PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Minggu, 02 Desember 2018

Sinopsis Memories of the Alhambra Episode 1 Part 2

PS : All images credit and content copyright : TVN

Choi Yang Joo sedang dalam ruangan didepan komputer hanya bisa melonggo melihat yang ada di layar komputer. Jin Woo bertanya apakah Yang Joo tadi melihatnya, Yang Joo merasa kalau tadi luar biasa.
“Ini AR terbaik yang pernah ada. Aku tak bisa bedakan kenyataan. Terlihat sempurna di layar. Bagaimana rasanya?” tanya Yang Joo
“Semua terjadi terlalu mendadak. Aku sungguh mengira sudah mati.” Ungkap Jin Woo yang terlihat masih shock
“Aku ingin coba memainkannya juga. Tapi Kenapa dia harus membuat latar di Granada? Pasti lebih menyenangkan jika di Seoul.” Keluh Yang Joo 
“Bagaimana lensanya?” tanya Jin Woo sambi mengeluarkan softlens dari matanya. Yang Joo merasa tak masalah.
“Apa terasa panas?” tanya Yang Joo. Jin Woo mengaku sedikit panas.
“Kurasa lensa pintarnya tak mampu mengikuti games ini.  Ini luar biasa Ini bisa diluncurkan dalam setahun. Bagaimana menurutmu? Apa Menurutmu dia membuat ini semua sendiri? Wahh... Ini Luar biasa...  Entah dia genius atau gila Atau mungkin keduanya. Lalu Siapa yang membuat ini?” tanya Yang Joo.
“Aku juga ingin mengetahuinya.” Kata Jin Woo 
Flash Back
[Empat Jam Lalu]
Jin Woo tertidur pulas dikamarnya, menerima telp dari nomor yang tak dikenal. Se Joo menelp bertanya apakah ini nomor telp Yoo Jin Woo. Jin Woo masih tertidur membenarkan dan dan bertanya balik siapa yang menelpnya.
“Pak. Maksudku, Profesor... Sebaiknya aku panggil apa?” ucap Se Joo gugup. Ji Woo tak peduli hanya ingin tahu siapa yang menelpnya.
“Aku bertemu Pak Cha Hyung Seok di sini... Kau kenal Pak Cha Hyeong-seok, kan? Kalian berteman.” Ucap Se Joo. Ji Woo membenarkan dan bertanya kenapa.
“Dia menawariku sepuluh miliar won.” Kata Se Joo. Ji Woo binggung dan kaget.
“Sepuluh miliar won... Itu terdengar hebat, tapi dia orang jahat. Jadi, kutolak tawarannya. Aku berniat menghubungimu lebih dahulu. Aku baca artikel soal kunjunganmu ke Barcelona.” Ucap Se Joo
“Tunggu sebentar. Aku tak begitu paham. Apa tujuanmu meneleponku? Bagaimana kau bisa dapat nomorku?” tanya Ji Woo
“Aku mengirimimu email, Bisakah kau membacanya?” kata Se Joo. Ji Woo makin kaget karena Se Joo mengiriminya email.
“Aku enggan menjual kepadanya, tapi harus kuputuskan besok. Ayo bertemu di Granada. Tunggulah di Hostal Bonita. Aku sering menginap di sana.” Kata Se Joo lalu meninggalkan telpnya.
Ji Woo bertanya apakah Se Joo adalah seorang pemrogra dan meminta agar bicara pelan-pelan, lalu menanyakan namanya. Tapi Se Joo seperti dikejar-kejar oleh seseorang sudah kabur.  Saat mencoba menelp ternyata telp tak aktif.
Ji Woo terbangun mengingat yang dikatakan Se Joo “ Kau kenal Pak Cha Hyeong-seok, kan? Kalian berteman. Dia menawariku sepuluh miliar won. Sepuluh miliar won. Itu terdengar hebat, tapi dia orang jahat. Jadi aku menolak tawarannya.” 
Ia akhirnya membuka email yang belum dibaca, berjudul "Memori Alhambra" dan melihat dari layar komputernya. Jin Woo menelp orang berinisial A. Mengaku sudah lama tak bertemu dan meminta tolong ingin tahu apakah Hyung Suk masih di Barcelona.
“Entahlah. Jadwal resminya berakhir dua hari lalu.” Ucap Mr A
“Tolong cari tahu sedang apa dia di sini. Aku minta detail ke mana dia pergi dan yang dia temui. Aku juga ingin cek latar belakang seseorang. Dia adalah pria pemrogram. Aku hanya tahu alamat email dan dia bertemu dengan Hyung-seok di Barcelona. Kedengarannya penting. Kurasa 100 triliun won dipertaruhkan.” Kata Jin Woo. Mr A terlihat kaget.
“Tolong cepatlah. Aku tak ingin dia jatuh ke tangan Hyung-seok.” Ucap Jin Woo. Mr A mengerti.
“Apa kau akan menginap di Barcelona?” tanya Mr A. Jin Woo mengaku menuju Granada dan harus melihatnya sendiri.

“Tapi Kenapa dia tak menelepon? Apa Kau pikir dia menemui Pak Cha?”  tanya Yang Joo  binggung
“Dia mungkin sedang di pesawat. Mari percaya dia tak akan jual kepadanya. Sudah malam di sini, jadi aku bisa lakukan sesuatu. Ayo coba naik level sebelum fajar. Aku yakin pasti ada kekurangannya.” Kata Jin Woo memasang softlensnya lagi. Yang Joo mengerti.
“Lalu Di mana Seon-hoo?” tanya Jin Woo. Yang Joo mengatakan  belum datang tapi akhirnya melihat Seon Hoo datang. 
“Beri tahu dia detailnya... Jangan beri tahu selain dia dan Tetap pantau gamenya.” Pesan Jin Woo. Yang Joo mengerti.
“Ada apa? Kudengar Jin-woo ke Granada.” Ucap Seon Hoo. Yang Joo memberitahu kalau ada sesuatu yang luar biasa terjadi semalam dan bisa melihatnya. Seon Hoo bertanya apa itu.  
“Ini game AR... Begitu kau melihat ini, game AR lain akan tampak seperti sampah.” Jelas Yang Joo  

Jin Woo akan masuk ke pemainan tahap kedua,
“SELAMAT DATANG DI GRANADA TAHUN 1492, PERANG ANTARA NASRID DAN ARAGON SEDANG BERLANGSUNG DI GRANADA, TAK ADA KAWAN ATAU LAWAN KAU HARUS BERTAHAN, KAU BISA MENANGKAN EMAS DENGAN MENYELESAIKAN MISI, MISI DISEMBUNYIKAN DI DESA KAU TAK PUNYA SENJATA, MOHON AMBIL SENJATA”
Jin Woo mulai berjalan mencari senjata dengan berjalan ke mengikuti tanda panah dan merasaka seperti nyata. Ia berada di depan bar, dan akhirnya masuk ke dalam. Pelayan memberitahu kalau ada tempat. Tapi Jin Woo mengikuti petunjuk tempat penyimpanan senjata.
Ia masuk ke kamar mandi berusaha mencari-cari tempat senjata, dan akhirnya menarik pegangan tissue yang mengeluarkan rantai. Dari atap keluar pedang dan turun didepanya. Yang Joo melihat permaian games seperti nyata merasa merinding lalu menanyakan perasaan Jin Woo.
“Pegangan yang mantap.” Kata Jin Woo dengan senyuman bahagia, Seon Hoo dan Yang Joo benar-benar takjub melihatnya.
“Hei, kau... Sedang apa kau? Ah... Dia pasti mabuk.” Komentar seorang pria melihat Jin Woo senyum-senyum sendiri.
Pelayan melihat Jin Woo keluar dari toilet menawarkan kembali meja,  Jin Woo meminta maaf dan berjanji akan kembali nanti. Akhirnya Ia kembali ke tempat semula. Saat itu pria yang yang membawa pedang turun sambil menghantam tanah. Yang Joo dan Seon Hoo kaget melihat di layar komputer yang terlihat sangat nyata.
“Lihat tatapannya. Itu membuatku merinding... Ini tak bisa dipercaya.” Ucap Yang Joo. Seon Hoo pun mengaruk-garuk kepala seperti tak percaya.
Jin Woo mencoba menyerang Zinu, tapi terjatuh dan tak melihat Zinu didepanya. Yang Joo pun binggung kemana Zinu. Seon Hoo dan Yang Joo panik berteriak kalau Zinu sudah ada diatas dan akan kembali turun menghantang Jin Woo. Akhirnya Jin Woo terluka dan kalah.
“Sekarang aku paham... Aku mulai terbiasa... Ayo coba lagi.” Kata Jin Woo mulai games lagi dengan memegang pedangnya. 

Tapi pedangnya patah dan rusak, jadi Jin Woo dianggap tak punya senjata. Seon Hoo dan Yang Joo tertawa melihat permaian Jin Woo, Seon Hoo berkomentar Jin-woo terlalu lambat, karena Prajuritnya jauh lebih cepat dengan mengejeknya seperti sedang latihan kendo.
“Umurnya hampir 40 tahun, aktivitas fisik bisa sangat menantang.”ejek Yang Joo. Jin Woo menyuruh mereka diam.
“Seharusnya aku saja yang ke sana. Kau akan butuh setahun untuk naik level.” Ejek Yang Joo. Jin Woo kembali menyuruh diam saja.
Jin Woo kembali mencoba tapi karena sudah keempat kali dan tak punya senjata jadi diminta untuk mengambil senjatanya lagi. Akhirnya Jin Woo kembali masuk ke bar, pelayan memberutahu kalau ada meja kosong. Tapi Jin Woo tak memperdulikanya masuk kembali ke toilet mengambil pedang.

“Hei, Apa kau pergi lagi? Apa Dia datang hanya untuk ke toilet?” ucap pelayan binggung. Pelayan lain berpikir seperti itu. 

Jin Woo terus mencoba tapi terus kalah dan beberapa kali bolak-balik mengambil pedang untuk melawan Zinu. Yang Joo dan Seon Hoo hanya bisa menghela nafas melihat cara Jin Woo bermain.
“Dia belum juga mengerti polanya.. Prajuritnya menyerang dari atas seharusnya dia ayunkan pedang begini.” Keluh Yang Joo
“Berapa kali lagi kau mati oleh orang yang sama?” ejek Seon Hoo. Jin Woo pun kesa sendiri.
Jin Woo terus mencoba dan di Korea sudah mulai pagi, Yang Joo membawakan kopi dan cemilan. Saat itu Jin Woo kehilangan pedangnya karena terjatuh, dan kehilangan Zinu. Tiba-tiba Zinu datang lompat diatas mobil didepanya, wajah Jin Woo melonggo melihatnya.  
“Apa Kau melihatnya? Mereka gunakan latar yang nyata.” Ucap Jin Woo bahagia.
Yang Joo dan Seo Hoo pun seperti tak percaya melihatnya. Di dekat mobil, Seorang pria hanya bisa mengerutkan dahi karena berpikir Jin Woo gila melihat mobil yang terparkir baik-baik saja.
Jin Woo pun kembali kalah dan harus mengambil pedang lagi lalu berusaha mengambil di dalam bar, tapi pintu sudah ditutup. Si pelayan mengeluh membuka pintu memberitahu kalau sudah tutup. Jin Woo memberitahu kalau tak akan lama.
“Kami sudah tutup. Jika mau ke toilet, silakan ke tempat lain. Kenapa pakai toilet kami?” keluh si pengawal
“Tolong tetap buka satu jam ke depan, oke?” kata Jin Woo memberikan beberapa lembar uang dan kembali masuk ke dalam toilet untuk mengambil pedang.
Jin Woo terus berusaha melawan Zinu dengan pedang berkaratnya, sampai terlihat matahari mulai naik. Sepasang kakek dan nenek menatap binggung, karena Jin Woo berguling-guling di jalan lalu akhirnya Jin Woo berhasil mengalahkan Prajurit KERAJAAN NASRID dan akan masuk ke level dua.
“Hei, Apa kau lihat itu?” jerit Jin Woo bahagia karena berhasil membunuh prajurit dan akan mengambi hadiah dalam air mancur yaitu sebuah KUNCI PRAJURIT.
“Jin-woo, aku tak bisa temukan cela game ini, selain terlalu adiktif. Jika New Word merebutnya...” ucap Seon Hoo
“Bateraiku sudah lemah, kita bicara nanti.” kata Jin Woo yang berbaring di jalan karena terlalu lelah lalu duduk memegang alat pendengarnya.
“Aku bisa membayangkan masa depan. Masa depan saat ini akan menjadi game di seluruh dunia. Seoul, Beijing, New York, dan bahkan di Paris. Alih-alih Alhambra menjadi daya tarik Granada, kota ini akan dikenal atas sihirnya Kota ini akan menjadi kiblat semua pengguna. Sama seperti toko pertama waralaba menjadi terkenal. Pikiran itu membuatku sangat cemas akan kehilangan game ini kepada orang lain.”

Hee Joo baru saja pulang dengan motornya melihat Jin Woo baru pulang menyapanya bertanya apakah Tidurnya nyenyak dan yakin kalau pasti habis jalan-jalan. Jin Woo membenarkan saja.  Hee Joo memberitau kalau akan meminta lantai enam dibersihkan awal. Jin Woo mengaku Senang mendengarnya dengan sinis lalu masuk ke dalam kamarnya.
“Dia minta bertemu di Granada dan mengirimiku alamat hostel ini, katanya sering menginap di sini. Apa dia akan datang? Bagaimana jika dia sudah teken kontrak dengan Hyeong-seok?” gumam Jin Woo mencoba mencharger ponselnya lalu kesal sendiri karena colokan tak berfungsi.
Akhirnya ia kembali menuruni tangga pergi ke dapur, seorang mahasisawa meminta bantuan agar melihat mienya karena harus ke toilet. Jin Woo setuju sambil mencharger ponselnya. Mr A menelp Jin Woo memberitahu kalau Tuan Cha membatalkan semua rencananya sejak kemarin saat jadwalnya penuh.
“Lalu di mana dia sekarang?” tanya Jin Woo. Mr A menjawab kalau masih mencari.
“Bagaimana jika dia teken kontrak?” ucap Jin Woo. Mr A pikir tak mungkin karena sudah mencari orang yang meneleponnya.
“Apa Kau temukan sesuatu?” tanya Jin Woo. Mr A mengaku ada beberapa hal.
“Aku melakukan tindak kriminal dengan meretas akun emailnya, sekarang  Aku akan langsung saja... Orang Pemrogram ini bernama Jung Se Joo, Usia 17 tahun, masih di bawah umur.” Ucap Mr A. Jin Woo kaget mengetahui masih Di bawah umur.
Lalu tiba-tiba alarm bunyi smoke detector berbunyi, Jin Woo buru-buru mematikan kompor dan membuka jendela agar asap keluar tapi Alarm tetap berbunyi. Hee Joo sedang ada diruang kerja mendengarnya. Jin Woo akhirnya berusaha keluar dari rumah dan meminta Mr A agar terus bicara.
“Ada apa?” tanya Hee Joo, Ji Woo memberitahu kalau itu Alarm asap.
“Ini Bereaksi pada sedikit asap. Memang agak sensitif. Aku sudah pasang tanda soal itu.” Ucap Hee Joo. Ji Woo tak peduli memilih segera keluar rumah.
“Benar, dia masih di bawah umur, untuk mengikat kontrak dengannya...” kata Mr A, tapi Jin Woo tak bisa mendengar suara dengan jelas karena Hands free tak menjangkau ponselnya yang ada di ruang dapur.
Hee Joo berusaha mematikan dengan gagang sapu karena tak bisa menyentuh bagian langit-langit. Jin Woo mengeluh karena suaranya Kencang sekali dan meminta agar seger mematikanya. Hee Joo mengatakan kalau sedang mencobanya.
“Aku tak bisa dengar apa pun di telepon.” Ucap Jin Woo. Hee Joo menyuruh agar menelp diluar sja.
“Apa Tak dengar kubilang tak bisa? Sekarang matikan benda itu! Wah.. Tak bisa dipercaya.” ucap Jin Woo dengan nada tinggi lalu mencoba kembali bicara di telp.
“Katamu dia di bawah umur... Apa Bisa ulangi?” kata Jin Woo kembali bicara dengan Mr A
“Ini bukan salahku... Kau yang tadi di dapur... Kenapa kau membentakku? Aku datang karena mendengar suara.” Keluh Hee Joo yang terlihat masih shock. Jin Woo pun memutuska telp dengan Mr A.
“Kau tanya, Kenapa aku membentakmu? Karena kau pemiliknya... Kau pemilik rumah busuk ini! Apa Kau tak punya malu, ya? Aku juga pengusaha. Aku tak tahan dengan orang yang bekerja setengah-setengah, yang Cepat puas dan malas.” Tegas Jin Woo tak bisa menahan amarahnya.
“Jika kau menerima tamu dan dibayar, sebaiknya kau buat mereka betah. Tapi Apa yang kau tawarkan? Apa Beberapa bungkus mi instan? Toiletnya terus tersumbat, bahkan ada lubang tikus di kamar. Kamarku sesak karena jendelanya tak bisa dibuka dan lagi terlalu banyak tangga.” Keluh Jin Woo
“Gedung apa yang tak punya lift sekarang ini? Seharusnya ada lebih dari satu soket. Kenapa harus ke bawah untuk mengecas? Coba Lihat tumpukan sampah ini!” tegas Jin Woo
“Sudah kubilang kau ke hotel saja.” Balas Hee Joo menahan air matanya.
“Kau harus Dengar, Aku sedang mendiskusikan proyek 100 triliun di telepon. Aku tak bisa mengisi daya ponselku di kamar dan alarm ini menyala meski tak ada api. Jika aku kehilangan proyek ini, maka semua salahmu.” Ucap Jin Woo
Hee Joo mengeluh tapi akhirnya meminta maaf, dan mengeluh kalau Jin Woo juga tak masuk akal. Ia heran Jin Woo itu  tak merasa bersikap terlalu kasar pada orang lain. Jin Woo pikir tak ada alasan untuk bersikap sopan kalau Hee Joon saja menyiksa tamunya lalu keluar dari ruangan. 

Jin Woo berbicara lagi di telp, mengaku kalau Hanya sedikit gaduh dan meminta maaf. Mr Ah memberitahu orang Pemrogram ini masih di bawah umur jadi Tuan Cha membuatnya meneken kontrak tanpa persetujuan wali. Jin Woo ingin tahu siapa wali sah atau orang tuanya.
“Mereka sudah meninggal, jadi, kakaknya adalah wali sahnya.” Kata Mr A. Jin Woo ingin tahu siapa kakaknya.
“Namanya Jung Hee-Joo dia mengelola hostel Korea di Granada bernama Hostal Bonita.” Kata Mr A. Jin Woo ingin memastikan namanya
“Hostal Bonita dan Akan kukirimkan alamatnya.” Kata Mr Ah. Jin Woo pun melihat ucapanSELAMAT DATANG DI HOSTAL BONITA
“Jika kau di Granada, sebaiknya mampir ke sana. Membujuk kakaknya mungkin lebih baik. Dia pemegang kuasanya.” Kata Mr A. Sementara Hee Joo sedang menangis. Jin Woo melihatnya dengan senyuman.
“Aku memeriksa email antara mereka, tapi kakaknya tak tahu apa pun.” Kata Mr A. Jin Woo mengerti lalu melihat Hee Joo yang masih menangis di di dapur.
“Dalam sekejap, hidup Hee Joo juga terkena sihir. Kini dia memiliki kuasa atas teknologi inovatif yang akan mengubah dunia. Seperti semua putri dalam dongeng, dia tak menyadari statusnya, tinggal di rumah kumuh, dan membuka pintu untuk serigala.”
Jin Woo tersenyum bahagia, sementara Hee Joo terlihat sangat sinis menatap Jin Woo karena membuatnya sakit hati.
Bersambung ke episode 2
Udah baca tulisan sinopsis aku 'kan.. hihihi... 
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe. 
Tinggal Klik disini, buat yang sudah Subscribe. Terimakasih banyak. Semoga bisa sampe akhir tahun ini 

Cek My Wattpad... Stalking 



Cek My You Tube Channel "ReviewDrama Korea"

PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar