?”kata Nyonya Kim. Hye Ja sedih memilih untuk keluar dari rumah. 

Tiga nenek menyapa Hye Ja memuji terlihat begitu cantik berpikir kalau  akan berkencan. Hye Ja hanya tersenyum. Nenek pertama menyuruh Hye Ja agar memakai jaket karena cuacanya akan dingin di malam hari. Hye Ja memilih untuk berjalan pergi.
“Wanita harus menjaga tubuh mereka agar tetap hangat.” Kata Si nenek melihat Hye Ja berjalan pergi.
“Apa anak-anak jaman sekarang tidak mendengar? Mereka akan mengerti ketika tua dan sakit.” Keluh si nenek. Hye Ja pun menganguk mengerti. Lalu pamit pergi. 

Hye Ja bertemu dengan Ji Hyun di sebuah Studio Suara tapi sedikit gugup melihat bangunan yang kecil. Ji Hyun memberitahu kalau ada dilantai atas.  Hye Ja  ebrtanya  Apakah ada stasiun penyiaran di tempat seperti ini juga. Ji Hyun mengajak masuk.
“Pekerjaan dubbing, yang kau maksud...” kata Hye Ja panik melihat video yang ada didepanya.
“Ya. Sebuah film erotis... Kau Jangan terlalu terkejut... Semua dubber melakukan hal ini... Anggap saja sebagai pekerjaan paruh waktu.” Ucap Ji Hyun. 

Hye Ja menuruni tangga merasa tak perlu melakukan pekerjaanya, tapi kata-kata Ji Hyun teringat dikepalanya.
“Kudengar kau ingin melamar menjadi pembaca berita. Tapi kau tidak mengajukan lamaran apa pun. Bagaimana kau akan menghasilkan uang? Aku mengalami apa yang kau alami sekarang juga.”
“Ya, kau memiliki suara yang bagus Tapi itu tidak cukup bagus untuk menjadi pembaca berita. Kau tahu itu juga, kan? Aku tahu kau tidak akan menyerah, tapi itu kebenarannya.”
“Aku tahu. Aku paham kau pasti terkejut... Tapi tetap saja, daripada rekaman pengumuman aneh, ini cara yang lebih menguntungkan.”
Hye Ja terdiam didepan kantor Studio Suara seperti ragu akan pergi atau tetap diam. 

Akhirnya Hye Ja sudah ada di studio wajahnya tegang. Operator memutar film agar Hye Ja mengeluarkan suaranya. Hye Ja hanya terdiam melihat adegan didepanya, Sutradara memarahinya karena  harus segera mulai setelah adegan dimulai.
Hye Ja yang masih shock meminta maaf. Ji Hyun pun berharap Hye Ja bisa melakukanya. Hye Ja akhirnya mengeluarkan suara desahanya. Si pria mengeluh dengan yang dilakukan Hye Ja seperti kaku. Hye Ja mengaku merasa begitu canggung melakukan hal ini.
“Hei, Kim Hye Ja... Kau melakukan pekerjaan yang baik, tapi kau tidak bisa melakukannya lebih alami? Alami.” Ucap si pria marah
“Maafkan aku. Dia bisa saja kesulitan karena tidak punya banyak pengalaman.” Kata Ji Hyun membela tapi Hye Ja terihat marah
“Aku dulu begitu kotor! Aku memiliki banyak pengalaman.” Kata Hye Ja menyakinkan. 

Tuan Kim masuk salon dengan menyembunyikan sesuatu dibalik badanya, dikagetkan istrinya sedang duduk karena tidak sibuk. Nyonya Kim pikir  Hari Senin selalu seperti ini dan memberitahu kalau Hye Ja tak ada dirumah. Tuan Kim hanya diam saja.
“Yah, dia bahkan suka roti kacang merah dingin.” Ucap Nyonya Kim. Tuan Kim merasa kalautidak pernah bisa membodohi istrinya memperlihatkan kue bentuk ikan yang dibawanya.
“Hye Ja, Apa belum pulang?” tanya Tuan Kim. Nyonya Kim memberitahu  Seniornya bilang akan memperkenalkan Hye Ja beberapa pekerjaan, jadi sangat bersemangat dan keluar.
“Aku tidak tahu kapan dia akan datang.” Kata Nyonya Kim. Tuan Kim pun berharap p itu berjalan dengan baik.
“Lalu itu akan menjadi hadiah ulang tahun yang sempurna untukmu.” Kata Tuan Kim penuh semangat. Nyonya Kim tersipu malu tapi meminta suaminya agar jangan langsung menyimpulkan.

Hye Ja akhirnya pulang melihat ayahnya dan ibunya ada disalon. Nyonya Kim bertanya Bagaimana pekerjaan anaknya. Hye Ja memperlihatkan amplop gajinya mengaku berjalan lancar, Nyonya Kim tak percaya kalau isinya uang bertanya anaknya berkerja apa hari ini.
“Sudah kubilang. Ji Hyeon memperkenalkan pekerjaan kepadaku.” Kata Hye Ja menutupi pekerjaanya.
“Kau harus menggunakan ini untuk diri sendiri.” Kata Nyonya Kim menolak, tapi Hye Ja tahu kalau wastafel cuci rambut rusak.
“Ini tidak banyak, tapi aku merasa lebih baik jika aku bisa membaginya.” Kata Hye Ja.
“Aku tidak pernah membayangkan menerima uang dari anakku.” Ucap Nyonya Kim bangga. Hye Ja melihat ibunya sangat senang.
“Astaga. Kau melakukan pekerjaan hebat, Hye Ja.” Puji Nyonya Kim, Hye Ja melihat wajah ayahnya seperti cemburu.
“Ayah... Lain kali aku akan mencari uang, itu akan menjadi milikmu... Oke?” janji Hye Ja. Tuan Kim memberikan kuenya. 


Hye Ja senang ayahnya membelikan Bungepang, lalu berjalan masuk dan memperlihatkan wajah sedihnya.  Tuan Kim merasa sebagai orang yang selalu membawa barang-barangnya tapi istrinya yang selalu mengambil kredit.
“Dia berjanji akan mencari uang dan membelikan taksi baru. Dia menepati janjinya atau tidak, aku sangat bangga padanya.” Ucap Tuan Kim bangga
“Dia putri kita, dan tahu seberapa keras kita bekerja. Aku tidak bisa menggunakan uang ini... Ini seperti gaji pertama putri kita. Jadi Aku tidak bisa menggunakan ini.” Kata Nyonya Kim sedih. 

Hye Ja gelisah tak bisa tidur akhirnya berpikir  akan membeli udon dan setengah botol Soju lalau melupakan segalanya setelah itu akan pergi tidur. Joon Ho masuk ke  Bar Snack Tengah Malam akan memesan soju dan udon, lalu melihat Hye Ja yang duduk sendirian sedang mabuk.
“Pak, aku tidak memerlukan soju itu.” Ucap Joon Ha lalu berjalan mendekati Hye Ja mengambil segelas soju.
“Itu... bukan apa yang aku inginkan.” Kata Hye Ja lalu melihat gelas dan  botolnya kosong dan memesan soju lagi. Joon Ha memberikan kode agar tak memberikanya. 

“Eh... Orang yang ingin menjadi reporter? Apa yang membawamu ke lingkungan kami?” ucap Hye Ja yang mabuk
“Kita tahu bahwa tinggal di lingkungan yang sama.” Ucap Joon Ha. Hye Ja mengeluh dirinya bodoh karena baru mengingatnya.
“Kau warga di daerah ini... Meskipun kau tidak kaya, kurasa kau dari keluarga yang baik... Tapi kau tak punya uang sepertiku... Tapi itu aneh. Orang yang tak punya uang biasanya mengenali satu sama lain.” Ucap Hye Ja.
“Itu karena aku lebih tak punya uang darimu. Ada tingkatan antara orang-orang tak punya uang. “ kata Joon Ha
“Ayolah, jangan konyol... Kau mungkin berpikir salon kecantikan kami milik keluarga kami, tapi itu milik bank. Kami berutang pada mereka Dan itu bukan jumlah yang kecil.. Itu "Debt" dalam bahasa Inggris."B" suku kata yang tidak dibunyikan.” Ucap Hye Ja yang mabuk membuat Joon Ha tersenyum.
“Apakah ini pertempuran untuk melihat siapa yang lebih menyedihkan? Aku yakin bisa mengalahkan siapa pun.” Kata Joon Ha penuh semangat
“Jari tengah di tangan kanan ibuku bengkolkkarena dia memegang gunting begitu lama.” Cerita Hye Ja
“Nenekku tidak memiliki sidik jari yang tersisa karena dia bekerja begitu keras.” Ucap Joon Ha
“Aku sedang membicarakan ibuku. Kenapa membawa nenekmu ke ini?” keluh Hye Ja. Joon Ha mengaku tak ada yang bisa dilakukan karena tidak punya ibu atau ayah.
“Ibuku melarikan diri ketika aku masih kecil, dan ayahku adalah seseorang yang tidak kuharapkan di dunia ini.” Aku Joon Ha. 


Hye Ja pun tak bisa menahan sedih lalu mengaku kalah. Joon Ha meminta sebotol Soju dan pun menuangkan minum, mereka minum bersama. Joon Ha menceritakan setelah dibesarkan, tidak pernah bisa bersantai dan  melakukan segalanya untuk mendapatkan uang.
“Meskipun aku harus mempersiapkan ujian sekarang, aku masih melakukan pekerjaan konstruksi dan bahkan bekerja di kota-kota lain. Ceritaku terlalu menyedihkan dan membosankan, kan?” kata Joon Ha
“Tapi aku harus bilang, sepertinya kau melakukan yang terbaik. Aku punya keyakinan, dan bahkan tidak tahu apa yang harus kulakukan. Untuk mengatakan yang sebenarnya kecuali beberapa kali di awal, aku bahkan tidak pernah mengirim resumeku ke stasiun penyiaran. “ cerita Hye Ja.
“Tapi setelah Gagal wawancara beberapa kali membuatku sadar. Bahkan selama wawancara, pewawancara tidak menanyakan beberapa pertanyaan, tapi aku tahu mereka melakukan itu hanya untuk bersikap sopan. Untuk kandidat kuat, semua pewawancara, secara langsung tersenyum pada mereka.” Kata Hye Ja dengan Joon Ha terus mendengarkanya.
“Apa yang mereka katakan bahkan tidak masalah. Tapi aku bahkan tidak berpikir bahwa aku memenuhi syarat sebagai kandidat kuat. Aku agak payah. Tapi pada saat yang sama, itu sangat sulit untuk berdamai dengan itu dan hanya menerimanya.” Ucap Hye Ja.
“Kenapa? Itu karena aku sangat peduli tentang diriku sendiri. Aku benar-benar ingin melakukannya dengan baik, tapi wanita ini sedikit... Dia payah. Sekarang, aku pasti tahu tidak cocok untuk itu, tapi aku tidak memiliki keberanian untuk memberikan semuanya.” Ucap Hye Ja.
“Jika aku memberikan ini, aku akan memerlukan tujuan yang berbeda. Tapi aku begitu takut, aku mungkin tidak pernah mencapai tujuan tersebut. Yah, aku tahu akan berakhir seperti ini, aku tidak akan pernah memutuskan untuk menjadi pembaca berita dan hanya bekerja keras seperti yang kau lakukan. “Kata Hye Ja 



“Setidaknya aku akan mendapatkan uang. Lalu orang tuaku tidak harus bekerja keras.” Kata Hye Ja. Joon Ha bertanya apakah Hye Ja  menyesali keputusannya.
“Ya. Aku benar-benar menyesal memutuskan untuk menjadi seorang pembaca berita. Jika aku tidak pernah menetapkan tujuan itu untuk diriku sendiri, kurasa aku akan jauh lebih bahagia sekarang. Aku ingin kembali ke waktu itu.” Ucap Hye Ja.
“Aku ingin kembali ke waktu itu dan mengatakan pada diri sendiri untuk menyerah pada mimpi itu. Aku benar-benar ingin melakukan itu.” Kata Hye Ja.
“Aku juga akan senang untuk kembali ke masa itu.”akui Joon Ha. Hye Ja bertanya bagaimana kalau ia bisa melakukanya.
“Jika kau benar-benar bisa memutar waktu kembali, apa yang akan kau lakukan?” tanya Hye Ja.
“Aku tidak akan pergi ke nenekku, karena Aku lebih suka tinggal di panti asuhan. Aku tidak akan hidup dengan nenekku. Karena Aku tidak akan pernah membiarkan dia membawaku dan menderita lagi.” Ucap Joon Ha
“Itu menyayat hati... Ya, jangan biarkan dia menderita lagi.” Kata Hye Ja sedih sambil menangis.
Joon Ha memberikan tissue mengajak pulang, Hye Ja merasa Ini bukan keputusan yang mudah baginya tapi akan memberi Joon Ha kesempatan untuk mengubah keadaan. Joon Ha tak mengerti maksudnya. Hye Ja pikir kalau Joon Ha tahu membawa jam tanganya.
“Kesempatan untuk memutar waktu.” Ucap Hye Ja. Joon Ha merasa  akan sangat bagus jika itu benar.
“Maksudku, aku tidak bisa mewujudkannya, tapi jam ini bisa. Apa kau benar-benar ingin melakukannya? Apa kau benar-benar menginginkannya?” ucap Hye Ja. Joon Ha menganguk.
“Perlihatkan padaku. Kumohon.” Ucap Joon Ha. Hye Ja memastikan Joon ha tak menyesal nanti.
“Setelah selesai, tidak akan kembali.” kata Hye Ja memperingati. Joon Ha meminta agar menunjukan padanya. Hye Ja bersiap-siap memutar jam tanganya.
Bersambung ke part 2



Tidak ada komentar:

Posting Komentar