PS : All images credit and content copyright : TVN
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Tuan Kim
memacu kudanya dengan anak buah Moo Yeon, tapi tiba-tiba segerombolan pria
berbaju hitam menghadang mereka dan Tuan Kim terkena panah. Dengan keahliannya,
Tuan Kim melawan dengan busur panah yang ditarik dari lenganya, tapi tubuhnya
malah terkena panah walaupun sudah dibantu anak buah Moo Yeon memberikan
pedang.
“Mau
kemana kau?” tanya Hong Shim menahannya. Won Deuk mengaku ingin minum air
karena haus.
“Apa kau
mencoba menghindariku sekarang? Aku mendengarmu berdiri dan hanya diam ketika
dia menembakkan panah padamu. Kenapa kau melakukannya? Kenapa kau diam saja
ketika dia membidikmu? Kau seharusnya melakukan sesuatu. Kau bukan orang
semacam itu..” Ucap Hong Shim menangis.
“Karena itu
hal yang sewajarnya dilakukan Won Deuk.” Kata Won Deuk.
“Apa kau
bilang Kau akan hidup sebagai Won Deuk, ketika kau bukan Won Deuk? Kau bilang
akan mendapatkan kembali ingatanmu. Jadi kau mengunjungi Hanyang, tapi kenapa
kau seperti ini?” ucap Hong Shim heran
“Aku tidak
ingin mendapatkan kembali ingatan apa pun.” Kata Won Deuk.
Hong Shim
binggung kenapa Won Deuk tak mau, Won Deuk mengaku itu karena ingin tetap
berada di sisi istrinya. Hong Shim memberitahu kalau Kakaknya seharusnya datang hari ini jadi akan
pergi dan akan meninggalkan Won Deuk bersama ayahnya.
“”Begitu
aku bertemu kakakku, maka Aku harus hidup bersembunyi di suatu tempat selama
sisa hidupku. Jika kau masih baik-baik saja dengan wanita sepertiku, Maukah kau
pergi denganku?” ucap Hong Shim sambil menangis. Won Deuk memeluk Hong Shim
yang menangis.
“Apa
artinya ini? Kenapa tak menjawab? Harusnya aku tak memberitahumu.”ucap Hong
Shim binggung tiba-tiba Won Deuk memeluknya.
“Aku
sudah menjawab. Aku ingin, tetap di sisimu.” kata Won Deuk. Hong Shin pun
memenggam tangan Won Deuk untuk ikut pergi bersamanya.
“Apa Tak
mau? Kau bilang, aku satu-satunya wanita yang dapat menyentuhmu tanpa izin.”
Kata Hong Shim melihat Won Deuk hanya diam saja.
“Bukannya
aku tak mau. Tapi... bisakah kau memberiku waktu untuk berkemas? Aku ingin
mengambil pakaian sutra dan lemari dari mutiara bersama kita. Aku membayar 30
Yang untuk itu. Bahkan Aku hampir ditusuk dengansabit olehmu karena itu. Dengan
begitu,... Aku tak bisa meninggalkan itu.” Ucap Won Deuk polos
“Tentu saja,
kami takkan pergi sekarang. Kakak ku belum datang juga.” Kata Hong Shim, Won
Deuk bingung kenapa mengatakan itu.
“Ayahku,
Gu Dol dan Kkeut Nyeo pasti mencarimu. Kita harus memberitahu mereka bahwa kau sudah
aman.” Ucap Hong Shim mengajak pergi bersama.
Keduanya
berjalan sambil bergandengan tanganya, wajahnya terlihat bahagia. Seorang nenek
memperingatkan “Jangan kearah barat. Pergilah kearah selatan jika kau pergi.”
Keduanya berhenti melangkah, Si enek tahu kalau keduanya akan pergi jauh.
“Nenek...
Apa kau dukun? Apa Kau melihat hal semacam itu?” tanya Hong Shim penasaran. Si
nenek mengaku bisa melihat semuanya. Hong Shim pun mengajak Won Deuk agar bisa
bertanya pada si nenek.
“Ke
selatan dimananya? Ke mana agar kita hidup bahagia selamanya?” tanya Hong Shim
“Bersikap
baiklah untuk suamimu tersayang. Dia pria yang tak ada duanya di dunia ini. Kau
memiliki mata yang tajam. Kau dapat melanjutkan. Sejak saat dia masih kecil,
dan sampai sekarang, dia hanya mencintai satu wanita sepanjang hidupnya.Tak ada
pria lain di dunia ini yang mulia dan suci seperti dia.” Ucap Si nenek
“Aku tak
berpikir itu benar.” Komentar Won Deuk. Hong Shim memberitahu nenek kalau
mereka Belum lama saling mengenali.
“Apa yang
kau katakan? Kau juga begitu. Coba Biar kulihat.” Ucap nenek melihat ke arah
langit.
“Ini adalah
hari dengan angin kencang. Apa itu salju atau bunga, turun dari langit?” ucap
si nenek. Won Deuk tak percaya mengajak Hong Shim pergi saja.
“Lari
dengan cepat. Kalau tidak, kau akan mati. Pria itu memegang pedang di
tangannya. Darah merah menetes dari pedang yang menakutkan itu. Ujung pedang
itu mengejarmu.” Kata si nenek
“Ayo kita
pergi. Dasar dukun konyol.” Ucap Won Deuk. Hong Shim menganguk setuju.
“Lari
agar kau bisa hidup.” Teriak si nenek memperingati.
Won Deuk
meminta Hong Shim Jangan terpengaruh omong kosong si nenek. Hong Shim mengaku
tak peduli karena menurutnya si nenek tak mengatakan sesuatu yang benar sejak
awal bahkan tak pernah bertemu ketika masih kecil.
“Nenek
itu penipu... Tapi dia punya satu hal yang benar. Bahwa aku pria limited
edition. Semua orang di dunia tak mirip yang lain. Hanya ada satu tiap
masing-masingnya.” Ucap Won Deuk bangga memperlihatkan sikap manisnya. Hong
Shim hanya bisa tersenyum melihatnya.
Anak buah
Moo Yeon berlari masuk ke dalam kamar dan langsung membawa Moo Yeon dengan
mengendongnya, saat itu tiba-tiba seseorang melihatnya dan bertanya apa yang
sedang dilakukan. Si pria pun berhenti dengan wajah kebingungan.
“Kenapa
kau mengambil Moo Yeon?” tanya Soo Ji berjalan mendekat
“Wakil
Perdana Menteri Kim memintaku untuk membawanya.” Kata anak buah Moo Yeon. Soo
Ji tak percaya kalau ayahnya yang meminta.
“Tunggu, tanganmu
berdarah. Kau terluka? Bagaimana kau bisa terluka?” tanya Soo Ji panik.
“Wakil Perdana
Menteri Kim memerintahkanku untuk merahasiakannya. Aku harus cepat keluar.”
Kata Anak buah Moo Yeon ingin bergegas pergi.
“Apa yang
terjadi? Dimana ayahku?” tanya Soo Jin. Moo Yeon tak menjawab memilih untuk
bergegas pergi.
“Dasar..
Bajingan kasar itu tak pernah memberitahuku apa-apa.” Keluh Soo Jin kesal.
Raja
gelisah di dalam kamarnya, Tuan Jung masuk, Raja langsung ingin tahu hasilnya.
Tuan Jung meminta maaf ternyata Tuan Kim sudah kabur dengan keadaaan terluka
lalu Para pemburu mengejarnya. Raja tak percaya dengan yang dikatakan Tuan
Jung.
“Apa yang
kita lakukan? Bagaimana jika dia merusak istana bersama tentaranya?” tanya Raja
panik
“Para
pemburu veteran akan mengejarnya sampai akhir.” Kata Tuan Jung menyakinkan.
“Tolong
tetap kuat... Yang Mulia... Ketakutan akan menyebabkan kegagalan. Tolong
singkirkan rasa takutmu dan capailah rencanamu. Sekarang adalah satu-satunya
kesempatan.” Kata Tuan Jung.
Di
ruangan lainya.
Semua
mentri sudah berkumpul bertanya-tanya Apa yang terjadi da n Sampai kapan mereka
harus menunggu dan berpikir aklau Sepertinya mereka mengunci di dalam ruangan.
Salah satu mentri pun heran karena Raja
melarang meninggalkan istana sampai jam sudah larut.
“Apa kau tak
berpikir aneh Wakil Perdana Menteri Kim dan Kepala Penyidik tak ada di sini?”
komentar mentri pendukung Tuan Kim.
“Aku
khawatir sekarang bahwa Wakil Perdana Menteri Kim tak ada. Haruskah kita mengirim
seseorang ke rumahnya? Atmosfir di dalam istana tampak muram. Aku harus memanggil
Komandann Pengawal Istana dan periksa ini tentang apa.” Kata Mentri lainya.
Saat itu
Kasim memberitahu kalau Raja akan masuk ruangan, semua langsung berbaris rapih
sambil menunduk. Raja duduk disanggasana mengaku sengaja memerintahka untuk
menunda diri dari meninggalkan istana karena punya sesuatu untuk memberitahukan
segera.
“Aku
terlalu malu untuk menghadapi mantan raja sesudah kematian. Itu karena aku tak
memenuhi kewajiban sebagai raja.” Ungkap raja. Semua berkata Raja agar jangan
berkata seperti itu.
“Kenapa
kau mengatakan hal menyedihkan seperti itu?” tanya Mentri
“Ini
memang menyedihkan untuk menjaga posisi putra mahkota kosong. Jadi, aku ingin
mengukuhkan Pangeran Seowon sebagai Putra Mahkota negara ini.” Ucap Raja
“Mengukuhkan
putra mahkota adalah keputusan penting bagi negara. Bagaimana kita bisa
memutuskan masalah serius seperti itu di tengah malam? Selain itu, Wakil
Perdana Menteri Kim tak hadir.” Komentar anak buah Tuan Kim kaget.
“Apa kau berpihak
kepada Wakil Perdana Menteri Kim? Tak menaati rajamu sama dengan memiliki niat
untuk melakukan pengkhianatan tingkat tinggi. Apa kau akan melanggar
perintahku, Menteri Perang?” ucap Raja marah
“Maafkan
aku, Yang Mulia.” Kata Mentri Perang dan anak buah Mentri Kim terlihat
kebingungan. Tuan Jung yang menjadi pihak ratu bisa tersenyum bahagia.
“Laksanakan
upacara pengangkatan sesegera mungkin. Menteri Kebudayaan dan Pendidikan harus
dilanjutkan dengan persiapan secara menyeluruh.” Kata Raja
“Aku akan
mematuhi perintahmu dan melakukan yang terbaik.” Kata Mentri. Semua anak buah
Mentri Kim tak bisa berkata-kata.
Won Deuk
duduk diam didepan rumah kata-kata si nenek teringat kembali diotaknya.
“Pria itu
memegang pedang di tangannya. Darah merah menetes dari pedang yang menakutkan
itu. Ujung pedang itu akan menghadapimu.”
Tanganya
langsung ditaruh dikepala tanda Won Deuk sedang berpikir. Hong Shim melihatnya
bertanya apakah Won Deuk mengkhawatirkan sesuatu. Won Deuk mengelak kalau tak
ada yang dipikirkan. Hong Shim tak
percaya karena merasa Won Deuk sedang memikirkan sesuatu.
“Sebenarnya,
aku memikirka orang seperti apa kakakmu dan apa dia akan menyukaiku.” Kata Won
Deuk mencari alasan.
“Kakakku adalah
pria yang sempurna. Dia tampan, pandai seni sastra dan bela diri, juga ramah
tamah. Jika dia tumbuh tanpa masalah, maka dia akan dengan mudah lulus ujian
negara. Di matanya, kau mungkin tak cukup.” Komentar Hong Shim.
“Apa?
Kenapa? Apa yang tak dia sukai dariku?” tanya Won Deuk panik.
“Sejujurnya...
Sejujurnya, kau tak punya sopan-santun.” Kata Hong Shim.
Saat itu
Tuan Yeon datang tak terima kalau Won Deuk dianggap tak sopan menurutnya tak
ada yang salah dengan menantunya, bahkan mempercayai kalau tak ada manusia yang sesempurna seperti Won
Deuk. Won Deuk pun dengan bangg kalau
Tuan Yeon adalah penilai karakter yang baik.
“Kenapa
dia peduli dengan kakak-mu? Apa dia...” ucap Tuan Yeon.
“Dia
setuju untuk ikut dengan kita.” Kata Hong Shim. Tuan Yeon terlihat sangat
bahagia
“Aku tak
boleh membuang waktu... Won Deuk, kau harus mengubah caramu berbicara.. Aku adalah
ayah mertuamu. Kau tak dapat berbicara seolah aku bawahanmu. Apa kakak Hong
Shim berpikir kau sopan atau tidak?” ucap
Tuan Yeon
“Dia akan
mengatakan aku kasar.. Tuan” kata Won Deuk. Tuan Yeon tak terima dipanggil
Tuan.
“Lalu aku
harus memanggilmu apa?” tanya Won Deuk binggung. Tuan Yeon menjawab kalau ia
ingin dipanggil “Ayah” seperti yang lainya. Won Deuk terlihat binggung, tapi
mencoba memanggil Tuan Yeon dengan panggilan ayah.
“Baguslah,
menantu laki-laki. Aku bangga padamu.” Kata Tuan Yeon ingin megang tangan Won
Deuk
“Beraninya
kau membuatku tak nyaman!.” Ucap Won Deuk marah
“Aku? Aku
tak boleh membuatmu tak nyaman. Jika satu sisi terasa tak nyaman, yang lain...”
kata Tuan Yeon malah sengaja memegang tangan menantunya. Akhirnya Won Deuk pun
mencoba menghindar mereka pun saling kejar-kejaran.
Won Deuk
melipat pakaian dikamarnya, Hong Shim pikir
bisa melakukannya. Won Deuk merasa mereka bisa membagi tugas-tugas pria dari wanita
walaupun harus mengakui ini sangat sulit. Ia menyuruh Hong Shim kembali ke
kamar karena akan melakukan sisanya.
“Ayah
akan merasa bosan sendirian dikamarnya” ucap Won Deuk.
“Dia tak punya
waktu untuk merasa bosan. Dia langsung tidur kalau sudah mencium bantal. Tapi Kenapa
kau tak lagi menghentikanku meninggalkanmu sendirian?” ucap Hong Shim.
“Kenapa? Apa
Kau ingin aku menahanmu?” kata Won Deuk. Hong Shim mengakutidak sama sekali
karena hanya ingin tahu.
“Aku
takkan melakukan apa pun yang tak kau inginkan.” Jelas Won Deuk. Hong Shim
menganguk mengerti
“Ini
hanyalah pernikahan sandiwara. Tak ada yang memberkati pernikahan kita. Bahkan
kita tak merayakan pernikahan kita. Jadi ketika kakakmu datang, aku akan
meminta izinnya dan menikah denganmu saat itu. Penyempurnaan bisa dilakukan
sesudahnya.” Kata Won Deuk
“Itu
adalah ide yang sangat jujur dan patut dipuji. Aku bertemu dengan suami yang
sempurna.” Kata Hong Shim lalu keluar dari kamar.
“Semua
yang dia katakan itu benar, tapi kenapa aku merasa sangat sedih?” ungkap Hong
Shim binggung.
Je Yoon
memikirkan tentang Putra Mahkota masih hidup dan merasa heran rumor yang tak
masuk akal itu menyebar. Ia mulai berpikir tentang Tulisan Putra Mahkota dan
Suara Putra Mahkota, apakah hanya sebuah kebetulan lalu dikagetkan dengan Tuan
Park sudah ada didepan pintu, Je Yoon bertanya ada apa datang ke kantornya.
“Aku
penasaran, kenapa kau lembur... Ini Membuang-buang lilin saja.” Komentar Tuan
Park
“Aku akan
membeli beberapa lilin dengan gajiku sendiri.” Komentar Je Yoon.
“Gajimu
dibayar dengan pajak yang dibayar rakyat. Kau membakar keringat dan air mata
mereka. Lalu Kenapa kau memanggil gisaeng?” keluh Tuan Park sambil mematikan
lilin diatas meja.
“Akulah
yang membutuhkannya. Tapi Gisaeng itu dan aku tak pacaran. Dia hanya membawakanku
kabar dari Hanyang.” Tegas Je Yoon
“Ya, ya.
Lalu, pergilah habiskan malam yang panjang sendirian.” Ejek Tuan Park ingin
bergegas pergi.
“Tunggu Sebentar.
Aku ingin menanyakan sesuatu.. Pria macam apa Na Won Deuk itu?” tanya Je Yoon
penasaran
“Kenapa?
Apa kau ingin mengganggunya lagi?” ucap Tuan Park sinis. Je Yoon mengaku bukan
seperti itu.
“Jika kau
ingin mencari tahu, tanyakan sendiri, tuan.”bisik Tuan Park mengoda lalu pergi.
Hong Shim
dan Won Deuk berdiri di depan rumah sambil menatapnya. Won Deuk ingin tahu
Berapa yang akan mereka dapatkan untuk rumah mereka menurutnya Di mana pun
nanti mereka akan tinggal, pasti membutuhkan rumah, dan untuk membelinya, butuh
uang.
“Kita
bisa menjual rumah ini untuk mewujudkannya.” Ucap Won Deuk penuh semangat
“Kita
pergi secara rahasia. Apa Kau ingin orang lain tahu? Terkadang kau benar-benar
tampak bodoh.” Keluh Hong Shim. Won Deuk tak terima dianggap bodoh.
“Apa? Apa
itu mengganggumu?” ejek Hong Shim. Won Deuk mengaku tidak tapi merasa familiar,
seperti pernah dipanggil itu sejak masih kecil.
“Kita
memang membutuhkan biaya perjalanan. Jadi Ayo kita jual lemari mutiaramu.” Kata
Hong Shim
“Tidak,
kau tak boleh menyentuh itu.” Tegas Won Deuk melarangnya. Hong Shim heran
kenapa tak boleh melakukanya.
“Oho...Ini
lemari mutiaraku. Jangan sentuh tanpa izin.” Tegas Won Deuk.
Saat itu
Je Yoon datang, Hong Shim dengan sopan bertanya apa alasan Je Yoon datang ke
rumahnya. Je Yoon mengaku datang untuk
menemui suaminya. Hong Shim marah apa lagi yang akan dilakukan Je Yoon pada
suaminya itu sekarang.
“Urusan
apa yang harus kau lakuka dengan suamiku di tempat kami?” kata Hong Shim marah
“Aku
melihat ada kesalahpahaman. Apa yang terjadi...” ucap Je Yoon yang langsung
disela oleh Won Deuk.
“Itu
salahku.” Akui Won Deuk. Hong Shim bingung apa maksudnya.
“Aku menantangnya
untuk taruhan memanah. Untuk melihat gambaran besarnya, dia ingin berteman
dengan Tuan Park.” Jeas Won Deuk
“Apa Kau
bilang kepadanya untuk menembakkan panah padamu? Aku tak tahu apa gambaran
besarnya, tapi bagaimana bisa? Bagaimana jika kau benar-benar terluka? Kau bilang
kau akan hidup denganku. Bagaimana jika aku menjanda?” keluh Hong Shim marah
“Aku
berharap kau bisa menunda pertengkaran ini.
Aku di sini untuk urusan mendesak.” Kata Je Yoon menyadarkan. Hong Shim
pun meminta maaf.
“Aku tak
tahu keadaan dan berbicara di luar batas.”kata Hong Shim.
“Ini baik
saja. Aku senang kita dapat meluruskan semuanya.” Ungkap Je Yoon dan memberikan
senyumanya pada Hong Shim
“Berhentilah
menatapnya... Kau di sini untuk urusan mendesak.” Tegas Won Deuk yang langsung
berdiri didepan istrinya. Hong Shim pun melonggokan kepalanya seperti senang
ada yang melindunginya.
Keduanya
bertemu di dalam kamar, Je Yoon membahas
Won Deuk yang pergi ke Hanyang untuk membayar upeti ke istana, karena
menumpahkan air pada dokumen dan membutuhkan tanda tangan Won Deuk lagi. Won
Deuk tak percaya kalau Je Yoon datang sendiri padahal bisa mengirim petugas.
“Aku
ingin memeriksa keadaanmu. Kau seperti trauma di halaman panahan.” Kata Je Yoon
“Ingatan
lama muncul kembali dan aku merasa bingung untuk sesaat. Tapi Aku baik-baik
saja sekarang.”akui Won Deuk.
“Ingatan
lama? Ingatan apa itu?” tanya Je Yoon penasaran. Won Deuk tak mau membahasnya
ingin tahu dimana harus menandatangani suratnya lalu memberi gambara tanganya.
Je Yoon terlihat binggung.
“Kau
menulis namamu dengan karakter Cina terakhir kali. Kenapa kau menggambar garis
tanganmu kali ini?” kata Je Yoon
“Bagaimana
aku bisa menulis karakter Cina?” ucap Won Deuk mengelak.
“Apa Kau
tak menulisnya sendiri?” tanya Je Yoon tak percaya. Won Deuk pikir Je Yoon bisa
pergi karena sudah memiliki tanda tangan.
“Kau memiliki
selera mebel yang mahal untuk seseorang di kelasmu.” Komentar Je Yoon seperti
masih curiga.
“Aku
ditipu oleh rentenir untuk membeli semuanya.” Ucap Won Deuk. Je Yoon lalu
melihat ada tumpukan buku.
“Aku
terpaksa membeli buku-buku itu juga.”akui Won Deuk berbohong. Je Yoon pun
meminta izin agar bisa melihatnya.
“Kenapa
dia ingin menyembunyikan fakta bahwa dia bisa menulis?” gumam Je Yoon.
“Apa yang
ingin dia ketahui tentangku?” balas Won Deuk bergumam juga.
Je Yoon
membaca sebentar dan berpikir kalau ceritanya cukup menghibur. Won Deuk megaku
tak bisa membacanya jadi menyuruh Je Yoon mengambil saja bukunya kalau memang
mau. Je Yoon menolak, Won Deuk pun mengucapkan selamat tinggal.
“Aku
belum siap untuk pergi.” Ucap Je Yoon. Won Deuk mengejek Je Yoon yang pasti
memiliki banyak waktu luang.
“Sementara
itu, aku tidak punya waktu luang, aku harus bekerja.” Kata Won Deuk.
“Aku
minta maaf karena sudah membuang waktumu. Tapi Ada satu hal lagi yang membuatku
penasaran.” kata Je Yoon. Won Deuk ingin tahu tapi Je Yoon memilih untuk tak
membahasnya dan memilih untuk pamit pergi.
Di kerajaan
Ratu
menemui Raja mengucapkan Terima kasih atas kemurahan hati suaminya yang tak
terbatas karena sudah mengukuhkan Pangeran Seowon sebagai Putra Mahkota dan akan
tegak disiplin Keluarga Kerajaan, jadi menunjukan pada bangsa tentang kekuatan
sebagai raja.
“Untuk
melihatmu begitu teguh, membawakanku kebahagiaan tertinggi.” Ungkap Ratu
“Aku
bahagia jika kau begitu, Ratuku.” Kata Raja yang ingin membuat istrinya
bahagia.
“Ayah... Maafkan
aku, tapi tolong batalkan perintahmu.” Ucap Pangeran Seowon. Ibunya panik
dengan sikap anaknya.
“Kau
sudah mengatakan bahwa kamar Putra Mahkota akan tetap kosong sampai Putri
Mahkota melahirkan. Kenapa kau tiba-tiba berubah pikiran? Di mana Wakil Perdana
Menteri Kim? Apa yang sedang terjadi di istana ini? Aku harus tahu kenapa kau
bersedi untuk melawan kata-katamu.” Ucap Pangeran Seowon. Ratu terlihat marah
dengan tingkah anaknya.
“Itu
karena ketidakmampuanku. Di mana ada raja yang tak kompeten, pasti ada yang
memanfaatkannya. Aku dilayani oleh satu orang. Aku hanya menyalahkan diri
sendiri.” Ungkap Raja
“Ayah,
kenapa kau mengatakan itu?” tanya Pangeran Seowon
“Aku
berpikir tentang bagaimana aku akan ditulis dalam catatan sejarah. Mungkin akan
tertulis kalau aku adalah raja yang tak kompeten yang dikendalikan oleh Wakil
Perdana Menterinya. Itulah kenapa aku ingin memutuskan hubungan yang panjang
dan beracun.” Ungkap Raja
“Jika
Anak Putri Mahkota menjadi Putra Mahkota, maka Aku akan menyerahkan negara ini kepada
Wakil Perdana Menteri Kim. Dia akan terus mengendalikan bangsa ini dengan menjadi
kakek dari Putra Mahkota. Aku berniat untuk mengakhiri itu. Lalu Kenapa kau
ingin menghentikanku melakukannya?.” Kata Raja
“Aku takut... Aku khawatir dia akan menghampiriku
dengan anak buahnya dan naik takhta. Itu membuatku terjaga di malam hari.”
Jelas Pangeran Seo Won.
“Itulah
kenapa, Aku berniat mengerahkan semua kekuatanku untuk menjadikanmu Putra
Mahkota bangsa ini. Apa kau masih ingin menentang rencanaku?” jelas Raja.
“Aku
minta maaf, Ayah. Aku terlalu bodoh untuk mengenali keinginanmu yang mendalam.
Aku menerimanya dengan rahmat.” Ungkap Pangeran Seo Won.
Di kamar
Tuan Putri.
Seo Hye
kebingingan Kemana Ayah pergi pada saat kritis ini. Soo JI mengaku tak tahu
keberadaan ayah mereka tapi Pelayan itu bilang melihat Ayah pergi dengan
mendesak di malam hari lalu belum pulang sampai sekarang dan tak bisa
menemukanya.
“Bahkan Menteri
Peperangan tak menyadari keberadaannya juga. Dia pasti mengalami sesuatu di
hutan” ucap Soo Ji
“Perhatikan
kata-katamu... Sebuah kata bisa akan jadi kenyataan.” Kata So Hye panik.
“Aku
khawatir, itu saja. Jika Pangeran Seowon menjadi Putra Mahkota, maka Ratu tak
akan hanya duduk kembali. Sesudah dia resmi menjadi Putra Mahkota, maka dia
akan mendebat deposisimu.” Kata Soo ji
“Kau Kembalilah
ke rumah dan cari Ayah. Lalu Bebaskan Beom dan minta dia mencari Ayah dengan
Hyuk.” Saran So Hye
“Beom
sudah mati. Dan Juga, Hyuk sudah pergi dengan Moo Yeon.” Cerita Soo Ji. Soo Hya
kaget mendengarnya.
“Dia
bilang dia mengikuti perintah Ayah, tapi bukan itu masalahnya.Aku Tak tahu
apa-apa membuatku gila, tapi aku bahkan tak bisa pulang karena pengkukuhan.
Jadi Apa yang harus kita lakukan?” kata Soo Ji kebingungan.
“Kau
berpura-pura sakit untuk keluar dari studimu, tapi kenapa kau tak dapat melakukan
hal yang sama hari ini?” sindir Soo Hye
“ Kupikir
aku tahu apa yang kau maksud. Aku menderita sakit perut yang parah.” Kata Soo
Ji beralasan
“Jadi
bawa semua anak buah ayah untuk menemukannya. Dia harus kembali sebelum upacara
pengukuhan.”tegas Soo Hye. Soo Ji pun menganguk mengerti lalu keluar dari
kamar.
Soo Hye
tiba-tiba merasakan perutnya sakit, Pelayan pikir akan memanggil tabib. So Hye
menolak, karena akan pergi menemui Yang Mulia.
Saat
didepan pintu, Kasim memberitahu kalau Yang Mulia tak bisa menemui siapa pun
sekarang. Soo Hye tak terima kalau terlihat
seperti "seseorang" Kasim meminta maaf dan berharap agar Soo Hye bisa
kembali lagi nanti, tapi Soo Hye malah berteriak didepan pintu.
“Yang
Mulia.. Bagaimana bisa kau membuat keputusan seperti itu? Bagaimana dengan
bayiku? Bayinya adalah darahmu. Aku seorang janda yang kehilangan suaminya. Putra
Mahkota meninggal pada usia yang begitu muda. Bahkan di akhiratnya, dia akan
ingin putranya mengambil tahta.” Kata Soo Hye.
Raja
tetap diam dalam kamarnya, seperti berpura-pura tak ingin mendengarnya.
Akhirnya kasim meminta Dayang kang agar bisa membawa Putri mahkota ke kamarnya.
“Yang
Mulai.. tolong batalkan perintahmu... Anak Putra Mahkota naik takhta adalah
keinginan abadiku sebagai seorang janda.”teriak Soo Hye. Raja tetap diam.
Won Deuk
memegang lemari kesayanganya dengan wajah sedih. Ma Chul pkir Jangan menjualnya jika itu
sangat berharga bagi Won Deuk. Hong Shim menolak karena tetap akan menjualnya
dan ingin tahu berapa harganya.
“Sepertinya
cukup baru dan jarang digunakan, aku akan bermurah hati dan memberimu dua
Yang.” Ucap Moo Chul
“Kau
bilang Dua Yang? Harga aslinya lima Yang.” Komentar Won Deuk tak terima
“Nilai
menurun seiring waktu. Ini disebut penyusutan.” Tegas Ma Chul
“Pasti
lebih berharga sejak aku menyentuhnya. Aku tak akan menjualnya. Aku
mengambilnya kembali.” kata Won Deuk. Ma
Chul pun tak peduli.
“Dua Yang
cukup, bayarlah” ucap Hong Shim dan Won Deuk pun tak bisa berkata apa-apa saat
melihat Hong Shim yang melotot
“Aku
minta maaf, lemari mutiaraku sayang. Aku akan memastikannya menemukan rumah
yang bagus, jangan khawatir.” Ungkap Won Deuk mengucapkan salam perpisahan untuk
lemarinya. Hong Shim pun menerima uangnya.
“Aku membayar
kembali semua hutangku dengan hadiah yang kuterima dari Yang Mulia. Apa Kau
menghancurkan kontrak yang kutanda tangani?” tanya Won Deuk.
Ma Chul
mengaku sudah melakukanya dengan wajah gugup. Tapi saat itu Won Deuk melihat
buku catatan perjanjian hutang dan bisa tahu kalau suratnya belum belum
disobek.
“Kau berjanji
untuk menghancurkannya, dan aku mempercayaimu sejak di pesta ulang tahunnya.”
Ungkap Won Deuk. Hong Shim pikir Ma Chul itu memang Orang tak berubah
“Aku akan
menghancurkannya, tapi lupa” komentar Ma Chul mencari alasan.
“Jangan
mencoba menipu lagi. Kenapa tak berhenti dari profesi sepenuhnya? Kau tak
memiliki wajah rentenir jahat. Tapi Kau memiliki wajah seseorang yang akan
melakukan sesuatu yang besar untuk bangsa ini.” Komentar Won Deuk. Ma Chul tak
percaya mendengarnya.
“Tentu
saja... Melanjutkan membaca wajahmu harus membayarnya.” Kata Won Deuk. Ma Chul
seperti penasaran.
Hong Shim
berjalan dengan penuh bahagia karena tak percaya kalau Won Deuk bisa membaca
wajah. Won Deuk mengaku tidak bisa melakukanya, Hong Shim mengartikan kalau Won
deuk berbohong untuk menerima lebih banyak uang.
“Kau
yakin sudah berubah.” Komentar Hong Shim tak percaya melihat Won Deuk.
“Takdir
seseorang terserah hati seseorang. Seberapa besar tekad untuk mengubah nasib.
Kita tak pernah tahu. Ma Chil mungkin akan melakukan sesuatu yang baik dan
murah hati.” Ungkap Won Deuk bijak. Hong Shim menatap Won Deuk seperti makin
tak percaya
“Kenapa
menatapku seperti itu?” tanya Won Deuk bingung. Hong Shim mengaku itu karena
Won Deuk yang luar biasa.
“Berapa
kali kau akan jatuh cinta padaku? Kau mungkin terus menatap.” Goda Won Deuk
dengan gayanya agar Hong Shim bisa menatapnya.
Saat itu
Ae Wol datang mengaku memiliki permintaan mendesak alau sudah kehilangan barang
berharga miliknya dalam perjalanan. Keduanya menatap gisaeng dengan wajah
binggung. Ae Wol mengaku mendengar, Won
Deuk yang menjalankan Agen Solusi.
“Dapatkah
kau menemukan barang yang hilang untukku?” ucap Ae Wol. Hong Shim ingin tahu
Apa yang sudah hilang. Ae Wol ingin memberitahu.
“Aku akan
menemukannya untukmu. Aku pandai menemukan barang-barang yang hilang.” Kata
Hong Shim penuh semangat.
“Tak mau,
aku ingin dia mengerjakannya.” Ucap Ae Wol. Hong Shim binggung.
“Tak
peduli siapapun itu, kau hanya perlu mendapatkan kembali barangmu. Itu “ ucap
Hong Shim
“Ini Terserah
klien yang membayar,Aku tak menyukainya.”.” Kata Ae Wol
“Ini
sangat berharga sehingga aku harus menemukannya kembali. Aku akan membayarmu
cukup jika kau menemukannya untukku. Lalu...” kata Ae Wol yang langsung disela
oleh Hong Shim
“Jangan...
Aku tak ingin kau pergi.” Tegas Hong Shim makin cemburu.
“Kenapa?
Bukannya kau mengatakah, kau baik-baik saja bahkan jika aku berbicara dengan
wanita lain?” goda Won Deuk. Hong Shim pun hanya bisa diam saja.
Won Deuk
inin tahu Apa yang hilang, Ae Wol mengaku
Itu adalah Kipas Dano, yaitu kipas kerajaan yang diberikan raja pada
Hari Libur Dano dan Itu hanya diberikan kepada beberapa pejabat tinggi, Tapi
Kepala Seksi Kebudayaan dan Pendidikan memberikannya sebagai hadiah.
“Yang kau
sebutkan sepertinya tak dicuri, jadi kita harus menelusuri kembali jalanmu.”
Ucap Won Deuk. Ae Wol mengaku mengerti.
“Ngomong-ngomong,
apa kau dari Hanyang? Terlihat dari penampilanmu, caramu berbicara dan gerak
tubuh penuh dengan keanggunan.” Komentar Ae Wol
“Itu
menjadi kebiasaanku di seluruh dinas militerku. “Aku minta maaf jika itu
mengganggumu” Ucap Won Deuk menutupinya.
Ae Wol pikir tak perlu meminta maaf lalu memberikan senyuman merasa
kalau menyukainya.
“Senyummu
membuatku tak nyaman. Aku sudah menikah.” Kata Won Deuk memperingati.
Hong Shim
merasa gelisah seperti tak yakin, tapi memastikan kalau Won Deuk takkan
terpengaruh, karena Ae Wol itu tampak persis seperti perebut suami orang, lalu
merasa kesal sendiri.
Je Yoon
datang melihat Hong Shim seperti sedang kesal, Hong Shim memberitahu aklau
Gisaeng yang mengikuti Je Yoon pergi dengan suaminya. Je Yoon pikir kalau Hong
Shim khawatir Ae Wol mungkin merayu suaminya. Hong Shim mengaku tidak tapi
malah mengkhawatirkan Je Yoon.
“Bagaimana
kalau dia jatuh cinta pada suamiku?” ucap Hong Shim. Je Yoo pikir apakah Won
Deuk itu layak dicintai.
“Yah,
bukan itu yang kumaksud.” Ucap Hong Shim kebingungan karena tak ingin diketahui
perasaaanya.
“Kupikir
pernikahanmu tak akan sedalam itu karena kau dipaksa menikah dengannya.
Sepertinya kau sudah tumbuh saling menyukai seiring berjalannya waktu.” Ejek Je
Yoon
“Aku minta
maaf untuk hari yang lain. Aku bekerja tanpa mengetahui situasinya.” Kata Hong
Shim.
“Jika kau
menyesal, bantu aku. Aku memiliki banyak hal untuk dibeli karena aku datang ke
sini terburu-buru. Aku tak tahu apa yang dijual di toko itu.” Jelas Je Yoon
“Apa yang
perlu kau beli?” tanya Hong Shim.
Bersambung
ke part 2
Udah baca tulisan sinopsis aku 'kan..
hihihi...
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Tinggal Klik disini, buat
yang sudah Subscribe. Terimakasih banyak. Semoga bisa sampe akhir tahun
ini
Cek My Wattpad... Capcay & Dimsum
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar