Ji Wook
berlari ditaman, Eun Hyuk sedang berdiri melihat Ji Wook yang berlari didepanya
dan langsung mengikutinya sambil berbicara tidak tahu akan lari juga hari ini.
Ji Wook tak mengubrisnya, Eun Hyuk pikir Ji Wook harusnya memberitahu kalau
memang ingin lari jadi bisa bersama.
“Sudah
lama kita tidak lari bersama. Ini bagus, 'kan? Tapi sebenarnya aku sudah lari cukup
lama hari ini. Jadi Tolong lebih lambat” ucap Eun Hyuk mulai terengah-engah. Ji
Wook malah makin mempercepat larinya.
“Hei,
pergi saja sana. Enyahlah” ucap Ji Wook dengan sinis. Eun Hyuk akhirnya
menghentikan langkahnya dan menatap Ji Wook yang berlari didepanya. Teringat
kembali saat masih kecil menemani Ji Wook yang menangis dirumah duka.
“Hari
itu... sudah mendekat lagi.” Gumam Eun Hyuk lalu akhirnya memutuksan untuk ikut
berlari bersama.
“Hei,
biarkan aku bergabung denganmu.” Kata Eun Hyuk berusaha untuk bersikap baik. Ji
Wook tetap menyuruh untuk enyah. Eun Hyuk mengatakan tak mau. Ji Wook kembali
menyuruhnya pergi.
“Tidak,
aku tidak mau. Aku akan selamanya lari bersamamu.” Ucap Eun Hyuk. Ji Wook tetap
menyuruh agar Enyah saja.
“Biarkan
aku bersamamu.” Kata Eun Hyuk makin merangkul Ji Wook untuk lari bersama. Ji
Wook makin kesal menyuruh Eun Hyuk menjauh darinya.
Sementara
Bong Hee dikamarnya menuliskan tangga di buku diarynya “Hari
mengunjungi...Ayah” lalu keluar daari kamar melihat Ji Wook dan Eun Hyuk datang
bersama. Ji Wook mengeluh Eun Hyuk yang terus mengikutinya sementara Eun Hyuk
mengatakan ingin makan masakan Ji Wook karena tahu rasanya enak. Bong Hee
tersenyum-senyum melihat keduanya.
“ Hei.. Tatapan
apa itu? Kenapa kau senyum pagi-pagi begini?” keluh Ji Wook kesal
“Dua pria
pulang berkeringat setelah mereka bekerja. Inilah impian para wanita. Ini
bagus.” Kata Bong Hee, Eun Hyuk tersenyum bahagia mendengarnya.
“Kenapa
bagus? Kau hanya butuh satu pria. Mengerti?” kata Ji Wook kesal tak ingin Bong
Hee berpaling pada Eun Hyuk.
“2 lebih
baik daripada 1.” Kata Bong Hee dengan nada mengoda, Ji Wook makin menyuruh Eun
Hyuk keluar saja. Bong Hee menahanya mangajak mereka makan bersama saja. Ji
Wook makin melotot marah.
“Hei, ini
rumahku, dan itu makananku.” Kata Ji Wook kesal, tapi Bong Hee makin tersenyum.
Ji Wook
akhirnya mendekat, meminta agar
membantunya dan Berhentilah senyum pada
Eun Hyuk. Bong Hee binggung apa yang bisa dibantu. Ji Wook menarik Bong Hee
agar bisa melihatnya memasak dan menyuruhnya duduk didepan counter. Bong Hee
pun setuju lalu memberikan jempol pada Eun Hyuk, Eun Hyuk juga memberikan
jempol seperti berhasil membuat Ji Wook cemburu dan mengodanya kalau akan
melihat Ji Wook juga.
Ji Wook
membahas tentan meminta Tuan Bang menyelidiki
masa lalu Jung Hyun Soo, menurutnya lebih baik alangkah baiknya menunda. Tuan
Bang pikir kenapa harus menundanya, Ji Wook memberitahu kalau Jung Hyun Soo
mengetahuinya mengingat perkataan Hyun Soo.
Flash Back
Hyun Soo
dengan tatapan heran kenapa Ji Wook terus
mengawasi dan ragu kepadanya dan ingin tahu apa kesalahanya, mengaku kalau menyukai mereka sebagai pengacara tapi malah
mencurigainya dan mencari tahu sesuatu.
“Aku tidak
tahu kalau dia akan tahu. Maafkan aku.” Kata Tuan Bang merasa bersalah. Ji Wook
pikir memang , suatu saat Hyun Soo akan mengetahuinya.
“Hanya
saja... Aku punya firasat buruk soal ini. Mari berhenti menggali masa lalunya
secara resmi.” Ucap Ji Wook. Tuan Bang terdiam. Ji Wook bertanya apakah Tuan
Bang mendengarnya. Tuan Bang mengangguk.
Tuan Bang melihat foto yang ditemukan di kamar Chan Soo, lalu berpikir keras. Sementara Hyun Soo duduk di dalam cafe, melihat beberapa foto dan beberapa foto sudah diberikan tanda silang dengan pisau seperti sudah membunuhnya. Dan foto Chan Soo ingin diberikan tanda silang tapi seperti ragu.
Ji Wook
berjalan ke krematorium dengan Nyonya Hong dan juga Tuan Byun, tanpa disadari
Bong Hee juga berjalan di lorong yang berbeda masuk ke tempat ayahnya bersama
sang ibu.
Di
ruangan lain, Nyonya Hong mengumpat kesal pada si Brengsek itu kalau saja tak
melakuanya sambil menangis. Ji Wook memeluk Nyonya Hong menenangkanya, terlihat
nama mendiang “Noh Young Suk” Tuan Byun pun juga sedih melihatnya.
“Kau bisa
lihat anakmu tumbuh dewasa sepuasnya.” Ucap Nyonya Hong sedih dengan temanya.
Nyonya
Park menatap foto suaminya lalu memanggilnya “Ayah Bong Hee.” Foto dan nama
ayah Bong Hee terlihat “Eun Man Soo” . Lalu Nyonya Park meminta suaminya agar Jangan
khawatir soal mereka karena keadaan baik-baik saja.
“Benar,
Ayah. Kami baik-baik saja.” Kata Bong Hee bangga.
“Putrimu
jadi pengacara yang keren. Seorang pengacara yang mewakili... terdakwa yang
salah dituduh..” Ucap Nyonya Park melihat ada “ID Lisensi Pengacara, Eun Bong
Hee”
“Aku
bukan pengacara yang bagus sekarang, tapi aku berencana jadi bagus.” Ungkap
Bong Hee berjanji pada mendiang ayahnya.
Bong Hee
berjalan lebih dulu menuruni tangga, Tuan Byun melihat dari kejauhan seperti
tak percaya kalau Bong Hee juga datang ditempat yang sama. Ji Wook dan Nyonya
Hong bertanya ada apa. Tuan Byun menutupinya kalau bukan apa-apa.
“Aku
pasti lihat hal-hal aneh lagi.” Kata Tuan Byun
“Aigoo,
aku bahkan tidak bisa memercayaimu di sini.” Keluh Nyonya Hong. Tuan Byun
merasa tak melakukan apapun lalu berjalan pergi karena merasa binggung.
“Terima
kasih kepadamu, aku jadi tidak pernah bosan.” Komentar Ji Wook hanya tertawa
melihat keduanya saling mengejek.
Seorang
pria duduk di cafe menuliskan pesan “Aku akan menunggumu. Berhati-hatilah saat
datang.” Saat itu seorang pelayan memberikan minuman. Seorang pria lain datang,
Si pria langsung menahanya memperingatkan agar Jangan lakukan itu. Si pria
binggung tiba-tiba orang yang tak dikenal menghalanginya.
“Jangan
lakukan apa yang kau rencanakan.” Ucap si pria yang mengelanginya. Si pria
menyuruh minggir Keduanya pun mulai berkelahi.
“Pasal
260 Hukum Pidana, penyerangan tingkat satu.” Si pria yang memukul pria yang
baru dikenalnya.
“Pasal 266
Hukum Pidana, cedera pribadi karena kelalaian.” Si pria yang jatuh saat
didorong.
“Pasal
366 Hukum Pidana.., kerusakan properti.” Si pria yang memukul mengunakan kursi
kayu. Seorang pelayan melihat mereka berkelahi hanya bisa melotot ketakutan.
Ji Wook
sudah duduk dengan si pria mengatakan Terakhirnya, karena berkelahi di kafe dan
Pasal 314 Hukum Pidana, obstruksi bisnis diterapkan. Si pria mengaku kalau itu terjadi
begitu saja. Ji Wook mengatakan si pria yang sekarang dalam masa percobaan
dengan tuduhan yang sama.
“Ya.
Pendeknya, begitu yang terjadi.” Ucap Si pria seperti terlihat merasa tak
bersalah
“Jika serangan
itu adalah timbal balik, Kau tidak akan dikenakan biaya... Selama kau bisa puas
dengan pihak lainnya tapi kau tidak bisa.” Kata Ji Wook. Si pria mengangguk
mengerti.
“Kau yang
memulai pertengkaran, kan?” ucap Ji Wook. Si Pria mengangguk.
“Kenapa
seperti itu? Kenapa? Kenapa? Kenapa kau membiarkannya terjadi seperti ini? Biarkan
aku bertanya kenapa ini terjadi.” Ucap Ji Wook dengan nada tinggi layaknya
seorang Jaksa yang menginterogasi.
Eun Hyuk
dan Tuan Bang melihat dari luar pintu. Bong Hee menyadarkan Ji Wook kalau
sekarang pengacara bukan jaksa.
“Aku tidak
bisa bekerja seperti ini. Ini tidak nyaman.” Ucap Ji Wook kesal tapi akhirnya
mencoba untuk tetap tenang.
“Baiklah.
Maksudku adalah.. aku harus tahu alasannya agar bisa menangani kasus ini.., menawar
untuk mengajukan permohonan, dan mohon ampun saat ada di sidang. Kau tahu itu,
kan? Aku memintamu untuk memberitahu kami... alasanmu melakukan ini.” Jelas Ji
Wook
“Aku bisa
melihat yang ada di depanku.” Ungkap si pria membuat semua heran
“Ya, kami
semua juga bisa melihat yang ada di depan kami.” Kata Ji Wook tak percaya
“Aku bisa
melihat apa yang akan terjadi di masa depan. Ini pizza.” Ucap Si Pria
Keduanya
binggung, saat itu juga Tuan Byun datang membawakan beberapa kotak Pizza di
atas meja. Semua makin melonggo melihat yang dikatakan klien mereka seperti
seorang peramal.
Semua
makan pizza, Tuan Bang menrangkum yang dikatakan klien mereka terkadang bisa meramalkan apa yang akan
terjadi di masa depan dan Itulah yang terjadi hari itu. Si pria yang masuk ke dalam cafe dan Si pria
bisa melihat kalau setelah itu si pria yang mengeluarkan pisau dan ingin menusuk
pelayan.
“Pria
yang masuk mau menusuk pekerja paruh waktu.” Ucap Tuan Bang
“Kita pasti
sudah mendapat klien gila karena pengacaranya juga gila.” Komentar Tuan Byun
“ Dia
menyebutkan bahwa pria itu mau menusuk pekerja paruh waktu. Tapi itu hanya
opini dari klien. Kami mengecek CCTV di kafe dan menanyai saksi mata yang ada
di sana. Tak ada bukti yang menyatakan pria itu membawa senjata.” Jelas Ji Wook
“Dia
benar. Dia tak punya apapun di tangannya. Tapi So Jung Ha tiba-tiba menghalangi
jalannya.., dan itulah saat perkelahian dimulai.” Pikir Bong Hee.
“Mungkin
dia bohong atau punya sakit mental Atau Mungkin dia delusional. Dia bisa jadi
orang yang berpikir kalau dia alien atau punya kekuatan supranatural.” Komentar
Eun Hyuk
“Dia meramal
ada pizza yang akan datang.” Kata Tuan Bang. Ji Wook pikir Tuan So mungkin
sudah menciumnya dulu.
“Aku
tidak mau ambil kasus ini.” Tegas Ji Wook. Tuan Bang menegaskan Ji Wook tidak
bisa melakukanya karena mereka harus
membantu setiap klien yang datang. Tuan Byun setuju kalau Ji Wook juga harus
melakukanya.
“Aku
membayar gaji bulanan kalian dan biaya perawatan untuk kantor ini. Apa Kalian
tahu berapa banyak uang yang kuhabiskan untuk itu? Terutama... kalian berdua.”
Sindir Tuan Byun pada Ji Wook dan Bong Hee.
“Rapat
kita selesai.” Ucap Ji Wook segera keluar bersama Bong Hee untuk menghindar.
Tuan Bang
pergi ke kantor polisi melihat rekaman CCTV kalau itu bukti sama yang dimiliki
jaksa. Polisi membenarkan karena ia yang
mengirim rekaman CCTVnya. Tuan Bang melihat kalau Tidak ada pisau. Lalu polisi
mengatakan kalau itu ada. Tuan Bang binggung.
“Kau
bilang Pisau? Dimana? Tapi Tak ada pisau.” Ucap Tuan Bang melihat rekaman CCTV.
“Itu ada
di dalam jaket. Kami mencarinya setelah dia tertangkap. Saat itulah kami
menemukannya.” Jelas Polisi
Tuan Bang
hanya bisa melonggo karena sebelumnya Tuan So mengatakan “Aku yakin dia punya
pisau. Jika aku tidak menghentikannya, maka dia pasti sudah mengambil pisaunya.”
Tuan Bang
memberitahu Ji Wook dan Bong Hee memberitahu kalau Pihak lawan memang punya pisau. Ji Wook
binggung Tuan So itu bisa tahu, Bong Hee terlihat benar-benar ketakutan. Tuan
Bang yakin Tuan So sungguh bisa meramal masa depan dan mungkin dukun atau
semacamnya.
“Apa Kau
tahu orang yang kerasukan roh dan sebagainya? Mungkin dia beruntung dan
melihatnya.” Ucap Tuan Bang. Tapi Ji Wook tetap tak yakin.
“Aku sudah
menganalisis rekaman CCTV. Pihak lawan tidak pernah mengeluarkan pisau.” Ucap
Tuan Bang
“Hei,
Kepala Bang.. Apa Kau percaya shamanisme (percaya dukun, dsb)?” ucap Ji Wook
kesa.
“Dasar....
Kau bahkan percaya kepada seorang biksu. "Wanita yang menghancurkan
hidupku adalah Eun..."” kata Tuan Bang dan langsung ditutup mulutnya oleh
Ji Wook.
Bong Hee
mendengarnya ingin tahu apa maksudnya,
Ji Wook mengaku bukan apa-apa. Tapi Bong Hee bisa melihat kalau itu ada
sesuatu. Saat itu Eun Hyuk masuk mengajak Tuan So sebagai klien mereka baru
saja datang.
“Berhati-hatilah
dengan cangkirnya.” Kata Tuan So. Tuan Byun membawa cangkir dan menjatuhkan
cangkirnya lalu pecah berantakan.
“Aku satu
langkah terlalu lambat. Ada kemungkinan kalau... dua orang akan segera
meninggal.” Kata Tuan So seperti terlihat seperti kerasukan. Semu hanya terdiam
dan melonggo tak percaya.
[Episode 21
- Di Dunia Ini yang Terbatas]
Bong Hee
binggung dimana semua orang karena kantor kosong. Eun Hyuk memberitahu Ketua
Byun berpikir kalau dia yang akan segera meninggal jadi pergi untuk checkup.
Sementara Kepala Bang ikut pergi supaya dapat pesona keberuntungan. Bong Hee
menunjuk ke arah ruangan Ji Wook.
“Kau
mungkin paling penasaran dengan Ji Wook.., tapi takkan kuberi tahu” kata Eun
Hyuk. Bong Hee hanya bisa mendengus kesal.
Ji Wook
sedang duduk di bawah pohon membaca buku sendirian, Bong Hee melihat dari
kejauhan Ji Wook yang duduk sendirian. Ji Wook seperti sudah dari kecil sampai
dewasa selalu datang dan duduk sendirian dibawah pohon.
Flash Back
Eun Hyuk
menceritakan kalau Sehari setelah ayahnya meninggal adalah hari Ji Wook dan
orang tuanya untuk berpiknik keluarga. Jadi tiap tahun, Ji Wook pergi piknik sendirian
Dan setiap kali Ji Wook melakukannya, Ketua Byun, Yoo Jung dan dirinya, tak
pernah sekalipun mengganggu Ji Wook.
“Aku... juga
punya pengalaman yang sama. Jadi tahu bagaimana perasaannya. Sejujurnya,
rasanya sangat kesepian. Dan Sejujurnya.., rasanya tidak enak sendirian. Dia
mungkin sebenarnya ingin seseorang mengganggunya.” Ungkap Bong Hee.
Bong Hee
akhirnya mendekati Ji Wook dibawah pohon. Ji Wook kaget melihat Bong Hee yang
tiba-tiba datang. Bong Hee mengaku kebetulan lewat dan mungkin harus
mengganggunya. Ji Wook tersenyum lalu menyuruh duduk untuk menganggunya. Bong
Hee pun duduk disamping Ji Wook.
“Ini
adalah dokumen mengenai evaluasi psikiater. Baca dengan hati-hati dan lihat
apakah So Jung Ha cocok di suatu kategori.” Kata Ji Wook memberikan berkas yang
tebal. Bong Hee melonggo tapi akhirnya menyetujuinya.
“Kau
tampak tidak puas beberapa hari terakhir. Apa Kau ke sini mau bermalas-malasan atau
semacamnya?” ejek Ji Wook. Bong Hee mengelak dengan membacanya dan akan
berkerja keras.
Bong Hee
melihat seorang ayah yang mengajakan sepeda ditaman, lalu bercerita pada Ji
Wook Aku tidak punya banyak kenangan dengan mendiang ayahnya tapi salah satu
kenangan itu adalah sepeda. Ia ingat ayahnya yang akan membelikan sepeda dan
akan mengajari cara menaiki sepedanya, tapi ayahnya meninggal.
“Mungkin
karena itulah... aku merasa bahagia melihat anak seusianya.” Kata Bong Hee. Ji
Wook tiba-tiba berdiri mengajak pergi.
“Aku akan
mengajarimu.” Kata Ji Wook. Bong Hee menolak. Ji Wook pikir Bong Hee tak perlu
khawatir dan Tidak sesulit itu. Bong Hee ingin menjelaskan tapi Ji Wook sudah
menariknya.
Ji Wook
pun memberikan pertunjuk kalau Bong Hee hanya harus pergi perlahan dan akan memegang
sepedanya dari belakang. Bong HEe mencobanya walaupun terlihat sangat gugup tak
bisa mengimbanginya
Bong Hee
menghentikan sepeda melihat sosok seperti dikenalinya dari kejauhan. Ji Wook
binggung berpikir Bong Hee sudah menyerah karen sulit. Bong Hee melihat
mengingat si pria yang sebelumnya bertemu di kereta dan memegang bagian
bokongnya, lalu menuduh Ji Wook dan meminta agar melaporkan pada kantor
keamanan subway.
“Hei!.. Kau
pria yang menyentuh bokongku, kan?” teriak Bong Hee. Si pria kabur setelah
mengambil foto wanita dengan kameranya. Bong Hee pun mengejarnya dengan
mengayuh sepeda.
“Kurasa
dia sudah tahu cara naik sepeda.” Komentar Ji Wook melonggo melihat Bong Hee
yang mengejar si pria.
Bong Hee
bisa mencegat si pria dan berusaha mengambil SD Card sebelum di masukan ke
dalam mulut. Si pria meminta agar dikembalikan karena itu miliknya. Bong Hee
mengumpat si pria yang menyedihkan karena
belum bisa melepaskan kebiasaan lamanya.
“Aku juga
tidak suka hidup seperti ini.” Ungkap si pria
“Benar.
Kau seharusnya sudah tinggal di balik jeruji besi lebih lama.” Tegas Bong Hee
marah
“Aku
tahu.. Kau mengalami masalah yang parah. Aku melihat semuanya di berita.”
Ungkap Si pria. Bong Hee tak ingin membahasnya.
“Beberapa
insiden pembunuhan telah terjadi di gedung apartemen itu. Di atap, kau tahu itu
Karena itulah aku langsung pindah. Aku takut.” Kata Si pria.
Si pria
akhirnya dibawa oleh polisi, Bong Hee seperti puas dan mendekati Ji Wook. Ji
Wook langsung mengejek kalau Bong Hee
sebenarnya menaiki sepeda lebih baik daripada dirinya. Bong Hee mengaku
kalau belajar sendiri setelah ayahnya meninggal pada saat SD.
“Tapi aku
sudah lupa dan jadi ingat sekarang, terima kasih karena jadi guru yang baik.”
Ucap Bong Hee berusaha memuji. Ji Wook yang kecewa merasa tak peduli dan masuk
ke dalam mobil.
Bong Hee
akan masuk mobil mengingat kembali perkataan si pria “Beberapa insiden
pembunuhan telah terjadi di gedung apartemen itu. Di atap, kau tahu itu Karena
itulah aku langsung pindah. Aku takut.”
Bong Hee
naik mobil memikirkan tentang atap, lalu
mengingat sebelumnya di kantor Jaksa Si pria mengaku menyaksikan pembunuhan dan
berbahaya Dengan teropongnya, si Pria menceritakan Malam itu, sedang
melihat-lihat bintang di langit yang biasanya dilakukan.
“Pada hari
saat Hee Jun dibunuh, aku...” ucap Bong Hee.
“Emm... Inilah
yang kau bilang kepadaku. Apa itu jam 00:30?” kata Bong Hee.
Ji Wook
mengingat saat datang ke rumah Bong Hee dan bisa membayankanya. “Aku melihat
lewat jendela karena panas dan tidak melihat apapun karena tidak pakai
kacamata. Aku hanya merasakan angin dingin, dan saat itulah...”
“Bagaimana
jika dia melihat sesuatu tapi dia tidak tahu kalau yang dia lihat...” ucap Ji
Wook memikirkan kemungkinanya.
Bong Hee
mencoba menyakinkan kalau bukan seperti itu, Ji Wook mengajak Bong Hee agar memeriksanya
karena satu-satunya cara agar bisa tahu. Bong Hee pun setuju. Ji Wook pun
mengambil jalur kerumah Bong Hee sebelumnya.
Ji Wook
melihat Lingkungan ini tidak berubah sama sekali. Bong Hee pikir Pembangunan
ulang dicanangkan sejak saat itu. Ji Wook pun bertanya-tanya Apa masih ada
orang yang tinggal di lingkungan itu. Bong Hee juga tak yakin tapi menurutnya
kebanyakan dari mereka terpaksa keluar saat itu.
“Kita
harus memeriksa sebelah sana dulu, kan?” ucap
Ji Wook berjalan bersama, tapi saat itu melihat Yoo Jung dan Ji Hae
datang dari arah berlawanan.
“Kalian
berdua selalu bersama, kan?” ejek Ji Hae. Bong Hee langsung marah mendekati Ji
Hae agar memikirkanya.
Ji Hae
seperti ketakutan melihat Bong Hee mendekat dan membuatnya terdesak di
dinding. Bong Hee seperti ingin memukul,
tapi tanganya hanya merapihkan rambut Ji Hae yang menutupi wajahnya.
“Apa kau
takut? Kau terlihat takut” ejek Bong Hee. Ji Hae menyangkal. Bong Hee tahu Ji
Hae itu bohong. Ji Hae tak mengaku.
“Mereka
berdua kenapa ?” keluh Yoo Jung melihat keduanya.
“Berterima
kasihlah kepadanya, tak ada hariku yang sendirian ini jadi membosankan. Ini asyik.”
Komentar Ji Wook
“Aku
merasa kau sedang mencoba kembali kepadaku.” Komentar Yoo Jung. Ji Wook pikir
terserah pikiran Yoo Jung semaunya.
“Kalian
berdua ke sini mau menginvestigasi ulang kasusnya? Oke, bekerja keraslah.” Kata
Ji Wook lalu mengajak Bong Hee untuk segera pergi. Bong Hee pun mengikutinya.
Ji Hae pun mengajak Yoo Jung pergi.
Keduanya
naik ke atap gedung, Ji Wook melihat ada bau yang menyengat dan melihat ada
bagian air mengucur seperti bercampur darah dan bolong, akhirnya meminta Bong
Hee tak mendekat untuk memeriksanya. Beberapa saat kemudian, atap gedung sudah
diberikan garis polisi lalu dua jenazah dibawa ke dalam ambulance.
“Seandainya
aku menyaksikan sesuatu tanpa menyadari apa yang kulihat.., dan karena itulah
Hee Jun mati..., Lalu aku harus melewati segalanya itu.., kurasa Hee Jun dan
aku menderita dengan sangat tidak adil.” Ungkap Bong Hee dengan tatapan sedih.
Ji Wook mengenggam tangan Bong Hee menyakinkan kalau semua akan baik-baik saja.
Saat itu
Hyun Soo mengemudikan sepeda melihat dari kejauhan merasa kalau sudah mengurus
ini dengan baik. Bong Hee masuk rumah dengan wajah gugup meminta izin untuk
masuk lebih dulu. Ji Wook pun tak membiarkan walaupun terlihat merasa khawatir.
“Boleh
aku masuk sebentar?” ucap Ji Wook melonggo didepan pintu. Bong Hee sedikit
gugup menganguk. Ji Wook mengucapkan terimakasih karena sudah memperbolehkan
masuk.
“Aku
gagal menjalankan tugas sebagai jaksa. Maksudku... Aku seharusnya menemukan ini
saat itu. Yang sudah kulakukan...” ucap Ji Wook
“Kau
sangat tidak membantu. Kau selalu minta maaf karena tidak bisa menjaga perasaan
pribadi dari pekerjaan. Kau selalu merayuku mengunakan bagaimana dulu kau jadi
mentorku.” Ungkap Bong Hee.
“Itu
tidak benar. Aku sungguh menjaga perasaan pribadiku sekarang. Aku Minta maaf
murni soal pekerjaan.” Kata Ji Wook
“Kita
sudah terlanjur membiarkan perasaan pribadi menghalangi. Jadi.. aku mengubah
rencanaku untuk mengulur waktu dan memberimu jawaban. Jawaban dari pengakuan
cintamu. Ini Akan kuberikan sekarang.” Akui Bong Hee.
Ji Wook
tersenyum mendengarnya dan langsung memeluk Bong Hee mengucapkan Terima kasih.
Ji Wook pikir belum memberikan jawabannya. Ji Wook merengek meminta Bong Hee
mengatakanya. Bong Hee menolaknya.
“Aku
ingin memilih hari untuk pergi ke suatu tempat dan kita dapat melakukannya
dengan lebih bagus.” Kata Bong Hee. Ji Wook penuh semangat mengajak untuk pergi
sore hari.
“Tidak
hari ini. Bagaimana jika besok?” ucap Bong Hee. Ji Wook tak percaya kalau akan
pergi besok, senyuman terlihat bahagia dan ingin berjalan keluar kamar.
“Omong-omong,
kau profesional dalam hal ini.” Komentar Ji Wook. Bong Hee mengaku kalau
memakai trik negosiasi yang dipakai oleh Ji Wook.
“Dan Benar,
kita pasti akan gagal menjaga pribadi kita... Bong Hee.... Kau hebat.” Ungkap Ji
Wook memujinya dan langsung memberikan jempol. Bong Hee pun membalasnya. Saat itu Tuan Byun melihat Ji Wook yang keluar kamar sambil tersenyum sendiri dan terlihat curiga.
Bersambung
ke Episode 22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar