Dae Young
pindah ke sebelah rumah Ji Woo mengaku berharap bisa saling akrab sebagai
tetangga. Ji Woo merasa kalau itu hanya bercanda, Dae Young menyakinkan kalau
memang benar pindah, karena sedang mencari tempat, dan ternyata suka dengan
lingkungan di rumah Ji Woo.
“Aku
melihat rumah di sebelahmu dekat pasar juga. Sepertinya ini takdir, jadi aku
menandatangani kontrak. Apa Kau sudah makan? Ayo kita makan kalau ada sesuatu
yang mau kau makan.” Kata Dae Young
“Tapi aku
belum makan.” Ucap Ji Woo yang masih terlihat binggung.
“Kalau
begitu ayo keluar. Aku akan traktir untuk merayakan kepindahanku Apa ada
restoran yang bagus di dekat sini?” Kata Dae Young penuh semangat. Ji Woo mengaku tak tahu.
“Kupikir
kau sudah tinggal di sini beberapa tahun. Kulihat kau juga makan lauk yang
dikirimkan ibumu... Aku ingat betapa lezatnya itu.” Kata Dae Young
“Aku
biasanya tidak pernahmakan di rumah dan selalu makan di rumah sakit.” Ungkap Ji
Woo terlihat sedih, Dae Young pun mengajak mereka untuk keluar saja.
Ji Woo melihat
kesekeliling restoran, karena berpikir Dae Young akan makan jjajangmyeon
seperti tradisi pindah rumah. Ia ingin tahu kenapa Dae Young ingin makan
ikan. Dae Yong pikir kalau Jjajangmyeon
saat pindah rumah, itu terlalu kuno.
“Kau dulu
begitu terbuka ketika ada makanan.” Komentar Dae Young, Ji Woo seperti tak
menyadarinya. Akhirnya pelayan
memberikan ikan dalam bentuk panjang diatas meja.
“Bagus.
Ikan ini harus disajikan secara keseluruhan. Ini Bagus bukan?” kata Dae Young
bersemangat.
“Apa Kita
datang jauh-jauh ke sini cuma untuk memakan ini? Apa Cuma buat makan ikan yang
dipanggang ini?” tanya Ji Woo heran
“Apa? Kau
bilang "Cuma makan ikan panggang"?” keluh Dae Young sambil
mengerutkan dahi dan kembali mengatakan penjelasan tentang ikan.
“Kau bisa
merasakan khas ikan itu ketika kau memakannya dengan cara ini. Ikan ini seperti
pisau. Bentuknya lurus dan panjang mengingatkanmu tentang pisau. Itu sebabnya
nenek moyang kita layak mendapatkan kehormatan untuk namanya. Mereka juga mulai
menaburkan garam kasar sebelum memanggangnya.” Kata Dae Young
“Dengan
cara ini, ikan dibumbui dengan sempurna dan memiliki aroma yang enak. Itu juga
membuat teksturnya dua kali lebih renyah. Memanggangnya utuh akan menjaga nilai
gizinya dan mengunci kelembabannya.” Ucap Dae Young
“Sementara
itu, kau harus memotong ikan ketika kau merebusnya. Dengan seperti ini, rasa
juicy akan keluar dari daging dan tulangnya yang membuat kaldu itu kaya dan
tebal. Apa aku benar?” kata Dae Young
Ji Woo
hanya melonggo binggung dan heran karena malah bertanya padanya. Dae Young
malah heran karean Ji Woo yang membuat berpikir tentang makna dan cara untuk
menikmati makanan meski itu hanya kacang.
“Kaulah
penyebabnya dan mentorku yang membuatku mendeskripsikan cerita tentang
makanan.” Kata Dae Young
“Apa aku
begitu?” ucap Ji Woo seperti lupa, Dae Young tak ingin memperpanjang mengajak
mereka makan saja.
“Aku akan
singkirkan tulangnya untukmu... Lalu Sekarang, sisihkan dagingnya” kata Dae
Young seperti ahli dengan ikan, Ji Woo pun terkesima melihatnya.
Mereka
mulai makan ikan panggang, Dae Young menyuruh agar Ji Woo mencelupkan pada
kecap asin dan wasabi lalu membungkusnya dengan rumput laut. Ji Woo pun
mengikutinya dan memuji kalau sangat enak. Mereka juga mulai mencoba sup ikan
pedas, Ji Woo meniupnya lebih dulu dan terlihat bahagia makan dengan Dae Young.
Dae Young memberikan ikan pada mangkuk Ji Woo, terlihat Ji Woo terkesima.
“Karena
ikannya lembut,. itu baik untuk orang dengan sirkulasi darah yang buruk dan
sistem pencernaan yang lemah sepertimu. Dulu kau sering mengalami sakit perut.
Apa Kau ingat?” ucap Dae Young, Ji Woo tersenyum makan ikan pemberiaan Dae
Young dengan lahap dan memijit sela jarinya.
Keduanya
berjalan pulang, Ji Woo berkomentar kalau Makan makanan ikan tadi rasanya enak
sekali. Dae Young tahu kalau mereka harus memanggangnya saat makan ikan,tapi
tidak mudah memakannya saat tinggal sendiri. Ji Woo menganguk setuju.
“Kupikir
kau tidak punya masalah memanggang dan memakannya sendirian.” Kata Dae Young,
Ji Woo terlihat binggung.
“Kau
memanggang ikan di rumahmu, dan adikmu membuat keributan, lalu dia bilang
pakaiannya bau seperti ikan dan Kalian bertengkar karena itu.” Ucap Dae Young,
Ji Woo cemberut mendengar ucapan Dae Young.
“Ada apa?
Apa karena aku mengungkitnya lagi? Kenapa kalian bertengkar? Ayo Katakan.” Kata
Dae Young.
“Dae
Young... Bukankah kau punya rahasia yang tidak bisa kau... Maksudku... Apa Kau
tak punya rahasia yang kau tak bisa kau bagikan ke orang lain? Dia seperti itu
bagiku. Kuharap kau berhenti membicarakannya.” Kata Ji Woo. Dae Young langsung
meminta maaf.
“Aku
terlalu mengada-ada. Setiap orang memang punya rahasia. Apa Kau tahu kenapa aku
pindah ke tempat ini? Sebenarnya, aku merasa sedikit putus asa belakangan ini.
Pekerjaan tidak menyenangkan, dan aku bagaikan bawang yang layu. Tapi dengan bertemu
denganmu mengingatkanku pada masa kuliah.” Cerita Dae Young
“Aku
energik dan penuh semangat saat itu. Kupikir aku akan mendapatkan energi jika
aku tinggal di sebelah rumahmu dan memikirkan kenangan lama itu. Kurasa aku bisa
memulai sesuatu lagi dan bisa berani dan bangkit kembali.” ungkap Dae Young
“Itu juga
terjadi pada semua pekerja kantoran. Aku juga akan bekerja seperti mesin.
Satu-satunya tempat yang kutuju adalah rumah sakit dan rumahku. Hidupku adalah
rutinitas sehari-hariku yang sama.”jelas Ji Woo
“Itu
sebabnya kau sering makan di kantin rumah sakit. Dan itu menyebabkan kehilangan
selera karismatikmu.”komentar Dae Young lalu melihat ponselnya yang bergetar.
Ji Woo
pun memilih untuk pamit pergi, Dae Young mengangkat telp dari seseorang. Suara
pria terdengar kalau menelepon setelah membaca beberapa tulisan di blog Dae
Young. Dae Young pun bertanya apakah ada yang bisa dibantu.
Dae Young
datang ke restoran, lalu diantar ke sebuah ruangan. Di dalam sudah menunggu
seorang pria menyapa Dae Young, bernama Sun Woo Sun. Woo Sun merasa kalau makan
bersama akan membuat Dae Young tidak nyaman, jadi meminta untuk bertemu saat
belum jam makan. Dae Young menganguk mengerti.
“Aku
manajer tim dari CQ Food. Aku tidak sengaja mengunjungi blog milik Anda,
"Let's Eat". Aku sangat suka ide Anda saat memposting piring kosong
atau mangkuk. Apa Anda bisa katakan apa yang baru saja aku alami dengan melihat
piring kosong ini?” kata Sun Woo, Dae Young terlihat binggung.
“Ini
pasti salad jamon soba... Lalu Ini pasti empat potong sashimi. Dan itu pasti
ekor lobster yang dipanggang dengan mentega sementara mangkuk di depanmu pasti
ochazuke di air laut merah.” Ucap Dae Young dengan cepat menunjuk mangkok
kosong.
“Wow, aku
terkesan dengan keahlian Anda.” Komentar Sun Woo
“Yah, itu
karena aku sebelumnya juga makan menu utama di sini. Menu ini paling terkenal
di restoran ini.” Kata Dae Young
“Seperti
yang diharapkan... Itu sebabnya aku memanggil Anda, karena Aku ingin bekerja
sama dengan Anda.” Jelas Sun Woo
“Kau minta
kerja sama denganku, tapi Apa kau masih melakukan tes semacam ini padaku? Apa
itu biasa-biasa saja dalam industri makanan?” keluh Dae Young
Sun Woo
meminta maaf kalau Dae Young merasa kesal dengan menjelaskan kalau Ini adalah
proyek yang sangat penting, jadi harus berhati-hati. Dae Young ingin tahu
alasan Sun Woomencari pekerja asuransi yang tidak punya pengalaman di industri
makanan.
“Aku mau
kerja sama dengan orang yang mengelola blog bernama, Let's Eat, bukan orang
yang latar pekerjaannya adalah konsultan asuransi. Aku mencari seseorang yang
sudah mencicipi berbagai jenis makanan dan mampu memberikan komentar dan
ekspresi yang tepat. Kami membuat proyek yang membawa makanan lezat dari
seluruh negeri ke rumah mereka yang biasanya makan dan minum sendiri. Kami
butuh ide.” Kata Sun Woo
“Entahlah.
Ini terlalu mendadak, jadi kurasa aku belum memutuskannya sekarang. Aku akan
memikirkannya lagi.” Tegas Dae Young. Sun Woo menganguk mengerti.
“Aku akan
mengirim file-nya ke surel Anda. Aku percaya Anda akan terbuka untuk ide itu.”
Ucap Sun Woo lalu pamit pergi.
“Dia
benar-benar kasar untuk seseorang yang menginginkan bantuanku.” Keluh Dae Young
melihat sikap Sun Woo.
Ji Woo
baru saja mencuci bajunya, lalu tercium
bau ikan panggang, lalu teringat yang dikatakan Dae Young “Kau
memanggang ikan di rumahmu, dan adikmu membuat keributan, bilang pakaiannya bau
seperti ikan. Kalian bertengkar karena itu.” Wajahnya terlihat kesal
melihatnya.
Flash Back
Seo Yeon
menyemprot semua parfum di bajunya, sementara Ji Woo sedang makan sambil
menonton drama Full House. Seo Yeon
mengomel kalau Ji Woo yang jangan memanggang ikan mackerel karena bajunya itu
jadi bau ikan.
“Sekarang
harus bagaimana? Aku lagi ada kencan.” Keluh Seo Yeon. Ji Woo dengan santai
kalau baunya akan hilang.
“Kau juga
bukannya selalu pakai baju yang harum. Bahkan sepatuku berbau amis. Aku tidak
bisa memakainya!” kata Seo Yeon marah
“Bukannya
kau ada sepatu lain? Jadi Pakai saja sepatu lain.” Komentar Ji Woo.
Seo Yeon
akhirnya keluar dari rumah, Ji Woo merasakan sesuatu dan melihat kotak
sepatunya kosong. Ia langsung berlari mengejar adiknya, Seo Yeon berjalan
dengan sepatu yang terlihat sangat bersih.
“Hei, Lee
Seo Yeon, dasar pencuri!.. Berhenti di situ!” teriak Ji Woo dan keduanya saling
menjambak di tengah jalan.
“Kau
jangan pakai itu... Lepaskan itu! Lepaskan sepatunya.” Teriak Ji Woo marah
“Kau
bilang sendiri aku bisa memakai sepatu yang lain.” Ucap Seo Yeon, keduanya
berkelahi saling tari menarik.
Dae Young
melihat keduanya meminta agar mereka bicara baik-baik saja, tapi Ji Woo malah
mendorongnya. Keduanya terus berkelahi, Ji Woo menarik sepatu yang dipakai
adiknya, salah satu sepatu terlepas dan akhirnya Ji Woo berhasil mengambil
sepasang sepatunya.
“Hei, kau
sebut dirimu kakak? Aku harus bagaimana tanpa sepatu?” teriak Seo Yeon marah.
Dae Young hanya bisa melonggo melihat keduanya yang bertengkar hebat
Sung Joo
pamit dengan tamanya karena Pacarnya sudah datang dengan mobilnya. Ji Seok
melihat Sung Joo itu Pria beruntung itu karena Pacarnya menjemputnya dengan
mobil mewah.
“Aku
ingin tahu apa kita juga bisa berkencan.” Kata Byung Sam, Dae Young yakin bisa
suatu hari nanti.
“Dari
kita bertiga, kau punya harapan tertinggi.” Ucap Ji Seok, Dae Young dengan yakin kalau memang lebih
tampan...
“Bukan
itu maksudku. Kau tinggal sendiri dan ada dua gadis yang tinggal di sebelah.
Jadi Peluangmu tinggi.” Kata Ji Seok
“Apa kau
pikir, Dengan salah satunya? Kau tidak tahu apa yang terjadi pagi tadi.” Ucap
Dae Young
“Hei.. Kami
melihat mereka setiap hari juga. Aku punya kesempatan yang sama seperti yang
dimiliki Dae Young.” Kata Byung Sam
“Hei.. Bodoh.
Kau bahkan tidak bisa bilang sepatah kata pun kepada mereka. “ kata Ji Seok ,
Dae Young tertawa mendengarnya.
“Aku
seperti itu karena ini adalah pertama kalinya kami bertemu. Jika aku mulai
berbicara, maka aku akan punya kesempatan yang lebih baik.”tegas Byung Sam
“Kalian
hanya bicara dan tidak melakukannya.” Ejek Ji Seok, Byung Sam terlihat kesal
dengan ucapan Ji Seok
“Apa Kau
mau melihat betapa menariknya aku? Hari ini, aku mau gadis itu memikatku.” Kata
Byung Sam berjalan pergi. Ji Seok
mengejek menyuruh Byung Sam untuk cuci muka saja dulu.
Ji Woo
sibuk belajar dan melihat adiknya pulang dengan sepatu baru. Seo Yeon dengan
santai kalau itu hanya sepatu kets. Ji Woo tahu adiknya yang tidak punya uang
untuk membeli sepatu itu. Seo Yeon mengaku kalau punya uang.
“Apa Kau
diam-diam menyimpan uang dariku?”kata Ji Woo
“Aku
pasti akan membayar jika kau membiarkanku meminjam sepatumu.” Tegas Sung Yeon.
Ji Woo marah langsung berdiri.
“Kau mau
memukulku lagi? Kalau kau begitu, aku akan teriak supaya pemilik bisa
mendengarnya. Apa Kau mau ketahuan kalau aku tinggal di sini?” kata Seo Yeon
mengancam.
“Kau yang
bicara bahkan ketika kau mengacaukan tempatku. Jadi Kalau itu maumu, teriak
saja. Pemilik sedang keluar mengambil barang daur ulang. Sebenarnya, aku punya
ide yang lebih baik daripada ketahuan. Jadi Pergi saja.” Kata Ji Woo langsung
membuang sepatu adiknya.
“Jadi
begitu? Aku tak bisa menahannya lagi.” Kata Seo Yeon ikut melempar
barang-barang Ji Woo. Keduanya saling melempar barang, keluar rumah.
Byung Sam
menaiki tangga, sambil membuat rencana minta tetangga Dae Young untuk bergabung
minum-minum hari ini. Ji Seok mengejek Byung Sam yang ingin bicara jadi
menyuruh untuk tanyakan sendiri saja.
Lalu ketiganya hanya bisa melonggo banyak barang dan teriaka dari kamar
Ji Woo.
“Mereka
sedang berkelahi. Bukankah kita harus menghentikannya?” kata Ji Seok. Dae Young
menjawab tak bisa
“Kita
harus melakukan sesuatu. Aku akan membantu mereka untuk tenang dan menghibur
mereka berdua. Hei... Byeong Sam, lihat dan pelajari bagaimana aku memanfaatkan
situasi seperti itu.” Kata Ji Seok bangga
“Hentikan!
Ladies, apa yang terjadi? Jika ada yang bisa aku bantu...” kata Ji Seok tapi
kepalanya terkena lemparan buku.
Dae Young
mengeluh kalau sudah mengatakan lebih dulu, lalu berpesan pada Byung Sam untuk
melihat apa yang terjadi ketika terlibat di antara dua wanita yang berkelahi.
Keduanya masih terus saling mendorong, Ji Woo dan Seo Yeon berusaha agar siapa
yang masuk ke dalam rumah. Ji Woo akhirnya berhasil masuk ke dalam rumah
membiarkan Seo Yeon tergelatak di depan rumah.
“Hei, kau
tidak apa-apa?” tanya Jin Seok merasa kasihan, dan Seo Yeon kembali
memperlihatkan ari mata buaya.
“Memangnya
aku salah apa? Aku cuma butuh tempat bernaung karena tidak punya uang. Aku
bahkan tak punya uang buat naik bis. Apa kalian punya uang dan Bisa aku pinjam?”
kata Seo Yeon, Jin Seok langsung memberikan uangnya dengan Byung Sam. Seo Yeon
mengucapkan Terima kasih dan pergi dengan membawa semua barangnya.
Byung Sam
mengaku belum pernah melihat gadis-gadis itu bertengkar sebelumnya dan
menurutnya sangat menakutkan. Ji Seok pikir butuh alkohol untuk membuatnya
tenang. Byung Sam meminta agar membuatkan ramyun.
“Aku ada
kerja sambilan.” Kata Dae Young, Keduanya binggung Kerja sambilan apa.
“Aku mau
ke Jerman dua tahun ke depan. Aku masih menyesal tidak menonton setiap
pertandingan sepak bola selama Piala Dunia 2002, jadi aku akan ke Jerman untuk
pertandingan tahun 2006.”jelas Dae Young
“Jadi kau
menabung untuk pergi ke Jerman? Lalu Pekerjaan apa?” tanya Jin Seok
“Pekerjaan
yang paling trend saat ini.” Kata Dae Young bangga.
Dae Young
menjadi pelayan dalam sebuah restoran, sementara Ji Woo berbaring di depan TV
merasa kalau Enaknya tinggal sendiri. Lalu berita di TV memberitahu kalau Ada
kasus pembunuhan yang korbannya adalah perempuan di seantero Seoul.
“Kasus
pemerkosaan dan perampokan juga meningkat secara dramatis. Polisi sedang
bersiaga penuh.”
Ji Woo
tiba-tiba seperti memikirkan adiknya, lalu mencoba menelp tapi tak aktif.
Pikiran mulai tak karuan karena ponsel adiknya mati, akhirnya bergegas keluar
dari rumah sambil membawa payung.
Ji Woo
menunggu di halte bus, Dae Young turun dari bus melihat Ji Woo heran karena
cuacanya bagus tapi malah membawa payung. Ji Woo mengaku tak ada yang akan
dilakukan. Dae Young bertanya apakah Ji Woo menunggu seseorang. Ji Woo hanya
diam saja.
“Seo
Yeon? Kalian tadi pagi bertengkar hebat.” Kata Dae Young heran. Ji Woo
mengelak.
“Aku
hanya jalan-jalan saja.” Kata Ji Woo dan saat itu Seo Yeon baru turun dari
mobil dengan banyak belanjaan.
“Kenapa
kau tidak menjawab teleponku?” ucap Ji Woo marah mendekati adiknya.
“Apa Kau
meneleponku? Aku tidak tahu. Mungkin baterainya habis.” Kata Seo Yeon lalu
melihat ponselnya yang mati. Ji Woo pun mengajak pulang.
“Kenapa, Apa
kau khawatir? Untuk apa payung itu? Siapa yang akan kau pukul dengan itu?” goda
Seo Yeon
“Apa Kau
tidak menonton berita? Mereka sering melaporkan tentang penculikan, tapi kau tetap
keluar sampai selarut ini? Apa Kau mau aku memberitahu ini ke Ayah?” ucap Ji
Woo
“Aigoo,
itu sebabnya kau keluar dengan payung itu?” ejek Seo Yeon lalu memberikan
sebuah kotak hadiah. Ji Woo binggung apa itu
“Aku
suruh dia beli untukmu dan juga untukku. Bawalah ini bersamamu dan semprotkan
pada orang yang aneh.” Jelas Seo Yon. Ji Woo ingin tahu cara mengunakannya.
“Aigoo,
bodoh sekali.... Kau hanya Dikocok yang kencang.” Kata Seo Yeon mencontoh dan
meraka langsung kembali bisa tertawa bercanda.
“Mereka
begitu cepat... Mereka memang saudara.” Komentar Dae Young tak percaya melihat
keduanya.
Seo Yeon
sibuk dengan kameranya ponselnya, Ji Woo menyuruh Seo Yeon agar tak foto terus
karena Tidak peduli berapa kali memotret,
akan terlihat sama. Seo Yeon mengejek kalau hanya Ji Woo yang berpikir seperti
itu.
“Pengikutku
tidak berpikiran sama. Dengan Memposting salah satu foto selfieku akan
memberiku banyak pengikut baru. Lagipula, kau juga punya kurang dari 10
pengikut. Bagaimana kau bisa memahami kehidupan media sosialku di dunia ini dengan
lebih dari 10.000 pengunjung sehari?” ejek Seo Yeon. Ji Woo pun hanya diam
saja.
“Haruskah
aku mengubah dekorasi sosmedku dengan biji uang yang diberikan dari pengikutku?”
kata Seo Yeon dengan bangga
“Apa
gunanya mengubah dekorasi secara online? Kau hanya tinggal di rumahku.” Ejek Ji
Woo. Seo Yeon mengeluh Ji Woo selalu menyindir tentang tempat tinggal.
Terdengar
bunyi ketukan pintu, keduanya panik mendengarnya. Ji Woo menyuruh Seo Yeon agar
bersembunyi di toilet. Seo Yeon sudah bersembunyi di kamar mandi, Ji Woo
bertanya siapa yang datang, dan ketika membuka pintu kaget ternyata ibunya yang
datang.
“Ada apa
Ibu kemari?” tanya Ji Woo heran, Ibu Ji Woo mengeluh dengan pertanyaan anaknya
lalu mengeluh dengan bawaanya yang berat. Ji Woo langsung membawakan semua
barang ibunya.
“Ibu... Aku
sangat merindukan Ibu. Aku akan menjemputmu di Stasiun Seoul kalau Ibu memberitahuku.”
Ucap Seo Yeon ramah keluar dari kamar mandi menyapa ibunya.
“Aigoo,
kau baik sekali. Bagaimana aku bisa beruntung mendapat seorang putri yang
cantik? Kenapa kau malah bilang "Ada apa kemari" pada ibumu? Tidak
bisakah Ibu datang ke rumahmu?” keluh Ibu Ji Woo
“Itu
karena Ibu tidak bilang mau datang.” Kata Ji Woo memberikan alasan.
“Ulang
tahun Seo Yeon tinggal dua hari lagi. Jadi Ibu di sini untuk memberinya makanan
ulang tahun. Aku akan meneleponmu, tapi kau sudah di sini.” Kata Ibu Ji Woo
“Aku di
sini untuk mencuci karena saluran air terputus di asramaku.” Jelas Seo Yeon
memberikan alasan.
Ji Woo
hanya bisa menghela nafas mendengarnya, lalu melihat kotak makan ibunya sambi
mengeluh kalau tidak perlu membawa sebanyak itu tapi masih punya banyak lauk di
kulkas. Ibu Ji Woo heran anaknya yang tak memakanya dan ingin melihatnya dalam
kulkas.
“Wahhh...
Ini terlalu matang.Kau tidak bisa memakannya ketika sudah matang.” Ucap Ibu Ji
Woo melihat ada sisi kimchi.
“Apa Ibu
bisa buat kimchi sujebi?” kata Seo Yeon penuh semangat
“Apa?
Tapi Ibu datang untuk memberimu makanan ulang tahunmu. Kau harus makan sup
rumput laut.” Kata Ibu Ji Woo
“Kau tahu
aku tidak suka makanan semacam itu. Ini hari ulang tahunku, jadi buatlah
makanan yang aku inginkan. Aku mau kimchi sujebi.” Rengek Seo Yeon. Ibu Ji Woo
pun menganguk setuju.
“Ibu akan
membuatnya dengan kimchi matang ini.” Kata Ibu Ji Woo.
Ibu Ji
Woo memotong kimchi lebih dulu, lalu membuat kaldu ikan dan memasukan kimchi,
labu serta air kimchi dan menunggu sampai matang. Sambil menunggu, Ibu Ji Woo
sudah membuat adonan tepung sujebi. Dan dibantu Ji Woo untuk memotongnya.
“Bukankah
Ibu pikir terlalu murah hati? Bukankah adonan itu terlalu banyak?” kata Ji Woo
“Kau
benar. Simpan dan taruh beberapa saat kau membuat ramyeon nanti.” kata Ibu Ji
Woo
“Kenapa
tidak ditambahkan semuanya di sini dan berbagi dengan pria di sebelah?” saran
Ji Woo, Ibu Ji Woo bertanya siapa yang dimaksud.
“Dia satu
kampus denganku. Dia membantuku kerja sambilan dan hal-hal lainnya.” Cerita Ji
Woo
“Benarkah?
Bawakan saja dia. Dia pasti melewatkan makan karena dia tinggal sendiri. Ayo
kita berbagi. Ada baiknya banyak orang yang mengucapkan selamat ulang tahun
padanya.” Kata Ibu Ji Woo
“Kalau
begitu aku akan membawanya.” Ucap Ji Woo penuh semangat keluar dari rumah.
“Biar Ibu
lihat, tapi Sujebi mungkin tidak akan cukup.” Kata Ibu Ji Woo melihat adonan
sujebi.
Ji Woo
keluar dari rumah heran melihat Dae Young seperti sedang mengendus-ngedus,
bertanya apa yang dilakukan. Dae Young mengatakan tidak bisa diam karena aroma
makanan ini menyebar di seluruh tempatnya. Ji Woo memuji Dae Young yang pandai
menciumnya.
“Ibuku
datang ke sini dan membuat makanan. Dia ingin mengundangmu. Apa tidak apa-apa?”
kata Ji Woo
“Aku suka
kalau ikut gabung makan.” Ucap Dae Young penuh semangat
“Aku
bilang padanya bahwa Soo Yeon akan tinggal di rumahku untuk sementara, jadi
tolong jangan katakan padanya.” Tegas Ji Woo memperingatkan
“Apa ini
semacam rahasia lain?” tanya Dae Young, Ji Woo bertanya apakah Dae Young tak
mau makanan. Dae Young seperti langsung setuju dan berpura-pura baru bertemu
Seo Yeo jadi akan menyapanya.
Semangkuk
Sup Kimchi dengan Sujebi, diberikan pada Dae Young. Ibu Ji Woo merasa tak enak
hati karena mengundang seorang tamu, tapi
makanannya begitu sederhana.Dae Young mengoda kalau Ibu Ji Woo berpikir kalimat itu rendah hati, itu berarti mereka
hidup seperti di Dinasti Joseon.
“Dan aku
bukan seorang pria... Aku seorang wanita.”kata Dae Young berpura-pura
mengibaskan rambutnya. Ibu Ji Woo terlihat binggung.
“Dia ini
orangnya lucu. Jadi Mari makan.” Kata Ibu Ji Woo, Seo Yeon lebih dulu makan
sujebi buatan ibunya dan berkomentar kalau itu rasa yang diingikan. Semua
berkomentar kalau rasanya enak dan memuji Ibu Ji Woo yang pintar masak.
“Dadar
kimchi ini lezat... Aku belum pernah makan serenyah ini.” Komentar Dae Young
mencoba pancake kimchi.
“Benarkah?
Itu Ji Woo yang buat.” Kata Ibu Ji Woo, Ji Woo pun tersipu malu-malu
“Aku tahu
kau punya keterampilan luar biasa saat memasak di dapur. Dan Kau juga bisa
membuat dadar. Triknya ada saat makanan ini panas, 'kan?” ucap Dae Young
“Tidak, triknya
berada dalam bentuknya” kata Ji Woo, Dae Young terlihat binggung. Ji Woo
mengangkat mangkuk kecap asin, Dae Young melihat kalau Bentuknya seperti donat.
“Itu rahasiaku
membuat dadar kimchi. Tapi Sebenarnya, itu dimulai dengan adonan. Kau tak hanya
menaruh tepung biasa untuk membuat dadar. Sedikit tepung panir bisa menambah
rasa gurih dari dadar itu. Pokoknya, ujung luarnya adalah bagian yang begitu renyah,
jadi kau harus membuatnya menjadi bentuk donat untuk efek maksimal.” Jelas Ji
Woo
“Kukira
ada rahasia untuk dadar enak semacam ini. Aku mau coba memasaknya sendiri.”
Komentar Dae Young
“Aku
khawatir saat kau membawa anak laki-laki, tapi mendengar dia berbicara
membuatku berpikir sebaliknya.” Ucap Ibu Ji Woo
“Apa yang
perlu dikhawatirkan?” tanya Dae Young, Ibu Ji Woo pikir tahu dengan keadaan
sekarang melihat kedua anaknya perempuan.
“Ngomong-ngomong,
Dae Young , kau boleh membawa makanan buatanku ke rumahmu.” Kata Ibu Ji Woo.
Dae Young mengucapkan Terima kasih.
“Sebagai
imbalannya, aku akan menghargainya. Jika kau membantu kedua gadisku.” Kata Ibu
Ji Woo
“Ibu,
kenapa dia mau menjadi pengawal kami? Dia pingsan saat melihatku berpikir aku
ini hantu. Keberaniannya cuma seukuran kacang ini.” Kata Seo Yeon
“Bukankah
seharusnya kau tetap meniup lilin ulang tahun? Ibu tahu ini masih belum
harinya, tapi tetap saja...” kata Ibu Ji Woo, Seo Yeon langsung menolak.
“Lilin
ulang tahun? Ulang tahun siapa ini?” tanya Dae Young, Seo Yeon mengaku kalau ia
ulang tahun tapi dalam beberapa hari.
“Benarkah?
Berarti aku salah menikmati makanan ini secara gratis. Datanglah ke restoran
tempatku bekerja. Aku yang traktir.” Kata Dae Young, Ji Woo dan Seo Yeon
terlihat bersemangat mendengarnya akan datang ke restoran.
Bersambung
ke part 2
Bagus ceritanya
BalasHapus