PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09 & Twitter @dyahdeedee09 jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

Selasa, 16 Oktober 2018

Sinopsis 100 Days My Prince Episode 11 Part 1

PS : All images credit and content copyright : TVN

Buat kalian yang suka membaca tulisan aku meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe. 
Tinggal Klik disini, buat yang sudah Subscribe. Terimakasih banyak. Semoga bisa sampe bulan ini 
Tuan Kim memacu kudanya dengan anak buah Moo Yeon, tapi tiba-tiba segerombolan pria berbaju hitam menghadang mereka dan Tuan Kim terkena panah. Dengan keahliannya, Tuan Kim melawan dengan busur panah yang ditarik dari lenganya, tapi tubuhnya malah terkena panah walaupun sudah dibantu anak buah Moo Yeon memberikan pedang. 

“Mau kemana kau?” tanya Hong Shim menahannya. Won Deuk mengaku ingin minum air karena haus.
“Apa kau mencoba menghindariku sekarang? Aku mendengarmu berdiri dan hanya diam ketika dia menembakkan panah padamu. Kenapa kau melakukannya? Kenapa kau diam saja ketika dia membidikmu? Kau seharusnya melakukan sesuatu. Kau bukan orang semacam itu..” Ucap Hong Shim menangis.
“Karena itu hal yang sewajarnya dilakukan Won Deuk.” Kata Won Deuk.
“Apa kau bilang Kau akan hidup sebagai Won Deuk, ketika kau bukan Won Deuk? Kau bilang akan mendapatkan kembali ingatanmu. Jadi kau mengunjungi Hanyang, tapi kenapa kau seperti ini?” ucap Hong Shim heran
“Aku tidak ingin mendapatkan kembali ingatan apa pun.” Kata Won Deuk.
Hong Shim binggung kenapa Won Deuk tak mau, Won Deuk mengaku itu karena ingin tetap berada di sisi istrinya. Hong Shim memberitahu kalau  Kakaknya seharusnya datang hari ini jadi akan pergi dan akan meninggalkan Won Deuk bersama ayahnya.
“”Begitu aku bertemu kakakku, maka Aku harus hidup bersembunyi di suatu tempat selama sisa hidupku. Jika kau masih baik-baik saja dengan wanita sepertiku, Maukah kau pergi denganku?” ucap Hong Shim sambil menangis. Won Deuk memeluk Hong Shim yang menangis.
“Apa artinya ini? Kenapa tak menjawab? Harusnya aku tak memberitahumu.”ucap Hong Shim binggung tiba-tiba Won Deuk memeluknya.
“Aku sudah menjawab. Aku ingin, tetap di sisimu.” kata Won Deuk. Hong Shin pun memenggam tangan Won Deuk untuk ikut pergi bersamanya.
“Apa Tak mau? Kau bilang, aku satu-satunya wanita yang dapat menyentuhmu tanpa izin.” Kata Hong Shim melihat Won Deuk hanya diam saja.
“Bukannya aku tak mau. Tapi... bisakah kau memberiku waktu untuk berkemas? Aku ingin mengambil pakaian sutra dan lemari dari mutiara bersama kita. Aku membayar 30 Yang untuk itu. Bahkan Aku hampir ditusuk dengansabit olehmu karena itu. Dengan begitu,... Aku tak bisa meninggalkan itu.” Ucap Won Deuk polos
“Tentu saja, kami takkan pergi sekarang. Kakak ku belum datang juga.” Kata Hong Shim, Won Deuk bingung kenapa mengatakan itu.
“Ayahku, Gu Dol dan Kkeut Nyeo pasti mencarimu. Kita harus memberitahu mereka bahwa kau sudah aman.” Ucap Hong Shim mengajak pergi bersama. 


Keduanya berjalan sambil bergandengan tanganya, wajahnya terlihat bahagia. Seorang nenek memperingatkan “Jangan kearah barat. Pergilah kearah selatan jika kau pergi.” Keduanya berhenti melangkah, Si enek tahu kalau keduanya akan pergi jauh.
“Nenek... Apa kau dukun? Apa Kau melihat hal semacam itu?” tanya Hong Shim penasaran. Si nenek mengaku bisa melihat semuanya. Hong Shim pun mengajak Won Deuk agar bisa bertanya pada si nenek.
“Ke selatan dimananya? Ke mana agar kita hidup bahagia selamanya?” tanya Hong Shim
“Bersikap baiklah untuk suamimu tersayang. Dia pria yang tak ada duanya di dunia ini. Kau memiliki mata yang tajam. Kau dapat melanjutkan. Sejak saat dia masih kecil, dan sampai sekarang, dia hanya mencintai satu wanita sepanjang hidupnya.Tak ada pria lain di dunia ini yang mulia dan suci seperti dia.” Ucap Si nenek
“Aku tak berpikir itu benar.” Komentar Won Deuk. Hong Shim memberitahu nenek kalau mereka Belum lama saling mengenali.
“Apa yang kau katakan? Kau juga begitu. Coba Biar kulihat.” Ucap nenek melihat ke arah langit.
“Ini adalah hari dengan angin kencang. Apa itu salju atau bunga, turun dari langit?” ucap si nenek. Won Deuk tak percaya mengajak Hong Shim pergi saja.
“Lari dengan cepat. Kalau tidak, kau akan mati. Pria itu memegang pedang di tangannya. Darah merah menetes dari pedang yang menakutkan itu. Ujung pedang itu mengejarmu.” Kata si nenek
“Ayo kita pergi. Dasar dukun konyol.” Ucap Won Deuk. Hong Shim menganguk setuju.
“Lari agar kau bisa hidup.” Teriak si nenek memperingati. 



Won Deuk meminta Hong Shim Jangan terpengaruh omong kosong si nenek. Hong Shim mengaku tak peduli karena menurutnya si nenek tak mengatakan sesuatu yang benar sejak awal bahkan tak pernah bertemu ketika masih kecil.

“Nenek itu penipu... Tapi dia punya satu hal yang benar. Bahwa aku pria limited edition. Semua orang di dunia tak mirip yang lain. Hanya ada satu tiap masing-masingnya.” Ucap Won Deuk bangga memperlihatkan sikap manisnya. Hong Shim hanya bisa tersenyum melihatnya. 


Anak buah Moo Yeon berlari masuk ke dalam kamar dan langsung membawa Moo Yeon dengan mengendongnya, saat itu tiba-tiba seseorang melihatnya dan bertanya apa yang sedang dilakukan. Si pria pun berhenti dengan wajah kebingungan.
“Kenapa kau mengambil Moo Yeon?” tanya Soo Ji berjalan mendekat
“Wakil Perdana Menteri Kim memintaku untuk membawanya.” Kata anak buah Moo Yeon. Soo Ji tak percaya kalau ayahnya yang meminta.
“Tunggu, tanganmu berdarah. Kau terluka? Bagaimana kau  bisa terluka?” tanya Soo Ji panik.
“Wakil Perdana Menteri Kim memerintahkanku untuk merahasiakannya. Aku harus cepat keluar.” Kata Anak buah Moo Yeon ingin bergegas pergi.
“Apa yang terjadi? Dimana ayahku?” tanya Soo Jin. Moo Yeon tak menjawab memilih untuk bergegas pergi.
“Dasar.. Bajingan kasar itu tak pernah memberitahuku apa-apa.” Keluh Soo Jin kesal. 

Raja gelisah di dalam kamarnya, Tuan Jung masuk, Raja langsung ingin tahu hasilnya. Tuan Jung meminta maaf ternyata Tuan Kim sudah kabur dengan keadaaan terluka lalu Para pemburu mengejarnya. Raja tak percaya dengan yang dikatakan Tuan Jung.
“Apa yang kita lakukan? Bagaimana jika dia merusak istana bersama tentaranya?” tanya Raja panik
“Para pemburu veteran akan mengejarnya sampai akhir.” Kata Tuan Jung menyakinkan.
“Tolong tetap kuat... Yang Mulia... Ketakutan akan menyebabkan kegagalan. Tolong singkirkan rasa takutmu dan capailah rencanamu. Sekarang adalah satu-satunya kesempatan.”  Kata Tuan Jung. 


Di ruangan lainya.
Semua mentri sudah berkumpul bertanya-tanya Apa yang terjadi da n Sampai kapan mereka harus menunggu dan berpikir aklau Sepertinya mereka mengunci di dalam ruangan. Salah satu mentri pun heran karena  Raja melarang meninggalkan istana sampai jam sudah larut.
“Apa kau tak berpikir aneh Wakil Perdana Menteri Kim dan Kepala Penyidik tak ada di sini?” komentar mentri pendukung Tuan Kim.
“Aku khawatir sekarang bahwa Wakil Perdana Menteri Kim tak ada. Haruskah kita mengirim seseorang ke rumahnya? Atmosfir di dalam istana tampak muram. Aku harus memanggil Komandann Pengawal Istana dan periksa ini tentang apa.” Kata Mentri lainya. 


Saat itu Kasim memberitahu kalau Raja akan masuk ruangan, semua langsung berbaris rapih sambil menunduk. Raja duduk disanggasana mengaku sengaja memerintahka untuk menunda diri dari meninggalkan istana karena punya sesuatu untuk memberitahukan segera.
“Aku terlalu malu untuk menghadapi mantan raja sesudah kematian. Itu karena aku tak memenuhi kewajiban sebagai raja.” Ungkap raja. Semua berkata Raja agar jangan berkata seperti itu.
“Kenapa kau mengatakan hal menyedihkan seperti itu?” tanya Mentri
“Ini memang menyedihkan untuk menjaga posisi putra mahkota kosong. Jadi, aku ingin mengukuhkan Pangeran Seowon sebagai Putra Mahkota negara ini.” Ucap Raja
“Mengukuhkan putra mahkota adalah keputusan penting bagi negara. Bagaimana kita bisa memutuskan masalah serius seperti itu di tengah malam? Selain itu, Wakil Perdana Menteri Kim tak hadir.” Komentar anak buah Tuan Kim kaget.
“Apa kau berpihak kepada Wakil Perdana Menteri Kim? Tak menaati rajamu sama dengan memiliki niat untuk melakukan pengkhianatan tingkat tinggi. Apa kau akan melanggar perintahku, Menteri Perang?” ucap Raja marah
“Maafkan aku, Yang Mulia.” Kata Mentri Perang dan anak buah Mentri Kim terlihat kebingungan. Tuan Jung yang menjadi pihak ratu bisa tersenyum bahagia.
“Laksanakan upacara pengangkatan sesegera mungkin. Menteri Kebudayaan dan Pendidikan harus dilanjutkan dengan persiapan secara menyeluruh.” Kata Raja
“Aku akan mematuhi perintahmu dan melakukan yang terbaik.” Kata Mentri. Semua anak buah Mentri Kim tak bisa berkata-kata. 


Won Deuk duduk diam didepan rumah kata-kata si nenek teringat kembali diotaknya.
“Pria itu memegang pedang di tangannya. Darah merah menetes dari pedang yang menakutkan itu. Ujung pedang itu akan menghadapimu.”
Tanganya langsung ditaruh dikepala tanda Won Deuk sedang berpikir. Hong Shim melihatnya bertanya apakah Won Deuk mengkhawatirkan sesuatu. Won Deuk mengelak kalau tak ada  yang dipikirkan. Hong Shim tak percaya karena merasa Won Deuk sedang memikirkan sesuatu. 

“Sebenarnya, aku memikirka orang seperti apa kakakmu dan apa dia akan menyukaiku.” Kata Won Deuk mencari alasan.
“Kakakku adalah pria yang sempurna. Dia tampan, pandai seni sastra dan bela diri, juga ramah tamah. Jika dia tumbuh tanpa masalah, maka dia akan dengan mudah lulus ujian negara. Di matanya, kau mungkin tak cukup.” Komentar Hong Shim.
“Apa? Kenapa? Apa yang tak dia sukai dariku?” tanya Won Deuk panik.
“Sejujurnya... Sejujurnya, kau tak punya sopan-santun.” Kata Hong Shim. 




Saat itu Tuan Yeon datang tak terima kalau Won Deuk dianggap tak sopan menurutnya tak ada yang salah dengan menantunya, bahkan mempercayai kalau  tak ada manusia yang sesempurna seperti Won Deuk.  Won Deuk pun dengan bangg kalau Tuan Yeon adalah penilai karakter yang baik.
“Kenapa dia peduli dengan kakak-mu? Apa dia...” ucap Tuan Yeon.
“Dia setuju untuk ikut dengan kita.” Kata Hong Shim. Tuan Yeon terlihat sangat bahagia
“Aku tak boleh membuang waktu... Won Deuk, kau harus mengubah caramu berbicara.. Aku adalah ayah mertuamu. Kau tak dapat berbicara seolah aku bawahanmu. Apa kakak Hong Shim berpikir kau sopan atau tidak?” ucap  Tuan Yeon
“Dia akan mengatakan aku kasar.. Tuan” kata Won Deuk. Tuan Yeon tak terima dipanggil Tuan.
“Lalu aku harus memanggilmu apa?” tanya Won Deuk binggung. Tuan Yeon menjawab kalau ia ingin dipanggil “Ayah” seperti yang lainya. Won Deuk terlihat binggung, tapi mencoba memanggil Tuan Yeon dengan panggilan ayah.
“Baguslah, menantu laki-laki. Aku bangga padamu.” Kata Tuan Yeon ingin megang tangan Won Deuk
“Beraninya kau membuatku tak nyaman!.” Ucap Won Deuk marah
“Aku? Aku tak boleh membuatmu tak nyaman. Jika satu sisi terasa tak nyaman, yang lain...” kata Tuan Yeon malah sengaja memegang tangan menantunya. Akhirnya Won Deuk pun mencoba menghindar mereka pun saling kejar-kejaran. 



Won Deuk melipat pakaian dikamarnya, Hong Shim pikir  bisa melakukannya. Won Deuk merasa mereka  bisa membagi tugas-tugas pria dari wanita walaupun harus mengakui ini sangat sulit. Ia menyuruh Hong Shim kembali ke kamar karena akan melakukan sisanya.
“Ayah akan merasa bosan sendirian dikamarnya” ucap Won Deuk.
“Dia tak punya waktu untuk merasa bosan. Dia langsung tidur kalau sudah mencium bantal. Tapi Kenapa kau tak lagi menghentikanku meninggalkanmu sendirian?” ucap Hong Shim.
“Kenapa? Apa Kau ingin aku menahanmu?” kata Won Deuk. Hong Shim mengakutidak sama sekali karena hanya ingin tahu.
“Aku takkan melakukan apa pun yang tak kau inginkan.” Jelas Won Deuk. Hong Shim menganguk mengerti
“Ini hanyalah pernikahan sandiwara. Tak ada yang memberkati pernikahan kita. Bahkan kita tak merayakan pernikahan kita. Jadi ketika kakakmu datang, aku akan meminta izinnya dan menikah denganmu saat itu. Penyempurnaan bisa dilakukan sesudahnya.” Kata Won Deuk
“Itu adalah ide yang sangat jujur dan patut dipuji. Aku bertemu dengan suami yang sempurna.” Kata Hong Shim lalu keluar dari kamar.
“Semua yang dia katakan itu benar, tapi kenapa aku merasa sangat sedih?” ungkap Hong Shim binggung. 



Je Yoon memikirkan tentang Putra Mahkota masih hidup dan merasa heran rumor yang tak masuk akal itu menyebar. Ia mulai berpikir tentang Tulisan Putra Mahkota dan Suara Putra Mahkota, apakah hanya sebuah kebetulan lalu dikagetkan dengan Tuan Park sudah ada didepan pintu, Je Yoon bertanya ada apa datang ke kantornya.
“Aku penasaran, kenapa kau lembur... Ini Membuang-buang lilin saja.” Komentar Tuan Park
“Aku akan membeli beberapa lilin dengan gajiku sendiri.” Komentar Je Yoon.
“Gajimu dibayar dengan pajak yang dibayar rakyat. Kau membakar keringat dan air mata mereka. Lalu Kenapa kau memanggil gisaeng?” keluh Tuan Park sambil mematikan lilin diatas meja.
“Akulah yang membutuhkannya. Tapi Gisaeng itu dan aku tak pacaran. Dia hanya membawakanku kabar dari Hanyang.” Tegas Je Yoon
“Ya, ya. Lalu, pergilah habiskan malam yang panjang sendirian.” Ejek Tuan Park ingin bergegas pergi.
“Tunggu Sebentar. Aku ingin menanyakan sesuatu.. Pria macam apa Na Won Deuk itu?” tanya Je Yoon penasaran
“Kenapa? Apa kau ingin mengganggunya lagi?” ucap Tuan Park sinis. Je Yoon mengaku bukan seperti itu.
“Jika kau ingin mencari tahu, tanyakan sendiri, tuan.”bisik Tuan Park mengoda lalu pergi. 



Hong Shim dan Won Deuk berdiri di depan rumah sambil menatapnya. Won Deuk ingin tahu Berapa yang akan mereka dapatkan untuk rumah mereka menurutnya Di mana pun nanti mereka akan tinggal, pasti membutuhkan rumah, dan untuk membelinya, butuh uang.
“Kita bisa menjual rumah ini untuk mewujudkannya.” Ucap Won Deuk penuh semangat
“Kita pergi secara rahasia. Apa Kau ingin orang lain tahu? Terkadang kau benar-benar tampak bodoh.” Keluh Hong Shim. Won Deuk tak terima dianggap bodoh.
“Apa? Apa itu mengganggumu?” ejek Hong Shim. Won Deuk mengaku tidak tapi merasa familiar, seperti pernah dipanggil itu sejak masih kecil.
“Kita memang membutuhkan biaya perjalanan. Jadi Ayo kita jual lemari mutiaramu.” Kata Hong Shim
“Tidak, kau tak boleh menyentuh itu.” Tegas Won Deuk melarangnya. Hong Shim heran kenapa tak boleh melakukanya.
“Oho...Ini lemari mutiaraku. Jangan sentuh tanpa izin.” Tegas Won Deuk. 


Saat itu Je Yoon datang, Hong Shim dengan sopan bertanya apa alasan Je Yoon datang ke rumahnya.  Je Yoon mengaku datang untuk menemui suaminya. Hong Shim marah apa lagi yang akan dilakukan Je Yoon pada suaminya itu sekarang.
“Urusan apa yang harus kau lakuka dengan suamiku di tempat kami?” kata Hong Shim marah
“Aku melihat ada kesalahpahaman. Apa yang terjadi...” ucap Je Yoon yang langsung disela oleh Won Deuk.
“Itu salahku.” Akui Won Deuk. Hong Shim bingung apa maksudnya.
“Aku menantangnya untuk taruhan memanah. Untuk melihat gambaran besarnya, dia ingin berteman dengan Tuan Park.” Jeas Won Deuk
“Apa Kau bilang kepadanya untuk menembakkan panah padamu? Aku tak tahu apa gambaran besarnya, tapi bagaimana bisa? Bagaimana jika kau benar-benar terluka? Kau bilang kau akan hidup denganku. Bagaimana jika aku menjanda?” keluh Hong Shim marah
“Aku berharap kau bisa menunda pertengkaran ini.  Aku di sini untuk urusan mendesak.” Kata Je Yoon menyadarkan. Hong Shim pun meminta maaf.
“Aku tak tahu keadaan dan berbicara di luar batas.”kata Hong Shim.
“Ini baik saja. Aku senang kita dapat meluruskan semuanya.” Ungkap Je Yoon dan memberikan senyumanya pada Hong Shim
“Berhentilah menatapnya... Kau di sini untuk urusan mendesak.” Tegas Won Deuk yang langsung berdiri didepan istrinya. Hong Shim pun melonggokan kepalanya seperti senang ada yang melindunginya. 



Keduanya bertemu di dalam kamar, Je Yoon membahas  Won Deuk yang pergi ke Hanyang untuk membayar upeti ke istana, karena menumpahkan air pada dokumen dan membutuhkan tanda tangan Won Deuk lagi. Won Deuk tak percaya kalau Je Yoon datang sendiri padahal bisa mengirim petugas.
“Aku ingin memeriksa keadaanmu. Kau seperti trauma di halaman panahan.” Kata Je Yoon
“Ingatan lama muncul kembali dan aku merasa bingung untuk sesaat. Tapi Aku baik-baik saja sekarang.”akui Won Deuk.
“Ingatan lama? Ingatan apa itu?” tanya Je Yoon penasaran. Won Deuk tak mau membahasnya ingin tahu dimana harus menandatangani suratnya lalu memberi gambara tanganya. Je Yoon terlihat binggung.
“Kau menulis namamu dengan karakter Cina terakhir kali. Kenapa kau menggambar garis tanganmu kali ini?” kata Je Yoon
“Bagaimana aku bisa menulis karakter Cina?” ucap Won Deuk mengelak.
“Apa Kau tak menulisnya sendiri?” tanya Je Yoon tak percaya. Won Deuk pikir Je Yoon bisa pergi karena sudah memiliki tanda tangan.
“Kau memiliki selera mebel yang mahal untuk seseorang di kelasmu.” Komentar Je Yoon seperti masih curiga.
“Aku ditipu oleh rentenir untuk membeli semuanya.” Ucap Won Deuk. Je Yoon lalu melihat ada tumpukan buku.
“Aku terpaksa membeli buku-buku itu juga.”akui Won Deuk berbohong. Je Yoon pun meminta izin agar bisa melihatnya.
“Kenapa dia ingin menyembunyikan fakta bahwa dia bisa menulis?” gumam Je Yoon.
“Apa yang ingin dia ketahui tentangku?” balas Won Deuk bergumam juga.
Je Yoon membaca sebentar dan berpikir kalau ceritanya cukup menghibur. Won Deuk megaku tak bisa membacanya jadi menyuruh Je Yoon mengambil saja bukunya kalau memang mau. Je Yoon menolak, Won Deuk pun mengucapkan selamat tinggal.
“Aku belum siap untuk pergi.” Ucap Je Yoon. Won Deuk mengejek Je Yoon yang pasti memiliki banyak waktu luang.
“Sementara itu, aku tidak punya waktu luang, aku harus bekerja.” Kata Won Deuk.
“Aku minta maaf karena sudah membuang waktumu. Tapi Ada satu hal lagi yang membuatku penasaran.” kata Je Yoon. Won Deuk ingin tahu tapi Je Yoon memilih untuk tak membahasnya dan memilih untuk pamit pergi.

Di kerajaan
Ratu menemui Raja mengucapkan Terima kasih atas kemurahan hati suaminya yang tak terbatas karena sudah mengukuhkan Pangeran Seowon sebagai Putra Mahkota dan akan tegak disiplin Keluarga Kerajaan, jadi menunjukan pada bangsa tentang kekuatan sebagai raja.
“Untuk melihatmu begitu teguh, membawakanku kebahagiaan tertinggi.” Ungkap Ratu
“Aku bahagia jika kau begitu, Ratuku.” Kata Raja yang ingin membuat istrinya bahagia.
“Ayah... Maafkan aku, tapi tolong batalkan perintahmu.” Ucap Pangeran Seowon. Ibunya panik dengan sikap anaknya.
“Kau sudah mengatakan bahwa kamar Putra Mahkota akan tetap kosong sampai Putri Mahkota melahirkan. Kenapa kau tiba-tiba berubah pikiran? Di mana Wakil Perdana Menteri Kim? Apa yang sedang terjadi di istana ini? Aku harus tahu kenapa kau bersedi untuk melawan kata-katamu.” Ucap Pangeran Seowon. Ratu terlihat marah dengan tingkah anaknya.
“Itu karena ketidakmampuanku. Di mana ada raja yang tak kompeten, pasti ada yang memanfaatkannya. Aku dilayani oleh satu orang. Aku hanya menyalahkan diri sendiri.” Ungkap Raja
“Ayah, kenapa kau mengatakan itu?” tanya Pangeran Seowon
“Aku berpikir tentang bagaimana aku akan ditulis dalam catatan sejarah. Mungkin akan tertulis kalau aku adalah raja yang tak kompeten yang dikendalikan oleh Wakil Perdana Menterinya. Itulah kenapa aku ingin memutuskan hubungan yang panjang dan beracun.” Ungkap Raja
“Jika Anak Putri Mahkota menjadi Putra Mahkota, maka Aku akan menyerahkan negara ini kepada Wakil Perdana Menteri Kim. Dia akan terus mengendalikan bangsa ini dengan menjadi kakek dari Putra Mahkota. Aku berniat untuk mengakhiri itu. Lalu Kenapa kau ingin menghentikanku melakukannya?.” Kata Raja
 “Aku takut... Aku khawatir dia akan menghampiriku dengan anak buahnya dan naik takhta. Itu membuatku terjaga di malam hari.” Jelas Pangeran Seo Won.
“Itulah kenapa, Aku berniat mengerahkan semua kekuatanku untuk menjadikanmu Putra Mahkota bangsa ini. Apa kau masih ingin menentang rencanaku?” jelas Raja.
“Aku minta maaf, Ayah. Aku terlalu bodoh untuk mengenali keinginanmu yang mendalam. Aku menerimanya dengan rahmat.” Ungkap Pangeran Seo Won. 



Di kamar Tuan Putri.
Seo Hye kebingingan Kemana Ayah pergi pada saat kritis ini. Soo JI mengaku tak tahu keberadaan ayah mereka tapi Pelayan itu bilang melihat Ayah pergi dengan mendesak di malam hari lalu belum pulang sampai sekarang dan tak bisa menemukanya.
“Bahkan Menteri Peperangan tak menyadari keberadaannya juga. Dia pasti mengalami sesuatu di hutan” ucap Soo Ji
“Perhatikan kata-katamu... Sebuah kata bisa akan jadi kenyataan.” Kata So Hye panik.
“Aku khawatir, itu saja. Jika Pangeran Seowon menjadi Putra Mahkota, maka Ratu tak akan hanya duduk kembali. Sesudah dia resmi menjadi Putra Mahkota, maka dia akan mendebat deposisimu.” Kata Soo ji
“Kau Kembalilah ke rumah dan cari Ayah. Lalu Bebaskan Beom dan minta dia mencari Ayah dengan Hyuk.” Saran So Hye
“Beom sudah mati. Dan Juga, Hyuk sudah pergi dengan Moo Yeon.” Cerita Soo Ji. Soo Hya kaget mendengarnya.
“Dia bilang dia mengikuti perintah Ayah, tapi bukan itu masalahnya.Aku Tak tahu apa-apa membuatku gila, tapi aku bahkan tak bisa pulang karena pengkukuhan. Jadi Apa yang harus kita lakukan?” kata Soo Ji kebingungan.
“Kau berpura-pura sakit untuk keluar dari studimu, tapi kenapa kau tak dapat melakukan hal yang sama hari ini?” sindir Soo Hye
“ Kupikir aku tahu apa yang kau maksud. Aku menderita sakit perut yang parah.” Kata Soo Ji beralasan
“Jadi bawa semua anak buah ayah untuk menemukannya. Dia harus kembali sebelum upacara pengukuhan.”tegas Soo Hye. Soo Ji pun menganguk mengerti lalu keluar dari kamar.
Soo Hye tiba-tiba merasakan perutnya sakit, Pelayan pikir akan memanggil tabib. So Hye menolak, karena akan pergi menemui Yang Mulia.
Saat didepan pintu, Kasim memberitahu kalau Yang Mulia tak bisa menemui siapa pun sekarang.  Soo Hye tak terima kalau terlihat seperti "seseorang" Kasim meminta maaf dan berharap agar Soo Hye bisa kembali lagi nanti, tapi Soo Hye malah berteriak didepan pintu.
“Yang Mulia.. Bagaimana bisa kau membuat keputusan seperti itu? Bagaimana dengan bayiku? Bayinya adalah darahmu. Aku seorang janda yang kehilangan suaminya. Putra Mahkota meninggal pada usia yang begitu muda. Bahkan di akhiratnya, dia akan ingin putranya mengambil tahta.” Kata Soo Hye.
Raja tetap diam dalam kamarnya, seperti berpura-pura tak ingin mendengarnya. Akhirnya kasim meminta Dayang kang agar bisa membawa Putri mahkota ke kamarnya.
“Yang Mulai.. tolong batalkan perintahmu... Anak Putra Mahkota naik takhta adalah keinginan abadiku sebagai seorang janda.”teriak Soo Hye. Raja tetap diam. 

Won Deuk memegang lemari kesayanganya dengan wajah sedih.  Ma Chul pkir Jangan menjualnya jika itu sangat berharga bagi Won Deuk. Hong Shim menolak karena tetap akan menjualnya dan ingin tahu berapa harganya.
“Sepertinya cukup baru dan jarang digunakan, aku akan bermurah hati dan memberimu dua Yang.” Ucap Moo Chul
“Kau bilang Dua Yang? Harga aslinya lima Yang.” Komentar Won Deuk tak terima
“Nilai menurun seiring waktu. Ini disebut penyusutan.” Tegas Ma Chul
“Pasti lebih berharga sejak aku menyentuhnya. Aku tak akan menjualnya. Aku mengambilnya kembali.” kata  Won Deuk. Ma Chul pun tak peduli.
“Dua Yang cukup, bayarlah” ucap Hong Shim dan Won Deuk pun tak bisa berkata apa-apa saat melihat Hong Shim yang melotot
“Aku minta maaf, lemari mutiaraku sayang. Aku akan memastikannya menemukan rumah yang bagus, jangan khawatir.” Ungkap Won Deuk mengucapkan salam perpisahan untuk lemarinya. Hong Shim pun menerima uangnya.
“Aku membayar kembali semua hutangku dengan hadiah yang kuterima dari Yang Mulia. Apa Kau menghancurkan kontrak yang kutanda tangani?” tanya Won Deuk.
Ma Chul mengaku sudah melakukanya dengan wajah gugup. Tapi saat itu Won Deuk melihat buku catatan perjanjian hutang dan bisa tahu kalau suratnya belum belum disobek.
“Kau berjanji untuk menghancurkannya, dan aku mempercayaimu sejak di pesta ulang tahunnya.” Ungkap Won Deuk. Hong Shim pikir Ma Chul itu memang Orang tak berubah
“Aku akan menghancurkannya, tapi lupa” komentar Ma Chul mencari alasan.
“Jangan mencoba menipu lagi. Kenapa tak berhenti dari profesi sepenuhnya? Kau tak memiliki wajah rentenir jahat. Tapi Kau memiliki wajah seseorang yang akan melakukan sesuatu yang besar untuk bangsa ini.” Komentar Won Deuk. Ma Chul tak percaya mendengarnya.
“Tentu saja... Melanjutkan membaca wajahmu harus membayarnya.” Kata Won Deuk. Ma Chul seperti penasaran. 



Hong Shim berjalan dengan penuh bahagia karena tak percaya kalau Won Deuk bisa membaca wajah. Won Deuk mengaku tidak bisa melakukanya, Hong Shim mengartikan kalau Won deuk berbohong untuk menerima lebih banyak uang.
“Kau yakin sudah berubah.” Komentar Hong Shim tak percaya melihat Won Deuk.
“Takdir seseorang terserah hati seseorang. Seberapa besar tekad untuk mengubah nasib. Kita tak pernah tahu. Ma Chil mungkin akan melakukan sesuatu yang baik dan murah hati.” Ungkap Won Deuk bijak. Hong Shim menatap Won Deuk seperti makin tak percaya
“Kenapa menatapku seperti itu?” tanya Won Deuk bingung. Hong Shim mengaku itu karena Won Deuk yang luar biasa.
“Berapa kali kau akan jatuh cinta padaku? Kau mungkin terus menatap.” Goda Won Deuk dengan gayanya agar Hong Shim bisa menatapnya. 


Saat itu Ae Wol datang mengaku memiliki permintaan mendesak alau sudah kehilangan barang berharga miliknya dalam perjalanan. Keduanya menatap gisaeng dengan wajah binggung. Ae Wol mengaku  mendengar, Won Deuk yang menjalankan Agen Solusi.
“Dapatkah kau menemukan barang yang hilang untukku?” ucap Ae Wol. Hong Shim ingin tahu Apa yang sudah hilang. Ae Wol ingin memberitahu.
“Aku akan menemukannya untukmu. Aku pandai menemukan barang-barang yang hilang.” Kata Hong Shim penuh semangat.
“Tak mau, aku ingin dia mengerjakannya.” Ucap Ae Wol. Hong Shim binggung.
“Tak peduli siapapun itu, kau hanya perlu mendapatkan kembali barangmu. Itu “ ucap Hong Shim
“Ini Terserah klien yang membayar,Aku tak menyukainya.”.” Kata Ae Wol
“Ini sangat berharga sehingga aku harus menemukannya kembali. Aku akan membayarmu cukup jika kau menemukannya untukku. Lalu...” kata Ae Wol yang langsung disela oleh Hong Shim
“Jangan... Aku tak ingin kau pergi.” Tegas Hong Shim makin cemburu.
“Kenapa? Bukannya kau mengatakah, kau baik-baik saja bahkan jika aku berbicara dengan wanita lain?” goda Won Deuk. Hong Shim pun hanya bisa diam saja. 


Won Deuk inin tahu Apa yang hilang, Ae Wol mengaku  Itu adalah Kipas Dano, yaitu kipas kerajaan yang diberikan raja pada Hari Libur Dano dan Itu hanya diberikan kepada beberapa pejabat tinggi, Tapi Kepala Seksi Kebudayaan dan Pendidikan memberikannya sebagai hadiah.
“Yang kau sebutkan sepertinya tak dicuri, jadi kita harus menelusuri kembali jalanmu.” Ucap Won Deuk. Ae Wol mengaku mengerti.
“Ngomong-ngomong, apa kau dari Hanyang? Terlihat dari penampilanmu, caramu berbicara dan gerak tubuh penuh dengan keanggunan.” Komentar Ae Wol
“Itu menjadi kebiasaanku di seluruh dinas militerku. “Aku minta maaf jika itu mengganggumu” Ucap Won Deuk menutupinya.  Ae Wol pikir tak perlu meminta maaf lalu memberikan senyuman merasa kalau menyukainya.
“Senyummu membuatku tak nyaman. Aku sudah menikah.” Kata Won Deuk memperingati.
Hong Shim merasa gelisah seperti tak yakin, tapi memastikan kalau Won Deuk takkan terpengaruh, karena Ae Wol itu tampak persis seperti perebut suami orang, lalu merasa kesal sendiri. 


Je Yoon datang melihat Hong Shim seperti sedang kesal, Hong Shim memberitahu aklau Gisaeng yang mengikuti Je Yoon pergi dengan suaminya. Je Yoon pikir kalau Hong Shim khawatir Ae Wol mungkin merayu suaminya. Hong Shim mengaku tidak tapi malah mengkhawatirkan Je Yoon.
“Bagaimana kalau dia jatuh cinta pada suamiku?” ucap Hong Shim. Je Yoo pikir apakah Won Deuk itu layak dicintai.

“Yah, bukan itu yang kumaksud.” Ucap Hong Shim kebingungan karena tak ingin diketahui perasaaanya.
“Kupikir pernikahanmu tak akan sedalam itu karena kau dipaksa menikah dengannya. Sepertinya kau sudah tumbuh saling menyukai seiring berjalannya waktu.” Ejek Je Yoon
“Aku minta maaf untuk hari yang lain. Aku bekerja tanpa mengetahui situasinya.” Kata Hong Shim. 
“Jika kau menyesal, bantu aku. Aku memiliki banyak hal untuk dibeli karena aku datang ke sini terburu-buru. Aku tak tahu apa yang dijual di toko itu.” Jelas Je Yoon
“Apa yang perlu kau beli?” tanya Hong Shim. 


Bersambung ke part 2


Udah baca tulisan sinopsis aku 'kan.. hihihi... 
Buat kalian yang suka membaca tulisan aku meminta dukungan dalam bentuk "Subscribe" You tube karena sedang mencoba mengumpulkan 1,000 Subscribe. 
Tinggal Klik disini, buat yang sudah Subscribe. Terimakasih banyak. Semoga bisa sampe akhir tahun ini 

Cek My Wattpad... Capcay & Dimsum 

Cek My You Tube Channel "Review Drama Korea"

PS; yang udah baca blog / tulisan aku.. Tolong minta follow account IG aku yah dyahdeedee09  & Twitter @dyahdeedee09  jadi biar makin semangat nulisnya. Kamsahamnida.

FACEBOOK : Dyah Deedee  TWITTER @dyahdeedee09 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar