PS
: All images credit and content copyright : SBS
“Beberapa cinta dimulai tanpa
pemilik hati itu menyadari bahwa cintanya sudah dimulai.”
Bong Hee
mengingat saat Ji Wook yang memegang kepalanya dengan memujinya cantik. Lalu
duduk menatap Ji Wook yang memejamkan matanya. Ji Wook juga duduk tepat
didepanya saat berada di penjara dan menemani makan jajangmyun.
“Sama seperti angin musim semi
dan tetesan hujan yang lembab, Kitapun tidak menyadari..hati kita
perlahan-lahan basah kuyup. Cinta masuk ke hati. Ketika aku menyadari itu, dia
tiba tiba mengambil hatiku”
Bong Hee
melihatt Ji Wook seperti tersenyum menemaninya makan jajangmyun. Saat Bong Hee
keluar dari kantor jaksabanyak wartawan yang mengerubunginya dengan tangan
terborgol dan terikat, Ji Wook keluar tak tega melihat Bong Hee akhirnya
memberikan jasnya agar bisa menutupi tangan Bong Hee yang terikat.
“Orang mengatakan untuk jatuh
cinta, cuma membutuhkan 0,2 detik Waktu
yang ku butuhkan untuk jatuh cinta, hanya 0,2 detik. Inilah cinta pada
pandangan pertama.”
[Kantor
Kejaksaan Sunho]
“Itu
sebabnya aku akan mengakui perasaanku. Aku akan mengakui bahwa aku
mencintainya. Kau satu-satunya yang dapat membuatku bergerak maju Cintaku, dan
takdirku” gumam Bong Hee saat melihat Ji Wook yang keluar dari kantor jaksa.
Keduanya pun saling bertatapan.
“Aku rasa
kita ... sudah ditakdirkan” ucap Ji Wook. Bong Hee tersenyum mendengarnya lalu
merasa Ji Wook juga sebagai takdir untuknya.
“Takdir
yang naas. Jadi... Jangan pernah muncul lagi dihadapanku” tegas Ji Wook dan
berjalan pergi. Bong Hee kaget mendengar Ji Wook malah meminta agar menjauh
darinya.
Bong Hee
mengejar Ji Wook dan memberikan tas yang dibawanya, Ji Wook dengan sinis
bertanya apa yang dibawanya. Bong Hee memberitahu kalau Teh yang dibawanya baik
untuk insomnia. Ji Wook heran karena Bong Hee itu tahu kalau ia menderita
insomnia.
“Selama
dua bulan terakhir, Aku bekerja untukmu ... maksudku Aku Jaksa magang jadi mana mungkin aku tidak tahu. Kau Percaya atau
tidak, aku mengenalmu dengan baik.”ucap Bong Hee. Ji Wook hanya menatapnya.
“Tapi Aku
tidak menyelidiki kehidupan pribadi atau membongkarnya. Jangan khawatir. Jadi,
karena kau tidak bisa tidur, Kau tidak terlihat lelah ... dan ada lingkaran
hitam. Apa kau tahu itu? Sepintas, orang mungkin berpikir kau tidur seperti
bayi di malam hari. Itu membuatku menyadari pentingnya merawat tubuhku” kata
Bong Hee lalu merasa kalau terlalu banyak mengoceh.
Ji Wook
membenarkan, Bong Hee pun langsung meminta maaf. Ji Wook pun menanyakan apa
yang ingin dikatakan Bong Hee karena ini
akan jadi yang terakhir kalinya. Bong He terlihat sedih mendengar
terakhir kali tapi akhirnya mulai bicara.
“Ada banyak
hal yang kusesali. Sebelumnya, aku mengira kau seorang cabul dan Karena aku,
Kau juga dipecat . Aku minta maaf untuk semuanya.” Kata Bong Hee. Ji Wook pun
menerimanya.
“Dan aku
juga mengucapkan terima kasih. Bagiku, Kau adalah pahlawanku. Aku tidak akan
menukarmu dengan Iron Man.” Ungkap Bong Hee. Ji Wook seperti tak percaya Bong
Hee menganggapnya sebagai pahlawan.
“Dan... Aku
menyukaimu”gumam Bong Hee. Ji Wook ingin
tahu apa lagi.
Bong Hee
mengalihkanya dengan memberitahu tentang
Pelaku sesungguhnya karena merasa tahu pelaku sesungguhnya. Ji Wook
kaget, Bong Hee pikir Ji Wook tidak perlu khawati karena Mulai sekarang, tidak
akan merepotkan atau merugikan Ji Wook lagi serta akan mengurusnya sendiri.
Ia
melihat Ji Wook yang harus kehilangan pekerjaanya. Ji Wook pikir Tidak masalah jika kehilangan atau tidak
dengan nada kesal kalau memang jika Bong Hee melihatnya, seharusnya mengatakannya
padanya. Bong Hee mengaku kalau sedikit tidak yakin. Ji Wook tak mengerti
maksudnya.
Bong Hee
menceritakan kalau bisa mendengar Semacam lagu yaitu Suara siulan yang didengar
pada malam pembunuhan Hee Jun lalu mendengarnya di pengadilan. Ji Wook seperti
tak percaya mendengarnya. Bong Hee merasa percaya bahwa pelaku sesungguhnya
datang ke pengadilannya.
Ji Wook ingin tahu siulan itu Seperti apa lagunya.
Bong Hee mencoba untuk mengikutinya siulan dengan nada yang aneh. Ji Wook pikir
kalau suaranya itu seperti dari dunia lain.Tapi Bong
Hee pikir siulan laginya itu cukup baik. Ji Wook meminta mengulangi lagi. Bong
Hee mencoba lagi walaupun terdengar aneh.
Ji Wook
duduk sambil menyeruput kopinya lalu mengeluh sendiri kalau rasanya pahit dan tidak
enak. Lalu mengingat kembali saat Bong Hee yang memulai mengikuti suara siulan
yang didengar.
Flash Back
Ji Wook
mengeluh dengan suara siulan yang dibuat Bong Hee meminta agar mengakhiri
tentang melodi yang aneh ini, lalu ingin tahu wajah dan umurnya, apakah Bong
Hee melihatnya.
“Aku tidak
akan menerima bantuan lagi. Kau selama ini sudah kesulitan menghadapiku Aku akan mengurusnya sendiri. Jadi Kau tidak
perlu khawatir” kata Bong Hee
“Aku
bukannya khawatir tapi Aku hanya penasaran saja” kata Ji Wook menyangkalnya.
Ji Wook
yang mengingat mengumpat Bong Hee itu yang
tidak tahu apa-apa, lalu kembali mengeluh dengan kopi yang diminumnya
sangat pahit.
Bong Hee
berjalan pulang, tiba-tiba merasakan siulan kembali dari si pembunuh dengan
earphone di telinganya. Bong Hee bisa melihat si pelaku yang mengemudikan
sepeda dan langsung berlari masuk ketakutan naik ke apartementnya.
Saat itu
ia pun terbangun dari tidurnya dan sadar kalau hanya mimpi buruk lalu
dikagetkan dengan bunyi bel kamarnya. Dengan gemetar mencoba membuka pintu dan
dikagetkan dengan melihat Jaksa Jang kerumahnya.
Jaksa
Jang masuk menatap lantai seperti bisa membayangkan anaknya yang meningggal
ditempat itu dan langsung menyindir Bong Hee yang makan, tidur, dan bernapashidup dan sehat di
tempat di mana anaknya dibunuh.
“Beraninya
kau masih hidup?”sindir Jaksa Jang. Bong Hee mengatakan kalau juga turut
prihatin tentang apa yang terjadi dengan anak dari Jaksa Jang. Jaksa Jang
menatap sinis mendengarnya.
“Namun,
Bukan aku yang melakukannya. Aku tahu kalau kau tidak percaya, tapi, bukan
berarti ... Aku bisa mengakui sesuatu yang tidak kulakukan.” Kata Bong Hee
menyakinkan.
“Aku
belum menemukan bukti yang membuktikan kau tidak membunuh anakku” tegas Jaksa
Jang marah
“Dengan
segala hormat, tidak ada bukti kalau aku yang membunuhnya.” Kata Bong Hee.
Jaksa Jang menanyakan alasan buktinya tidak ada.
“Jika
saja Ji Wook tidak mengacaukan sidang, maka Kau akan berada di penjara dan menjalani hukuman karena kejahatanmu” kata
Jaksa Jang murka
“buktinya...
Sudah direkayasa. Aku minta maaf karena mengatakan ini. Namun, Jaksa Penuntut
harus membuktikan kesalahanku. Menurut "praduga tidak bersalah", aku
tidak bersalah. Jika kau yakin aku yang bersalah maka Jaksa penuntutlah yang
harus membuktikannya dulu.Tidak ada tanggung jawabku ... untuk membuktikan
bahwa aku tidak bersalah, “ kata Bong Hee
“Tapi... Aku
akan membuktikan ketidakbersalahan ku. Aku akan melakukannya untukku, Jaksa Noh
dan ibuku. Serta Aku akan menangkap
pelaku sesungguhnya untukmu dan Hee Jun,
Aku akan memastikannya ...” kata Bong Hee.
Jaksa
Jang tak bisa menahan amarah ingin memukul Bong Hee. Bong Hee pun terlihat
ketakutan. Jaksa Jang akhirnya bisa
menurunkan tangan tak memukul Bong Hee.
“Aku
tidak tahu bagaimana kau memenangkan hati anakku dengan sarana atau kemampuan
apa. Aku bertanya-tanya bagaimana caramu membuatnya ada di bawah mantramu, membuatmu
keluar dan mendapatkan kembali kebebasanmu. Tapi Aku mengerti sekarang. Sekarang
aku tahu bahwa kau bukan gadis biasa.” Kata Jaksa Jang
“Namun, Kau
akan menyesal mendapatkan kebebasanmu lagi. Aku akan menangkapmu dengan cara
apapun. Ku pasti kan akan menghukummu, Selama kau dan Aku masih hidup, Aku akan
membuatmu menderita, dan aku tidak akan lupa untuk menghukum mu” tegas Jaksa
Jang penuh amarah lalu keluar dari ruangan.
Ji Wook
pergi ke tempat ayahnya “Noh Young Suk” foto dan tempat abu tersimpan dengan
baik. Lalu mengajak bicara ayahnya, memberitahu kalau baru saja mengundurkan
diri.
“Sebelum
aku bahkan bisa memecahkan kasus terakhirku sebagai jaksa, Aku keluar.” Ucap Ji
Wook mengingat kembali dengan kenangan ayahnya.
Saat
masih kecil Ji Wook ingin seperti ayahnya sebagai jaksa. Tuan No mengaku Ini
suatu kehormatan untuk ayah dan Tidak ada kehormatan yang lebih besar dari
seorang anak yang ingin menjadi seperti ayahnya.
“Maafkan
aku ..Aku gagal menjadi seperti Ayah.. Maafkan aku karena ... tidak menepati
janjiku” ucap Ji Wook seperti merasa sangat menyesal.
Ji Wook
masuk ke sebuah ruangan bertuliskan (Pengacara
Noh Ji Wook dan Ji Eun Hyuk. Saat masuk Eun Hyuk langsung menyambutnya seperti
sebuah pesta sambutan angota baru. Ji Wook mengeluh dengan tingkah Eun Hyuk
dengan sinis
“Aku
dengan tulus menyambutmu karena benar-benar menyukaimu” kata Eun Hyuk. Ji Wook
menyuruh Eun Hyuk agar enyah saja.
“Hei.. Tunggu
sebentar” kata Ji Wook sebelum Eun Hyuk pergi. Eun Hyuk pun dengan senang hati
meminta Ji Wook mengatakan yang dibutuhkan.
“Aku
mengatakan kepada seseorang kalau kami punya takdir yang naas.” Kata Ji Wook.
Eun Hyuk langsung bertanya dengan siapa mengatakanya.
“Sudahlah
Dengarkan saja.” Keluh Ji Wook. Eun Hyuk mengangguk mengerti merasa Tak masalah
selama itu bukan dirinya itu.
“Kaulah
yang terburuk . Aku sangat membencimu. Setelah aku mengatakan kami punya takdir
yang naas, Aku mengatakan kepadanya jangan pernah muncul dihadapanku. Tapi
masalahnya adalah,Aku harus bertanya dengan seseorang. Jadi jika aku
menghubunginya pertama kali ...” ucap Ji Wook dan langsung disela oleh Eun
Hyuk.
“Ayolah.
Itu akan memalukan.” Kata Eun Hyuk. Ji Wook seperti tak yakin Eun Hyuk yang
mengatakan hal itu.
“Itu akan
membuatmu terlihat konyol Tapi itu bagus Jika itu aku, maka aku akan
menyukainya. Aku akan lebih tersentuh dan bersemangat jika dia meneleponku
setelah apa yang dikatakannya. Begitulah yang kurasa ketika kau menelponku
pertama kali Semakin kau berharap, maka semakin besar pula kejutannya” ungkap
Eun Hyuk kembali memainkan terompetnya.
Ji Wook
kembali mengeluh dengn yang dilakukan temanya. Eun Hyuk tahuk kalau Ji Woo
menyuruhnya pergi tapi kemudian memanggilnya lagi dan itu yang membuatnya
merasa benar-benar gila.
“Hanya
karena aku bertindak seperti tidak ada yang terjadi, Jangan menganggap semuanya
baik baik saja, Eun Hyuk. Tolong, Enyahlah” tegas Ji Wook yang masih dendam
dengan temanya.
“Tapi,
Wook... Ini juga kantor ku, Ini mejamu dan diujung sana Itu mejaku. Jadi Kemana
aku harus pergi?” kata Eun Hyuk mengodanya. Ji Wook seperti tak bisa berbuat
apa-apa.
Ji Hae
dkk membahas tentang kuliah mereka dan melihat Bong Hee duduk sendirian sambil
mendengarkan musik. Salah satu teman mengajak Bong Hee untuk makan siang bersama.
Teman Pria Bong Hee langsung menghentikanya. Ji Hae pun seperti tak suka
melihat Bong Hee yang masih ikut kuliah padahal seharusnya dalam penjara.
“Kau
tidak boleh mengajaknya.” Ucap Ji Nae dan teman yang lain pun mengajaknya
pergi, sementara Bong Hee menatap sinis pada Ji Nae yang selalu menganggunya.
“Aku
memutuskan untuk mendengarkan semua musik yang ada sampai menemukan melodi itu” gumam Bong Hee
terus mencari musik yang sama dengan milik si pelaku.
“Aku
bahkan mengirim pesan pada pelakunya dan membiarkannya tahu, jadi dia pasti
akan datang mencariku” gumam Bong Hee melihat spanduk yang sengaja dipasang
untuk pelaku pembunuh Hee Joon.
“Hei,
pelaku! Ayo kita bertempur 1 lawan 1” ungkap Bong Hee benar-benar sudah siap
bertemu dengan si pelaku.
Bong Hee
berjalan di padang ilalang bisa membayangkan kalau itu satu-satunya tempat dimana si pelakunya
meninggalkan jejak dengan membuang pisau untuk membunuh Hee Joon.
“Kemana
perginya si pelakunya setelah itu?” ucap Bong Hee bertanya-tanya.
Tiba-tiba
Bong Hee merasakan ada seseorang yang mendekat, dengan wjah ketakutan berpikir
kalau si Pelaku kembali ke TKP. Sosok
pria semakin mendekat, Bong Hee makin ketakutan. Sampai akhirnya Ji Wook yang
datang memanggilnya.
“Jaksa
Noh... Kau menakutiku. Kenapa kau tidak mengatakan siapa kau?” ucap Bong Hee
jatuh lemas.
“Kau
tidak memintaku. “ kata Ji Wook membela diri.
“Bagaimana
bisa kau tidak memberi tahu siapa dirimu di tempat yang sepi seperti ini?”
keluh Bong Hee.
“Lalu apa
aku harus mengatakan namaku saat aku berjalan ...bahkan ketika tidak ada orang?
“ucap Ji Wook mengomel.
“Ini kan
tempat yang sepi, Aku mengira kau sebagai pelakunya.” Kata Bong Hee.
Ji Wook
pikir Bong Hee yang aneh kalau datang sendirian pada jam segini. Bong Hee
mengatakan kalau sedang mencari bukti kriminal lalu dengan senyuman bahagia
berpikir kalau Ji Wook khawatir dengannya. Ji Wook langsung mengelak.
“Tentu
saja, tidak mungkin” kata Bong Hee sudah tahu dan akan berdiri tapi badanya
limbung karena terlalu lama berjongkok.
Ji Wook
langsung menangkap tangan Bong Hee agar tak terjatuh. Bong Hee tak percaya
melihat Ji Wook yang memegang tanganya. Ji Wook langsung buru-buru melepaskan
dan pergi. Bong Hee tersenyum bahagia, seperti jantungnya mulai berdegup
kenceng.
Keduanya
berjalan bersama, Bong Hee pun menanyakan alasan Ji Wook datang ke tempat Pisau
ditemukan. Ji Wook merasa sebagai seorang
jaksa yang kompeten seperti dirinya itu gagal memecahkan kasus terakhirnya.
“Ini
melukai harga diriku dan membuat ku merasa tidak nyaman.” Kata Ji Wook. Bong
Hee mengangguk mengerti.
“Aku akan
membantu mengembalikan kebanggaanmu dengan mencari melodi yang.... “ kata Bong Hee. Ji Wook menolak
karena akan memberikan rekaman CCTV dari pengadilan.
“Jadi
pikirkan wajah pelakunya dan ...” kata Ji Wook danlangsung disela oleh Bong Hee
kalau tidak pernah melihat wajahnya.
“Kau
bilang melihatnya.” Kata Ji Wook kesal. Bong Hee membenarkan tapi yang
dikatakan kalau bertemu dengan pelaku melalui sebuah lagu.
“Dia
melewatiku dengan sepedanya, dan di pengadilan, aku hanya mendengar melodi itu”
kata Bong Hee.
“Jangan
pernah mengucapkan kata "melodi" lagi.” Kata Ji Wook kesal
Bong Hee
heran melihat Ji Wook yang marah. Ji Wook berusaha untuk tetap tenang lalu
ingin tahu jenis dan bentuk sepedanya.
“Semua
sepeda terlihat sama, ada dua roda. Aku tidak tahu bahwa ada perbedaan” ungkap
Bong Hee.
“Aku
pikir kau punya petunjuk atau sesuatu. Aku sangat ingin tahu apa itu. Karena
itu, insomniaku memburuk, dan aku tidak bisa bekerja. Aku bahkan mengorbankan
diri dan datang ke sini.” Ucap Ji Wook benar-benar kesal.
“Itu
sebabnya aku bilang biar aku yang akan menyelesaikan ini sendiri.” Kata Bong
Hee.
“Bagaimana
cara kau akan mengatasinya? Beritahu aku bagaimana! Apa Datang ke sini pada jam
segini?” ucap Ji Wook geram
“Kau
membuatku berpikir kalau kau khawatir denganku”
komentar Bong Hee.
Ji Wook
membenarka dan mengakuinya. Bong Hee pun mengartikan kalau Ji Wook itu tidak
marah padanya lagi, karena Terakhir kali, bilang mereka punya takdir yang naas Jadi
berpikir tidak akan pernah bisa bertemu dengannya lagi. Ji Wook pikir Itu benar
juga. Bong Hee binggung.
“Sebagai
mentormu dan walimu selama dua bulan, Aku memang benar sangat khawatir denganmu
, tapi sampai disini saja dan sekarang tidak lagi. Jadi jangan menimbulkan
masalah dan hidup dengan aman.” Kata Ji Wook berjalan pergi.
“Aku akan
menemukan petunjuknya. Aku akan menemukan pelakunya. Aku boleh aku bertemu
denganmu setelah itu. Kau tak masalah kan? Aku akan jadi sukses, dan akan
membalas kebaikanmu kembali, Aku akan mengubah takdir naas ini menjadi hubungan
yang lebih baik.” Teriak Bong Hee. Ji Wook seperti tak peduli dan berjalan
pergi.
Bong Hee
masuk kelas dengan mempelajari undang-undang, lalu saat pulang magang berjalan
di seberang jalan melihat Ji Wook yang berjalan dengan wajah lesu, di saat
musim gugur. Saat turun salju dan masuk musim dingin, Bong Hee melihat Ji Wook
yang berjalan di tempat yang sama.
“Aku menjalani
kehidupanku dengan rajin Dan kadang-kadang, ketika aku memiliki waktu waktu sulit
ku...” gumam Bong Hee yang masih bisa melihat Ji Wook.
Teman-teman
Ji Wook terlihat bahagai dan mengaku iri dengan
Ji Nae. Ji Nae merendah kalau kalau bukan sendiri yang ditunjuk, lalu
memberikan semngat kalau seniornya juga sudah dibina untuk bekerja di firma
hukum
“Semuanya
berjalan dengan baik, Kecuali seseorang.” Ejek Ji Nae pada Bong Hee yang sedang
duduk bersebrangan sambil mendengarkan musik. Bong Hee memilih tak mengubris
dan duduk membelakanginya.
“Dari
waktu ke waktu ketika aku merasa seperti hidup ini mencekik ku.” gumam Bong Hee
Musim pun
terus berganti dari panas, semi, lalu dingin. Ji Wook pun tetap memperlihatkan
wajah lesu. Bong Hee berada diseberang jalan merasa sedikit istirahat dan
melihat Ji Wook dari kejauhan.
Musim
berlalu, Ji Wook dan Bong Hee saling berpapasan tapi tak saling menyapa seperti
tak saling mengenal. Ji Wook pun seperti tak peduli degan Bong Hee.
Spanduk
berubah di bagian atas terowongan, seorang bapak dibantu seseorang agar bisa
ditarik lebih agar bisa dipasang dengan benar. Spanduk yang terlepas adalah Spanduk
yang dipasang oleh Bong Hee, samai akhirnya si paman pun selesai memasang
penganti spanduk.
“Terima
kasih atas bantuannya. Aku mudah mengerjakannya berkatmu Apa mungkin kau
seorang saksi ? Apa kau mau menelepon polisi?” ucap Si paman yang berbicara dengan
pria. Si pria mengeluarkan ponselnya seperti menyimpan nomor dari spanduk Bong
Hee. Sementara spanduk baru bertuliskan “Perintah penahanan”
Ji Wook
menerima klien baru sebagai pengara dengan membahas kalau pihak yang dirugikan tidak bergeming tetapi menurutnya klienya tidak bisa
mengancamnya seperti itu dan menyarankan Permintaan maaf yang tulus dan
refleksi diri harus didahulukan.
“Tentu
saja, dia tidak akan menerima permintaan maafmu, tapi itu bukan berarti ...”
kata Ji Wook.
“Dalam
hal ini, Kami ini korban , Jaksa Noh. Kenapa mereka mengubah ini menjadi
masalah besar? Dia hanya memukulnya beberapa kali. Kenapa mereka memperlakukan
dia seperti penjahat brutal?” ucap si ibu membela anaknya.
“Jangan
membuatnya terdengar seperti mereka hanya kelahi. Coba kau lihat catatan ini..
Dia sudah sering membully, selain itu dia sering di tahan dan penyerangan
bergeng juga. Sementara Korban dibebaskan dari ICU baru-baru ini” jelas Ji Wook
“Ia
pantas untuk dipukuli.” Kata si anak. Ibunya menyuruh anaknya agar diam tak
membuat keadaan makin kacau.
“Dia
mengatakan pria itu yang layak mendapatkannya dan anakku seharusnya tidak
menganggunya. Semua orang kehilangan kendali ketika mereka emosi. Bukankah
begitu? Kami tidak memintanya untuk menginap secara gratis.” Ucap Ibu. Ji Wook
menghela nafas
“Aku
menawarkan untuk membayar tagihannya. dia bilang, "Ini masih belum
cukup." Mereka jelas ingin lebih banyak uang. Aku pasti mereka miskin tapi
bagaimana bisa mereka mencoba membuat uang dari luka anaknya itu? Pokoknya,
masa depan anakku ada di tanganmu Pastikan dia mendapat penangguhan penuntutan
ataupun itu ” tegas si ibu yang meminta pembelaan Ji Wook pada anaknya.
“Oke,
katakanlah kita bisa keluar dari ini. Tapi bagaimana dengan berikutnya? Setelah
ulang tahunnya, tahun depan, dia akan tidak lagi dianggap anak dibawah umur”
kata Ji Wook berusaha menahan amarah. Si ibu terlihat kesal dengan ucapan Ji
Wook.
“Aku
sangat berpengalaman dan lulus ujian diusia yang sangat muda. Maksudku, aku
lulus ujian sebelum seharusnya lulus.” Tegas Ji Wook. Si anak mengejek Ji Wook
yang pamer.
Ji Wook
membenarkan Karena ia memiliki banyak pengalaman sebagai jaksa, sudah melihat
banyak berengsek lalu berusaha menjelaskan
telah melihat banyak anak laki-laki seperti anak itu yang membuat
masalah. Ia mengetahui kalau itu kasus ketiga dari anak itu. Si anak dan ibu
pun hanya bisa diam.
“Dari
yang kulihat disini, kau hampir memperkosa seorang gadis dan mengancamnya dengan
uang” kata si Ji Wook. Si ibu membela diri kalau Gadis itu hanya penggali emas.
“Benar,
tentu saja. aku yakin dia tidak pernah melakukan sesuatu yang salah dan Ini
pasti kesalahan orang lain.” Ejek Ji Wook. Si Ibu makin marah mendengar ucapan
Ji Wook.
“Kau
telah mendukung dia dengan uangmu dan koneksimu selama ini, dan kau akan terus
melakukannya. Lalu Dia tidak pernah merenungkan atau berpikir tentang apa yang
dia lakukan itu salah/tidak dan itu akan menjadi sama di masa depan. Maka anakmu akan terus melakukan perbuatan buruk
tanpa menyadari bahwa itu sebuah kejahatan. Jika dia mendapat kesulitan besar
yang tidak dapat diselesaikan, Kau akan mengirim dia ke sekolah di luar negeri." kata Ji Wook dengan nada tinggi.
"Kemudian dia akan terjerat ke dalam obat-obatan .dan bahkan tidak akan bisa
lulus. Setelah itu, dia akan kembali ke Korea lalu melakukan kekerasan terhadap
mereka yang miskin dan lemah darinya. Kemudian dia akan menyelesaikannya dengan
uang” ucap Ji Wook terus mengomel seperti seorang jaksa.
Ibu dan
anak hanya bisa melonggo melihat Ji Wook, Lalu Ji Wook berteriak kesal
menyindir si anak kalau semuanya akan
baik-baik saja. Ibunya akan mengurus semuanya. Ia pun memberikan si ibu kalau
ia harus memastikan hidup lebih lama dari anaknya karena harus membersihkan kekacauan yang buat
anaknya sepanjang hidupnya.
“Uang
mengambil alih segala sesuatu. sangat menakjubkan kita hidup di dunia seperti
ini” teriak Ji Wook kesal. Keduanya tak bisa berkata-kata melihat Ji Wook yang
marah-marah.
“Aku
hanya mengatakannya, Begitulah cara dunia ini” kata Ji Wook akhirnya
menyadarinya lalu mengajak mereka agar memulai dari awal dengan berpikiran
jernih lagi.
“Mari
kita mulai dari "permintaan maaf yang tulus dan refleksi diri".” Kata
Ji Wook.
Tuan Byun
memarahi Ji Wook mengingatkan kalau sekarang bukan lagi seorang jaksa tapi
seorang pengacara. Ia pun mengungkapkan kalau ini sudah dua tahun sejak
menyerah lencana jaksanya, tapi malah masih bertindak seperti seorang jaksa.
“Siapa
kau untuk menuntut refleksi diri dari klienmu? Coba Lihat dirimu. "Aku
tidak akan mendengarkannya. Kau bisa berbicara semua yang kau inginkan."itu
yang kau pikirkan bukan?” kata tuan Byun marah
“Tidak,
bukan itu yang ku pikirkan.” Kata Ji Wook hanya tertunduk malu.
“Kau harus
merenungkan diri sendiri. Jangan hanya menuntut dari klienmu Sepertinya kau lah
yang harus melakukannya. Moto hidupku adalah, "Jangan pernah
menyesal." Tapi aku mulai menyesal membawamu ke sini.” Keluh Tuan Byun.
Ji Wook
dengan wajah lesu akhirnya pergi ke Kantor Kejaksaan Sunho lalu berjalan ke
papan nama “Jaksa Noh Ji Wook” Wajahnya pun tersenyum tapi tersadar kalau nama
di papan sudah berubah “Jaksa Woo Myung Sik”. Akhirnya ia membuka pintu dan
melihat Tuan Bang sedang berbicara dengan rekan kerja lainya.
Ji Wook
memberikan kode agar mengajaknya pergi untuk makanan. Tuan Bang menolak karena
sibuk. Ji Wook tetap mengajak Tuan Bang untuk makan bersama. Tuan Bang tetap
menolak kalau sedang sibuk.
Tapi
akhirnya keduanya makan di kantin. Ji Wook makan sambil berkomentar kalau makanan
Pengadilan Negeri Cabang di Goyang yang terbaik. Tuan Bang dengan sinis
menyuruh Ji Wook saja yang harus makan disana tapi malah datang ke kantor lama
setiap hari.
“Aku
tidak bisa pergi setiap jalan di Ilsan hanya untuk makan” jelas Ji Wook.
“Kau
sepertinya punya banyak waktu sekarang karena kau tidak punya banyak pekerjaan,
benarkan Jaksa Noh? Ahh... Maksudku, Pengacara Noh” kata Tuan Bang sengaja
mengejek. Ji Wook pun tak banyak komentar. Tuan Bang lalu mendengar Ji Wook
yang makan malam tim dua hari yang lalu.
Ji Wook
seperti mabuk menopang wajahnya lalu membahas kalau telah menyaksikan langkah,
"Iblis Advocate". Dalam film itu, seorang pengacara menjual jiwanya
kepada iblis. Menurutany ltu menunjukkan bahwa beberapa dari pengacara seperti
dirinya bahkan bersedia untuk membela
Iblis untuk kekayaan dan ketenaran.
“Bagaimana
aku harus meletakkan ini? Aku pikir film itu Memaparkan sifat pengacaranya
dengan sangat tepat. Pokoknya, aku sangat benci pengacara “ keluh Ji Wook dan
saat itu Eun Hyuk langsung tertawa mencoba mencairkan suasana karena sedang
makan malam dengan tim pengacara.
“Bahkan
Iblis pun punya hak untuk membela dirinya. Semua dari kita di sini, termasuk
aku, adalah seorang pengacara. Pengacara Noh, Kami jarang berkumpul seperti ini
untuk makan malam perusahaan.” Ungkap Tuan Byun menenangkan anak-anak buahnya.
“Ji Wook
membuat makan malam perusahaan langka ini jadi lebih istimewa.” Ungkap Eun Hyuk
bangga dengan memeluk temanya. Ji Wook melihat tangan Eun Hyuk menyentuhnya,
langsung mengumpat jangan konyol dan tak ingin disentuh.
“Mengapa
ada begitu banyak pengacara di dunia ini?” keluh Ji Wook kesal.
Tuan Bang
tak percaya Ji Wook mengkritik para pengacara bahkan ketika sudah menjadi
pengacara. Ia mengingatkan Ji Wook Sekarang kseorang pengacara dan berbicara
terus tentang sakitnya menjadi pengacara. Ia yakin ada cerita konyol yang tak
terhitung jumlahnya yang bisa diberikan dengannya.
“Bukankah
ini agak asin? Aku lebih suka makanan yang rendah sodium.” Keluh Ji Wook
seperti tak ingin mendengar ucapan temanya.
“Bunglon,
kadal, dan gurita. Bahkan mereka makhluk mengubah warna untuk berbaur dengan
lingkungan mereka. Kau setidaknya harus setara dengan mereka jika kau tidak
bisa melampaui mereka.” Jelas Tuan Bang
“Aku benar-benar
tidak cocok untuk itu! Aku suka menghukum penjahat dan benci harus membela
banyak orang”teriak Ji Wook sampai membuat semuar orang menatapnya.
“Ketika
aku berusia sekitar 5 atau 6 tahun, Aku menyadari, "aku harus melakukan
hal yang tidak ingin ku lakukan dalam hidup." Saat itulah aku belajar itu.”
Ucap Tuan Bang yang langsung di suapi selada oleh Ji Wook agar diam.
Saat itu
Eun Hyuk datang membawa makanan meminta Tuan Bang tak perlu khawatir karena akan dipalu ketika sudah tajam. Tuan
Bang mengaku sedang mencoba untuk menguatkan Ji Wook. Eun Hyuk pikir Ji
Wook tidak akan pernah menjadi bulat
tidak peduli berapa banyak yang akan dipalu menurutnya temanya itu sama sekali
tidak konsistensi
“Aku
sangat konsisten dan sudah membencimu dengan konsisten.” Kata Ji Wook lalu
berjalan pergi. Eun Hyuk hanya bisa berteriak memanggil Ji Wook akan kemana. Ji
Wook tak peduli menaruh nampan dan pergi.
“Bukankah
dia sangat konsisten?” komenatr Eun Hyuk tentang Ji Wook.
“ Kau
salah satunya” kata Tuan Bang. Eun Hyuk mengeluh dengan Tuan Bang yang menyakiti perasaannya. Tuan Bang merasa
kasihan melihat Ji Wook yang melakukan
banyak hal hari ini.
“Dia
hanya kesepian karena menjadi orang buangan. Dia berbicara pada dinding karena
dia tidak punya satupun teman untuk diajak bicara.” Komentar Eun Hyuk.
Ji Wook
berjalan pergi tanpa sadar dibelakangnya Bong Hee seperti sedang menunggu. Bong
Hee akan pergi dan saat itu berpapasan dengan Ji Nae yang mengunakan pakaian
Jaksa. Keduanya saling menatap sinis seperti saat masih kuliah.
“Aku
bahkan tidak pernah bertemu orang yang sangat ku rindukan tapi kenapa aku terus
berjumpa musuhku” keluh Bong Hee. Ji Nae berpura-pura tak mengerti yang
dikatakan Bong Hee.
“Kau
bahkan tidak bisa sering datang ke sini karena kau tidak memiliki pekerjaan.”
Balas Ji Nae
“ Yang
kukatakan adalah aku melihatmu setiap kali datang ke sini. Kau punya pemahaman
yang buruk. Kau terlihat sangat buruk.” Komentar Bong Hee kesal
“Aku
dengar kalau kau bangkrut, tapi kau masih harus mencoba untuk telihat rapi. Kau
memiliki selera Fashion yang mengerikan” ejek Ji Nae
“ Yah.. Tidak
masalah. Pakaian saja yang murah, jiwaku
dan tubuh yang sangat berkelas dan Itulah segala yang ku punya” balas Bong Hee.
Ji Na
tahu kalau Hak tinggi Bong Hee saja sudah copot karena melihatnya menjuntai
setiap kali berjalan. Bong Hee bisa melihatnya lalu dengan sengaja menginjak
lantai dan memperlihatkan kalau hak sepatunya kembali menempel lalu berjalan
pergi. Ji Nae mengejek Bong Hee yang menyedihkan
Bong Hee
duduk sebagai pengacara klienya sementara Ji Nae menjadi jaksa penuntut umum.
Bong Hee memberikan pembelaan pada klienya kalau CCTV cuplikan dari adegan sebagai
bukti tidak dapat digunakan untuk mengkonfirmasi identitas terdakwa dan Juga,
melihat bahwa tidak ada bukti penting seperti sidik jari atau jejak kaki yang
ditemukan di TKP. Saat itu tiba-tiba Bong Hee terdiam saat melihat Ji Wook yang
selama ini dirindukan masuk ke ruang sidang.
Bersambung
ke episode 6
Gomawo...tetap semangat ya
BalasHapus