Keduanya nonton TV bersama, Soo Hyun memulai
pembicaraan dengan batanya Apa
hal yang paling ingin dimiliki
Hye Rim. Mendengar pertanyaan Soo Hyun berpikir pacarnya itu
akan membelikan untuknya. Soo Hyun rasa mungkin akan membelikanya. Hye Rim
memikirkan lalu mengatakan ingin sebuah tongkat
sihir. Soo Hyun heran berpikir itu seperti dalam film Harry
Potter.
“Kenapa, apa ada Voldemort yang
harus kau kalahkan?” tanya Soo Hyun
“Aku menginginkannya untuk
melakukan semua hal yang merepotkan
bagiku. Seperti
menendang keluar pelanggan yang aneh dan
membuatku fasih dalam bahasa Perancis tanpa harus menghafal frase Lalu membuat agar kau datang kepadaku
setiap kali aku memanggilmu.” Cerita Hye Rim dengan senyuman lalu bertanya apa yang
diinginkan Soo Hyun.
Soo Hyun berpikir sejenak sambil memegang bibirnya, lalu
menunjuk ke arah TV. Hye Rim pikir Soo Hyun menginginkan sebuah TV. Soo Hyun menjelaskan
apa yang sedang orang itu lakukan, yaitu mengirimkan sebuah pesan video. Hye
Rim melotot mengingat perkataan Ji Ho tentangTahap dua, yaitu Ada pengakuan cint menggunakan
buku sketsa dan
merekam "Surat video." Dalam
hatinya menjerit “Tidak mungkin.” Soo Hyun
memanggil Hye Rim yang melamun.
“Jangan. Jangan
katakan itu.” Jerit Hye
Rim dalam hati, Soo Hyun mengatakan ingin meminta Hye Rim membuat sebuah pesan
video.
“Kupikir kau
menghentikan eksperimennya! “ Jerit Hye
Rim melotot tajam. Soo Hyun bertanya apakah Hye Rim bisa merekamkan untuknya
dengan wajah tersenyum.
“Tidak! Kenapa aku harus melakukan hal
seperti itu?” kata Hye Rim menolak dengan wajah sinis
“Aku bahkan menaruh bunga di
rambutku dan menyatakan cinta
kepadamu.” Ucap Soo Hyun tak terima
“Apa kau satu-satunya yang
melakukan itu semua? Aku
juga menulis jurnal untukmu!” teriak Hye Rim
“Dan aku menuliskannya untukmu
setiap hari!” balas Soo Hyun tak mau kalah
“Tapi sebelumnya kau sudah berjanji padaku untuk
melakukan itu! Kenapa
kau sangat perhitungan? Memberi
dan menerima, memberi dan menerima... apakah
hubungan kita adalah kesepakatan bisnis?” jerit Hye
Rim, Soo Hyun kesal karena tak merasa mengatakan hal itu.
“Kau selalu menuntut banyak hal
dariku Bahkan
tanpa memberitahuku tentang eksperimen!” teriak Hye
Rim,
“Kapan aku pernah melakukanya? aku menceritakan semuanya
tentang eksperimen Dan
juga, itu pekerjaanku. Kenapa
aku harus memberitahu semua tentang itu kepadamu?”
ucap Soo Hyun dengan nada tinggi
Hye Rim ingin memberikan alasan kalau diriya itu.....
dalam hatinya bergumam “Karena aku subjek utama, kau memang bajingan!” Soo Hyun
menantang Hye Rim untuk mengatakan saja. Hye Rim meragukan Soo Hyun itu benar-benar seorang spesialis
dalam psikologi perempuan, karena menurutnya Wanita biasanya ingin tahu
segalanya tentang seorang pria yang
dikencani.
“Aku memang seorang spesialis
dalam psikologi perempua Tapi
jujur, kupikir itu adalah masalah besar pada wanita! Tidak mungkin kau bisa
benar-benar mengenal seseorang bahkan
jika kau berkencan dan
juga itu tidak harus melakukan itu” tegas Soo
Hyun
“Kalau begitu aku akan mengatakan
apa yang kau katakan kepadaku. Bahkan jika kita berkencan, aku
tidak wajib melakukan segala sesuatu
yang kau minta untuk aku lakukan! Aku
tidak akan melakukan apapun untukmu, bahkan jika aku mati!” teriak Hye Rim dengan mata melotot
Soo Hyun setuju dan meminta mereka melupakan saja, lalu
mengeluh dengan nada kasar. Hye Rim makin marah mendengar Soo Hyun berani
mengatakan hal itu padanya, Soo Hyun heran bahkan tidak
bisa mengatakan apapun untuk dirinya sendiri. Hye Rim berteriak kalau Sooo Hyun itu sudah
merendahkanya. Soo Hyun melonggo, memilih untuk menghentikan perdebatan mereka.
“Kenapa kau bicara seakan kau
membiarkanku lolos? Apa
kau mengatakan itu karena kau tidak menyadari betapa marahnya seseorang karena dirimu dengan
mengatakan hal-hal seperti ini
setelah bertengkar? Kesalahan
siapa ini sebenarnya?” teriak Hye Rim
“Lalu, apa yang kau ingin untuk
aku lakukan? Aku tidak
bisa mengatakan "mari kita berhenti" atau hanya berbicara dengan diriku sendiri. Lalu apa Kau ingin aku untuk berlutut dan
memohon atau apapun itu?”
jerit Soo Hyun
“Aku tidak membutuhkan semua itu. Mari kita... kita....putus saja!”
tegas Hye Rim dengan mata melotot
Soo Hyun terdiam lalu bertanya apakah memang itu
benar-benar keluar dari hatinya. Hye Rim membenarkan, Soo Hyun dengan tenang
meminta Hye Rim tidak mengatakan hal-hal seperti itu begitu
mudah dan ia tak akan mengambil kembali kata-katanya setelah mengatakan itu. Hye Rim menegaskan kalau itu adalah
bagaimana perasaannya sebenarnya dan berharap Soo Hyun bahagia mendengarnya.
Akhirnya Soo Hyun mengingatkan kalau ia datang itu bukan
karena keinginanya tapi karena Hye Rim yang mengundangnya, lalu tersenyum saat
menyapanya didepan pintu, mereka makan malam bersama, dan tiba-tiba sekarang
meminta putus, merasa pacarnya itu memiliki sifat yang rapuh. Hye Rim
menyalahkan Soo Hyun yang meminta membuat rekaman video.
Soo Hyun pikir kalau Hye Rim bertindak
seperti ini hanya karena satu hal menurutnya
kalau memang tak ingin, maka jangan melakukannya dan bertanya apakah semua itu adalah bisa dijadikan
alasannya marah lalu meminta putus. Hye Rim ingin membuka mulut memberitahu
semuanya, tapi akhirnya menyuruh Soo Hyun pergi saja karena tak ingin melihat
wajahnya. Soo Hyun kaget Hye Rim mengusirnya.
Hye Rim menyuruh Soo Hyun cepat pergi, Soo Hyun mengambil
jaketnya, sebelum pergi ia mengatakan pada Hye Rim kalau dirinya itu seseorang yang
menganggap semua orang harus bertanggung
jawab atas kata-kata mereka.
“Kau tidak akan menyesal meminta
putus, kan?” tanya Soo Hyun untuk menyakinkan
keputusan Hye Rim.
“Tentu saja tidak.” Kata Hye Rim dengan mata sinis dan tangan dilipat
didada.
“Baiklah... kalau begitu kita
putus.” Ucap Soo Hyun lalu keluar rumah.
“Ya, kita putus! Kau pikir aku
akan menyesal!!!” jerit Hye Rim sambil minum wine
langsung dari botolnya.
Soo Hyun duduk diatas mejanya, mengingat kembali ucapan
Hye Rim dengan mata melotot mengajak untuk putus. Teringat kembali saat masih kecil
dan memegang es krim, ibunya mengatakan akan
datang pada hari ulang tahunnya jadi meminta untuk
menunggu.
“Jika kau terus menumpahkan es
krim pada dirimu sendiri, aku
tidak akan datang pada hari ulang tahunmu!” ucap Sang
Ibu sambil membersihkan bekas es krimnya.
Teriakan Hye Rim masih terdengar ketika menyuruhnya
pergi, dan tetesan es mengenai tanganya. Lalu bunga yang digunakan untuk
menyatakan cinta pun jatuh ke lantai, Air mata Soo Hyun pun jatuh ke pipinya.
Ia mengambil bunga yang jatuh dan membuangnya ke tempat sampah.
Soo Hyun mendatangi ibu Tae Hwa dengan membawakan buah
dan mengingatkan kalau ia adalah teman SMA anaknya. Ibunya sudah pasti tahu
karena mereka pergi bersama Stanford bersama Tae Hwa. Soo Hyun melotot kaget dan membenarkanya.
Ibu Tae Hwa binggung melihat penampilannya sedikit berubah dan memperlihatkan foto yang dipajangnya kalau Soo Hyun
itu memang berbeda di fotonya, kalau anaknya foto dengan Soo Hyun disana. Soo
Hyun melihat foto Tae Hwa yang diedit dibagian kepala, lalu mengaku mengubah
gaya rambutnya.
“Aku membesarkannya sendirian tanpa
ayahnya, tapi dia tumbuh
menjadi anak yang hebat. Semua
yang aku lakukan adalah secara diam-diam menaruh harapanku kepadanya.” Cerita Ibu Tae Hwa, Soo Hyun mengerti sambil melihat
sekeliling rumah Tae Hwa.
Soo Hyun baru saja mengantung jaketnya, Ji Ho masuk
ruangan memberitahu detektif datang untuk menemui Soo Hyun. Dua orang detektif
masuk ruangan memberikan foto Tae Hwa dan bertanya apakah mengenal orang itu.
Soo Hyun melihat dengan jelas dan mengaku Tae Hwa ada temannya saat masih SMA.
“Apa kau menyadari kalau dia sudah
mencuri identitasmu?” tanya detektif, Soo Hyun mengatakan sudah tahu
“Jadi kenapa kau tidak
melaporkannya?” tanya Detektif heran
“Dia melakukan konsultasi dengan
kantor kami sebelumnya. Aku
sedang mengawasinya karena aku menduga dia mungkin memiliki kondisi mental yang terganggu.” Jelas Soo Hyun, Detektif bertanya apa diagnosanya.
“Karena kerahasiaan antara
pasien-dokter, aku tidak bias memberitahumu
informasi tersebut. Tapi...
Apa dia sudah berpura-pura memiliki
banyak pekerjaan lain,
selain milikku?” ucap Soo Hyun
“Iya. Seorang profesor, pengacara,
dan bahkan direktur sebuah perusahaan
besar, Ada cukup banyak dan Orang-orang yang pernah menjadi
korbannya sudah menggugat dia serta istrinya
sedang dalam proses untuk mencoba membatalkan
pernikahan mereka. Ponselnya terus
dimatikan dan kami
sedang mencoba untuk melacaknya
dengan rekaman CCTV. Tapi
itu terbukti cukup sulit. Apakah
ada tempat yang bisa kau perkirakan dimana dia mungkin berada?” tanya detektif
“Aku tidak tahu Dan karena dia adalah pasienku,
aku tidak bisa memberitahumu bahkan
jika aku tahu. Aku minta
maaf.” Tegas Soo Hyun
Soo Hyun pergi keruang tunggu dan mencari nomor Tae Hwa di
ponselnya, lalu terlihat sedikit ragu. Malam harinya, ia mengendarai mobilnya
ke sebuah tempat. Tae Hwa membaca pesan di ponselnya [Kang Tae
Hwa... Ini adalah Agen Hitam. Samjin Industries, Area B, lantai 2 Pada malam hari tanggal 27 pada jam 8 malam]
Seorang pria berjas hitam datang menemuiny memutuskan
kalau Tae Hwa diberhentikan. Tae Hwa tak
bisa terima, menjelaska kalau ia mendekati seorang broker yang terdaftar dengan HID. Pria berjas hitam bertanya kenapa Tae Hwa tidak
mengirimkan identitas VIP itu?
“Aku mencoba yang terbaik untuk
mendapatkannya. Dengan
menggunakan banyak kepribadian lainnya.” Jelas Tae
Hwa
“Berkasmu sekarang akan
dimusnahkan.” Tegas Si Pria berjas
Tae Hwa meminta maaf, meminta untuk memberikan satu
kesempatan lagi. Soo Hyun datang melihat Tae Hwa yang berbicara sendiri
memohon untuk memberikan satu
kesempatan lagi.
Akhirnya ia mendekat dan memanggil temanya, Tae Hwa kaget
melihat temanya bisa menemukan keberadaanya. Soo Hyun meminta maaf karena ia berpura-pura
menjadi Agen Hitam dan mengirimikanya pesan.
Tae Hwa tak percaya karena pria itu benar-benar ada, ketika melihat ke belakang
orang itu sudah menghilang dan bertanya kemana perginya orang itu.
Soo Hyun kembali mendekat mengajak Tae Hwa untuk
berbicara, seorang detektif memanggil Tae Hwa, melihat ada polisi Tae Hwa
memilih untuk kabur. Soo Hyun dan detektif pun mengejar Tae Hwa, ketika
menuruni tangga dibawah sudah dihadang detektif lainya meminta untuk menyerah
saja. Tae Hwa berusaha melompat tapi
kakinya malah terkilir.
“Kang Tae Hwa. Kami menahan kau untuk penipuan dan pencurian identitas.” Ucap Polisi sambil memasang borgol
“Tunggu.... Pertama-tama Orang ini
membutuhkan perawatan dan ini yang paling utama. Dia
menderita delusi serta mythomania (penyakit
suka berbohong bukan dengan tujuan menipu orang lain) dan bahkan menderita
gangguan kepanikan karena itu, jadi...” jelas Soo
Hyun mencoba menahan Tae Hwa untuk dibawa ke polisi
“Katakan itu kepada orang-orang di
pengadilan!” tegas Detektif
Soo Hyun meminta polisi menunggu sebentar, dengan mata
berkaca-kaca memeluk Tae Hwa untuk menenangkanya kalau semua akan baik-baik
saja dan berjanji akan segera menemuinya jadi meminta untuk sabar menunggu. Tae Hwa menangis
meminta Soo Hyun tak perlu memaafkanya, karea ia telah
melakukan begitu banyak kesalahan kepadanya.
Detektif datang menemui Soo Hyun memberitahu Setelah mempertimbangkan
pendapatnya mereka telah menangguhkan penahanannya dan harus memindahkannya ke fasilitas
mental, jadi meminta Soo Hyun untuk melakukan konsultasi
walauun dalam waktu yang singkat. Ibu
Tae Hwa berada diruang kontrol, Ji Ho masuk memberikan earphone agar bisa
mendengar pembicaraan diruang sebelah.
Soo Hyun masuk ruangan melihat Tae Hwa hanya tertunduk,
wajahnya tersenyum melihat teman lamanya, lalu mengingatkan saat masih SMA,
mereka mabuk di ruamhanya dan memainkan permainan
3-6-9. kemudian
Semuanya kalah, dan sampai tersisa hanya mereka
berdua. Tae Hwa mulai mengangkat wajahnya menatap Soo Hyun.
“Kupikir kita melewati seratus
kali selama permainan itu, apakaha aku salah tentang hal itu? Permainannya menjadi terlalu lama
dan kita merasa dicurangi karena
kita berdua adalah satu-satunya yang tidak bisa minum. Kupikir kita sampai 120...an dan
aku akhirnya menang, kan? Yah.. saat itu aku
menang.” cerita Soo Hyun, Tae Hwa merasa dirinya yang menang
saat itu.
Soo Hyun tertawa mengejek, merasa kalau ia yang menang,
Tae Hwa tertawa sambil mengejek Soo Hyu kalau dirinya yang menang. Soo Hyun
berpikir tentang hal itu menurutnya pertandingan sepak bolanya cukup gila juga, kalau saja dirinya tidak menjadi kiper mungki kelas
mereka bisa menang.
Tae Hwa kembali mengejek, kalau Soo Hyun itu menendang bola
ke gawang sendiri. Keduanya tertawa bersama, Soo Hyun pikir Selalu
sangat mudah untuk mencoba melupakan hal yang tidak menyenangkan, lalu setelah itu
mendapat tambahan waktu, Tae Hwa menyela kalau ia yang mencetak gol. Keduanya
saling high five dengan wajah bahagia mengingat jaman SMA dulu.
“Itu sebabnya aku benar-benar
percaya padamu. Karena
aku tahu bahwa kau akan menang jika kau berada di pihak kami saat pertandingan
sepak bola Dan aku
yakin ibumu juga. Karena...
Jika seseorang percaya padamu, maka nilaimu
akan naik secara dramatis dan
kau akan bisa masuk ke perguruan tinggi manapun yang kau inginkan.” Ucap Soo Hyun
“Kau tahu kalau semua itu bohong. Kapan nilaiku pernah naik? Universitas Seoul? Harvard? Kapan aku pernah masuk ke
perguruan tinggi itu? Seorang
direktur di sebuah perusahaan besar, seorang
pengacara... profesor? Bagaimana
mungkin aku bisa menjadi semua itu? Apakah
itu masuk akal?” kata Tae Hwa menahan
tangisnya, Sang ibu terlihat shock mendengarnya.
“Aku bisa saja hidup dengan
nyaman. Aku bisa
menjalani kehidupan normal, bukannya
yang serakah seperti itu! Tapi...
kau tahu betapa sulitnya semua hal untukku karena kalimat itu, "Aku
percaya padamu?"” jerit Tae Hwa meluapkan
amarahnya.
“Apa kata-kata itu memberimu
banyak tekanan?” tanya Soo Hyun
“Ibuku pasti bodoh! Apa yang dia harapkan dari anak
laki-laki yang hanya bias bermain
sepak bola? Seharusnya
dia merasa aneh jika nilaiku naik secara dramatis! Tapi
kenapa dia tersenyum begitu cerah? Kenapa
dia begitu baik padaku, dan membuatku seperti makanan lezat?” cerita Tae Hwa sambil menangis,
Ibu Tae Hwa pun ikut menangis karena sangat mengharapkan
yang terbaik untuk anaknya tapi membuat sang anak tertekan.
“Semua yang ingin kau lakukan
adalah membuatnya bahagia. Benarkan?”
kata Soo Hyun
“Aku ingin memenuhi semua harapan
mereka! Aku ingin
menjadi putra yang terbaik sesuai dengan apa yang dia percaya. Itu saja! Tapi...” jerit Tae Hwa menangis histeris didepan Soo Hyun. Soo
Hyun melihat kearah kaca seperti tahu ibu Tae Hwa bisa mengerti masalah anaknya.
Ibu Tae Hwa menangis berbicara pada Ji Ho untuk membawa
saja sebagai ganti anaknya karena Tae
Hwa tidak melakukan kesalahan, yang dilakukan hanya
membuat ibunya bahagia.
Dua kakak beradik dan Ji Ho pergi ke sebuah restoran,
Seung Chan bertanya apakah mereka harus memanggil Hye Rim juga. Soo Hyun sambil
melepaskan jaketnya menjawab “terserah”. Seung Chan mengajak kakaknya untuk
disampingnya karena biasanya lebih suka duduk dibagian dalam.
Soo Hyun pikir tak perlu karena merepotkan, lalu bertanya apakah Prof Bae sedang ke toilet. Ji Ho
membenarkan lalu melihat Prof Bae baru datan dari toilet. Prof Bae pun duduk
disampaing Seung Chan, Soo Hyun bertanya apa yang akan mereka pesan sekarang.
Prof Bae menyuruh mereka saja yang memilih menu saja, Soo
Hyun mengusulkan Prof Bae untuk memesan menu couple dengan Seung Chan. Seung
Chan pikir tak masalah lalu mengejek kalau ia akan memakan bagian Prof Bae juga
nanti. Prof Bae tersipu malu mengatakan tak apa-apa. Soo Hyun bisa tersenyum
melihat Prof Bae yang terlihat bahagia bisa makan bersama Seung Chan.
Seung Chan turun ke lantai satu, Hye Rim membawakan
nampan berisi kue meminta Seung Chan untuk memberikan pada Prof Bae. Seung Chan
bertanya bagaimana dengan memberikan juga pada sang kakak. Hye Rim mengatakan “terserah”.
Seung Chan berkomentar kata "terserah" adalah
ungkapan yang populer akhir-akhir ini.
“Aku baru saja turun. Kenapa bukan Kau saja yang pergi
membawakannya, Lagipula
kau yang membuatnya.” Kata Seung Chan heran
“Tetap saja. Kau yang paling dekat
dengan dia.” Kata Hye Rim
Ji Ho datang menawarkan diri untuk membawakanya, Hye Rim
langsung melotot, Ji Ho mengerti kalau
itu sengaja dilakukan. Seung Chan bertanya apa yang tadi dikatakanya. Ji Ho
mengaku bukan apa-apa dan menyuruh Seung Chan saja yang memberikan pada Prof
Bae. Seung Chan membawa nampanya tapi terlihat heran melihat keduanya. Hye Rim
kembali melotot tajam yang membuat Ji Ho terdiam.
Di ruang tunggu, Prof Bae menikmati kue yang dibuat Hye Rim
dan ingin menawarkan pada Seung Chan yang sibuk membuat kopi, tapi tiba-tiba
kaki Prof Bae merasakan sakit. Seung Chan khawatir bertanya apakah bagian
tubuhnya ada yang terkilir lagi.
Prof Bae mengatakan ia baik-baik saja sambil memijat
pergelengan kakinya. Seung Chan binggung karena sebelumnya sudah mengoleskan
salep dan meminta Prof Bae melepaskan sepatunya karena akan memijatnya. Prof
Bae menolaknya, Seung Chan menjelaskan dirinya dulu seorang atlet jadi sudah terbiasa
memijit, jadi meminta Prof Bae tak khawatir karena tak akan sakit. Akhirnya Pro
Bae membiarkan Seung Chan memijat kakinya.
Ji Ho baru saja datan, melihat keduanya sedang berduaan
dengan wajah panik meminta maaf dan langsung pergi. Seung Chan pikir Ji Ho bisa
masuk saja. Ji Ho pikir tak perlu dan mengucapkan keduanya untuk
bersenang-senang. Seung Chan pun meminta Prof Bae untuk menunggu sebentar.
Seung Chan mengejar Ji Ho bertanya kenapa ia pergi
meninggalkanya, Ji binggung, lalu mengaku hanya merasa
seperti tidak seharusnya mengganggu mereka berdua.
“Apa maksudmu, mengganggu? Apa yang begitu aneh melihat aku memberinya pijat kaki?” kata Seung Chan heran
“ ini Bagus untuk melihatnya.” Kata Ji Ho polos
“Jadi, kenapa kau lari? Kau pikir aku menyukainya, kan?” ucap Seung Chan bisa tahu alasan Ji Ho pergi. Ji Ho
berusaha menyangkalnya. Seung Chan langsung memberikan pitingan kepala pada Ji
Ho
“Katakan saja atau aku akan
membuatmu tidak bisa bernapas.” Ancam Seung Chan
“Bukan kau, tapi Prof Bae...” kata Ji Ho terbatuk-batuk. Seun Chan bertanya ada ada
dengan Prof Bae
“Dia menyukaimu!” kata Ji Ho
Seung Chan akhirnya melepaskan pitinganya, melihat Prof
Bae yang duduk diruang tunggu seperti tak percaya kalau Prof Bae itu
menyukainya menurutnya itu tak masuk akal. Ji Ho pun setuju dengan hal itu dan
mengaku sudah berbohong. Seung Chan menarik Ji Ho sebelum pergi, untuk
menyakinkan yang dikatakan Ji Ho bohong.
Ji Ho terlihat gugup dan meminta Seung Chan untuk
merahasiakanya, karena mereka semua berjanji untuk tetap merahasiakanya. Seung Chan bertanya siapa saja yan dimaksud
mereka. Ji Ho menyebut Soo Hyun, Hye Rim. Seung Chan kaget kalau mengetahui Hye
Rim-nya. Ji Ho mengangguk, Seung Chan pun menyuruh Ji Ho pergi saja. Ji Ho
tetap meminta supaya Seung Chan merahasiakanya lalu buru-buru pergi.
Seung Chan terlihat gugup saat Prof Bae mulai mendekat,
Prof Bae memanggil Seung Chan bertanya apakah tak ingin makan kue lagi, Seung
Chan berusaha tersenyum mengatakan tak ingin lagi dan akan mengurus sesuatu
jadi pamit pergi lebih dulu. Prof Bae terlihat agak binggung tapi terlihat tak
curiga.
Hye Rim baru akan kembali ke dapur, Seung Chan dengan wajah
serius mengajak untuk berbicara denganya. Keduanya bertemu di ruang ramal,
Seung Chan bertanya apakah Prof Bae memang merasakan perasaan itu sekarang
padanya. Hye Rim terlihat kaget mendengarnya.
“Ji Ho mengatakan kepadaku kalau Prof Bae... Kalau dia... dan kau tahu ‘kan, Bagaimana
kau bisa mengetahui hal itu?” kata Seung Chan tak
bisa mengatakan lagi. Hye Rim meminta agar Seung Chan tenang
“kau pikir aku akan tetap tenang
saat ada rumor aneh yang beredar? Prof Bae
menyukai... ugh! Apa itu masuk akal?” ucap Seung Chan seperti merasa jijik mendengarnya.
“Kenapa itu sangat buruk? Hei, aku juga suka Robert De
Niro!” kata Hye Rim melihat tak ada yang salah
“Meskipun begitu, ini... Ada perbedaan usia 38 tahun dantara
kami. Itu
perbedaan besar! Kau
berusia 35 tahun sekarang, kan? Jadi
kau bahkan tidak setua perbedaan usia diantara kami! Bisakah kau menyukai bayi yang
bahkan belum lahir?” ucap Seung Chan merasa
semua tak masuk akal
Hye Rim tetap melihat Seung Chan yang sudah lahir saat
itu, Seung Chan tetap merasa semua masuk akal dan bertanya balik apakah yang
dikatakanya itu memang benar, jika memang benar maka ia tak ingin lagi mau
berteman lagi dengan Prof Bae, lalu keluar ruangan. Hye Rim tertunduk binggung.
Didalam mobil, Ketua Kim kaget mengetahui kalau Yun Woo
bertemu dengan Soo Hyun. Seketarisnya menceritakan mengantar
Yun Woo untuk menemui Hye Rim, Soo Hyun juga ada disana. Ketua Kim marah
seketarisnya baru memberitahunya sekarang lalu meminta agar menyuruh Hye Rim
datang ke kantornya. Beberapa saat kemudian Hye Rim datang ke kantor.
“Kenapa kau menunjukkan putriku
kepada Choi Soo Hyun?” ucap Ketua Kim sinis
“Aku merasa kalau dia harus
mendapatkan konsultasi profesional...” kata Hye
Rim
“Aku baru akan memutuskan apakah
aku akan membiarkan dia menemuinya atau
tidak. Jadi,
kenapa kau melakukan sesukamu? Kenapa
tidak diumumkan saja kalau putriku memiliki masalah ke seluruh dunia? Apa
kau ingin mempermalukan seluruh keluargaku?” ucap Ketua
Kim dengan nada tinggi berjalan mendekati Hye Rim.
“Ketua Kim.... Putrimu sekarang sangat sakit, penyakit mental adalah penyakit yang diderita putrimu sudah lumayan parah, jadi...” kata Hye Rim berusaha untuk tenang
“Penyakit macam apa yang dia
miliki tepatnya?” tanya Ketua Kim sinis
“Bagaimana istrimu dan anggota
keluargamu meninggal?” ucap Hye Rim bertanya
Ketua Kim kesal mengaruk kepalaya sendiri tak mau
memandang Hye Rim berteriak kalau itu semua adalah urusa keluarganya tidak ada hubungannya dengan kondisi
putrinya. Hye Rim
berani mengatakan itu pasti ada hubunganya ketika ibu, kakak dan bibinya
meninggal bersamaan. Ketua Kim menyuruh Hye Rim diam dan mengancam kalau
bersikap seperti ini maka tak akan lagi mengizinkan bertemu dengan anaknya.
“Ketua Kim... Tidak
apa-apa untuk membuka masalah rumah tanggamujika itu mengganggumu, tapi....” ucap Hye Rim
“Aku sudah menyuruhmu diam!” teriak Ketua Kim, Seketarisnya masuk ke dalam ruangan.
“Ketua Kim... Nona Yun Woo menghilang lagi. Mereka memastikan dia sedang
tidur dan pergi sebentar ketika
Yun Woo menghilang. Dia juga tidak membawa jaket atau dompetnya.” Kata Seketaris
Ketua Kim langsung menyuruh Hye Rim mengunakan
kekuatannya untuk mencari anaknya. Hye rim menegaskan kalau ini bukan
waktunya melakukan itu, karena seharusnya melaporkan pada polisi lebih dulu. Ketua Kim berteriak tak ingin karena Ini adalah urusan rumah tangganya. Hye Rim juga berteriak kalau ini bukan waktu
yang tepat untuk
menjadi keras kepala karena anaknya pergi
keluar tanpa mengenakan pakaian yang tepat pada hari yang dingin dan khawatir terjdi sesuatu pada Yun Woo. Ketua Kim terlihat
sangat marah dan tak ingin terjadi sesuatu.
Soo Hyun kembali bertemu dengan wanita yang sebelumnya
menangis, Si wanita menceritakan dengan senyuman bahagia kalau sangat
suka cardigan dengan kotak-kotak biru itu jadi ia
membeli dua tapi ketika melihat dilemari, ternyata ia sudah
memiliki tiga cardigan dengan motif kotak-kotak dalam warna yang berbeda.
“Aku juga melakukannya. Aku
membeli dua atau tiga pakaian yang aku suka Dan dalam berbagai warna juga.” Cerita Soo Hyun
“Oh benarkah? Bagaimana seleramu
untuk makanan? Apa kau
suka daging sapi?” tanya si wanita
“Ya... tapi aku tidak akan makan
shabu shabu.” Kata Soo Hyun, dan dua-duanya bersamaan
mengatakan “Rasanya menjadi kurang lezat.” Soo Hyun merasa mereka berdua itu memiliki
banyak kesamaan.
“Yah... Sama seperti bagaimana kita
berdua tidak suka tiram dalam kimchi dan
kita tidak bisa makan kaki ayam.” Ucap si
wanita
“Seperti apa anggota keluargamu? Apakah selera mereka sama
denganmu?” Tanya Soo Hyun, Si wanita mengatakan
memang cocok.
“ Dalam keluargaku, aku
satu-satunya dengan preferensi yang berbeda.” Cerita Soo
Hyun, si wanita bertanya kenapa bisa seperti itu
“Aku tidak tahu. Memang seperti
itu dikeluargaku, Jadi ketika kita pergi
keluar untuk makan, aku satu-satunya yang memiliki preferensi berbeda sebenarnya kami
tidak bisa makan bersama-sama, tapi kami tidak bisa tidak untuk makan
bersama-sama... itu
membuatku merasa sedih.” Cerita Soo Hyun sedikit
tertunduk.
“Kau pasti kesepian.” Ungkap si wanita sedih, Soo Hyu pikir tidak sama sekali
lagipula dirinya itu bukan anak kecil.
“Bagaimana hubunganmu dengan
ibumu?” tanya si wanita
Soo Hyun ingin bercerita lalu merasa dirinya yang
mendapatkan konsultasi di sini. Wanita itu bertanya apakah ibunya itu mengurusnya dengan
baik. Soo Hyun kaget mendengar pertanyaannya, Si Wanita mengaku hanya ingin
tahu saja. Soo Hyun menanyakan alasan wanita itu ingin
tahu tentang keluarganya. Si wanita pun meminta
maaf. Soo Hyun pikir tak perlu lalu terbatuk beberapa kali.
Si wanita terlihat khawatir bertanya apakah Soo Hyun
sedang sakit. Soo Hyun pikir tenggorokanya agak
gatal, jadi mungkin akan terserang flu. Wanita itu
bisa mengerti dan meminta agar Soo Hyun makan
dengan baik lalu bertanya apakah sebelumnya sudah
sarapan pagi. Soo Hyun mengaku hanya makan sedikit saja, siwanita meminta Soo
Hyun maka lebih baik jika sakit lalu melihat jamnya sudah melewati
20 menit dari batasan waktu dan akan pamit pergi.
Soo Hyun menahanya merasa tak masalah dan meminta untuk
menyelesaikan saja apa yang dikatakan sebelum pergi. Si wanita merasa tak enak hati karena waktunya sudah
habis. Soo Hyun menceritakan sudah tak punya janji
apapun setelah ini jadi mereka bisa mengobrol yang
menyenangkan dan mempersilahkan untuk menceritakanya.
Si wanita itu tersenyum begitu juga Soo Hyun yang terlihat nyaman mengobrol
dengan kliennya.
Hye Rim baru kembali ke cafe, melihat Si wanita yang ada
didepan kasir lalu bertanya apakah ia baru selesai konsultasi. Si wanita
mengaku baru saja selesai beberapa waktu yang lalu, lalu memberikan sekotak
minuman jeruk sebagai vitamin C. Hye Rim binggung kenapa tiba-tiba memberikan
itu.
“Sepertinya dokter di lantai atas
terkena flu. Aku
bergegas ke toko dan membeli ini.” cerita si
wanita
“Oh, tapi... kami tidak bisa
menerima hal-hal seperti ini dari pasien.” Jelas Hye
Rim, Si wanita mengaku kalau itu harganya tidak
mahal.
“Meskipun demikian, dia memiliki
aturan yang ketat tentang ini.” kata Hye Rim tak bisa
menerimanya.
“Jadi... bisakah kau memastikan dia
makan dengan baik?” pinta si wanita
Hye Rim pun dengan gugup mengatakan akan memastikan Soo
Hyun makan dengan baik, dan memberitahu Orang-orang
di pusat konsultasi juga membawakannya ekstrak bawang. Si wanita panik memberitahu tak bisa memberikan Ekstrak
bawang karena Soo Hyun akan muntah. Hye Rim kaget karena wanita itu menyebut
nama Soo Hyun seperti sudah kenal lama. Si wanita langsung pergi dan Hye Rim
tak bisa mengejarnya.
“Apakah mungkin... dia adalah
ibu dari Soo Hyun?” gumam Hye Rim
Hye Rim pergi ke lantai dua, Soo Hyun baru saja keluar
ruangan melihat Hye Rim yang datang langsung ingin pergi. Hye Rim menahanya
ingin membahas wanita cantik menjadi pasienya yang bernama Seo Yun.
“Bagaimana, tentang dia... Apa yang kalian berdua...” tanya Hye Rim gugup, Soo Hyun dengan tatapan sinis
memilih untuk meninggalkanya. Hye Rim pun tak bisa berbuat apapun.
Hye Rim mengomel karena Soo Hyun mengabaikanya padahal
ingin mengatakan sesuatu yang penting, Yoo Rim pikir lebih baik Soo Hyun itu abaikan saja
bajingan seperti itu. Hye Rim ingat tatapan Soo Hyun dianggap seperti serangga
yang menjijikan.
“Karena itulah kenapa itu adalah
hal yang baik kalian berdua putus. Ini
sangat keren karena kau mampu mencampakan seorang pria dengan spesifikasi yang
bagus seperti itu. Kau
sangat keren!” ucap Yoo Rim mengangkat jempolnya, Hye
Rim terdiam melirik adiknya.
“SeJujur, kau tidak memiliki banyak
reputasi jika kau memikirkannya. Kau
seorang janda dengan seorang anak jadi
kau akan beruntung untuk mendapatkan seorang
pria tua kaya yang usianya mendekati enam puluhan Tapi kau membuang Choi Soo Hyun,
yang muda, kaya, tampan, dan terkenal. Bagaimana
bisa seseorang melakukan hal seperti itu?” kata Yoo
Rim
“Apa kau sedang mengejekku sekarang?” ucap Hye Rim merasa tersindir
“Tidak, aku serius! Jika itu aku, aku jatuh cinta
kepadanya karena semua kualifikasinya jadi
aku sangat cemburu padamu, yang berhasil mencampakan orang seperti itu. Aku datang untuk memberimu
selamat untuk pertama kalinya. Kau
sangat keren!” kata Yoo Rim dengan memberikan tepuk
tangan dan mengangat dua jempolnya.
“Apa aku melakukan
kesalahan?” gumam Hye
Rim
Hye Rim masuk ke dalam ruangan Soo Hyun sengaja menaruh
kue dan menaruh note diatasnya, [Maaf,
Soo Hyun] ketika akan pergi memilih untuk mengambil
notenya.
Ji Ho datang ke lantai dua, Hye Rim bertanya apakah Soo
Hyun sudah memakan kuenya. Ji Ho mengaku tak tahu. Hye Rim pun meminta Ji Ho
melihat apakah Soo Hyun memakannya atau tidak. Saat itu Soo Hyun masuk ke dalam
cafe. Hye Rim bersikap biasanya, Soo Hyun menatap sinis dan pergi ke lantai
dua.
Setelah malam hari, Hye Rim penasaran pergi ke lantai
dua, melihat kueya masih utuh diatas piring, wajah Hye Rim sedih melihatnya.
Soo Hyun berkata sengaja tidak memakannya karena merasa
kalau memakannya akan
menjadi sia-sia. Hye Rim membalikan badanya
melihat Soo Hyun sudah ada didepan pintu.
“Aku seharusnya mengatakan dulu
kepadamu kalau aku
meminta maaf dan menyesal.” Ucap Soo Hyun memberikan setangkai bunga pada Hye Rim.
“Apa Kau akan menerima ini?” tanya Soo Hyun. Hye Rim pun menerima bunga dari Soo
Hyun
“Bagaimana kau tahu kalau aku suka
tulip?” kata Hye Rim
“Apa warna tulip itu untukmu?” ucap Soo Hyun
Hye Rim melihat warna bunganya itu seperti warna buah Plum, lalu mengatakan kalau itu warna itu. Soo Hyun terlihat
mencoba tersenyum, Hye Rim pun meminta maaf karena tidak
berpikir panjang untuk putus dengannya. Soo Hyun pikir ia juga meminta maaf dan Hye Rim tak
perlu merekam surat video untuknya. Hye Rim tak percaya.
“Semua itu tidak penting lagi dan Yang aku butuhkan hanya kau.” Ucap Soo Hyun lalu memeluk Hye Rim, terlihat mata Hye
Rim berkaca-kaca menerima peluka dari Soo Hyun.
“Rencana B
eksperimen Madame Antoine eksperiment: Dimulai” gumam Soo
Hyun
bersambung ke episode 13
FACEBOOK : Dyah Deedee TWITTER @dyahdeedee09
INSTRAGRAM dyahdeedee09 FANPAGE Korean drama addicted
Tidak ada komentar:
Posting Komentar