Bong Hee
menuliskan surat untuk atasanya di meja belajar.
“Untuk
Jaksa No Ji Wook... Selama 3 bulan terakhir, aku telah belajar banyak darimu. Aku
belajar tentang tujuan hukum. Kau memberiku keberanian dan kebijaksanaan untuk memenuhi tujuan hukum...”
Bong Hee
sadar seperti tak sadar menurutnya Ada
batasan seberapa jauh bisa berbohong, menurutnya ini diluar batas dan sudah
terlalu jauh.
Akhirnya
ia membuka diary melihat nama “No Ji
Wook” dan membaca tulisan “Hari ini, No Ji Wook menyebalkan seperti biasanya.”
Akhirnya ia merasa kalau Ji Wook itu pasti sangat menyebalkan.
Bong Hee
mengingat dengan ucapan Ji Wook “Lagu kutukan bukanlah cara yang tepat untuk
membalas mantanmu. Abaikan saja dia. Jadi lebih baik dan hiduplah dengan benar.”
Akhirnya
ia merasa kalau Ji Wook itu memang keren dan menuliskan dib diarynya. Bong Hee
sadar membaca tulisan, lalu berpikir kalau dirinya itu gila bahkan menuliskan
'dia keren'.
Ia
mengingat kembali saat mabuk mengoda Ji Wook dengan memberikan bibirnya, Ji
Wook seperti terhanyut dan ingin mendekati Bong Hee. Bong Hee dengan posisi
terjatuh di lantai terlihat kesal karena tidak ingat yang terjadi selanjutnya.
“Kenapa
aku tidak ingat sisanya?” keluh Bong Hee lalu tiba-tiba merasa suasana dirinya
kepanasan karena jantungnya yang berdegup dengan cepat.Akhirnya ia pun berdiri
ingin membuka jendela kamarnya.
“Selalu ada sebab dan akibat di
setiap kejadian. Ini kebenaran yang diketahui
semua orang, tapi masalahnya...”
Bong Hee
membuka jendela merasakan udara malam yang masuk membuatnya terasa sejuk.
Terlihat diseberang gedung, pria membawa sesuatu diatap gedung seperti
bungkusan mayat. Ia melihat sosok Bong Hee yang berada tak jauh darinya,
seperti mengetahui apa yang sedang dilakukanya. Ia pun buru-buru menyembunyikan
mayat di tower air.
“Di sinilah masalahnya dimulai.
Terkadang kita tidak dapat mengetahui penyebabnya. Sesuatu pasti terjadi, tapi
kita tak bisa menemukan alasan kenapa hal ini terjadi, sama seperti aku yang
tidak mengetahuinya.”
Bong Hee
pun keluar dari rumah untuk membeli bir dengan lampu yang mati. Hee Joon datang
ke rumah menekan bel tapi tak juga dibuka lalu berpikir kalau Bong Hee sudah
tidur. Akhirnya ia mencoba masuk dengan menekan password pintu.
“Aku tahu
itu, Bong Hee. Kau bahkan tak mengubah kode. Kau mungkin menyangkal
perasaanmu, tapi alam bawah sadarmu
menungguku.” Ucap Hee Joon dengan bangga masuk ke dalam rumah, tapi saat itu
pintu di tahan oleh seseorang.
Hee Joon
merasakan ada orang yang datang dan melihat pelaku yang menusuknya.
Bong Hee baru
pulang berjalan pulang setelah membawa bir, sampai akhirnya si pelaku yang
mengemudikan sepeda mengetahui Bong Hee yang seharusnya di serang. Bong Hee
merasakan sesuatu yang aneh saat si pria yang bersiul lalu ingin melihatnya, Si
pria memilih untuk segera pergi meninggalkan Bong Hee.
Bong Hee
pulang dengan wajah bahagia membawa bir, lalu tersandung sesuatu. Ia kaget
melihat Hee Joon tergeletak di lantai dengan badan penuh darah, saat itupun
lampu di lingkungan Bong Hee kembali menyala. Ambulance pun datang, Bong Hee
yang shock hanya bisa duduk di pojong ruangan dengan air mata mengalir.
“Akibat yang mendekatiku yang tidak
aku ketahui penyebabnya. Ini adalah kecelakaan yang sial, kasar, dan mendadak.”
Bong Hee
duduk di dalam kantor polisi menatap tanganya yang masih penuh darah seperti
masih shock. Polisi akhirnya melanjutkan interogasi,
“Bahkan
jika itu benar-benar gelap karena
pemadaman listrik, kau masih pergi ke toko untuk membeli bir.” Ucap Polisi,
Tapi Bong Hee seperti hanya bergema mendengarnya suara polisi.
“Jika kau
tidak mengendalikan dirimu sekarang, kau
mungkin dalam masalah. Jika terjadi kecelakaan, bersihkan setelahnya! Respon
awal itu penting. Sadarlah.” Gumam Bong Hee langsung memukul kepalanya agar
sadar. Polisi sempat ketakutan melihatanya.
“Aku
sekarang tersangka, bukan saksi ‘kan?” ucap Bong Hee yang tahu tentang dugaan
dirinya. Polisi pikir mereka lebih baik menyelidiki tanpa dugaan apa pun dan tidak mau langsung
menarik kesimpulan.
“Biasanya,
pelaku adalah seseorang yang dekat
dengan korban atau orang pertama yang
menemukan mayatnya. Ditambah tempat kejadian dan kondisiku sekarang. Mungkin
saja kalau aku terlihat seperti pelaku.” Ucap Bong Hee
“Kau baru
mengakuinya.” Ucap Polisi
“Aku
bilang itu mungkin, bukan berarti aku pelaku. Tolong dengarkan aku baik-baik.
Jika kau menunjuk orang yang tidak bersalah sebagai tersangka, penyelidikan
awal akan gagal total. Pelaku sebenarnya adalah orang lain dan kau harus menemukan orang itu, tapi jika
kau menahan orang yang tidak bersalah sepertiku, apa yang akan terjadi pada
pelaku sebenarnya?” ucap Bong Hee. Dua polisi pun saling menatap.
“Tersangka
akan menghilang. Kau akan kehilangan bukti dan saksi.” Kata Bong Hee
menyakinkan.
Saat itu
Ji Hae masuk sambil marah menuduh Bong Hee yang akhirnya melakukannya. Polisi
melihat Ji Hae yang menerobos masuk langsung bertanya Apa Ji Hae orang terakhir
yang bicara dengan Jang Hee Joon. Ji Hae mengangguk.
“Kenapa
kau membunuhnya?”ucap Ji Hae marah, Bong Hee menegaskan bukan ia yang
melakukanya.
“Yah
memang Benar... Hee Jun mencampakkanmu. Apa Itu alasanmu membunuhnya? Kau terus bernyanyi bahwa kau akan
membunuhnya. Ada begitu banyak saksi. Haruskah aku panggil teman sekelas?” ucap
Ji Hae yang membuat para polisi semakin yakin dengan Bong Hee.
“Aku
hanya mengatakannya dan tidak bermaksud begitu.” Kata Bong Hee membela diri.
“Berhenti
membodohi dirimu, Kembalikan Hee Jun....Kembalikan Hee Jun, dasar kau!” teriak
Ji Hae marah, Bong Hee kebinggungan karena dituduh sebagai pelaku. Ji Hae
langsung ditarik polisi dengan berteriak akan membunuh Bong Hee sebagai
balasanya.
Bong Hee
akhirnya dibawa oleh polisi lainya karena dianggap sebagai tersangka. Ia
berusaha menyakinkan kalau berusaha tidak melakukannya tapi akhirnya ia di foto sebagai tersangka dengan papan.
“Jika...aku
bisa memberi spoiler tentang hidupku
pada diriku di masa lalu, maka aku akan beritahukan pada diriku "Bong Hee,
hati-hati dengan pria. Pria hanya membawa masalah dalam hidupmu.” Tapi Aku
harus hati-hati dengan apa?”
Seorang
biksu menjawab yaitu “wanita” menurutnya jika
pria bertemu dengan wanita yang
salah dan sebaliknya, maka hidupnya bisa ditakdirkan dalam sekejap. Ia melihat ada
satu orang seperti itu dalam takdirnya, ia yakin anak itu akan dapat masalah jika terlibat dengannya.
“Wanita
itu benar-benar akan menghancurkan hidupmu.” Ucap Si Biksu. Anak kecil yang
duduk disampingnya bertanya siapa wanita itu.
Ji Wook
terbangun dari tidurnya seperti baru saja bermimpi. Tuan Bang melihatnya
memberitahu kalau Ji Wook memejamkan mata hanya 17 menit. Ia melihat Ji Wook
yang berjuang melawan insomnia, bukan melawan kejahatan.
“Jika
seseorang bisa membantuku tidur nyenyak, maka aku bersedia memberi tubuh dan
jiwaku kepada orang itu.” Ucap Ji Wook
“Kudengar
kau bisa kena insomnia jika tempat tidurmu terlalu besar. Kau mungkin bisa
tidur seperti bayi saat kau bertemu
wanita yang baik.” Kata Tuan Bak
“Bukan
itu... Aku mimpi soal tidak boleh terlibat dengan wanita.” Kata Ji Wook
“Kau
bilang, Wanita yang tidak boleh terlibat denganmu?” ucap Tuan Bang binggung. Ji
Wook mengangguk.
“Saat aku
masih kecil, ada biksu palsu di lingkunganku. Dia mengatakan sesuatu yang
konyol pada saat itu. Aku sudah lupa soal itu, tapi dia muncul dalam mimpiku.”
Cerita Ji Wook
Tuan Bang
terlihat serius mendengarnyanya, Ji Wook mengingat tengan wanita yang tak
seharus di temuinya, lalu melihat ponselnya bergetar dan menyebut nama Eun Bong
Hee. Tuan Bang pikir wanita yang tak boleh ditemui Ji Wook adalah Bong Hee saat
masuk kecil. Tapi Ji Wook heran melihat Bong Hee yang menelpnya dimalam hari.
Bong Hee
menelp dengan ponsel yang dipegang oleh polisi, dengan gugup saat telp
diangkat. Ji Wook tak ingin membuang waktu menyuruh Bong Hee bicara ke intinya
saja. Bong Hee memberitahu kalau telah ditahan tanpa surat perintah. Ji Wook
kaget mendengarnya lalu berpikir Bong Hee minum dan sedang mabuk.
“Aku
tidak minum sama sekali.” Ucap Bong Hee
“Dan Apa kau
ditahan tanpa surat perintah? Apa yang kau lakukan? Penyerangan? Pencurian? Kemalasan?”
ucap Ji Wook. Bong Hee mengatakan bukan semuanya. Ji Wook pun ingin tahu apa
alasanya ditahan.
“Pembunuhan.”
Ucap Bong Hee. Ji Wook kaget begitu juga Tuan Bang yang melihat raut wajah Ji
Wook.
Suasana
hening sejenak, sampai akhirnya Ji Wook tertawa seperti tak percaya dengan
ucapan Bong Hee. Bong Hee pun juga ikut tertawa, Tuan Bang dibuat binggung
dengan melihat Ji Wook tiba-tiba tertawa. Ji Wook menutup telp dan langsung
menatap Tuan Bang dengan tatapan shock mengetahui Bong Hee.
Sementara
Hee Joon sudah terbaring kaku di ruang mayat, Tuan Jang Moo Young melihat
dengan tatapan sedih melihat anaknya yang mati terbunuh. Salah satu pegawai
melihat Tuan Jang mengenal sebagai Jaksa wilayah Sunho.
“Kudengar
mereka telah menangkap tersangka.”ucap Tuan Jang dingin, seperti sangat marah
dengan orang yang membunuh anaknya.
Bong Hee
sudah ada di dalam sel penjara, Ji Wook datang dengan Tuan Bang langsung
mengomel dengan perbuatan anak buahnya, lalu ingin memukul Bong Hee dengan
memasukan tanganya ke dalam sel. Bong Hee yang ketakutan pun menjauh, tapi Ji
Wook bisa masuk dengan mengancam ingin membunuhnya.
“Kupikir...Aku
terkena masalah, tapi...” ucap Bong Hee berdiri di pojok. Ji Wook bertanya Bong
Hee berpikir melakukan sesuatu.
“Pasti
ada yang salah. Aku tahu itu masalah, tapi aku tidak tahu apa salahku. Aku
sungguh tidak tahu.” Ucap Bong Hee memalingkan wajah ketakutan. Ji Wook menyuruh Bong Hee agar berani
menatapnya.
“Tidak
mau. Kenapa aku harus menatapmu?” ucap
Bong Hee
“Biar
kulihat wajah tak tahu malu itu. Lihat aku.” Kata Ji Wook memaksa. Akhirnya
Bong Hee pun menatap Ji Wook.
“Meskipun
aku tidak pernah menginginkan hal itu terjadi, itu benar terjadi. Katakanlah
itu salahku. Tapi, yang kulakukan adalah keluar untuk membeli bir karena aku
haus. Saat aku kembali, semuanya sudah terjadi. Aku tidak tahu kenapa hal seperti itu harus terjadi. Aku tidak
percaya, dan takut. Tapi kaulah satu-satunya
yang bisa kuandalkan.” Ucap Bong Hee menyakinkan Bong Hee
“Kenapa
kau mengandalkanku? Jangan lakukan.”
Kata Ji Wook menolak tapi Bong Hee tetap akan melakukannya.
“Aku akan
mengandalkanmu. Kau satu-satunya orang di sekitarku yang paham hukum dan punya kuasa.” Ungkap Bong Hee yakin
Ji Wook
pun melihat Bong Hee dengan mata berkaca-kaca dan langsung menyuruh agar
melepaskan bajunya. Bong Hee ketakutan menutupi badanya. Ji Wook menjelaskan
kalau Bong Hee harus bersih-bersih dan Pakaiannya itu harus diserahkan sebagai
bukti.
“Tn. Bang
akan bawakan pakaian ganti untukmu jadi Bersihkan dulu dirimu.” Jelas Ji Wook.
Tuan Bang mengangguk membenarkan.
Bong Hee
mencuci tanganya lebih dulu yang menempel darah Hee Joon yang terbunuh. Ia
mengingat kembali saat pertama kali menemukan Hee Joon yang terbunuh dengan
darah ada ditanganya.
“Saat
itulah akhirnya mengenaiku... Hee Jun sudah mati.” Gumam Bong Hee lalu akhirnya
menangis tersedu-sedu.
“Ya, aku
sangat menyukaimu. Meskipun kau mengkhianatiku, mencampakkanku, dan
menyakitiku. Aku tak pernah benar-benar berharap kau salah. Kumohon,
beristirahatlah dengan tenang. Aku akan berdoa dengan tulus untukmu.” Gumam
Bong Hee mengingat saat melihat Ji Wook yang berselingkuh didepanya.
“ Berdoa
adalah satu hal, tapi kenapa kau harus mati di tempatku? Dari semua tempat di
dunia yang luas ini, kenapa kau harus mati di tempatku? Apa kau begitu bertekad
mengacaukan hidupku? Apa yang sudah kulakukan padamu sampai mengalami ini? Kau brengsek.” Umpat
Bong Hee dalam hati sambil menangis tapi akhirnya meminta maaf pada Hee Joon
yang sudah meninggal masih memakinya.
“Kenapa
kau harus... Kau seharusnya tidak mati. Kenapa kau mati? Aku sungguh berharap
kau tidak mati.” Jerit Bong Hee dalam hati terus menangis.
“Berita
berikutnya. Semua orang dikejutkan dengan pembunuhan seorang peserta pelatihan
dari Lembaga Penelitian dan Pelatihan Yudisial. Fakta bahwa korban adalah putra
jaksa wilayah saat ini telah menyebabkan kegemparan.Tersangka utama, Nn. Eun,
yang telah ditangkap, tidak dapat menerima kenyataan bahwa korban putus dengannya. Dia menguntit
dan mengancamnya setiap hari. Korban...”
Ji Wook
menonton berita memilih untuk mematikanya, saat itu Tuan Bang menerima telp
lalu dikagetkan dari Kantor kejaksaan.
“Pertarungan
tak menyenangkan biasanya benar.” Gumam Ji Wook.
Jaksa
Jang duduk bersama dengan Ji Wook dan dua petinggi lainya. Dua orang petinggi
menyakinkan Jaksa Jang kalau Fakta bahwa
pengacara menyebutnya sebagai jaksa terburuk, jadi berarti tersangka dan
pengacara membencinya.
“Dengan
kata lain, dia selalu mendukung para korban.” Ucap petinggi pada Jaksa Jang
tentang Ji Wook
“Ya,
betul. Kalau menyangkut kasus kriminal, No
Ji Wook adalah jaksa terbaik. Dia sangat baik dalam menyeret pengakuan, dan
memiliki tingkat keyakinan tertinggi.” Kata petinggi lainya.
“Harap
selidiki secara adil dan buktikan bahwa keadilan masih hidup.” Kata Jaksa Jang
pada Ji Wook.
“Ini
adalah situasi terburuk yang mungkin terjadi... Aku bisa bayangkan ini” gumam
Ji Wook
Bong Hee
dibawa dengan masuk ke kantor jaksa, saat itu ada banyak wartawan yang sudah
menunggunya. Bong Hee mengunakan kacamata dan juga masker diwajahnya. Semua
wartawan mengajukan pertanyaan dengan polisi yang menahan agar tak mendekati
Bong Hee.
“Apa itu
direncanakan atau dilakukan secara mendadak? Apa kau mengakuinya? Tolong
singkirkan rambutmu dari wajahmu.” Ucap wartawan dan saat itu tangan wartawan
melepaskan kacamata yang dipakai Bong Hee.
Kacamata
Bong Hee pun terjatuh, lalu maskernya pun ditarik oleh wartawan. Saat itu wajah
Bong Hee pun terlihat, Bong Hee hanya bisa tertunduk dengan banyak lampu dari
kamera yang mengarah padanya. Kacamata Bong Hee pun terinjak dan hancur.
Bong Hee
duduk di ruang interogasi, Ji Wook akhirnya datang mengingatkan kalau sudah
mengatakan sebelumnya bahwa Jangan
muncul di hadapannya sebagai tersangka.
“Aku... Aku
jaksa tanpa ampun.” Tegas Ji Wook dan akan memulai interogasinya.
“Kau saat
ini diselidiki atas pembunuhan Jang Hee Jun. Kau memiliki hak untuk tetap
diam... untuk pertanyaan apa pun yang mungkin merugikanmu.” Ucap Ji Wook dengan
wajah serius sambil mengingat kejadian sebelumnya setelah melihat wajah Bong
Hee.
Flash Back
Dua
atasanya memerintahkan Ji Wook agar membuat Bong Hee mengaku dan menuntutnya dengan
pasal pembunuhan secepatnya. Ia pun diancam kalau sampai gagal menuntutnya dengan hukuman maksimal, maka
akan dipecat.
“Kau
bahkan takkan bisa bekerja sebagai pengacara. Jika kau beruntung, kau bisa bekerja
di pedesaan yang jauh.” Ucap petinggi lain memperingatinya.
“Apa kau
mengakui bahwa situasi saat ini memaksa kita untuk menganggapmu sebagai pelaku?
Ini pernyataan pekerja paruh waktu di toko. Dia ingat seorang pelanggan datang
ke toko malam itu, tapi dia tak ingat wajah orang itu, jadi Dia tidak
mengingatmu.” Jelas Ji Wook memperlihatkan berkasnya.
“Maaf... Aku
tak bisa mendengarmu.” Kata Bong Hee. Ji Wook menghela nafas mendengarnya.
“Malam
itu terjadi pemadaman. CCTV juga rusak. Itu berarti tak ada yang bisa
membuktikan kau ada di luar untuk sementara waktu di tengah malam.” Teriak Ji
Wook sambil bertanya apakah Bong Hee masih tak mendengarnya.
“Tepatnya,
aku tak bisa melihatmu. Mereka tidak mengizinkanku memakai lensa kontak, dan
orang brengsek. Beberapa wartawan memecahkan kacamata beberapa waktu yang lalu.
Jadi aku tidak bisa melihat dengan baik.” Ungkap Bong Hee.
“ Ini
aneh, tapi kalau aku tidak bisa melihat, dan aku juga tidak bisa
mendengar. Aku tak bisa melihat ekspresi
wajahmu. Sulit bagiku untuk memikirkan bagaimana perasaanmu, atau apa yang kau
pikirkan.” Jelas Bong Hee. Ji Wook pun ingin tahu apa yang harus dilakukan
sekarang.
Akhirnya
Ji Wook duduk berdekatan dengan Bong Hee, mengunakan nada lemah lembut
mengatakn kalau Bong Hee itu pasti mengetahui situasinya sekarang.
“Aku juga
tahu, Jang Hee Jun selingkuh darimu. Aku benar-benar mengerti betapa hancurnya
perasaanmu malam itu. Jadi...” kata Ji Wook
“Ini
takkan berhasil. Aku melihatmu menginterogasi orang berkali-kali. Kau mencoba
menenangkan dengan berbicara baik-baik.” Ucap Bong Hee.
Ji Wook
pun mengunakan cara bicara dengan nada tinggi, kalau Selain polisi dan tim medis yang ada di
lokasi, dan mereka tak dapat menemukan DNA orang lain di rumah Bong Hee. Hanya
milik Hee Joon dan Bong Hee.
“Apa kau
masih akan menyangkalnya?” teriak Ji Wook
“Ini juga
tidak akan berhasil.” Kata Bong Hee. Ji Wook pikir memang taka kan berhasil
karena akan tetap dituntut
“Motifnya
jelas, dan kau tidak punya alibi. Dia terbunuh di rumahmu, dan tak ada
tersangka lain. Bukankah itu cukup untuk menuntutmu?” kata Ji Wook
“Tapi aku
benar tidak membunuhnya.” Ungkap Bong Hee. Ji Wook mengatakan kalau itu tak
penting. Bong Hee kaget mendengarnya.
“Entah kau
bersalah atau tidak, kau akan berakhir mendapat hukuman maksimal yang diizinkan
oleh hukum. Itulah satu-satunya cara, aku bisa menyelamatkan karirku.” Gumam Ji
Wook menatap Bong Hee.
Bong Hee
pikir Ji Wook itu percaya padanya, karena ia mempercayai Ji Wook. Ia percaya Ji Wook yang ada disisinya dan
satu-satunya harapan yang dimiliki
sekarang. Ji Wook terdiam mengingat perkataan Biksu.
“Tapi
dari apa yang bisa kulihat, ada satu orang
seperti itu dalam takdirmu. Kau akan mendapat masalah jika kau berurusan
dengannya. Wanita itu benar-benar akan menghancurkan hidupmu.” Kata Biksu.
“Aku jadi
tidak beradab.” Ucap Ji Wook. Bong Hee binggung mendengarnya. Ji Wook kembali
mengulangi perkataanya.
“Karena
kau, aku hampir percaya ucapan biksu palsu itu.” Ucap Ji Wook kembali
mengingatnya.
Ji Wook
kecil bertanya Siapa wanita itu. Lalu Biksu itu menjawab kalau Ji Wook itu tahu
siapa wanita saat bertemu denganya dan mengatakan "Pasti wanita itu."
“Dia
bilang aku akan tahu saat aku bertemu wanita itu. Sekarang aku tahu siapa itu.
Itu... Eun Bong Hee, kau...”ucap Ji Wook dengan saling menatapnya.
Sementara
Tuan Byun melihat berita Bong Hee menjadi terpidana, lalu merasa pernah
melihanya di suatu tempat. Eun Hyuk mengaku pernah melihatnya dalam kehidupan
nyata, menurutnya Bong Hee terlihat mengintimidasi.
“Ya... Dia
itu keren... Aku penasaran apa dia sudah
menyewa pengacara.” Ucap Eun Hyuk.
“Korbannya
adalah anak dari Jaksa Jang. Jadi Siapa yang mau membelanya? Itu cuma membuat
mereka dipandang buruk oleh jaksa.” Komentar Tuan Byun
“Kurasa
mereka akan menyewa pengacara publik.” Komentar Eun Hyuk
“ Mereka
mungkin akan memilih pengacara yang
tidak kompeten di negara ini.” Kata Tuan Byun
Eun Hyuk
menatap ponselnya terlihat tak percaya, Tuan Byun heran menanyakanya. Eun Hyuk
memberitahu kalau itu Ji Wook yang menelepon, dengan menyimpan nama “Ji
Wook-ku” Tuan Byun binggung kenapa Eun Hyuk terlihat bersemangat.
“Ji Wook
meneleponku. Sudah lama dia tak menelepon.” Ungkap Eun Hyuk dan meminta izin
agar mengangkatnya lebih dulu.
Ji Wook
berbicara ditelp meminta bantuanya. Tuan Bang yang mendengarnya merasa tak
percaya kalau Ji Wook itu menelp Eun Hyuk padahal sangat membencinya. Ji Wook
tiba-tiba langsung berteriak geli seperti habis memegang serangga.
“Rasanya
seperti ada serangga yang merayap di tubuhku.” Jerit Ji Wook lalu mengajak Tuan
Bang pergi.
Bong Hee
menemui ibunya dengan kacamata baru, merasa bersyukur karena tidak membuang
kacamata lamanya, lalu bertanya pada ibunya bagaimana bisa menemukannya. Ibunya
pikir kalau Kacamata tidak punya kaki jadi pasti bisa menemukannya.
“Seharusnya
aku memberimu kacamata baru yang bagus.” Kata Ibunya.
“Aku
hanya menggunakannya sebentar. Itu pasti sia-sia.” Kata Bong Hee. Ibunya pun
yakin karena anaknya akan segera keluar
dari penjara.
“Omong-omong,
kacamata ini mengingatkanku pada masa lalu.” Ungkap Bong Hee. Ibunya juga ingat
kalau anaknya yang giat belajar dengan
kacamata itu
“Dan kau
mendukungku sepanjang perjalanan ini. Jangan cemaskan aku.” Kata Bong Hee
“Ini
bukan pertama kalinya. Waktu ayahmu...” kata Ibu Bong Hee dan langsung terdiam.
Ibunya
seperti tak ingin membahasnya dengan menanyaka paakah makana dipenjara rasanya
enak. Bong Hee tahu kalau Memijat itu melelahkan untuk ibunya. Ibunya pun
menutupi tanganya, merasa Semua
orang juga hidup susah seperti dirinya.
Bong Hee mengeluh pada ibunya yang tak membeli koyo malah membagikanya.
“Aku bisa
gunakan di tempat yang berbeda kalau
seperti ini. Omong-omong, bagaimana teman
di selmu? Apa mereka baik? Apa ada yang jahat?” tanya Ibu Bong Hee
khawatir.
“Aku ini
ketua di sel itu, Cuma aku yang kasusnya pembunuhan. Yang lainnya dituduh atas pencurian,
penggelapan, penipuan, dan perjudian. Tapi aku dituduh atas pembunuhan, jadi mereka takut padaku.” Cerita Bong Hee
Ibunya
pikir itu bagus, petugas pun memberitahu kalau Waktu sudah habis. Ibu Bong Hee
mengeluh dengan waktu berlalu begitu cepat. Bong Hee meminta agar besok tidak usah datang, serta Jangan
mencemaskanya dan tetap semangat. Ibu Bong Hee pun memberikan semangat pada
anaknya, keduanya pun berpisah dengan raut wajah kesedihan.
Di
ruangan
Eun Hyuk
gelisah menunggu seseorang yang belum datang. Bong Hee masuk ruangan tak
sengaja membentur kepala Eun Hyuk yang berdiri dibelakang pintu. Eun Hyuk pun
mengaduh kesakitan. Bong Hee langsung meminta maaf, Eun Hee pikir Bong Hee yang
kembali membenturkan kepalanya.
“Aku
sangat pintar, jadi tak apa jika sel otakku mati sedikit.” Komentar Eun Hyuk
bangga , Bong Hee pun mengangguk mengerti. Keduanya pun duduk bersama.
“Aku
ditunjuk sebagai pengacaramu. Jadi, penunjukkan pengacara publik akan
dibatalkan.” Kata Eun Hee, Bong Hee binggung kenapa itu bisa terjadi padanya.
“Kacamatamu...
Aku tidak bilang itu lucu. Tapi sepertinya itu menetralisir wajahmu yang mengintimidasi. Itu Bagus dan Taktik
yang hebat.” Komentar Eun Hyuk menahan tawanya. Bong Hee mengucapkan
terimakasih atas pujianya.
“Aku yang
harus terima kasih.” Kata Eun Hyuk. Bong Hee binggung kenapa Eun Hyuk yang
mengucapkan terimakasih.
“Berkat
kau, Ji Wook meneleponku. Jadi Ada hubungan apa antara kau dan Ji Wook?” tanya
Eun Hyuk
“Dia
mentor-ku, dan sekarang dia adalah jaksa yang bertugas di kasus ini.” Jelas
Bong Hee
Eun Hyuk
pikir bukan masalah itu tapi apakah ada hal
lain dalam hubungannya dengan Ji Wook. Bong Hee balik bertanya apakah Eun Hyuk
itu tidak punya pertanyaan untuknya. Eun Hyuk mengaku ada.
“Apa kau
membunuh Jang Hee Joon?”kata Eun Hyuk, Bong Hee mengaku tidak melakuanya.
“Aku tahu
semuanya sekarang” kata Eun Hyuk seperti bisa melihat tatapan Bong Hee.
Ji Wook
dan Tuan Bang melihat CCTV rusak. Tuan Bang menjelaskan kalau Tempat yang
mereka datangi sedang dibangun, jadi ada
banyak rumah kosong dan juga ada pemadaman malam itu. Mereka pun berjalan
bersama.
“Maaf, tapi
sepertinya ini tempat yang bagus untuk melakukan pembunuhan.” Kata Tuan Bang.
Ji Wook merasa tak tahu lalu melihat gedung apartement.
“Tapi
tempat ini memang cocok untuk Eun Bong Hee.” Komentar Ji Wook lalu bertanya
tentang pencarian senjata.
“Mereka
mencari di seluruh tempat, tapi belum menemukan apa-apa.” Jelas Tuan Bang
“Bagaimana
dengan yurisdiksi lain?” tanya Ji Wook. Tuan Bang menjelaskan kalau sudah hubungi setiap
kantor polisi di Seoul dan Prov.
Gyeonggi.
“Aku
minta mereka untuk melapor jika menemukan
senjata yang panjangnya 13cm dan lebar 3.5cm.” kata Tuan Bang, Ji Wook memuji
Tuan Bang yang sudah berkerja dengan baik
“Tapi
kenapa kau berusaha keras?” tanya Tuan Bang sediki heran. Ji Wook pikir hanya
terbuka untuk kemungkinan.
“Seperti
kata Eun Bong Hee, pelakunya mungkin
orang lain. Tentu saja, itu belum pasti.” Kata Ji Wook. Tuan Bang pikir Akan lebih bagus, jika itu benar.
Keduanya
pun masuk ke tempat tinggal Bong Hee. Ji Wook berdiri di balkon sambil
mengingat Bong Hee berkata kejadianya sekitar pukul 12:30 dinihari lalu melihat
ke luar jendela karena merasa panas.
“Aku
tidak lihat apa-apa karena tidak pakai kacamata. Aku hanya merasakan angin
sepoi-sepoi, dan memang seperti itu”
ucap Bong Hee. Ji Wook membayangkan saat Bong Hee berdiri didepan kamarnya.
“Jika dia
menyaksikan sesuatu, tapi tidak tahu apa yang dia lihat. Itu sebabnya saksi...”
kata Ji Wook lalu berusaha menyakinkan kalau tak mungkin dengan yang dipikirkanya
lalu masuk ke dalam ruangan.
“Tn.
Bang, kau memeriksa semua kejadian yang terjadi di sekitar lingkungan ini pada
malam itu, kan?” ucap Ji Wook. Tuan Bang membenarkan.
“Aku
menyelidiki pelaku kejahatan seksual dan
mantan napi di sekitar. Tapi aku tidak dapat apa-apa.” Jelas Tuan Bang
Ji Wook
meminta agar Tuan Bang memeriksa
keberadaan warga sekali lagi untuk berjaga-jaga. Tuan Bang mengangguk
mengerti. Ji Wook akhirnya berjongkok didepan tempat garis mayat Hee Joon terbunuh
sambil membayangkan kejadian yang terjadi, saat Hee Joon yang kaget lalu
terjatuh karena ditusuk dari depan pintu.
“Siapa pun
pembunuhnya,dia pasti masuk ke rumah dan
menikam korbannya.” Ungkap Ji Wook
Akhirnya
Ji Wook pergi mencari-cari sesuatu lalu menemuka foto Bong Hee saat masuk kecil
dan merasa pernah melihatnya dari suatu tempat karena memiliki wajah yang khas.
“Tapi ini
terasa agak tidak nyaman Memeriksa rumah seseorang yang kita kenal sebagai TKP, membuatku merasa
seperti 'membongkarnya'.” Komentar Tuan Bang melihat buku agenda milik Bong Hee
dan melihat nama No Ji Wook.
Ia mulai
membaca “Hari ini, No Ji Wook menyebalkan seperti biasanya.” Dan buru-buru
menutupnya. Ji Wook bisa melihatnya dan meminta agar memberikanya. Tuan Bang
mengelengkan kepala sambil menyembunyikanya tapi Ji Wook tetap ingin melihat
dan mulai membacanya.
“Saat kau
baca ini, itu membuatmu berpikir, dia mungkin mau membunuhmu, kan Tn. Jang.” Ucap
Tuan Bang mencoba tertawa menahan amarah Ji Wook.
Ji Wook
seperti tak peduli memilih untuk menaruhnya dan mencari ke tempat lain. Tuan
Bang pun menerima telp, Ji Wook melihat sesuatu di bawah kulkas. Tuan Bang lalu
memberitahu Senjata pembunuhan telah
ditemukan yaitu di tempat yang berjarak
7km dari sini.
“Seorang
pejalan kaki yang sedang lewat menemukannya
dan melaporkannya.” Ucap Tuan Bang dengan seorang pria menemukan saat berjalan
membawa anjingnya.
“Panjangnya
13cm dan lebar 3.5cm. Senjata itu sesuai dengan ukuran luka tusuk pada Jang Hee
Jun.” Kata Tuan Bang, Ji Wook melihat pisau yang ada dibawah kulksa lalu bisa
mengetahui kalau pisau itu pasti sama dengan yang ditemukanya. Tuan Bang kaget
melihat pisau yang sama.
Bersambung
ke Episode 4
Tidak ada komentar:
Posting Komentar