PS : All images credit and content copyright : TVN
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku
meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang
mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe.
Song Hwa
bersama Dokter Ahn dan Yong Bok keluar dari ruangan. Song Hwa menceritakan pada
Dokter Ahn kalau kaget melihat nama
pasien tadi. Dokter Ahn ingin tahu alasanya. Song Hwa menceritakan kalau Namanya
sama dengan pasien yang wafat saat residen tahun keempat.
“Apa Dokter
ingat semua nama pasien?” tanya Yun Bok tak percaya mendengarnya.
“Itu...
Aku terus berada di sisinya sejak masuk IGD, operasi, hingga wafat di Unit
Perawatan Intensif. Aku kira dia akan selamat. Jadi, aku selalu berada di
sisinya selama sepekan lebih sambil dimaki atasan. Namun, akhirnya dia wafat.” Cerita
Song Hwa
“Dia pun
menderita pendarahan subaraknoid. Aku amat merasa bersalah kala itu. Aku merasa
dia wafat karena aku. Aku berpikir dia mungkin selamat bila aku lebih pintar.
Dia begitu anggun. Wajah dan namanya masih jelas... di benakku. Namanya juga
Baek Seon-jeong.” Kata Song Hwa.
“Ternyata
kau, Dokter Chae... Tak kusangka itu kau... Dokter Chae.” Ucap Yun Bok menangis
memeluk Song Hwa.
“Yun-bok...
Apa Ada masalah? Kenapa? Kau kenapa?” tanya Song Hwa bingung Yun Bok menangis
memeluknya.
“Aku
rindu ibuku... Dokter Chae... Aku sangat rindu ibuku.” Ucap Yun Bok. Song Hwa
tak percaya mendengarnya.
“Astaga...
Kau sudah tumbuh dewasa. Ibumu... pasti bangga melihatmu dari surga. Kenapa menangis?
Ibumu bisa sedih... Berhenti menangis.” Ucap Song Hwa menenangkan.
Dokter
Ahn berjalan di lorong dan kaget melihat Pak Kim Hyeon-su berdiri menunggunya.
Tuan Kim pun menyapa Dokter Ahn dengan wajah bahagia mengaku sedang
menunggunya. Dokter Ahn bingung. Tuan Kim menceritakan menanyakan nomornya ke rumah sakit, tetapi
tidak bisa.
“Lantas
aku nekat menunggu di depan sini. Tahun ini aku amat beruntung.” Kata Tuan Kim.
“Sepertinya
begitu. Omong-omong, wajahmu tampak begitu cerah. Tak seperti orang yang
menjalani operasi otak tiga bulan lalu.” Komentar Dokter Ahn.
“Terima
kasih. Dokter... Ini untukmu. Aku tahu para dokter dilarang menerima hadiah.
Meski begitu, aku mohon terima ini.” Kata Tuan Kim. Dokter Ahn melihat kotak berisi pena
dan hanya bisa tertawa.
“Ini tidak
mahal. Tak sampai 20.000 won. Pekan depan, aku kembali ke kepolisian.” Kata Tuan
Kim.
“Astaga.
Selamat!” ucap Dokter Ahn ikut senang. Tuan Kim pikir Hanya pekerjaan kantoran dan
masih bekerja seperempat hari.
“Walau
begitu, kukira aku tak bisa kembali ke kepolisian. Aku bisa kembali bekerja
berkatmu. Tolong simpan pulpen ini di antara pulpen-pulpen yang ada di saku
dadamu.” Kata Tuan Kim
“Bila kau
mengalami kesulitan, lihat pulpen ini dan bersemangatlah. Ingat ada pasien yang
selamat berkatmu. Bersemangatlah dan jangan putus asa. Kau pasti sibuk. Aku
permisi. Sampai jumpa saat janji temu.” Kata Tuan Kim. Dokter Ahn menganguk
akan bertemu saat rawat jalan.
Ik Jun
akhirnya keluar dari RUANG OPERASI, Istri Tuan Lee dan akannya menanyakan
operasinya apakah Semua lancar. Ik Jun mengangu dan memberitahu Pendarahan pun
tak banyak dan Meski baru dapat dipastikan setelah bangun dan tes darah, tetapi
tak ada masalah saat operasi.
“Kau
Tidak perlu khawatir. Satu hambatan besar sudah teratasi” ucap Ik Jun
“Terima
kasih banyak, Dokter. Ini sungguh keajaiban. Seumur hidup aku akan berterima
kasih kepada donor yang meninggal. Terima kasih banyak.” Ucap Istri Tuan Lee
menangis haru.
“Operasi
ayahmu lancar.” Ucap Ik Jun berbicara dengan anak Tuan Lee mengunakan bahasa
isyarat.
“Ayahku
tidak sakit lagi?” tanya Anak Tuan Lee. Ik Jun menjawab Sekarang sakit sedikit.
“Namun,
dia akan membaik sedikit demi sedikit. Tidak perlu khawatir.” Kata Ik Jun. Anak
Tuan Lee pun mengucapkan Terima kasih.
“Aku jauh
lebih berterima kasih.” Kata Ik Jun dengan senyuman lebar.
Flash Back
Anak Tuan
Lee sibuk bermain, Istri Tuan Lee menangis Dokter meminta Setelah menjalani tes
dan setelah hasilnya keluar, agar beri tahu mereka bahwa tidak cocok. Ia terus
menangis meminta maaf. Ik Jun melihat anak Tuan Lee lalu menuliskaan pada
kertas dan memanggil Dong-ju.
Dong Ju
membaca tulisan [PELUK IBUMU ERAT-ERAT!] dan langsung memeluknya. Nyonya Lee
pun menenangkan anaknya kalau baik-baik saja. Ik Jun seperti merasa terharu
dengan keluarga pasienya.
Jung Won
meminum kopi sambil melamun. Song Hwa terus menatap dengan senyuman. Jung Won
mengeluh ada apa dengan senyumannya. Song Hwa tahu Ada yang ingin dikatakan dan
Ada yang mengusik hatinya. Jung Won menyangkalnya.
“Aku juga
setuju... Aku juga setuju dengan pemikiranmu saat ini.”kata Song Hwa dengan
senyuman.
“Kau bisa
baca pikiran, ya?” ucap Jung Won tak percaya. Song Hwa menegaskan kalau dijuluki
"Setan".
“Menurutku,
ada tiga tipe orang di dunia ini. Orang yang paling bahagia saat dia makan
enak. Contoh paling mewakili, Lee Ik-jun dan Kim Jun-wan.” ucap Song Hwa.
Di
ruangan istirahat dokter, Ik Jun sedang makan mie. Jung Wan yang kelelehan
datang langsung menyambar mie diatas meja. Ik Jun mengeluh kalau itu mie
miliknya dan mengaku belum makan hari ini jadi menyuruh agar membuat yang baru.
“Kau saja
yang buat baru. Aku lelah.” Ucap Jun Wan mengambil sumpit dan langsun memakan
mienya.
“Kau
pikir aku segar seperti ikan hidup?” teriak Ik Jun kesal. Jun Wan hanya bisa
tertawa mendengarnya. Keduanya pun
saling berebutan makan mie instant.
“Lalu ada
orang yang senang makan sendiri. Mungkin sekarang pun Suk-hyung sedang makan mi
sendirian sambil menonton”kata Song Hwa.
Di
ruangan, Suk Hyung tertawa sendir menonton
New Journey to the West sambil memakan mie instant. Saat itu pintu ruangan
diketuk, Suk Hyung terlihat panik. Dokter Chu datang dengan membawa ramyun.
“Rumor
kau makan mi terdengar sampai ke residen yang piket malam di Kantor Medis. Jadi, aku
kemari untuk menemanimu makan. Aku boleh makan bersamamu?” kata Dokter Chu.
“Itu...
Baiklah.”ucap Suk Hyung setelah berpikir sejenak. Dokter Chu akhirnya masuk
menaruh mie meja mengeluarkan minuman lalu menambkan sosis juga.
Suk Hyung
hanya terdiam saat mienya dipindah ke meja lain agar bisa makan bersama, Dokter
Chu pun mempersilahkan Suk Hyung agar makan kembali. Suk Hyung tersenyum lalu
mengeser kursinya.
“Yang
terakhir kau. Orang yang lebih bahagia melihat orang lain makan dengan bahagia.”
Ucap Song Hwa.
“Aku
tidak begitu.” Ucap Jung Won mengelak tapi Song Hwa tahu kalau Jung Won itu seperti
itu.
[3
DESEMBER 2019 - PUKUL 22.22]
Ik Jun
melihat jam tanganya kalau sudah pukul 22.00 lebih dan Ik-sun pasti masih di
pesawat bahkan tidak sempat meneleponnya. Jun Wan langsung berdiri dengan wajah
panik dan langsung bergegas keluar ruangan. Ik Jun bingung apa yang terjadi
dengan temanya.
Jun Wan
mencoba menelp Ik Sun tapi ponselnya sudah tak aktif lagi. Ia pun hanya bisa
tertunduk membaca banyak pesan yang dikirimkan Ik Sun pada ponselnya.
[Aku
sungguh tak apa. Jangan memaksakan diri jika sibuk.] [Aku baru berangkat dari
rumah. Aku hubungi sesampainya di bandara.] [Aku sudah di bandara. Tak ramai. Proses
lapor masuk pasti cepat selesai. ] [Ibu dan Ayah menangis. Aku juga menangis. Lapor
masuk selesai. Aku masuk sekarang.]
[Aku
ingin dengar suaramu. Kau sedang operasi darurat, ya?] [Waktu berangkat masih
sangat lama.] Tak perlu buru-buru telepon aku setelah operasi.] [Lima menit
terakhir. Padahal aku ingin dengar suaramu. Sayang sekali.]
[Aku
sudah di dalam pesawat. Ponsel harus kumatikan. Kau baik-baik saja, 'kan? Tidak
apa kalau sedang operasi. Aku hanya khawatir kau tak baca pesanku karena ada
masalah.] [Dah! Ini yang terakhir. Aku telepon saat sampai. Aku mencintaimu,
Jun-wan.]
Jun Wan
frustasi saat ada yang mengetuk pintunya menjawab tidak ada siapa-siapa dan Siapa
pun jangan masuk. Tapi Dokter Do membuka pintu memberitahu kalau Drainase
pasien di bawah 100 per jam jadi merasa tak berdarah lagi, Tanda vital pun
stabil.
“Tadinya
aku hendak menyampaikan langsung berita baik ini.” Ucap Dokter Do lalu pamit
pergi.
“Jae-hak...
Ayo kita cari udara segar. Kepalaku sakit sekali.” kata Jun Wan frustasi.
Di taman,
Dokter Do menceritakan ikut CSAT empat kali, ujian profesi enam kali, Total
sepuluh tahun. Ia paling percaya diri urusan belajar tapi tidak bakat tes atau
praktik karena pengecut, tetapi ahli jika harus duduk dan belajar, serta
mengingat seharian.
“Karena
itu, aku yakin bisa sukses jika menjadi dokter yang harus banyak belajar.
Kupikir aku takkan kalah dari orang lain jika menjadi dokter. Jadi, aku giat
belajar dan berhasil menjadi dokter.”cerita Dokter Do
“Namun,
ternyata pekerjaan ini bukan hanya mengharuskan belajar, juga harus bisa
memutuskan. Setiap hari dan setiap saat adalah keputusan. Operasi pun keputusan
dan pilihan. Saat pasien memburuk, harus pasang paru-paru buatan atau bawa dia
ke Ruang Operasi?”kata Dokter Do
“Aku
sulit membuat keputusan setiap saat. Kekurangan terbesarku adalah kemampuan
untuk memutuskan, Dokter. Aku punya banyak pengetahuan, tetapi tak tahu kapan dan
bagaimana menerapkannya.”ucap Dokter Do
“Bagaimana
ini, Dokter? Nyawa pasien bergantung pada keputusanku. Bagaimana jika
keputusanku salah? Ke depannya, aku harus sering mengambil keputusan. Aku tidak
percaya diri. Apa yang harus kulakukan di saat itu?” kata Dokter Do
“Tanya
saja. Saat kau kewalahan karena harus mengambil banyak keputusan, tanya kepadaku
beberapa yang tersulit. Sebisa mungkin akan kujawab jika tidak sibuk.” Kata Jun
Wan.
“Omong-omong,
Jae-hak. Aku ingin memberi ini kepada pacarku, tetapi dia tak suka hal macam
ini. Sebentar lagi Natal. Aku ingin mengirimnya sebagai hadiah Natal. Apa boleh
kukirim ini? Apa aku terlalu memaksanya?”kata Jung Wan ragu.
“Tanya
saja.. Tanya kepada pacarmu... Kalian saling mencintai, 'kan? Apa Bertepuk
sebelah tangan?” tanya Dokter Do. Jun Wan mengelengkan kepala.
“Kalau
begitu, tanya. Dia pasti menjawab. Jika diperhatikan, kau payah urusan
pacaran... Astaga, kau membuatku geregetan.” Ejek Dokter Do lalu berjalan
pergi. Jun Wan menatap sinis.
Ik Jun
membantu U Ju memakai jaket dengan kuping seperti kelinci lalu menasehati anaknya
agar menuruti kata Bibi Wang dan Tahan sepuluh hari saja, meski merindukan
ayahnya. U Ju bertanya Sepuluh hari itu
berapa hari?
“Sepuluh
hari itu lebih banyak daripada sembilan hari, lebih sedikit daripada 11 hari.” Kata
Ik Jun tak bisa menjelaskan pada anaknya.
“U-ju,
Ayah akan pulang setelah kesepuluh jarimu sudah terlipat semua.” Kata Bibi Wang
“Kau
memang hebat, Bi!”puji Ik Jun. Bibi Wang pun memastikan kalau Ik Jun takkan
bekerja saja di sana. Ik Jun menganguk.
“Kau
harus cukup tidur, juga berbelanja di sana.”pesan Bibi Wang, Ik Jun menganguk kalau
akan istirahat sekitar dua atau tiga hari.
“U-ju, buat
akrostik dari kata "Ayah". Kemarin belajar di TK, 'kan? Kita mulai.
"A". “ kata Ik Jun mengendong ayahnya.
“Ayah.” Ucap
U Ju. Ik Jun pun ingin tahu "Yah".
U Ju menjawab “Dadah!”
“Wahh..
Kurasa U-ju harus didaftarkan anggota Mensa! Dia sepandai Shakespeare.” Ucap Ik
Jun bangga
“Aku
pikir juga begitu kemarin... U-ju, kita coba kata "Bibi", ya?”kata
Bibi Wang menyebut "Bi".
U Ju
menjawab bibi.. Bibi Wang menyebut “Bi” dan U Ju kembali menjawab “Dadah!” Ik
Jun seperti salah tentang anaknya. Bibi Wang pikir Jemputan TK pasti sudah datang dan meminta
agar memberikan salam pada ayahnya. U Ju pun membungkuk memberikan salam.
“Ayah,
bawakan banyak cokelat dan kudapan saat pulang.” Bisik U Ju. Ik Jun kegelian
mendengarnya lalu membalas kalau akan membawakanya. U Ju pun melambaikan tangan
pada ayahnya.
Jun Wan
berbicara di telp pada Ik Sun agar memakainya tiap hari. Ik Sun pun meminta Jun
Wan juga, dan memastikan . Alamat sudah ditulis dengan tepat dan Jangan sampai
salah kirim. Ia memberitahu kalau Alamat di sini rumit dan Kurir sering salah
kirim.
“Sudah
kuperiksa tiga kali. Mustahil salah. Lekas tidur. Di sana masih dini hari.” Ucap
Jun Wan.
“Baiklah...
Dah, Jun-wan. Aku mencintaimu.” Kata Ik Sun. Jun Wan pun membalas dengan
senyuman bahagia menutup telpnya.
Di
ruangan, Yun Bok dan Dokter Heo sedang menonton video operasi. Dokter Yong
datang, Yun Bok pun menyapa seniornya. Dokter Heo bertanya alasan Dokter Yong
datang ke rumah sakit, Dokter Yong mengaku Ada satu hal yang belum
kuserahterimakan kepada Dokter Ahn Chi-hong.
“Hari ini
Chi-hong pindah rumah. Sudah kubelikan dia hadiah pindahan, tetapi malah lupa.”
Kata Dokter Yong lalu sedikit mendekat pada Dokter Heo
“Apa Nanti
malam kau senggang?” tanya Dokter Yong. Dokter
Heo bingung Yun Bok merasa tak
enak hati diantara keduanya.
“Aku tahu
kau tidak piket.” Ucap Dokter Yong. Dokter Heo mengaku tak ada janji khusus.
“Apa Mau
makan malam bersama?” kata Dokter Yong. Yun Bok makin tak enak hati.
Akhirnya
Ia berpura-pura mengangkat telp dari Hong Bo yang sakit dan bergegas keluar,
tapi ponselnya malah berdering saat keluar ruangan. Ia pun menahan malu memilih
untuk segera pergi.
“Hubungi
aku saat usai bekerja. Kita bertemu di lobi.” Ucap Dokter Yong. Dokter Heo pun
menganguk setuju.
Song Hwa
mengeluarkan kardus diteras sambil mengeluh bertanya sebenarnya ada apa datang
kemari dan belum pergi juga. Ik Jun dengan setelan jas melihat ke arah jendela
berkomentar Pemandangan di sini bagus.
“Aku juga
ingin konsultasi satu hal. Masih tersisa lima jam. Jadi Dengar baik-baik.” Kata
Ik Jun
“Aku
punya teman. Dia teman lamaku. Tapi Aku kini menyukainya. Rasanya akan canggung
bila aku menyatakan cinta. Namun, jika kali ini gagal lagi menyatakan cinta,
maka aku takut menyesal selamanya.Jadi Aku harus bagaimana?”kata Ik Jun. Song
Hwa terdiam karena tahu orang itu pasti tertuju padanya.
“Tidak
perlu buru-buru. Kau bisa jawab saat aku pulang. Aku pergi.” uacp Ik Jun
berjalan pergi. Song Hwa hanya bisa terdiam.
***
Bersambung
ke part 4
PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta
follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin
semangat nulisnya. Kamsahamnida.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar